Professional Documents
Culture Documents
USIA (LANSIA)
17 April 2010 yha_princess Tinggalkan Komentar Go to comments
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan
yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan
timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :
1. Pensiunan dan masalah-masalahnya
2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
3. Meningkatnya jumlah lanjut usia
4. Pencemaran pelayanan kesehatan
5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo
6. perkembangan ilmu
7. Program PBB
8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami
klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian
yaitu:
1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan
untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif
dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu
para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan
suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun
pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,
kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut
usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,
jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan
mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana
tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah
dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
1. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
1. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang
dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.
1. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR.
Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
1. C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien
lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik
kronis maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa
yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
1. D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia
Keperawatan lanjut usia berfokus pada :
1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)
2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
1. E. Diagnosa Keperawatan
1. Aspek fisik atau biologis
1. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak
mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena factor biologi.
NOC I : Status nutrisi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:
1. Asupan nutrisi tidak bermasalah
2. Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah
3. Energy tdak bermasalah
4. Berat badan ideal
NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)
1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai.
2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien
5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung
peningkatan berat badan.
b
Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
1
c
Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang
ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan
bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
NOC
mampu :
Kontinensia Urin
d
Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori
sekunder
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :
1
e
Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai
dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
TUJUAN
NOC
: Fungsi Seksual
Mengekspresikan kenyamanan
Gerak lambat
Ambulasi : berjalan
Menggerakan otot
1
Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan
kebutuhan
2
Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman
3
Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)
g
Lelah
Penampilan menurun
Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau
1
Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan
dengan pasien.
2
5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama.
6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera,
perubahan status mental.
NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:
1. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama
2. Berpatisipasi dala tradisi keluarga
3. Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar
4. Memberikan dukungan satu sama lain
5. Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.
6. Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan
7. Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas
8. Memecahkan masalah
NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)
1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan
pasien.
2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang
utama.
3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien
4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan
umur atau penyakitnya.
5. Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
NOC :
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan akan bisa
memperbaiki konsep diri dengan criteria :
1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya
terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan
3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat
pnyakitnya
4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual
NIC : Peningkatan harga diri
1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi
2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya
3. Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya
4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi
peran, lingkungan, status ekonomi
Yang ditandai dengan:
1. Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup
2. Mudah tersinggung
3. Gangguan tidur
NOC Anxiety Control
1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
2. Memonitor intensitas cemas
3. Melaporkan tidur yang adekuat
4. Mengontrol respon cemas
5. Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA
International.
2.
3.
1.
2.
3.
C.PROSES PENUAAN
Proses Terjadinya Penuaan
1. Biologi
a. Teori Genetic Clock
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam
genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika
jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses
mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan
Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error
catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktoraktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa
radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori Error
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis Error Castastrophe (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut
menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang
kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara
perlahan.
c. Teori Autoimun
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan
dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia
(Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,
daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis
meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati,
1994)
d. Teori Free Radical
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan
Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif ,
sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut
Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa
makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses
pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan
jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory
Ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
b. Teori kontinuitas
Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola
prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat,
hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia
Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses
penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow
Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak
semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna.
b. Teori Jung
Terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam
perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti
DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak
lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat
kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan
mudah terjadi infeksi.
Penuaan Sekunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan
sosial. Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi
tua. Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan
kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas
dengan apa yang diperolehnya.
Hasil penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 kota (Padang, Bandung, Denpasar, Makasar),
sebagai berikut:
Fungsi tubuh dirasakan menurun:
Penglihatan (76,24 %),
Daya ingat (69,39 %),
Sexual (58,04 %),
Kelenturan (53,23 %),
Gilut (51,12 %).
Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehinggan anggota keluaraga yang lanjut usia
kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
2.Askep
a.
Definisi
Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang
dialami seseorang.
b. Batasan Karakteristik
-
c.
Intoleransi aktivitas
Gangguan neuromuskular
Depresi
Ansietas berat
Definisi
Suatu keadaan seseorang yang beresiko untuk mengalami kerusakan sistem tubuh
sebagai akibat dari ketidakaktifan muskuloskeletal yang di anjurkan oleh dokter
atau yang tidak dapat dihindarkan
b. Faktor Faktor Risiko
-
Paralisis
Imobilisasi Mekanis
Nyeri berat
Perubahan tingkat kesadaran
E. INTOLERANSI AKTIVITAS
a.
Definisi
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada
seseorang untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari hari yang di
butuhkan atau yang di inginkan.
b. Batasan Karakteristik
-
Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
c.
b.
c.
Nyeri
Penyebabnya multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma
d. Defisit Perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori
e.
f.
Jatuh
-Efek fisik : cedera atau fraktur
-Efek psikologis : sindrome setelah jatuh
g.
h. Aspek psikologis
-Ketidak berdayaan dalam belajar
-Depresi
G. FAKTOR FAKTOR EKSTERNAL
Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor
tersebut termasuk program terapeutik, karakteristik tempat tinggal dan staf, sistem
pemberian asuhan keperawatan, hambatan hambatan, dan kebijakan kebijakan
institusional.
1. Program Terapeutik
Progam penaganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan
kuantitas pergerakan pasien. Contoh program pembatasan meliputi faktor-faktor
mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrein.
2. Karakteristik Penghuni Institusi
Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya klien dapat
mempengaruhi pola mobilitas dan perilakunya.
3.
Karakteristik Staf
Tiga karakteristik dari staf keperawatan mempengaruhi pola mobilitas adalah
pengetahuan, komitmen, dan jumlah.
5. Hambatan Hambatan
Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas. Hambatan fisik
termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam
menggunakan alat bantu mobilitas tidak adekuatnya sandaran untuk kaki.
6. Kebijakan Kebijakan Institusi
Faktor lingkungan lain yang penting untuk lasia adalah kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur institusi.
Penurunan
maksimum
konsumsi
Hasil
oksigen
1.
2.
intoleransi aktivitas
4.
osteoporosis disuse
7.
konstipasi
8.
8.
Pengurangan miksi
9. intoleransi glukosa
9.
10.
penurunan
residual
kapasitas
fungsional
11. atelektasis
11. Penurunan aliran darah pulmonal
12. Penurunan cairan tubuh total
13. Gangguan sensori
14. Gangguan tidur
I.
PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan Primer
- Hambatan terhadap latihan
- Pengembangan program latihan
- keamanan
2. Pencegahan Sekunder
Pedoman pengajaran program latihan
- pemanansan dan pendinginan selama 3-5 menit sebelum dan sesudah sesi latihan
- lakukan latihan peregangan otot sebelum dan setelah sesi latihan
- jangan melakukan hal tersebut secara berlebihan
- tingkatkan latihan secara bertahap
- jika mengalami nyeri dada, hentikan lalu konsul ke dokter anda
- hindari gerakan yang menghentak, melambung, berputar
- pagi dan malam hari baik untuk melakukan latihan
- latihan harus dilakukan secara teratur dan terprogram
- jika mungkin, latihan bersama teman
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang. Dll.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT
pada kerusakan otot.
K.MANFAAT-MANFAAT LATIHAN
1. Kardiovaskular
-Peningkatan kapasitas ketahanan
-Penurunan denyut jantung
-Peningkatan transpor oksigen
-Penurunan kolesterol
-Penurunan tekanan darah pada klien yang hipertensi
2. Respirasi
-Peningkatan kapasitas vital
3. Muskuloskeletal
-Peningkatan kekuatan otot
-Peningkatan rentang gerak
-Peningkatan fleksibilitas
-Peningkatan remineralisasi tulang
-Peningkatan keseimbangan
4.Endokrin
-Peningkatan metabolisme glukosa
5.Psikologis
-Peningkatan perasaan sejahtera
-Peningkatan moral
6.Kognitif
-Peningkatan metabolisme glukosa dalam berpikir
L.PENGKAJIAN
1.Kemunduran muskuloskeletal
2.Kemunduran kardiovaskular
Tanda dan gejala kardiovaskular tidak memberikan bukti yang langsung atau
memberikan tentang perkembangan komplikasi imobilitas.
3.Kemunduran respirasi
Tanda tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung. Perubahanperubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi nafas, gas darah arteri
mengindikasikan adanya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
4.Perubahan integumen
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit.
5.Perubahan fungsi urinaria
Bukti perubahan fisik termasuk tanda fisik berupa berkemihsedikit dan sering,
distensi abdomen bawah.
6.Perubahan gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh.
7.Faktor lingkungan
Lingkunga tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun dianggap mampu.
FUNGSI
Mengendalikan
pembuangan tinja
SKOR
rangsang
0
1
2
KETERANGAN
Tak
terkendali/tak
(perlu pencahar).
teratur
Mengendalikan
berkemih
rangsang
0
1
2
Tak terkendali
kateter
atau
pakai
Membersihkan
diri
(seka
muka, sisir rambut, sikat gigi)
Mandiri
1
2
Perlu
pertolonganpada
beberapa
kegiatan
tetapi
dapat
mengerjakan
sendiri
beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
Makan
Tidak mampu
1
2
Perlu
ditolong
makanan
memotong
Mandiri
6
Tidak mampu
2
3
Berpindah/ berjalan
Tidak mampu
Bisa (pindah)
roda.
2
3
Berjalan
orang.
dengan
dengan
kursi
bantuan
Mandiri
8
Memakai baju
Sebagian
dibantu
memakai baju)
Mandiri.
9
10
Mandi
TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
Mandiri
(mis:
M. INTERVENSI
5.Sikap
Sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari.
6.Latihan rentang gerak
Latihan gerak aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan
otot serta meningkatkan penampilan koqnitif.
Latihan gerak pasif menggerakkan sendi melalui rentang geraknya oleh orang lain,
hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
7.Mengatur posisi
Kesejajaran tubuh tanpa memperhatikan posisi, mempengaruhi mobilitas.
O. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan : gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrome disuse
Hasil yang diharapkan
Intervensi Keperawatan
1.observasi
tanda
dan
gejala
penurunan kekuatan otot, penurunan
mobilitas
sendi,
dan
kehilangan
ketahanan
2.observasi status respirasi dan fungsi
jantung pasien
3.observasi
lingkungan
terhadap
bahaya keamanan yang potensial
4.anjurkan klien untuk
kontraksi otot isotonik
melakukan
klien
melakukan
untuk
istirahat
penggunaan
tujuan
alat
dan
bantu
kerja
DAFTAR PUSTAKA
R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2,
Jakarta, EGC, 1998.
Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi, Jakarta,
PTGramedia Pustaka Utama, 1999.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah
Brunner & Suddarth,Cetakan Ke satu, Jakarta, EGC, 2001
PENDAHULUAN
Dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun.
derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya,keluarga, maupun
masyarakat
Kegiatan tersebut dapat berupa ;
a. Penyuluhan, demonstrasi dan pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal
berikut in;
Masalah gizi dan diet
Perawatan dasar kesehatan
Keperawatan kasus darurat
Mengenal kasus gangguan jiwa
Olahraga
Teknik-teknik berkomunikasi
Bimbingan rohani
b. Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan.
c. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti
d. Rekreasi
e. Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti
f. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat
luas melalui berbagai macam media.
2. Upaya preventif yaitu; pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakitpenyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
Kegiatanya dapat berupa kegiatan berikut ini;
a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dip anti oleh petugas kesehatan yang
datang ke panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS
lansia.
b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas
maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang
menggunakan buku catatan pribadi.
d. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi
masing-masing.
e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi
kesehatannya masing-masing.
f. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat
mengisi waktu dan tetap produktif.
h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan
sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu
mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu,
3. Upaya kuratif yaitu pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas
panti terlatih sesuai kebutuhan.
Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini
a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti
menghubungkannya dengan
depresi pasien. Ketika pasien belajar untuk mengenali pola
pemikiran yang depresif, ia
dapat secara sadar mulai
mengganti pemikiran yang
menguatkan diri.
4. Jika pasien telah diberi resep antidepresi, tekankan perlunya
kepatuhan dan bahas reaksi yang
merugikan. Untuk obat-obatan
yang menghasilkan efek
antikolinergik, seperti
nortriptilin, anjurkan untuk mengunyah permen karet atau
permen padat yang sedikit
manis untuk mengurangi
kekeringan pada mulut. Banyak
antidepresan (seperti doksepin
dan imipramin) merupakan sedative. Peringatkan pasien
untuk menghindari aktifitas
yang membutuhkan kesiagaan,
mencakup mengendarai mobil
dan mengoperasikan alat-alat
mekanis. 5. Beri peringatan pada pasien
yang meminum TCA untuk
menghindari minum-minuman
yang beralkohol atau memakai
depresan system saraf pusat
lainnya selama terapi. PENYALAHGUNAAN DAN
PENGGUNASALAHAN OBAT Penyalahgunaan zat adalah
masalah yang tersebar luas
tetapi seringkali tersembunyi
pada populasi lansia. Besarnya
penyalahgunaan zat tidak
diketahui karena lansia biasanya menyangkal dan pemberi asuhan
seringkali gagal untuk
mengenalinya. Meskipun
demikian, penyalhgunaan zat
cenderung meningkat seiring
peningkatan jumlah lansia di AmerikaSerikat. Pada tahun
1979, penelitian yang dilakukan
pemerintah federal membuat
batasan penyalahgunaan obat
sebagai penggunaan setiap zat
psikoaktif nonterapeutik, termasuk alcohol, dengan cara
apa pun yang menibulkan efek
mandiri, polifarmasi,
dankesalahan menafsirkan gejala
adalah beberapa fakor dari
banya banyak factor yang
berperan pada penyalahgunaan atau penggunasalahan obat di
kalangan lansia. Faktor-faktor
resiko penyalahgunaan obat pada
lansia Lansia dapat menjadi
bergantung pada obat-obatan
karena berbagai alasan. Perhatikan faktor-faktor resiko
di bawah ini ketika mengakaji
pasien apakah mengalami
penyalahgunaan zat. Faktor-faktor predisposisi
Riwayat keluarga
(penyalahgunaan alcohol)
Penyalahgunaan zat sebelumnya
Pola konsumsi zat sebelumnya
(tunggal atau dengan yang lain) Sifat kepribadian (cemas,
insomnia) Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan pajanan dan
konsumsi zat
Jenis kelamin (pria: alcohol
dan obat-obatan terlarang; wanita: hipnotik-sedatif dan
anxiolytic)
Penyakit kronis dengan nyeri
(analgesic opioid); insomnia
(obat-obatan hipnotik); cemas
(anxiolytic) Pemberian obat-obatan yang
berlebihan jika diperlukan oleh
pemberi asuhan, misalnya, obat
tidur atau nyeri (lansia di panti
jompo)
Stressor hidup, kehilangan, dan isolasi sosial (alcohol
digunakan untuk membuatnya
mati rasa dan mengatasi nyeri
emosional) Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan efek dan
kemungkinan penyalahgunaan
zat
Sensitivitas obat terkait usia
(faktorfarmakokinetik dan farmakodinamik)
Penyakit medis kronis
Obat-obatan lain (interakBeberapa sifat penyakit pada
lansia yang membedakannya
dipertimbangkan terapi
relaksasi, sebagai contoh di
Negara maju tak jarang orang
melakukan yoga, meditasi, latihan relaksasi sampai pada
melibatkan diri dalam berbagai
aktivitas yang terkait dengan
upaya mengatasi stress.
Akhirnya, pada table 2 adalah
strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka
tantangan yang dihadapi lansia.
Tabel 2 Strategi koping yang
digunakan Penyesuaian
psikososial Strategi koping
Stereoptip lansia Pension
Pengurangan pendapatan
Kemunduran kesehatan
Keterbatasan fungsional
(aktivitas sehari-hari)
Kemunduran kognitif Kematian anggota keliarga
Perpindahan hunian
Tantangan kejiwaan lainnya
Peril dipertimbangkan
identitas diri yang kuat percaya
diri) Kembangkan keterampilan
baru, gunakan waktu luang,
berperan aktifdalam kegiatankegiatan yang bermakana
Manfaatkan fasilitas discount
yang tersedia Gaya hidup sehat(gizi,
olahraga, dan istirahat
secukupnya)
Penyesuaian diri terhadap
longkungan dan jika perlu
menggunakan alat bantu Memanfaatkan peluang
pendidikan seperti grup diskusi,
perpustakaan, dan hal-hal lain
yang kreatif
Boleh larut dalam kesedihan
secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina
keakraban yang baru
Di Negara maju, bagi para
lansia tersedia berbagai pilihan
hunian
Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh
tepat
5. Kehilangan energy
6. Konsentrasi buruk
7. Perubahan selera makan 8. Retardasi psikomotor atau
agitasi
9. Keinginan pasif kan kematian
10. Upaya bunuh diri
Depresi minor
1. Kehilangan ingatan jangka pendek
2. Iritabilitas
3. Rentang perhatian pendek
Pemikiran bunuh diri
1. Mengumpulkan obat dengan
tiba-tiba 2. Memberikan barang-barang
pribadinya pada orang lain
3. Komentar yang sangat sedih
Penanganan Waspadai bahwa bunuh diri pada
lansia adalah masalah yang
serius. Jika pasien
memperlihatkan tanda-tanda
pemikiran bunuh diri, lakukan
pengkajian dengan segera oleh professional kesehatan.
Pengkajian yang seksama
membantu menyingkirkan
kemungkinan penyebab depresi
yang mendasari, seperti reaksi
merugikan dari obat-obatan, hipotiroidisme, dan gangguan
lainnya. Depresi juga harus
dibedakan dari demensia,
meskipun demensia juga dapat
menyertai depresi. Penanganan
awalnya terdiri dari terapi oleh pemberi perawatan kesehatan
jiwa, yang dapat meresepkan
obat-obatan anti depresi.Terapi
obat dapat mencakup anti
depresan trisiklik (Tricyclic atau
doksepin, atau turunan dari TCA yang dikenal dengan amina
sekunder, yang meliputi
nortriptilin, protiptilin, dan
desipramin. Amina sekunder
tersebut memiliki lebih sedikit
efek merugikan dibandingkan TCA dan lebih dipilih bagi
lansia. Terapi elektrokonvulsif
dapat dibutuhkan jika terapi