You are on page 1of 136

ANALISIS TERHADAP TUJUAN PENDIRIAN BUMN PERSERO

DALAM UNDANG-UNDANG BUMN DAN UNDANG-UNDANG


SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)

TESIS

Oleh

AHMAD ANSYORI
067005062/HK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

ANALISIS TERHADAP TUJUAN PENDIRIAN BUMN PERSERO


DALAM UNDANG-UNDANG BUMN DAN UNDANG-UNDANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora


dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

Oleh

AHMAD ANSYORI
067005062/HK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Judul Tesis

Nama Mahasiswa :
Nomor Pokok
:
Program Studi
:

ANALISIS TERHADAP TUJUAN PENDIRIAN BUMN


PERSERO DALAM UNDANG-UNDANG BUMN DAN
UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL
NASIONAL (SJSN)
Ahmad Ansyori
067005062
Ilmu Hukum

Menyetujui:
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)


Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum)


Anggota

(Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN ,M.Hum)


Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc)

Tanggal Lulus: 12 Agustus 2008

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Telah diuji pada


Tanggal 12 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua
Anggota

:
:

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH


1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
2. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum
3. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum
4. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

ABSTRAK

Pasal 33 Undang Undang 1945 adalah landasan hukum yang memperbolehkan negara melakukan kegiatan berusaha, dengan membentuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Kedudukan dan peranan BUMN tergantung hukum yang
mengaturnya dan bentuknya direfleksikan dalam Inpres Nomor 17 Tahun 1967 dalam
bentuk Departement Agency (Perjan), Public Corporation (Perum) dan State
Company (Perseroan). Peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan sumber daya
dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai
kegiatan produksi dan pelayanan yang merupakan porsi swasta. Berdasarkan Undangundang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dibentuknya BUMN Persero adalah
untuk mengejar keuntungan. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, dibentuk untuk tujuan memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Terdapat ketidaksesuaian kedua undang-undang tersebut dalam tujuan pembentukannya, khususnya dalam tujuan persero sebagai asosiasi modal yang merupakan entitas
bisnis yang mengejar keuntungan bagi pemegang saham, dengan tujuan UU SJSN
yang bersifat nirlaba dan seluruh hasil pengembangannya dikembalikan untuk
kepentingan peserta program jaminan sosial tersebut.
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang
dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan atau
menginventarisasi hukum positif yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan atau mengkaji data sekunder. Spesifikasi penelitian yang digunakan
bersifat deskriptif analitis, dimaksudkan untuk menggambarkan dan sekaligus menganalisis mengenai fakta-fakta dalam tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Negara
Persero, khususnya dalam tujuan komersial dan implikasi atau penerapannya dalam
pelaksanaan UU SJSN.
Terdapat 3 (tiga) alternatif kelembagaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
di Indonesia, yakni: (a) Langsung berada di bawah koordinasi Presiden, (b) Berada
dibawah koordinasi sebuah kementerian, dan (c) Independen dan bertanggung jawab
langsung kepada DPR-RI. Sedangkan bentuk badan hukum badan penyelenggara
dapat berupa: (a) Dana Amanat (Board of Trustees), (b) Badan Usaha Milik Negara,
dan (c) Badan Usaha Milik Swasta (Free Choice).
Kata kunci: Sistim Jaminan Sosial Nasional; Badan Usaha Milik Negara

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

ABSTRACT

Article 33 of the 1945 Constitution is legal principle of State to run a business


activity in the form of State Owned Company (SOC). The position and role of SOC
depending on law or regulation and its form reflected in Presidential Instruction
Number 17/1967 in the form of Agency Department, Public Corporation and State
Company. The role of SOC is not only limited for resources management and goods
production which cover a lot of peoples life style, but it is also concerning to
production activity and private public service. Base on Law Number 19/2003
regarding to State Owned Company, its aim is to achieve profit. Law Number
40/2004 regarding to National Social Guarantee System (NSGS), its aim is to
guarantee a living basic need for every participant and his family member. Above
both laws have no adjustment in the aim of its enactment particularly in the aim of
company is capital association that constitutes profitable business entity for share
holder, with the aim of Law of NSGS which is non profitable and all its
developmental outcome returned to participants interest in the social guarantee
program.
The method of this research uses juridical normative approaches, library
research study by inventorying positive law which is relevant to researching issues
and referring to legal norms of laws or regulations secondarily. The specification of
research used descriptively and analytically. This means to describe and to analyze
the fact in establishing SOC especially in the commercial aim and its implication and
application in the execution of law NSGS.
There are three alternate institutions or Boards of Social Guarantee in
Indonesia, namely: (a) Under direct coordination of President, (b) Under coordination
of a Ministry, (c) Independent and directly responsible to RI-House of Representatives. While the corporate body can be: (a) Board of Trustees, (b) State Owned
Company, and (c) Private Company.
Key words: National Social Security System; State Owned Company

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya dalam penyelesaian tesis dengan judul: Analisis Terhadap
Tujuan Pendirian BUMN Persero dalam Undang-undang BUMN dan Undangundang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Shalawat dan salam juga
disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena telah membawa umat
manusia dari alam kegelapan menuju alam terang benderang.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan
kepada yang amat terpelajar Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua
Komisi Pembimbing, Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. dan Dr. T. Keizerina Devi A., S.H.,
C.N., M.Hum. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang selalu memperhatikan dan
meluangkan waktunya memberikan bimbingan, petunjuk dan saran-saran dalam
penulisan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga
disampaikan kepada yang amat terpelajar Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. dan Dr.
Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. selaku tim penguji tesis ini.
Penyelesaian tesis ini banyak mendapatkan bantuan materil maupun moril
serta motivasi dan doa restu dari banyak pihak yang tidak mungkin dapat disebutkan
satu persatu secara keseluruhan. Melalui kata pengantar ini, dengan penuh rasa
hormat yang tulus ikhlas, tidak lupa disampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

1. Rektor dan para Pembantu Rektor di Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Direktur dan para Asisten Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua dan Sekretaris serta para Dosen Program Studi Ilmu Hukum di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing dan
memberikan ilmunya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi di
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Rekan-rekan di Sekolah Pascasarja Universitas Sumatera Utara dan rekan-rekan
lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, telah turut serta dalam
membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Teristimewa, diucapkan terima kasih yang tiada henti-hentinya kepada yang
mulia kedua orang tua ku tercinta serta isteri ku Ety Retnawati dan anak-anak ku:
Luthfi Musaddad, Asri Retno Wulan, Fahmi Yusuf Musaddad, Asri Choirun Nisa,
Ahmad Hanif dan Asri Scientia Qolby, yang telah berkorban memberikan semangat
serta selalu mendoakan agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Secara khusus
penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan tidak terhingga atas segala
pengorbanan kasih sayang, waktu maupun pengorbanan materi serta memberikan
dorongan semangat dan doanya, demi penyelesaian studi penulis.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Semua bantuan dan dorongan serta doa restu yang diberikan oleh semua
pihak, baik yang tersebut maupun yang tidak tersebut di atas, penulis kembalikan
kepada Allah SWT dan semoga kiranya mendapat keridhaan dan pahala yang berlipat
ganda dari-Nya. Akhirnya kepada Allah SWT penulis bermohon agar kiranya tesis
yang mungkin masih terdapat kekurangannya, dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Tiada ilmu yang sempurna, kecuali ilmu-Nya, amin.
Medan,

Agustus 2008

Ahmad Ansyori
067005062/HK

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Ahmad Ansyori

Tempat/Tgl. Lahir

: Plaju/ 23 Juli 1963

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Instansi

: PT. Jamsostek (Persero)

Pendidikan

: - Sekolah Dasar Negeri 88 Plaju (Lulus Tahun 1976)


- Sekolah Menengah Pertama Negeri 16, Palembang,
(Lulus Tahun 1980)
- Sekolah Menengah Atas Negeri 16 Palembang (Lulus
Tahun 1983)
- Fakultas Hukum Universitas Balikpapan (Lulus
Tahun 1990)
- Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Lulus
Tahun 2008)

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................

ABSTRACT ......................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR......................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................

vi

DAFTAR ISI.....................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

ix

DAFTAR SINGKATAN..................................................................................

BAB I

: PENDAHULUAN...........................................................................

A. Latar Belakang ...........................................................................

B. Perumusan Masalah ...................................................................

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................

D. Kerangka Teori dan Konsep.......................................................

E. Keaslian Penelitian.....................................................................

F. Metode Penelitian ......................................................................

10

BAB II : ASPEK YURIDIS BUMN PERSERO DALAM SISTEM


JAMINAN SOSIAL NASIONAL ................................................

14

A. Pengertian dan Elemen Yuridis dari Perseroan Terbatas...........

14

B. Klasifikasi Perseroan Terbatas...................................................

23

C. Aspek Yuridis Pembentukan BUMN di Indonesia ....................

31

D. Klasifikasi BUMN dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 ..............

37

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

BAB III : KEBERADAAN BUMN PERSERO DALAM UNDANGUNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL ..............
A. Latar belakang dan

39

Kronologis Pembentukan Undang-

undang SJSN di Indonesia .........................................................

39

B. Asas/Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN ......................

52

C. Mekanisme Penyelenggaraan SJSN...........................................

64

D. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial........................................

68

E. BUMN Persero sebagai Penyelenggara SJSN ...........................

72

F. Keselarasan Tujuan Pembentukan BUMN Persero dalam


Menjalankan Undang-Undang SJSN .........................................
BAB IV : ALTERNATIF

KELEMBAGAAN

JAMINAN

SOSIAL

UNTUK INDONESIA....................................................................
A. Sistem

Pertanggungjawaban

BUMN

Persero

75

78

dalam

Penyelenggaraan SJSN ..............................................................

78

B. Alternatif Kelembagaan Jaminan Sosial ....................................

81

C. Tiga Pilar Perlindungan Sosial...................................................

84

D. Sejarah Jaminan Sosial...............................................................

90

E. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara ............................

99

F. Jumlah Penyelenggara dan Undang-Undang Jaminan Sosial ....

106

G. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN atau


Badan Hukum Baru....................................................................

115

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................

120

A. Kesimpulan ................................................................................

120

B. Saran

......................................................................................

121

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

122

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

1. Profil dan Posisi BUMN ................................................................................ 37


2. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN ..................................... 115
3. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk Badan Hukum Baru ................. 117
4. Pembentukan BPJS dengan Pendekatan Program ......................................... 118
5. Pembentukan BPJS dengan Pendekatan Segmen Peserta.............................. 119

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

DAFTAR SINGKATAN

ASABRI

Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

ASKES

Asuransi Kesehatan

Bapel

Badan Penyelenggara

BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

DPR

Dewan Perwakilan Rakyat

ILO

Internasional Labour Organization

Jamsostek

Jaminan Sosial Tenaga Kerja

JHT

Jaminan Hari Tua

JK

Jaminan Kesehatan

JKK

Jaminan Kecelakaan Kerja

JKM

Jaminan Kematian

JPKM

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.

JP

Jaminan Pensiun

MK

Mahkamah Konstitusi

PBB

Perserikatan Bangsa Bangsa

PNS

Pegawai Negeri Sipil

PP

Peraturan Pemerintah

PT

Perseroan Terbatas

RUU

Rancangan Undang-Undang

SJSN

Sistem Jaminan Sosial Nasional

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasal 33 Undang-Undang 1945 hasil amandemen ke-3, khususnya ayat (2)
yang berbunyi cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara adalah landasan hukum
yang memperbolehkan negara melakukan kegiatan berusaha, dengan membentuk
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Di Indonesia, peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan sumber daya
dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai
kegiatan produksi dan pelayanan yang merupakan porsi swasta. Untuk menjaga
stabilitas ekonomi, monopoli atas sumber daya dan kegiatan ekonomi tertentu yang
berada di tangan negara dapat dilakukan. Negara memainkan peranan penting secara
langsung dan tidak langsung dalam kehidupan ekonomi untuk menghindari dampak
eksternal dan khusus dampak sampingan bagi lingkungan alam dan lingkungan
sosial. Peran negara muncul dalam berbagai bentuk, misalnya: (1) stabilitas sistem
ekonomi, (2) alokasi dan distribusi sumber daya, termasuk produk dan konsumsi.
Kedudukan dan peranan BUMN tergantung hukum yang mengaturnya
(hukum publik atau hukum privat) dan bentuknya (departement government
enterprise, statutory public corporation, commercial companies), direfleksikan dalam
Inpres Nomor 17 Tahun 1967 dalam bentuk departemen agency (Perjan), public
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

corporation (Perum) dan state company (Perseroan). Kedudukan dan peran dilihat
dari segi ekonomi untuk membenarkan keterlibatan pemerintah secara langsung
dalam kegiatan ekonomi adalah untuk menjembatani bentuk ketidaksempurnaan
pasar. 1
Sejak tahun 1945, sejarah BUMN ditandai dengan lahirnya Undang-undang
Nomor 86 Tahun 1958 dengan nasionalisasi perusahaan Belanda, hingga Undangundang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya
disingkat BUMN) yang berlaku saat ini, Telah terjadi beberapa kali perubahan dalam
undang-undang tentang BUMN yang lebih merupakan penyesuaian terhadap kondisi
perekonomian yang terus berkembang, namun inti atau tujuan pendirian BUMN pada
dasarnya tetap. Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN yang memuat maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah: 2
1.

Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada


umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

2.

Mengejar keuntungan.

3.

Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa


yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

4.

Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh


sektor swasta dan koperasi.

R. Ibrahim, Landasan Filosofis dan yuridis keberadaan BUMN, Sebuah Tinjauan, Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 26 No.1 Tahun 2007.
2
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Penerbit Harvarindo, 2007, hlm. 5.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

5.

Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan


ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Pada Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,

memuat lebih khusus tentang maksud dan tujuan pendirian Persero adalah: 3
1.

Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat.

2.

Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.


Berdasarkan kedua pasal dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003

tentang BUMN tersebut, sangat jelas bahwa dibentuknya BUMN Persero adalah
untuk mengejar keuntungan atau profit oriented.
Di sisi lain, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (selanjutnya disingkat UU SJSN), dibentuk untuk tujuan memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN bahkan
secara jelas dan berulang, menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, SJSN tersebut
bersifat nirlaba, sebagaimana tercantum pada Pasal 4, bahwa Sistem Jaminan Sosial
Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: 4
1.

Kegotongroyongan.

2.

Nirlaba.

3.

Keterbukaan.

4.

Kehati-hatian.
3

Ibid, hlm. 9.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, L.N. 150, T.L.N. No.4456 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
4

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

5.

Akuntabilitas.

6.

Portabilitas.

7.

Kepesertaan bersifat wajib.

8.

Dana amanat.

9.

Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, mengatur tentang

Badan Penyelenggara yang pada pokoknya harus berdasarkan undang-undang. Dalam


pasal yang ama, ditetapkan bahwa badan penyelenggara terdiri dari PT. Jamsostek,
PT. Taspen, PT. Asabri dan PT. Askes, dan dalam hal diperlukan badan penyelenggara selain empat badan badan penyelenggara tersebut, dapat dibentuk yang baru,
dengan undang-undang.
Uraian di atas, menunjukkan bahwa ketidaksesuaian kedua undang-undang
tersebut dalam tujuan pembentukannya, khususnya dalam tujuan Persero sebagai
asosiasi modal yang merupakan entitas bisnis yang mengejar keuntungan bagi
pemegang saham, dengan tujuan Undang-undang SJSN yang bersifat nirlaba dan
seluruh hasil pengembangannya dikembalikan untuk kepentingan peserta program
jaminan sosial tersebut. Ketidakharmonisan dalam kedua undang-undang tersebut
tidak hanya dapat mengakibatkan tujuan pembentukan undang-undang tersebut tidak
dapat tercapai dengan baik, tetapi berpeluang pula mengakibatkan masalah hukum
yang lebih luas, baik berupa ketidaksesuaian pemenuhan hak masyarakat dalam

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

jaminan sosial maupun dari segi pengurusan perusahaan Persero yang tunduk pada
hukum perusahaan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.

Bagaimana landasan yuridis tujuan pembentukan BUMN Persero dan Sistem


Jaminan Sosial Nasional?

2.

Bagaimana tujuan BUMN Persero dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial


Nasional?

3.

Bagaimana alternatif kelembagaan Sistem Jaminan Sosial untuk Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka pelitian ini bertujuan
untuk:
1.

Untuk memahami landasan yuridis tujuan pembentukan BUMN Persero dan


Sistem Jaminan Sosial Nasional.

2.

Untuk memahami tujuan BUMN Persero dalam Undang-Undang Sistem Jaminan


Sosial Nasional.

3.

Untuk memahami alternatif kelembagaan Jaminan Sosial untuk Indonesia.


Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan

kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang hukum


Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

bisnis secara luas. Secara praktis dapat jadi masukan dan informasi bagi pemerintah
dan masyarakat pada umumnya dalam memahami kedudukan hukum tentang
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial dalam pelaksanaannya oleh BUMN Persero.

D. Kerangka Teori dan Konsep


Pada dasarnya, salah satu tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Negara
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 dimaksudkan
untuk mengejar keuntungan, sementara program Sistem Jaminan Sosial Nasional
sebagaimana Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dibentuk untuk tujuan perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang di dalamnya menganut prinsip
nirlaba yang berarti tidak akan memberikan keuntungan kepada BUMN badan
pelaksananya.
Inkonsistensi atau kerancuan sistem dalam kedua undang-undang tersebut
menyebabkan status hukum BUMN dan tujuan pembentukan BUMN menjadi tidak
jelas atau setidaknya telah terjadi kerancuan diantara kedua undang-undang tersebut.
Gagasan untuk membangun Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mampu
mengayomi kepentingan dan hak seluruh rakyat Indonesia, adalah sebuah pemikiran
maju dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak, namun gagasan tersebut hanya
akan menjadi gagasan semata, bila dalam sistem tersebut terdapat kerancuan atau
bahkan dapat mengakibatkan kerusakan dari sistem yang sudah ada saat ini, jika
transisi program dan penyelenggaraannya tidak dilaksanakan dengan cermat dan
terencana.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ditujukan untuk memberi


jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan Perseroan
Terbatas sebagai salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi. 5
Perlu diperhatikan tujuan dari Undang-undang BUMN dan berbagai peraturan perundang-undangan tidak akan tercapai apabila dalam pelaksanaannya
terdapat berbagai permasalahan dan hambatan yang pada gilirannya pula membuat
undang-undang tersebut tidak dapat dijalankan dilapangan. Oleh karena itu, menjadi
perhatian kita untuk mengkaji berbagai hal yang perlu dibuat mengatasi berbagai
permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Undang-undang BUMN ini
kedepan dan pada gilirannya dapat menjadi dasar sistem pembinaan dan pengelolaan
BUMN efektif dan efisien. 6 Karena itu UUPT yang baru ini ditujukan untuk memberi
perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak
ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas.
Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh
Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang
modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya
mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk

Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh
kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan
nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Lihat Wikipedia
Indonesia, hlm. 3.
6
Bismar Nasution 1, Menuju Sistem Pengelolaan BUMN yang Efektif dan Efisien,
disampaikan pada Sosialisasi UU BUMN dan Peraturan Pelaksanaannya Serta Eksistensinya dalam
Sistem Pembinaan dan Pengelolaan BUMN, Medan, 14 Desember 2005, hlm. 28.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan
mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Leonard J. Theberg dalam Law and Economic Development,
dalam rangka pembangunan ekonomi, badan legislatif dalam merumuskan suatu
produk hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 7
1.

Predictability
Hukum harus mampu memprediksi, yaitu dapat memberikan jaminan dan
kepastian hukum dalam memberikan proyeksi pembangunan ke depan.

2.

Procedural Capability
Hukum harus memiliki kemampuan prosedural dalam menyelesaikan suatu
sengketa.

3.

Codification of Goals
Kodifikasi hukum harus bertujuan untuk pembangunan negara.

4.

Education
Hukum harus dapat bertindak sebagai kekuatan yang membentuk kebiasaan
yang menegaskan kebiasaan lama dan atau menciptakan respon dan kondisi
yang baru.

5.

Balance
Hukum harus dapat menciptakan keseimbangan.

6.

Definition and Clarity of Status


7

Bismar Nasution 2, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi,


Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap dalam Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum
Medan, Universitas Sumatera Utara, 2004.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Hukum harus dapat memberikan definisi dan status yang jelas.


7.

Accomodation
Hukum harus dapat mengakomodasi keseimbangan, definisi dan status yang jelas
bagi individu atau kelompok dalam masyarakat.

8.

Stability
Hukum harus dapat mempertahankan keseimbangan nilai masyarakat .
Kerangka teori dan konsepsional yang diajukan di atas, khususnya huruf a, b

dan f merupakan pemikiran yang akan melandasi pembahasan tesis ini. Pada dasarnya
tesis ini akan menguraikan dan menjelaskan bagaimana kedudukan hukum penyelenggaraan Undang-undang Jaminan Sosial yang berbeda tujuan pembentukannya
dengan Persero dalam Undang-undang BUMN.

E. Keaslian Penelitian
Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran secara pribadi
secara keseluruhan dengan melihat dan memahami substansi hukum dalam tujuan
pembentukan BUMN Persero menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 dalam
penerapannya terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Sepanjang yang diketahui dan dikonfirmasi, ihwal analisis terhadap tujuan pendirian
BUMN Persero dalam Undang-undang BUMN dan Undang-undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) belum pernah diteliti. Oleh karena itu, keaslian (orisinalitas)
dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

F. Metode Penelitian
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani Methods yang berarti cara atau
jalan sesuai dengan penelitian ini menyangkut tentang cara kerja yaitu cara kerja yang
berfungsi untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu yang
bersangkutan. 8
Adapun metode penelitian

yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini

adalah:
1.

Metode pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang

dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan atau


menginventarisasi hukum positif yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan atau mengkaji data sekunder.
Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan
penelitian doctrinal (Doctrinal Research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis,
baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided
by judge through judicial process. 9
2.

Spesifikasi penelitian

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm.

16.
9

Ronald Dworkin dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum dan Hasil Penulisan pada Majalah Akreditasi, (Medan: FH-USU, 2003), hlm. 2.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis, dimaksudkan untuk menggambarkan dan sekaligus menganalisis mengenai fakta-fakta dalam
tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Negara Persero, khususnya dalam tujuan
komersial, dan implikasi atau penerapannya dalam pelaksanaan Undang-undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
3.

Tahap pengumpulan data


Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan

dan berdasarkan pada data sekunder, maka bahan kepustakaan yang digunakan dapat
dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu:
a.

Bahan Hukum Primer yaitu peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
berikut peraturan pelaksana lainnya dan ketentuan lain yang berkaitan dengan
Perseroan Terbatas, serta Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Persero. Bahan hukum primer lainnya, adalah berbagai peraturan perundangan
tentang Jaminan Sosial, baik yang eksis saat ini, Undang-undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maupun peraturan terkait lainnya.

b.

Bahan Hukum Sekunder yaitu yang memberikan penjelasan bahan hukum


primer, dalam hal ini hasil penelitian para ahli, memori penyusunan undangundang.

c.

Bahan Hukum Tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder dalam hal ini kamus
hukum dan ensiklopedia.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

4.

Alat pengumpulan data


Data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumen yang dilakukan

melalui pengumpulan data sekunder. Data tersebut berupa perundang-undangan,


karya ilmiah, hasil penelitian, majalah dan dokumen lainnya yang erat kaitannya
dengan masalah yang diteliti.
5.

Analisis data
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang

terkumpul melalui pengamatan. Selanjutnya diadakan analisis secara kualitatif, yaitu


data yang diperoleh tersebut disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis
secara kualitatif yaitu dalam bentuk uraian. Data yang telah diperoleh melalui
penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan diklasifikasikan guna memperoleh
pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah hukum BUMN
dan Hukum Jaminan Sosial Nasional.
Melakukan kegiatan penelitian dengan penelusuran teori-teori hukum, yang
berkaitan dengan hukum perusahaan, hukum ekonomi, hukum jaminan sosial, tata
kelola perusahaan (good corporate governance) yang baik serta kebijaksanaan
pemerintah.
Dalam

mencermati

peraturan

hukum,

diperlukan

bantuan

ajaran

interpretasi. 10 Metode interpretasi yang digunakan dalam rangka memahami hukum


dengan cara mencari kesesuaian asas hukum yang ada yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
10

W. Poespoprodjo, Interspretasi, (Bandung: Remadja Karya, 1987), hlm. 63.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Selanjutnya melakukan analisis secara deskriptif terhadap hukum positif yang


berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang diteliti, terutama dalam kaitannya
dengan hukum perusahaan terkait dengan tujuan pembentukan BUMN Persero serta
tujuan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Melalui proses data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif
kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah
dalam penelitian ini akan dapat dijawab. 11

11

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: RajaGrafindo


Persada, 2001), hlm. 195-196.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

BAB II
ASPEK YURIDIS BUMN PERSERO
DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

A. Pengertian dan Elemen Yuridis dari Perseroan Terbatas


Hukum bagaimanapun juga sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat di dalam segala aspeknya, apakah itu kehidupan sosial, kehidupan
politik, budaya dan yang tak kalah pentingnya adalah untuk mengatur kegiatan
ekonomi. Dalam kegiatan ekonomi inilah hukum sangat diperlukan karena sumbersumber ekonomi yang terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau
kebutuhan akan sumber ekonomi di lain pihak sehingga konflik antara sesama warga
dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Negara Indonesia dilaksanakan berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka, demikian penegasan Undang-undang Dasar 1945 yang mengandung makna bahwa di negara Republik Indonesia hukum harus berperan sentral
sebagai pengarah dan pengayom kehidupan berbangsa. Untuk mewujudkan cita-cita
negara hukum tersebut, diperlukan upaya pembangunan hukum yang berkesinambungan dan menuntut penataan kembali dari waktu ke waktu, terutama dalam suasana
politik, sosial dan ekonomi nasional serta global yang selalu berubah dengan begitu
cepat.
Kegiatan perekonomian di Indonesia diatur oleh seperangkat kaidah-kaidah
hukum di bidang ekonomi yang disebut Hukum Ekonomi Indonesia (sebagian ahli

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

lebih cenderung menggunakan istilah bisnis). Hukum Ekonomi Indonesia adalah


keseluruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur
kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia. Kaidah-kaidah hukum mengenai
ekonomi Indonesia tersebut ada yang bersifat Hukum Ekonomi Pembangunan dan
ada yang bersifat Hukum Ekonomi Sosial. 12
Dijelaskan oleh Sunaryati Hartono, bahwa Hukum Ekonomi Indonesia dapat
dibagi menjadi dua bagian, yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu: pertama,
Hukum Ekonomi Pembangunan yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia
secara nasional, menyeluruh dan berencana. Materi Hukum Ekonomi Pembangunan
ini akan mencakup kaidah-kaidah yang menyangkut usaha-usaha peningkatan dan
pengembangan bidang-bidang ekonomi, perdagangan dan keuangan, dimana
pemerintah memainkan peranan yang penting sebagai pengarah, pengatur dan
modernizing agent. Kedua, Hukum Ekonomi Sosial yang berdasarkan Pancasila (Sila
Perikemanusiaan) dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan menyangkut pengaturan dan
pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan kesejahteraan manusia/warga
negara Indonesia, sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Materi Hukum Ekonomi
Sosial ini akan memuat kaidah-kaidah yang menyangkut usaha-usaha peningkatan

12

Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1982),

hlm. 53.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

kemampuan ekonomi dan kesejahteraan warga negara Indonesia sebagai perseorangan. 13


Hubungan antara Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi
Sosial, jika bertitik tolak dan didasarkan pada pemikiran pembangunan dan
peningkatan ketahanan ekonomi nasional secara makro, maka titik tolak dan dasar
pemikiran dari Hukum Ekonomi Sosial adalah kehidupan ekonomi Indonesia yang
berperikemanusiaan dan perataan pendapatan, di mana setiap warga negara Indonesia
berhak atas kehidupan dan pekerjaan yang layak. Dalam hubungan ini perlu diingat,
bahwa segala usaha pembangunan ekonomi Indonesia itu bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan tiap-tiap dan masing-masing warga negara Indonesia, sehingga
pembangunan ekonomi Indonesia itu sekali-kali tidak akan dan tidak boleh berlangsung dengan merendahkan derajat manusia Indonesia menjadi alat produksi, atau
alat dari pembangunan ekonomi itu, tetapi justru harus berlangsung dengan menjunjung tinggi hak-hak hidup manusia yang asasi. 14
Hukum dan ekonomi adalah merupakan dua sub sistem dari suatu sistem
kemasyarakatan yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Hukum dapat
dilihat sebagai hasil dari berbagai kekuatan sosial dan ekonomi yang terdapat dalam
proses kemasyarakatan, sehingga hukum itu sangat tergantung sekali pada faktorfaktor yang cukup dominan dalam kehidupan masyarakat terutama faktor-faktor
ekonomi. Dengan demikian hukum itu tempatnya adalah berada di belakang dan

13
14

Ibid., hlm. 49-50.


Ibid., hlm. 50-51.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

mengikuti perkembangan ekonomi. Hal ini sesuai dengan anggapan klasik mengenai
hukum yang berasal dari orang-orang Belanda dahulu yang mengatakan bahwa het
recht hink achter de feiten aan (hukum itu ada dibelakang dan mengikuti kejadiankejadian).
Berhubungan dengan persoalan tersebut di atas, maka antara sistem hukum
dan sistem ekonomi di suatu negara terdapat hubungan yang sangat erat dan pengaruh
timbal balik. Kalau pada satu pihak pembaharuan dasar-dasar pemikiran dibidang
ekonomi ikut mengubah dan menentukan dasar-dasar sistem hukum yang bersangkutan, maka penegakan asas-asas hukum yang sesuai juga akan memperlancar
terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki. Sebaliknya penegakan asas-asas
hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya struktur ekonomi yang
dicita-citakan. 15 Hal ini dapat diperjelas lagi bahwa pelaksanaan hukum sangat
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan sebaliknya hukum juga dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dalam masyarakat.
Pembicaraan mengenai hukum dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi
dalam masyarakat tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang apa sebenarnya
fungsi hukum dalam masyarakat. Dalam pandangan yang klasik hukum itu hanya
berfungsi sebagai alat pengendalian sosial (social control) dalam artian untuk
menciptakan keteraturan, ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Hukum juga
sering disebut sebagai sarana penyelesaian sengketa (settle dispute) dalam artian

15

Ibid., hlm. 6.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

untuk memberikan sarana agar berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat
dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Mengenai fungsi hukum itu di dalam masyarakat, terdapat banyak perbedaan
pandangan di kalangan para ahli hukum. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa
hukum selain berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (social control) juga
berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial (law as
facilitation of human interaction). Dikemukakannya bahwa mana yang lebih utama
senantiasa tergantung pada bidang hukum yang dipersoalkan dan kadang-kadang
kedua fungsi tadi berkaitan dengan eratnya sehingga sulit untuk dibedakan secara
tegas. 16 Dalam bukunya yang lain beliau masih menyebutkan adanya fungsi hukum
yang lain yaitu hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. 17
Hukum di dalam suatu masyarakat yang sedang membangun tidak hanya
mempunyai fungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga mempunyai
fungsi untuk mempercepat proses pendidikan masyarakat (merupakan sebagian
social education) ke arah suatu sikap mental yang paling sesuai dengan masyarakat
yang dicita-citakan. Dengan lain perkataan, hukum merupakan suatu prasarana
mental untuk memungkinkan terjadinya pembangunan dengan cara tertib dan teratur, tanpa menghilangkan martabat kemanusiaan dari anggota-anggota masyarakat. 18

16

Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni, 1981), hlm.

17

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1980), hlm.

44.
115.
18

Sunaryati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing di


Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1972), hlm. 335.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Bertitik tolak dari anggapan dasar yang demikian, maka akan terlihat adanya
suatu hubungan interdependensi antara hukum di satu pihak dan ekonomi di lain
pihak. Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat dalam mengatur dan menata
perekonomian masyarakat diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan di
bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi hanya dapat terlaksana dengan baik jika
dilaksanakan atas dasar suatu tertib hukum yang memungkinkan dan dapat mengamankan pelaksanaannya. Kemudian dari peraturan hukum dimaksud diharapkan
dapat memberikan dampak yang bersifat positif yang dapat mempercepat lajunya
pertumbuhan ekonomi. 19
Pembaharuan di bidang hukum untuk mengakomodasi perubahan di dalam
menghadapi perkembangan pertumbuhan perekonomian nasional serta perkembangan
perekonomian internasional yang ditandai adanya liberalisasi perdagangan bebas,
kiranya perlu dilakukan. Pembaharuan hukum tersebut di bidang kegiatan ekonomi
dalam pembangunan dilakukan untuk dapat mewujudkan hukum ekonomi yang
kondusif mendukung kegiatan ekonomi. Pembaharuan hukum itu harus dijiwai oleh
nilai-nilai dasar, nilai praktis dari Pancasila, UUD 1945 dan Kebijaksanaan Nasional.
Di lain pihak juga harus memperhitungkan lingkungan strategis yang mendukungnya
yaitu mekanisme pasar, sinergi manajemen, sumberdaya dan globalisasi ekonomi.
Pembaharuan hukum di bidang kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan

19

Abdurrahman, Beberapa Pokok Pikiran di Sekitar Pembinaan Hukum Ekonomi di


Indonesia, (Jakarta: BPHN, 1980), hlm. 126.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

melakukan perubahan ketentuan perangkat peraturan hukum dan perundangundangan dibidang ekonomi yang meliputi:20
1. Peraturan hukum dan perundang-undangan yang memberi landasan hukum bagi
keberadaan lembaga-lembaga yang mewadahi para pelaku ekonomi dalam
melakukan transaksi ekonomi pasar (Substantial Legal Rules).
2. Peraturan hukum dan perundang-undangan yang mengatur perilaku (behavior)
para pelaku ekonomi dalam melaksanakan setiap transaksi bisnis dan ekonomi
pada pasar bebas yang berupa hukum-hukum yang mengatur setiap sektor
ekonomi yang akan dilakukan oleh swasta (Level Playing Field).
3. Peraturan hukum dan perundang-undangan mengenai penyelesaian sengketa yang
mendukung kelangsungan hidup pasar bebas.
Pendekatan yuridis tersebut di atas perlu diimbangi dengan pendekatan
ekonomi transaksi bisnis, karena perangkat prediktibilitas dan kepercayaan atas
hukum kemungkinan akan memberi dampak negatif terhadap transaksi ekonomi,
ditinjau dari sudut pandangan efisiensi dan produktivitas yaitu berupa hambatanhambatan yuridis yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Selanjutnya, suatu
kerangka kerja hukum harus dikembangkan untuk memenuhi tujuan dan sasaran dari
efisiensi ekonomi.
Dengan demikian, peranan hukum nasional khususnya Hukum Ekonomi harus
mampu membangun kerangka kerja pengaturan hukum yang melandasi kegiatan
20

Normin S. Pakpahan, Perangkat Hukum dalam Rangka Menghadapi Era Perdagangan


Bebas, Majalah Hukum Nasional, No. 2 Tahun 2002, BPHN Departemen Kehakiman dan HAM RI,
hlm. 37-39.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

transaksi ekonomi pada dunia usaha serta mampu memberikan solusi yang obyektif
bagi penyelesaian perselisihan perdagangan.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI, guna menata
kembali aturan hukum yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi adalah dengan
memperbaharui undang-undang tentang Perseroan Terbatas, yakni dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang
menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang tersebut perlu diperbaharui karena memang dalam praktek
banyak dijumpai pelaku usaha (pelaku ekonomi) yang menjalankan bisnisnya dengan
membentuk Perseroan Terbatas (PT). PT merupakan model bisnis yang lazim
dilakukan sehingga berbeda dengan bentuk badan usaha lain seperti Firma,
Perusahaan Komanditer, Koperasi dan lain-lain.
Terhadap Perseroan Terbatas ini dalam beberapa bahasa disebut sebagai
berikut: 21
1.

Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company atau Limited
Liability Company ataupun Limited (Ltd) Corporation.

2.

Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennootschap atau yang


sering disingkat dengan NV saja.

3.

Dalam bahasa Jerman terhadap perseroan terbatas ini disebut dengan


Gesellschaft mit Beschrankter Haftung.

21

Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),

hlm. 1.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

4.

Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad dengan Responsabilidad


Limitada.
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 menegaskan bahwa

yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah: suatu perusahaan yang berbentuk
badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dan para pendirinya, untuk
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar, dimana modal dasar tersebut dibagi
ke dalam saham-saham, dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang yang terkait dan peraturan perundang-undangan lainnya. 22
Selain itu ada juga yang memberikan arti Perseroan Terbatas sebagai suatu
asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan
untuk itu oleh hukum di negara tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu (artificial person) oleh Pengadilan. PT merupakan badan
hukum karena sama sekali terpisah dengan orang-orang yang mendirikannya, dengan
mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus menerus. Sebagai suatu badan
hukum Perseroan Terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan
harta kekayaan, menggugat atau digugat dan melaksanakan kewenangan-kewenangan
lainnya yang diberikan oleh hukum yang berlaku.
Menurut Munir Fuady setidak-tidaknya ada 15 (lima belas) elemen yuridis
dari suatu Perseroan Terbatas yaitu: 23
1.

Dasarnya adalah perjanjian.


22

Lebih lanjut lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.
23

Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 3.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

2.

Adanya para pendiri.

3.

Pendiri/pemegang saham bernaung di bawah suatu nama bersama.

4.

Merupakan asosiasi dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham.

5.

Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual.

6.

Diciptakan oleh hukum.

7.

Mempunyai kegiatan usaha.

8.

Berwenang melakukan kegiatannya sendiri.

9.

Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundangundangan yang berlaku.

10. Adanya modal dasar (dan ada juga modal ditempatkan dan modal setor).
11. Modal perseroan dibagi kedalam saham-saham.
12. Eksistensinya terus berlangsung meskipun pemegang sahamnya silih berganti.
13. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang aset-asetnya.
14. Dapat menggugat dan digugat di Pengadilan.
15. Mempunyai organ perusahaan.

B. Klasifikasi Perseroan Terbatas


1. Dasar hukum Perseroan Terbatas
Untuk mengetahui tentang landasan yuridis dari suatu Perseroan Terbatas,
maka perlu juga diketahui dengan pasti apa sebenarnya yang menjadi dasar hukum
dari Perseroan Terbatas sehingga ia memiliki status tersendiri dalam dunia bisnis.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Tentang dasar hukum bagi suatu Perseroan Terbatas, dapat dibagi ke dalam
dua kelompok sebagai berikut: 24
a. Dasar hukum umum
b. Dasar hukum khusus
Yang dimaksud dengan dasar hukum yang umum adalah ketentuan hukum yang
mengatur suatu Perseroan Terbatas secara umum tanpa melihat siapa pemegang
sahamnya dan tanpa melihat dalam bidang apa Perseroan Terbatas tersebut berbisnis,
beserta sejumlah peraturan pelaksanaannya.
2. Klasifikasi Perseroan Terbatas
Suatu Perseroan Terbatas dapat diklasifikasi ke dalam beberapa bentuk jika
dilihat dari beberapa kriteria, yaitu: 25
a. Dilihat dari banyaknya pemegang saham.
Jika dilihat dari segi banyaknya pemegang saham, suatu perseroan terbatas dapat
dibagi ke dalam:
1) Perusahaan Tertutup
Yang dimaksud dengan perusahaan tertutup adalah suatu Perusahaan Terbatas
yang belum pernah menawarkan sahamnya pada publik melalui penawaran
umum dan jumlah pemegang sahamnya belum sampai kepada jumlah
pemegang saham dari suatu perusahaan publik. Kepada perusahaan tertutup
berlaku undang-undang Perseroan Terbatas, yaitu UU No. 40 Tahun 2007.

24 Ibid

., hlm. 13.
., hlm. 14.

25 Ibid

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

2) Perusahaan Terbuka
Yang dimaksud dengan perusahaan terbatas terbuka (PT. Tbk.) adalah suatu
perseroan terbatas yang telah melakukan penawaran umum atas sahamnya
atau telah memenuhi syarat dan telah memproses dirinya menjadi perusahaan
publik, sehingga telah memiliki status perusahaan publik, dimana perdagangan saham sudah dapat dilakukan di bursa-bursa efek. Terhadap perusahaan terbuka ini berlaku undang-undang Perseroan Terbatas maupun
undang-undang pasar modal.
3) Perusahaan Publik
Yang dimaksud dengan perusahaan publik adalah perusahaan terbuka dimana
keterbukaannya itu tidak melalui proses penawaran umum, tetapi melalui
proses khusus, setelah dia memenuhi syarat untuk menjadi perusahaan publik,
antara lain: jumlah pemegang sahamnya yang sudah mencapai jumlah tertentu
yang oleh undang-undang pasar modal ditentukan jumlah pemegang sahamnya minimal sudah menjadi 300 (tiga ratus) orang. Terhadap perusahaan
publik ini berlaku undang-undang tentang Perseroan Terbatas maupun
undang-undang tentang Pasar Modal.
b. Dilihat dari jenis Penanaman Modal
Jika dilihat dari segi jenis penanaman modalnya, suatu perseroan terbatas dapat
dibagi ke dalam:

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

1) Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)


Yang dimaksud dengan Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah
suatu perusahaan yang didalamnya terdapat penanaman modal dari sumber
dalam negeri dan perusahaan tersebut telah diproses menjadi perusahaan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga dengan status perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tersebut dia sudah berhak
atas fasilitas-fasilitas tertentu dari pemerintah yang tidak akan didapati oleh
perusahaan yang bukan PMDN. Untuk perusahaan PMDN berlaku undangundang Perseroan Terbatas maupun undang-undang tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri.
2) Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)
Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) adalah suatu Perseroan Terbatas
(PT) yang sebahagian atau seluruh modal sahamnya berasal dari luar negeri
sehingga mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. Jika seluruh modal
saham berasal dari luar negeri disebut PMA murni, tetapi jika sebahagian saja
dari modal saham yang berasal dari luar negeri sedangkan sebahagian dari
dalam negeri maka dikatakan perusahaan patungan (joint venture), terhadap
perusahaan PMA ini berlaku undang-undang PT maupun undang-undang
PMA.
3) Perusahaan non-Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN).

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Yang dimaksud dengan perusahaan non-PMA/PMDN adalah perusahaan


domestik yang tidak memperoleh status sebagai PMDN, sehingga tidak
mendapat fasilitas dari pemerintah kepada perusahaan PMA/PMDN pada
pokoknya berlaku ketentuan undang-undang tentang Perseroan Terbatas.
c. Dilihat keikutsertaan Pemerintah
1) Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta adalah suatu perseroan dimana seluruh sahamnya dipegang
oleh pihak swasta tanpa ada saham pemerintah didalamnya. Kepada
perusahaan swasta ini, berlaku ketentuan dalam undang-undang tentang
Perseroan Terbatas.
2) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu perusahaan dimana
didalamnya terdapat saham yang dimiliki oleh pihak pemerintah. Perusahaan
BUMN memiliki misi bisnis, dan terdapat juga misi sosial. Jika BUMN
berbentuk Perseroan Terbatas maka perusahaan tersebut disebut (PT Persero).
Kepada BUMN berlaku ketentuan undang-undang Perseroan Terbatas dan
perundang-undangan yang berkenaan dengan BUMN.
3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan salah satu varian dari
BUMN. Hanya saja BUMD unsur pemerintah yang memegang saham
didalamnya adalah pemerintah daerah setempat, untuk BUMD berlaku
kebijaksanaan dan perusahaan daerah setempat.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

d. Dilihat dari sedikitnya pemegang saham


Jika dilihat dari sedikitnya pemegang saham, maka suatu Perseroan Terbatas
dapat dibagi kedalam:
1) Perusahaan Pemegang Saham Tunggal (Corporation Sole)
Yang dimaksud dengan Perusahaan Pemegang Saham Tunggal adalah suatu
Perseroan Terbatas dimana pemegang sahamnya hanya terdiri dari 1 orang
saja. Undang-undang Perseroan Terbatas tidak memungkinkan eksistensi
perusahaan Pemegang Saham Tunggal ini. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7
ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-undang Perseroan Terbatas. Undangundang hanya memungkinkan adanya pemegang saham tunggal dalam suatu
Perseroan Terbatas jika:
a) Perusahaan tersebut adalah BUMN
b) Dalam waktu maksimal 6 (enam) bulan setelah terjadinya perusahaan
pemegang saham tunggal.
2) Perusahaan Pemegang Saham Banyak (Corporation Agregate)
Perusahaan pemegang saham banyak adalah Perseroan Terbatas yang jumlah
pemegang sahamnya 2 (dua) orang atau lebih yang pada prinsipnya hal inilah
yang dikehendaki oleh undang-undang Perseroan Terbatas.
e. Dilihat dari hubungan saling memegang saham
Jika dilihat dari hubungan saling memegang saham antar perseroan terbatas maka
suatu perseroan terbatas dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kategori yakni:

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

1) Perusahaan Induk (holding)


Perusahaan induk (holding) adalah suatu perseroan terbatas yang ikut
memegang saham dalam beberapa perusahaan lain. apabila yang dipegang
lebih dari 50% (lima puluh persen) saham maka perusahaan holding tersebut
dapat mengontrol anak perusahaan, demikian juga perusahaan pengontrol.
Sebuah perusahaan holding dapat memegang saham di beberapa anak
perusahaan yang kesemua perusahaan tersebut bernaung dalam 1 (satu)
kelompok perusahaan. Secara hukum masing-masing anak perusahaan tetap
dianggap terpisah satu sama lain karena masing-masing anak perusahaan
merupakan suatu badan hukum sendiri-sendiri, karena itu kecuali dalam halhal yang sangat khusus pihak ketiga hanya dapat menggugat terhadap anak
perusahaan yang mempunyai masalah dengannya, tidak dapat diperlebar
terhadap anak perusahaan lain atau terhadap perusahaan holding-nya.
2) Perusahaan anak (subsidiary)
Sebaliknya, perseroan terbatas dimana ada saham-saham dipegang oleh perusahaan holding yang disebut dengan anak perusahaan atau perusahaan anak.
3) Perusahaan terafilisasi (affiliate)
Selanjutnya, hubungan antar anak perusahaan dalam 1 (satu) induk
perusahaan disebut hubungan terafiliasi. Dengan demikian dilihat dari
hubungan tersebut maka perusahaan yang bersangkutan disebut dengan
perusahaan terafiliasi atau perusahaan saudara (sister company).

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

f. Dilihat dari segi Kelengkapan Proses Pendirian


1) Perusahaan De Jure
Perusahaan De Jure adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan secara
wajar dan memenuhi segala formalitas dalam proses pendiriannya, dari
pembuatan akta pendirian secara notariil sampai dengan pengesahan aktanya
oleh Menteri, serta pendaftarannya dalam daftar perusahaan dan pengumumannya dalam berita negara.
2) Perusahaan De facto
Yang dimaksud dengan perusahaan De Facto adalah perseroan terbatas yang
secara itikad baik diyakini oleh pendirinya sebagai suatu perseroan terbatas
yang legal, tetapi tanpa disadarinya ada cacat yuridis dalam proses
pendiriannya, sehingga eksistensinya secara de jure diragukan, tetapi
perseroan tersebut tetap berbisnis sebagaimana perseroan yang normal
lainnya. Menurut hukum Indonesia, ada konsekuensi tertentu dari ketidakadaan salah satu mata rantai dalam proses pendirian perseroan. Jika tidak
disahkan oleh Menteri sehingga para pendirinya yang bertanggung jawab
secara renteng. Sementara jika terjadi kealpaan dalam proses pendaftaran dan
pengumuman perseroan, tetapi perseroan tersebut telah disahkan oleh Menteri
maka badan hukum perseroan tersebut sudah eksis, tetapi belum berlaku
terhadap pihak ketiga sehingga yang mesti bertanggung jawab terhadap pihak
ketiga adalah Direksi (Pasal 14 UU No. 40 Tahun 2007).

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Dengan diundangkan dan diberlakukan undang-undang tentang Perseoran


Terbatas dimaksudkan agar Negara dapat memberikan perlindungan hukum yang
lebih baik bagi para pihak yang terlibat didalamnya. Negara diharapkan berperan
lebih aktif dalam masalah yang cukup rawan ini. Negara mempunyai kekuasaan
otoriter terhadap rakyatnya, sehingga Negara dapat memberikan perlindungan hukum
terhadap warganya. 26

C. Aspek Yuridis Pembentukan BUMN di Indonesia


Istilah Badan Usaha Milik Negara, ditemukan sejak tahun 1980. Menteri
Sekretaris Negara, dalam Surat Edaran Nomor SE-04/M.SESNEG/4/80 tanggal 5
April 1980 telah menggunakan istilah Badan-badan Usaha Milik Negara. Dalam
Surat Edaran tersebut, Menteri/Sekretaris Negara menyampaikan pesan Presiden
kepada Pimpinan Badan-badan Usaha Milik Negara dan Bank-Bank Milik Pemerintah agar tidak memberikan fasilitas dan/atau pembiayaan kepada Para Pejabat
Negara/Pemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, bila tidak sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, dalam Keputusan Presiden nomor 59 Tahun 1980 yang diterbitkan
tanggal 11 Oktober 1980 telah pula ditemukan istilah Badan Usaha Milik Negara.
Keputusan Presiden adalah Pembangunan Gedung Badan Usaha Milik Negara yang
berbentuk perusahaan jawatan dan perusahaan umum. Selanjutnya dalam Keputusan

26

Ibid., hlm. 245.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Menteri Keuangan Nomor 74/KMK.011/1981 tanggal 6 Pebruari 1981 telah pula


ditemukan istilah Badan Usaha Milik Negara.
Pasal 1 angka 2 KMK tersebut, Badan Usaha dimana Negara melakukan
penyertaan modal secara langsung baik sebagian maupun seluruhnya termasuk
proyek-proyek pemerintah yang direncanakan dijadikan badan usaha dan badan/
proyek lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Sentosa Sembiring dalam bukunya Hukum Perusahaan dalam peraturan
perundang-undangan menyimpulkan bahwa kelahiran UU No. 9 tahun 1969 merupakan permulaan munculnya terminologi/istilah BUMN. Berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 59 Tahun 1972, selain pengertian usaha-usaha negara berdasarkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 jo Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967,
terdapat usaha-usaha Negara yang ditetapkan dengan undang-undang.
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian
atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat
pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa
bagi masyarakat.
Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan
mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi
perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan
pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri
Negara BUMN.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT)


yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya
mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan
mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan ciri-ciri
Persero, sebagai berikut: 27
1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.
2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan perundangundangan.
3. Statusnya berupa perseroan terbatas yang diatur berdasarkan undang-undang.
4. Modalnya berbentuk saham.
5. Sebagian atau seluruh modalnya adalah milik negara dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
6. Organ persero adalah RUPS, direksi dan komisaris.
7. Menteri yang ditunjuk memiliki kuasa sebagai pemegang saham milik pemerintah.
8. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai RUPS,
jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham perseroan terbatas.
9. RUPS bertindak sebagai kekuasaan tertinggi perusahaan.
10. Dipimpin oleh direksi.

27

Ibid., hlm. 1.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

11. Laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan.


12. Tidak mendapat fasilitas negara.
13. Tujuan utama memperoleh keuntungan.
14. Hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata.
15. Pegawainya berstatus pegawai swasta
Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang
yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti
komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas
pengurusan persero baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengangkatan dan
pemberhentian dilakukan okeh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas
dalam pengawasan kinerja persero itu dan melaporkannya pada RUPS.
Hal yang menjadi pemikiran dalam hukum perusahaan diantaranya adalah
kondisi perusahaan yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN) yang juga
tunduk pada hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company. 28 Di
Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hukum
"Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat "PT"),
sebelumnya diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan segala
perubahannya, terakhir yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, lalu
kemudian digantikan posisinya oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang

28

Bismar Nasution 3, Hukum Perusahaan, Diktat, Program Magster Ilmu Hukum USU,
2003, hlm. 1-2.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Perseroan Terbatas (selajutnya disingkat UUPT), 29 sampai kemudian pada 16


Agustus 2007 digantikan lagi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (selajutnya disingkat UUPT). 30
Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ini ditujukan untuk memberi
jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai
salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi. 31
Perlu diperhatikan tujuan dari Undang-undang BUMN dan berbagai peraturan
perundang-undangan tidak akan tercapai apabila dalam pelaksanaannya terdapat
berbagai permasalahan dan hambatan yang pada gilirannya pula membuat undangundang tersebut tidak dapat dijalankan di lapangan. Oleh karena itu menjadi perhatian
kita untuk mengkaji berbagai hal yang perlu dibuat mengatasi berbagai permasalahan
yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Undang-undang BUMN ini ke depan dan
pada gilirannya dapat menjadi dasar sistem pembinaan dan pengelolaan BUMN
efektif dan efisien. 32 Karena itu UUPT yang baru ini ditujukan untuk memberi
perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak
ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Sejak tahun 2001

29

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan Terbatas, L.N. 13, T.L.N. No.

30

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, L.N. 106, T.L.N.

3587.
No.4756.
31

Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh
kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan
nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Lihat Wikipedia
Indonesia.
32
Bismar Nasution 1, Op. Cit., hlm. 28.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang


dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas ( PT )
yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya
mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan
mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang
yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti
komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas
pengurusan persero baik didalam maupun diluar pengadilan. Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan oleh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas
dalam pengawasan kinerja persero itu, dan melaporkannya pada RUPS.
Selanjutnya mengenai tujuan pendirian BUMN, sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas
negara.
2. Mengejar dan mencari keuntungan.
3. Pemenuhan hajat hidup orang banyak.
4. Perintis kegiatan-kegiatan usaha.
5. Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah.
BUMN utama berkembang dengan monopoli atau peraturan khusus yang
bertentangan dengan semangat persaingan usaha sehat (Undang-undang Nomor 5
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Tahun 1999), tidak jarang BUMN bertindak selaku pelaku bisnis sekaligus sebagai
regulator. BUMN kerap menjadi sumber korupsi, yang lazim dikenal sebagai sapi
perahan bagi oknum pejabat atau partai.
Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan
mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan
dari BUMN. Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi
beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.

D.

Klasifikasi BUMN dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003


Sejak masa kemerdekaan sampai sekarang, klasifikasi BUMN dapat dibeda-

kan dalam 7 (tujuh) periode. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: 33
Tabel 1. Profil dan Posisi BUMN
Periode

Sistem Politik-Ekonomi

1945-1953 Masa revolusi dan perjuangan


konferensi meja bundar
1953-1959 Liberal dan UUDS 1950

1959-1967 Etatisme/Sosialisme
1967-1974 De-etatisme, PMA &PMDN

1974-1982 Neo etatisme the dutch disease


proteksi infant industry

33

Profil dan Posisi BUMN


BUMN generasi pertama, seperti
BNI, Jawatan Kereta Api, Pos
Telepon dan Telegrap dan lain-lain.
Bank Indonesia, BRI, Bank
Pembangunan Indonesia, Pelni,
PT.Semen Gresik, Pupuk Sriwijaya,
dan lain-lain.
BUMN generasi kedua, yaitu eks
nasionalisasi perusahaan Belanda
Rasionalisasi BUMN, swastanisasi
eks perusahaan Belanda dan porsi
swasta membesar.
BUMN generasi ketiga, seperti
Pertamina sebagai godfather benih
konglomerat swasta.

R. Ibrahim, Op. Cit., hlm. 6.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Lanjutan tabel.
1982-1990 De-etatisme II, deregulasi dan
debirokratisasi
1990-2020 Demokratisasi, APEC,
GATT/WTO

BUMN generasi keempat, quasi


BUMN dan swastanisasi.
UU Larangan praktik monopoli dan
Perasingan usaha tidak sehat, UU
UKM, dan lain-lain.

Di Indonesia, peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan sumber daya


dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai
kegiatan produksi dan pelayanan yang merupakan porsi swasta. Untuk menjaga
stabilitas ekonomi, monopoli atas sumber daya dan kegiatan ekonomi tertentu yang
berada ditangan negara.
Negara memainkan peranan penting secara langsung dan tidak langsung
dalam kehidupan ekonomi untuk menghindari dampak eksternal dan khusus dampak
sampingan bagi lingkungan alam dan lingkungan sosial. Peran negara muncul dalam
berbagai bentuk, misalnya: (1) stabilitas sistem ekonomi dan (2) alokasi dan distribusi
sumber daya, termasuk produk dan konsumsi.
Kedudukan dan peran BUMN tergantung hukum yang mengaturnya (hukum
publik atau hukum privat) dan bentuknya (departement goverment enterprise,
statutory public corporation, commercial companies), direfleksikan dalam Inpres No.
17 Tahun 1967 dalam bentuk departemen agency (Perjan), public corporation
(Perum) dan state company (Perseroan). Kedudukan dan peran dilihat dari segi
ekonomi untuk membenarkan keterlibatan pemerintah secara langsung dalam
kegiatan ekonomi adalah untuk menjembatani bentuk ketidaksempurnaan pasar.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

BAB III
KEBERADAAN BUMN PERSERO DALAM UNDANG-UNDANG SISTEM
JAMINAN SOSIAL NASIONAL

A. Latar Belakang dan Kronologis Pembentukan Undang-undang SJSN di


Indonesia
Sangat jelas bahwa masyarakat menginginkan adanya suatu jaminan sosial
terutama jaminan sosial dalam bentuk uang pensiun dan jaminan kesehatan. Namun
demikian, terdapat berbagai desakan untuk mempertajam dan memikirkan kembali
beberapa rumusan dalam RUU SJSN sewaktu penyusunannya. Desakan datang dari
berbagai stakeholders termasuk dari pekerja, pengusaha, badan-badan pemerintah
yang menangani asuransi dan jaminan sosial, berbagai lembaga penelitian, serta
berbagai pakar termasuk pakar ekonomi dan sosial. Beberapa hal yang perlu
dipertajam dan dilakukan pengkajian yang mendalam adalah: 34
1. Keberlanjutan jangka panjang dari pembiayaan jaminan sosial. Program pensiun
menggunakan defined benefit dan pay-as-you-go membutuhkan kecermatan dan
kedalaman dalam memperhitungkan arus penerimaan dan pengeluarannya dalam
jangka panjang.
2. Cakupan program. Program jaminan sosial yang mencakup seluruh pekerja
formal, informal dan masyarakat miskin dalam satu payung perlu dikaji dengan
baik kelayakannya (feasibility).

34

Bappenas, Membangun Sistem Jaminan Sosial yang Dapat Terlaksana, Efisien dan Adil
Rumusan Hasil Seminar, dengan tema: Menuju Suatu Sistem Jaminan Sosial yang Dapat
Diimplementasikan, Rumusan Hasil Seminar, Jakarta, Agustus 2004, hlm. 2.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

3. Monopoli penyelenggara. Jaminan sosial secara terpusat akan menghilangkan


pilihan bagi masyarakat untuk menentukan jenis dan perusahaan jaminan sosial
yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, pemusatan terhadap satu lembaga
untuk menangani jaminan sosial akan rawan dari penyalahgunaan dan intervensi
politik.
4. Dampak peningkatan kontribusi dari para pekerja, pengusaha dan pemerintah
yang besarnya diperkirakan berkisar antara 7-20%. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian mengenai dampak peningkatan kontribusi terhadap penciptaan
kesempatan kerja terutama bagi para pekerja dengan upah sekitar upah minimum
yang ditetapkan.
5. Proses penyusunan RUU. Berbagai stakeholders merasa tidak dilibatkan oleh
Komite Jaminan Sosial Nasional yang terkesan bekerja secara tertutup. Komite
Jaminan Sosial Nasional tidak pernah memberikan perhitungan besarnya biaya
yang dibutuhkan (analisa aktuaria) serta dampaknya terhadap peningkatan
kontribusi bagi pekerja, pengusaha dan pemerintah. Sampai saat ini belum
tergambar secara jelas adanya kajian dan analisa mengenai besarnya iuran, siapa
yang akan menanggung, serta bagaimana manajemen keuangan akan dilaksanakan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Apabila suatu pemerintahan mencanangkan untuk melaksanakan suatu sistem
jaminan sosial, sebenarnya pemerintah tersebut berjanji kepada para pekerja dan
anggota keluarganya akan masa depan kesejahteraan mereka. Janji ini tidak saja
diberikan kepada para pekerja pada saat ini yang akan pensiun dalam jangka waktu
15 sampai 30 tahun mendatang, tetapi mencakup juga generasi pekerja yang akan
datang. Bila janji tersebut gagal dipenuhi maka kredibilitas pemerintah yang telah
dibangun dengan susah payah akan sulit dipulihkan.
Pengalaman negara lain dalam mengelola program pensiunnya seringkali
menunjukkan bahwa pemerintahan berikutnya biasanya gagal dalam memenuhi
janjinya yang disebabkan karena perhitungan yang tidak tepat. Ketidaktepatan
perhitungan biasanya karena terlalu tingginya perkiraan (over estimate) akan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

pemasukan dan rendahnya perkiraan (under estimate) akan biaya yang harus
ditanggung dari program tersebut. Akibatnya generasi berikutnya harus menanggung
beban dengan membayar pajak lebih tinggi atau memperoleh santunan jaminan sosial
dengan jumlah yang lebih kecil dari yang dijanjikan.
Baru-baru ini Pemerintah Jepang mengumumkan kepada rakyatnya bahwa
manfaat yang diperoleh oleh para pensiunan akan dikurangi agar program pensiun
dapat berkelanjutan. Sedangkan di Philipina, pemerintah terpaksa meningkatkan
pajak dan tidak menaikkan santunan sejak tahun 2001. Dengan demikian perencanaan
dalam pengembangan jaminan sosial merupakan sesuatu yang sangat serius.
Perencanaan untuk membangun jaminan sosial harus dipikirkan secara matang
dengan menyerap masukan dari semua pihak serta didasarkan pada ekspektasi yang
realistis.
Beberapa isu strategis dalam pengembangan Jaminan Sosial Nasional
(JAMSOSNAS), sebagai berikut: 35
1. Tujuan dari kebijakan publik yang diambil. JAMSOSNAS adalah suatu kebijakan
publik dengan demikian harus jelas tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuannya
mendorong agar pekerja formal menabung bagi hari tuanya? Apakah tujuannya
agar pekerja formal mengasuransikan dirinya terhadap penyakit berat dan
kecelakaan? Apakah sistem JAMSOSNAS yang akan kita laksanakan direncanakan untuk memiliki unsur pemerataan? Apakah tujuannya untuk juga melindungi
pekerja informal? Untuk memenuhi tujuan yang berbeda tersebut diperlukan
berbagai kebijakan dan program yang berbeda pula. Misalnya, program
JAMSOSNAS yang mengharuskan peserta untuk mengiur sangat tidaklah tepat
bagi pekerja informal. Pekerja informal di Indonesia jumlahnya sangat besar
(sekitar 70% dari angkatan kerja) dan sangat tersebar diseluruh pelosok perdesaan sampai perkotaan. Biaya untuk memungut iuran ini akan sangat mahal
dan tidak sebanding dengan jumlah iuran yang dapat dikumpulkan. Dengan kata
35

Ibid., hlm. 4

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

lain kuranglah tepat kalau program JAMSOSNAS akan dibangun hanya


menggunakan satu pilar untuk mencakup semua jenis manfaat dan mencakup
seluruh lapisan masyarakat. Program JAMSOSNAS harus dibangun melalui
beberapa pilar. Bagi masyarakat miskin program JAMSOSNAS akan lebih baik
diselenggarakan melalui program tersendiri yang dibiayai oleh dana pemerintah.
2. Keberlanjutan pembiayaan JAMSOSNAS. Cara pembiayaan yang berbeda sangat
mempengaruhi keberlanjutan pembiayaan (financial sustainability) dari program
jaminan sosial. Untuk itu, pada saat kita merancang sistem jaminan sosial, perlu
diketahui dengan benar apa implikasi yang timbul dari skenario pembiayaan yang
berbeda. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa, program pensiun yang
menjanjikan defined benefit dibiayai dari pungutan dari pekerja (payroll taxes)
dan menggunakan cara pay-as-you-go, biasanya mengalami kesulitan keuangan
dan akhirnya menyebabkan hutang publik yang besar. Program kesehatan
universal yang dikelola oleh negara biasanya berujung pada kesulitan keuangan.
Banyak negara maju maupun berkembang, yang mulai mengembangkan program
pensiun seperti di atas sekitar pertengahan abad ke 20, untuk 40 tahun pertama
memang dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan orang yang bekerja
jumlahnya masih banyak sedangkan orang yang pensiun pada saat program
dimulai masih sedikit. Tetapi pada saat banyak orang memasuki masa pensiun
dan rasio dari jumlah pekerja dengan jumlah orang pensiun mengecil maka biaya
yang harus dikeluarkan meningkat dengan pesat sementara pemasukan tidak
berubah banyak. Hal ini terjadi pada negara tetangga kita Philipina. Pemerintah
Philipina memperkenalkan program pensiun menggunakan defined benefit pada
tahun 1950 dengan kontribusi 6 % dari gaji pekerja. Pada tahun 1990 pemerintah
Philipina mulai merasakan kesulitan yang diakibatkan oleh besarnya biaya yang
harus dikeluarkan karena jumlah orang yang pensiun mencapai puncaknya. Biaya
yang harus ditanggung meningkat dari 1 % PDB pada tahun 1990 menjadi 4 %
PDB pada tahun 1999, hutang publik yang ditimbulkannya adalah US 21 miliar
pada tahun 2000. Untuk menanggulangi ini pemerintah Philipina meningkatkan
kontribusi menjadi 9,4 % dan tidak meningkatkan manfaat sejak tahun 2001.
Dengan demikian dapat diambil pelajaran bahwa skema jaminan sosial
menggunakan defined benefit sangat rawan terhadap kesulitan keuangan di masa
depan. Banyak negara sekarang berpindah ke skema iuran pasti (defined
contribution) yang mengaitkan antara iuran yang dibayarkan oleh pekerja dengan
besarnya manfaat yang akan diperoleh. Untuk itu kecermatan perhitungan
aktuaria sangat dibutuhkan. Sebagai gambaran, pada saat ini hanya sekitar 10 %
penduduk Indonesia menjadi anggota dana pensiun dan hanya 15 % yang
mempunyai asuransi kesehatan. Program TASPEN yang sekarang berjalan
mewajibkan setiap pegawai negeri membayar iuran sebesar 4,75 % dari
pendapatannya kepada PT TASPEN. Pada saat ini pemerintah sebagai pemberi
kerja memang belum ikut memberikan iuran, tetapi pada saat membayar uang
pensiun pegawai, dengan menggunakan skema defined benefit, pemerintah
membayar 77,5 % yang dibebankan kepada APBN. Sisanya dibayar oleh PT
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

TASPEN. Dana pensiun bagi pegawai negeri tersebut diperkirakan akan


mengalami defisit pada tahun 2006. Kalau JAMSOSNAS dimaksudkan untuk
mencakup seluruh masyarakat maka perlu dilakukan studi yang mendalam
mengenai jumlah biaya yang diperlukan serta sumber pembiayaannya.
Pengembangan program JAMSOSNAS dengan mengabaikan perhitungan
aktuaria akan menimbulkan beban dikemudian hari.
3. Peranan pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan jaminan sosial.
Berdasarkan pengalaman negara lain program pensiun yang dikelola oleh
pemerintah memberikan tingkat manfaat (return) yang kecil kepada para pekerja
dibandingkan dengan program yang dikelola oleh swasta. Selain itu pelayanan
yang diberikan juga kadang kurang memuaskan dibandingkan dengan program
yang dikelola oleh swasta. Manajer investasi program pensiun swasta mempunyai
insentif yang lebih tinggi untuk melakukan investasi yang terbaik, namun
demikian bukan berarti pengelolaan oleh swasta bukan tanpa masalah. Untuk itu
peranan pemerintah dalam regulasi keuangan program pensiun serta dalam
pengawasan sangat diperlukan. Dalam kasus negara berkembang seperti
Indonesia peran pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
menyelenggarakan program JAMSOSNAS pasti masih akan besar. Namun
demikian bukan berarti menghilangkan peran stakeholders lainnya. Lebih jauh
lagi sebenarnya pengembangan suatu sistem JAMSOSNAS jangan sampai
menghilangkan kebebasan bagi calon peserta untuk memilih program dan
perusahaan mana yang sesuai dengan kebutuhannya. Isu good governance dalam
pelaksanaan JAMSOSNAS perlu mendapat perhatian terutama di negara yang
birokrasinya terkenal sarat dengan KKN. Program yang sudah ada seperti
JAMSOSTEK mempunyai angka tunggakan iuran yang tinggi, nilai
pengembalian investasi yang rendah, serta manfaat yang rendah pula. Dari
potensi peserta JAMSOSTEK yaitu 22 juta pekerja formal, hanya sekitar 9 juta
yang benar-benar secara teratur membayar iuran tiap bulannya. Bila pelaksanaan
terpusat hanya pada birokrasi pemerintah tanpa memberikan ruang gerak bagi
pihak swasta maka rasanya akan sulit untuk mendorong terciptanya sistem
JAMSOSNAS yang efisien.
4. Dampak program jaminan sosial terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kalau
kita cermati pasar tenaga kerja pada saat ini maka akan jelas terlihat bahwa
jumlah pekerja informal masih lebih dari dua kali jumlah pekerja formal. Jumlah
pekerja informal pada saat ini berjumlah sekitar 70 juta orang sedangkan pekerja
formalnya berjumlah sekitar 30 juta orang. Dapat dibayangkan kesulitan yang
akan dihadapi kalau pekerja informal yang jumlahnya 70 juta dan tersebar
diseluruh pelosok Indonesia harus mengiur program JAMSOSNAS. Dilihat dari
pendapatannya maka pekerja kita baik di desa dan di kota yang berstatus kepala
rumah tangga masih didominasi oleh mereka yang berpendapatan antara 600-800
ribu rupiah perbulannya. Mereka yang berstatus kepala rumah tangga yang
berpendapatan di atas 1 juta rupiah perbulan hanyalah sekitar 4,5 juta orang.
Upah minimum di DKI saat ini sekitar 800 rupiah perbulannya. Dengan upah
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

minimum sebesar inipun masih banyak pekerja yang memperoleh upah di bawah
upah minimum. Dan mereka yang beruntung memperoleh upah minimum masih
merasakan betapa beratnya memenuhi kebutuhan untuk hidup sehari-hari.
Dengan demikian peningkatan iuran bagi pekerja bila tidak direncanakan dengan
baik bisa jadi memberatkan dan bahkan berpotensi mengurangi kesempatan kerja
formal. Angka-angka ini bisa saja tidak akurat, namun demikian kecermatan
perhitungan konsekuensi biaya yang diperlukan untuk mendanai program
JAMSOSNAS tidak dapat diabaikan begitu saja. Keadaan pasar tenaga kerja
masih belum menggembirakan. Lapangan pekerjaan formal terus berkurang
selama kurun waktu 2001 sampai 2003. Padahal diketahui bahwa sebagian besar
dari pekerja kita di sektor tersebut adalah pekerja yang kurang terampil (sekitar
50 % adalah lulusan SD dan SD ke bawah). Dengan demikian bila sampai
mereka di PHK dari pekerjaan formal maka dapat terbayangkan akan sangat lama
bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan formal lagi. Untuk itu menjaga agar
lapangan kerja formal tetap bertumbuh adalah cita-cita kita bersama. Apabila
iuran yang nantinya akan dipungut untuk membiayai program JAMSOSNAS
dirasakan sangat berat baik oleh pekerja maupuan pemberi kerja maka
kemungkinan menciutnya lapangan pekerja formal tidak dapat dihindari.
Parahnya lagi adalah bahwa korban dari PHK tadi biasanya adalah pekerja yang
kurang terampil atau pekerja yang berusia muda atau pekerja wanita.
Bertambahnya pengangguran usia muda sangat tidak menguntungkan mengingat
jumlah penganggur usia muda terus meningkat jumlahnya beberapa tahun
terakhir ini.
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa penyelenggaraan jaminan
sosial dilaksanakan melalui tiga pilar dengan penyelenggara yang berbeda. Banyak
negara baik negara maju maupun berkembang melakukan perombakan, terutama
yang berkaitan dengan skema defined benefit, dalam rangka menghindari kesulitan di
kemudian hari. Perombakan sistem jaminan sosial kebanyakan menuju sistem
jaminan sosial tiga pilar. Pilar pertama adalah sistem jaminan sosial yang merupakan
program jaring pengaman sosial. Program ini dilakukan oleh pemerintah bertujuan
untuk melindungi penduduk usia lanjut atau mereka yang tergolong miskin. Dalam
hal ini maka skema defined benefit dapat digunakan secara hati-hati. Namun cakupan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

dan ragam dari program ini sangat tergantung dari kemampuan pemerintah. Pilar
kedua adalah sistem jaminan sosial bagi pekerja formal dengan skema defined
contribution. Manfaat yang akan diperoleh sesuai dengan jumlah iuran yang
dipungut. Program ini dapat dilaksanakan oleh swasta dan pemerintah. Pilar ketiga
merupakan program sukarela untuk peserta yang menginginkan manfaat yang lebih
baik bagi kebutuhan hari tua mereka. Akan sangat tidak bijaksana bila memaksakan
sistem jaminan sosial bagi negara besar dan beragam ini ke dalam satu pilar.
Dalam pelaksanaan jaminan sosial, Pemerintah mempunyai beberapa peran
penting. Pertama, pemerintah berperan dalam membuat regulasi yang berkaitan
dengan rambu-rambu pengelolaan dana jaminan sosial. Kedua, pemerintah diharapkan tetap berperan untuk melaksanakan pilar jaminan sosial yang merupakan bagian
dari sistem jaring pengaman sosial. Misalnya di Nepal, pemerintah di sana
memberikan manfaat yang merata bagi orang lanjut usia (berusia di atas 70 tahun)
yang tidak mampu.
Sekitar 30 negara menggunakan sistem jaminan sosial tiga pilar. Namun
demikian negara-negara ini menggunakan pendekatan yang berbeda dalam rangka
memberikan pilihan bagi peserta dalam memilih perusahaan yang menyelenggarakan
jaminan sosial. Di Amerika Latin misalnya, digunakan model pasar eceran (retail
market), artinya pekerja dapat memilih dengan bebas perusahaan penyelenggara
jaminan sosial sesuai dengan kebutuhannya. Kelemahannya adalah banyak sekali
pilihan yang kadang membingungkan dan juga dengan harga yang lebih mahal.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Pengalaman negara lain, seperti Kolombia khususnya untuk pengelolaan


jaminan kesehatan yang sangat menarik untuk dikemukakan. Pada awalnya
pemerintah Kolombia membatasi pilihan perusahaan asuransi kepada satu perusahaan
penyelenggara (monopoli) untuk melaksanakan program jaminan kesehatannya.
Namun karena banyaknya keluhan terhadap kualitas program kesehatan ini maka
pemerintah melakukan reformasi yang sangat mendasar. Program jaminan kesehatan
pada dasarnya dibagi dua: Pertama, adalah asuransi kesehatan wajib bagi pekerja
formal yang disebut Social Health Insurance (SHI). Kedua, adalah program jaminan
kesehatan bagi pekerja informal dan masyarakat miskin. 36
Pemerintah Kolombia membuka account, dimana pekerja formal anggota SHI
mengiur sebesar 11% dari pendapatannya untuk program ini. Pembayaran sebesar
11% dari pendapatan ini ditanggung 1/3 oleh pekerja dan 2/3 oleh pemberi kerja.
Pengelolaan account tidak diserahkan kepada sebuah perusahaan pemerintah tetapi
kepada tiga bank. Pemerintah menetapkan standar dan jenis layanan komprehensif
yang harus dicakup dalam SHI. Selanjutnya pemerintah melakukan seleksi kepada
perusahaan asuransi penyelenggara jaminan kesehatan. Perusahaan yang mengikuti
seleksi ini dapat berbentuk perusahaan pemerintah, swasta atau swasta asing. Dari
seleksi ini terpilih 28 perusahaan peserta penyelenggara jaminan kesehatan. Pekerja
peserta SHI dapat memilih salah satu dari 28 perusahaan ini sebagai penyelenggara
jaminan kesehatan untuk pekerja itu sendiri dan keluarganya.

36

http://id.wikipedia.org.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Setelah pekerja menetapkan pilihannya maka uang premi akan dibayarkan


dari account tadi langsung kepada perusahaan asuransi penyelenggara jaminan
kesehatan. Bila sudah memilih salah satu perusahaan penyelenggara maka pekerja
tidak diperbolehkan untuk pindah perusahaan minimal dalam 3 tahun. Perusahaan
asuransi penyelenggara jaminan kesehatan ini dapat bekerja sama dengan berbagai
rumah sakit pemerintah dan swasta yang ada atau dapat juga melaksanakan sebagian
dari pelayanan kesehatannya sendiri. 37
Program jaminan kesehatan bagi pekerja informal dan masyarakat miskin
disubsidi oleh peserta pekerja formal dan pemerintah. Jumlah pekerja formal yang
dicakup oleh SHI berjumlah sekitar 30% dari penduduk. Penduduk miskin dan
pekerja informal berjumlah sekitar 60%. Mereka ini tidak mampu untuk membayar
iuran jaminan kesehatan. Untuk itu pemerintah melakukan subsidi yang diambil dari
anggaran pemerintah dan juga sumbangan 1% dari pendapatan pekerja formal.
Program jaminan kesehatan bersubsidi ini dilaksanakan melalui pemerintah daerah.
Pemerintah daerah melakukan seleksi untuk memilih siapa yang berhak menerima
bantuan uang iuran jaminan kesehatan. Setelah pemerintah daerah menentukan siapa
yang berhak menerima maka pemerintah pusat mengirim dana tadi ke pemerintah
daerah dan dana tersebut dibayarkan sebagai uang premi jaminan kesehatan kepada
perusahaan penyelenggara jaminan kesehatan yang dipilih oleh pekerja informal dan
penduduk miskin tadi. Dari 60% penduduk yang tergolong pekerja informal dan
miskin tadi hanya sekitar 30% yang berhak untuk memperoleh bantuan jaminan
37

Ibid.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

kesehatan atau hanya sekitar 20% dari populasi. Dengan demikian masih ada sekitar
40% penduduk yang tidak tercakup dalam program jaminan kesehatan. Mereka ini
tidak tergolong miskin sehingga tidak berhak untuk memperoleh bantuan jaminan
kesehatan tetapi tidak cukup mampu untuk membayar premi SHI sebesar 11% dari
pendapatan. Selain itu, kebanyakan masyarakat yang dicakup adalah masyarakat
perkotaan dan hanya sebagian masyarakat perdesaan. Ini merupakan tantangan berat
yang sedang terus diupayakan untuk dipecahkan oleh pemerintah Kolombia. 38
Model jaminan kesehatan di negara Chili juga merupakan model lain yang
menarik untuk dipertimbangkan. Reformasi jaminan kesehatan di Chili dilakukan
mulai tahun 1980-an. Jaminan kesehatan dibagi dua, bagi peserta yang mampu
mengikuti program kesehatan yang disebut dengan ISAPRE sedangkan bagi yang
tidak mampu mengikuti program yang disebut FONASA. ISAPRE adalah program
asuransi jaminan kesehatan yang terdiri dari 18 perusahaan asuransi kesehatan
swasta. Kriteria dari mampu atau tidak adalah dengan melihat 7% dari pendapatan
calon peserta. Seandainya 7% dari pendapatan calon peserta sesuai dengan premi
yang harus dibayarkan kepada ISAPRE maka pekerja tadi dapat memilih untuk
masuk sebagai peserta ISAPRE atau FONASA. Namun bila penghasilan pekerja tadi
tidak mencukupi maka tidak ada pilihan kecuali menjadi peserta FONASA. 39

38
39

Ibid.
http://www.freelists.org/archives/ppi.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

ISAPRE didanai dari iuran peserta yang besarnya adalah 7% dari pendapatan
pekerja dan bagi yang menginginkan manfaat yang lebih luas dapat membayar iuran
tambahan. ISAPRE inilah yang menjual paket-paket asuransi kesehatan kepada
pekerja. Sampai saat ini ada kurang lebih 10.000 paket kesehatan yang dapat dibeli
melalui ISAPRE. Untuk melaksanakan pelayanan kesehatan ISAPRE bekerja sama
dengan penyelenggara layanan kesehatan swasta. Pemerintah menetapkan standar
manfaat kesehatan yang harus dipenuhi oleh ISAPRE tetapi pemerintah tidak
memberikan subsidi kepada ISAPRE. Sedangkan FONASA murni dikelola oleh
pemerintah, selain dibiayai dari 7% iuran pekerja pemerintah juga memberikan
tambahan sebesar iuran yang terkumpul dari pekerja. Jaringan penyedia layanan
kesehatan FONASA adalah gabungan antara penyedia layanan kesehatan pemerintah
dan swasta. 40
Di Indonesia sendiri telah lama beroperasi program jaminan sosial yang
diselenggarakan oleh beberapa badan penyenyelenggara jaminan sosial yaitu PT.
Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen, PT. Asabri, Bapel JPKM dan berbagai programprogram jaminan sosial mikro, tetapi cakupannya masih relatif rendah dan terbatas
pada pekerja sektor formal. Badan-badan penyelenggara tersebut beroperasi secara
parsial masing-masing berlandaskan Undang-undang atau peraturan-peraturan yang
terpisah, tumpang tindih, tidak konsisten dan kurang tegas. Sementara itu, diketahui
bahwa manfaat yang diterima peserta masih terbatas sehingga peserta tidak

40

Ibid.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

terlindungi secara optimal. Pengelolaan lembaga dianggap belum transparan dan


dengan manajemen yang profesionalitasnya masih perlu ditingkatkan.
Menyadari kekurangan-kekurangan di atas, pemerintah merasa perlu memiliki
undang-undang yang berlaku nasional dan mampu menyempurnakan undang-undang
dan peraturan yang mengatur baik substansi, kelembagaan maupun mekanisme
penyelenggaraan jaminan sosial. Undang-undang tersebut disusun berlandaskan
konsep jaminan sosial nasional yang sahih dan integral sehingga dapat menjadi
payung yang memberikan arahan dalam penyelenggaraan jaminan sosial.
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang
diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang HAM Tahun
1948 dan Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952.
Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 dan
perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), TAP MPR RI No. X/MPR/2001
menugaskan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Amanat ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan
Nasional (Pokja SJSN) Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI (Kepseswapres, Nomor 7
Tahun 2001, tanggal 21 Maret 2001), dengan tugas utama menyiapkan Naskah
Akademik (NA) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan konsep Rancangan
Undang Undang (RUU) SJSN. Kepseswapres tersebut diperbaharui dengan Keppres

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

No. 20 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002, tentang pembentukan Tim SJSN dengan
bentuk penugasan yang sama.
Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan RUU
SJSN dan NA SJSN yang merupakan hasil kajian dan pemahaman tentang jaminan
sosial, yang dilengkapi dengan hasil studi banding, lokakarya, pembahasan informasi
dengan DPR RI, sosialisasi dan masukan dari masyarakat lainnya. NA SJSN
mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali dan naskah
terakhir dihasilkan tertanggal 26 Januari 2004.
Naskah Akademik SJSN secara lengkap diterbitkan terpisah dan selanjutnya
dituangkan dalam konsep RUU SJSN. Perkembangan pembahasan sejak konsep awal
RUU SJSN, 9 Pebruari 2003, terdiri dari 11 (sebelas) bab dan 42 (empat puluh dua)
pasal, hingga konsep terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 74
(tujuh puluh empat) pasal, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah,
setelah mengalami 52 (lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan.
Kemudian Pemerintah menyerahkan RUU SJSN yang terdiri dari 12 (dua belas) bab
dan 80 (delapan puluh) pasal kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004.
Selama pembahasan Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI, RUU
SJSN hingga diterbitkannya UU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan.
Sehingga dalam perjalanannya, konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU
SJSN telah mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh
enam) kali, UU SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi Undang-undang

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004, terdiri
dari 9 bab dan 53 (lima puluh tiga) pasal.

B. Asas/Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN


1.

Asas/prinsip
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu sistem yang dibangun

berdasarkan prinsip di bawah ini: 41


a.

Kegotongroyongan.
Prinsip kegotongroyongan atau solidaritas sosial ini diwujudkan dengan

mekanisme asuransi sosial dimana semua peserta mengiur sebesar prosentase tertentu
dari upah atau penghasilannya. Dengan demikian terjadi suatu sistem subsidi silang.
Peserta yang mampu membantu yang kurang mampu, peserta yang berisiko rendah
membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu yang sakit, dan yang
muda membantu yang tua. Tidak semua program jaminan sosial diwujudkan dengan
mekanisme gotong royong seperti itu. Program jaminan hari tua, provident fund,
biasanya dibangun dengan sistem tabungan wajib yang kurang menggambarkan
kegotongroyongan seperti di atas. Namun secara umum, SJSN akan dibangun
berdasarkan prinsip kegotongroyongan ini.

41

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Reformasi


Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, bekerjasama dengan German Technical Cooperation, 2006, hlm.
12.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

b.

Hukum bilangan besar (The law of the large numbers).


Prinsip ini merupakan suatu syarat terselenggaranya sebuah mekanisme

asuransi yang efisien. Pada intinya prinsip ini merupakan hukum alam dimana
semakin besar jumlah peserta, semakin kecil biaya pengelolaan per peserta yang
harus dikeluarkan untuk seluruh peserta. Dengan demikian, sistem akan berjalan
dengan sinambung dan mampu memelihara tingkat solvabilitas yang stabil. Selain itu,
pemupukan dana dalam satu lumbung milik bersama tidak hanya memenuhi prinsip
asuransi, akan tetapi juga menjadi upaya pemersatu atau menjadi perekat bangsa
sehingga sebuah sistem nasional yang sama bagi seluruh rakyat akan memperkuat
nasionalisme Indonesia.
c.

Kepesertaan bersifat wajib (compulsory).


Prinsip ini perlu ditegakkan untuk menjamin seluruh penduduk terlindungi

dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Terpenuhinya hukum bilangan besar karena


hanya dengan mewajibkan seluruh penduduk mengiur dan menyatukan risiko
individual menjadi risiko bersama. Dalam prakteknya, mewajibkan penduduk sektor
informal untuk mengiur memiliki banyak kendala dalam pengumpulan iuran secara
reguler dan dalam penentuan tingkat iuran karena penghasilan penduduk di sektor
informal tidak selalu tetap seperti penghasilan penduduk di sektor formal.
Pengalaman negara-negara lain yang telah memiliki sistem jaminan sosial yang
mencakup seluruh penduduk menunjukkan bahwa dari segi manajemen, kewajiban
menjadi peserta dimulai dengan penduduk di sektor formal, baru secara bertahap
dilanjutkan kepada penduduk di sektor informal. Selain itu, kecenderungan
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

masyarakat modern secara otomatis meningkatkan jumlah penduduk di sektor formal


sejalan dengan terjadinya urbanisasi dan kebutuhan persaingan di pasar global.
d.

Manfaat yang layak.


Jaminan sosial ditujukan untuk menjamin setiap warga negara memenuhi

kebutuhan dasar yang layak yang dapat memungkinkan rakyat berproduksi. Apabila
manfaat (benefits) jaminan sosial diberikan terlalu kecil, maka rakyat tidak akan
merasakan manfaat mengikuti program jaminan sosial dan karenanya sulit
mengharapkan tingkat kepatuhan kepesertaan yang tinggi. Manfaat yang diberikan
terlalu besar atau jauh lebih tinggi dari kebutuhan dasar akan membutuhkan iuran
yang lebih besar, sementara sebagian besar penduduk tidak memiliki kemampuan
untuk mengiur yang mengambil porsi sebagian besar upah atau penghasilannya. Oleh
karenanya, manfaat yang diberikan oleh SJSN harus memenuhi kebutuhan hidup
yang layak yang secara bertahap ditingkatkan sesuai dengan peningkatan standar
hidup dan peningkatan upah atau penghasilan penduduk. Sedangkan bagi penduduk
yang mampu dapat menjadi peserta asuransi komersil.
e.

Iuran ditetapkan secara proporsional dengan penghasilan.


Kepesertaan yang bersifat wajib harus didukung dengan penetapan iuran yang

proporsional terhadap upah atau penghasilan. Dengan iuran yang proporsional


tersebut, maka seluruh pekerja akan mampu mengiur, karena beban iuran relatif sama
bagi seluruh lapisan pekerja. Penetapan iuran yang proporsional terhadap penghasilan
tidak mudah dilaksanakan bagi penduduk di sektor informal yang tidak memiliki
penghasilan yang tetap jumlahnya atau relatif sama untuk sekelompok pekerja dengan
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

pengalaman dan pendidikan yang sama. Bagi sektor informal iuran dapat juga
ditetapkan sejumlah tertentu seperti di Filipina. Oleh karenanya penetapan iuran bagi
sektor informal memerlukan studi yang memberikan informasi tentang rata-rata
penghasilan bagi berbagai kelompok usaha informal.
f.

Pembiayaan bersama antara pekerja dan pemberi kerja.


Pada dasarnya jaminan sosial akan memberikan manfaat bagi para pekerja

sehingga mereka dapat bekerja dengan tenteram tanpa harus memikirkan risiko masa
depan. Dengan demikian produktivitasnya akan meningkat. Peningkatan produktivitas pada akhirnya akan menguntungkan pemberi kerja karena hasil produksi yang
meningkat juga dapat memberikan keuntungan pengusaha yang lebih tinggi. Dari sisi
pekerja, keikutsertaan mengiur, sebagai bagian tanggung jawab terhadap diri dan
keluarganya. Kecuali jaminan yang yang seharusnya menjadi tanggung jawab pekerja
yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Oleh karenanya sangatlah
wajar jika pembiayaan SJSN ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.
Prinsip ini juga diselenggarakan oleh sistem jaminan sosial di negara-negara lain.
Pemerintah juga merupakan pemberi kerja bagi pegawai negeri. Pekerja di
sektor informal, yang bekerja mandiri, dengan sendirinya berfungsi ganda sebagai
pekerja sekaligus pemberi kerja bagi dirinya. Oleh karenanya pekerja sektor informal
harus menanggung jumlah iuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pekerja
di sektor formal. Dalam banyak negara, dimana sektor informal telah membayar
pajak dengan teratur, pemerintah dapat memberikan subsidi iuran bagi pekerja di
sektor informal.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

g.

Penyelenggaraan SJSN bersifat nirlaba (not for profit/solidaritas sosial).


Hakikat penyelenggaraan jaminan sosial adalah kegotongroyongan dari dan

oleh peserta. Pada sistem yang telah matang dimana seluruh penduduk sudah menjadi
peserta, maka sistem ini akan menjadi suatu sistem gotong royong nasional. Oleh
karenanya, sebenarnya SJSN dimiliki oleh seluruh peserta bukan oleh sekelompok
orang. Dengan demikian, segala usaha yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai dana yang terkumpul harus dikembalikan kepada peserta dalam bentuk
peningkatan nilai manfaat atau penurunan jumlah iuran di kemudian hari. Sisa hasil
usaha di akhir tahun buku tidak dibagikan sebagai dividen dan tidak perlu dikenakan
pajak penghasilan. Semua sisa hasil usaha akan menjadi hak seluruh peserta yang
notabene adalah seluruh rakyat. Inilah hakikat dari prinsip nirlaba dimana seluruh
dana dan hasil pengembangan dana dikembalikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan peserta.
h.

Pengelolaan jaminan sosial menggunakan prinsip Dana Amanat (Trust Fund).


Dalam prinsip ini, iuran yang terkumpul bukanlah penerimaan badan

penyelenggara sebagai hasil jual beli dan karenanya bukan merupakan kekayaan
badan penyelenggara. Iuran yang terkumpul, dan hasil pengembangannya, tetap
merupakan titipan para peserta kepada badan penyelenggara yang peruntukannya
telah ditetapkan. Badan penyelenggara diberikan amanat atau kepercayaan untuk
mengelola dana untuk sebesar-besarnya manfaat kepada seluruh peserta. Dengan
demikian, badan penyelenggara harus bisa dipercaya.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Badan Penyelenggara memperoleh upah atas jasanya dalam pengelolaan dana


amanat ini. Untuk memelihara tingkat dipercaya tersebut, penyelenggaraan jaminan
sosial harus dikendalikan oleh suatu dewan yang terdiri atas wakil-wakil pihak yang
mengiur. Dewan ini disebut lembaga tripartit yang terdiri atas wakil-wakil pekerja,
pemberi kerja, dan pemerintah jumlahnya dapat antara 15-21 orang. Dalam sistem
SJSN, yang dipilih masing-masing 5-7 orang dari kelompok pekerja, pemberi kerja
dan pemerintah.
i.

Pengelolaan dana dilaksanakan dengan prinsip solvabilitas, likuiditas, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.
1)

Prinsip solvabilitas adalah prinsip dimana dana harus selalu mencukupi


untuk membiayai manfaat bagi seluruh peserta dalam jangka panjang.
Pengelola harus selalu menjaga agar setiap saat dana, baik yang berupa uang
tunai, dana di rekening, dana yang tersimpan dalam bentuk deposito,
obligasi dan dalam bentuk investasi lain harus selalu cukup untuk membiayai segala kewajiban SJSN kepada seluruh pesertanya.

2)

Prinsip likuiditas adalah prinsip dimana dana harus selalu tersedia untuk
membiayai seluruh manfaat seperti jaminan kesehatan dan jaminan
kecelakaan kerja. Sumber dana untuk membiayai manfaat jangka pendek
adalah dana tunai, bank dan deposito yang jatuh tempo segera.

3)

Prinsip keterbukaan merupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial


karena dana yang dikelola merupakan dana milik peserta. Oleh karenanya
manajemen harus sangat terbuka yang ditunjukan dengan penyampaian akun

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

perorangan

yang

menunjukkan

jumlah

iuran

yang

diterima

dan

akumulasinya kepada seluruh peserta dan laporan keuangan berkala yang


harus dipublikasi secara terbuka dan diketahui oleh setiap peserta yang ingin
mengetahuinya, serta perubahan kebijakan minimal satu kali setahun.
4)

Prinsip kehati-hatian (prudensial) adalah suatu bentuk tanggung jawab


pengelola dalam mengelola dana peserta. Penempatan dana dalam investasi
harus benar-benar diperhitungkan agar terhindar dari risiko kehilangan dana
akibat berbagai spekulasi atau tingkat risiko investasi yang besar. Investasi
spekulasi dalam mata uang asing misalnya mempunyai risiko tinggi dan
karenanya tidak dibenarkan. Begitu juga penempatan dana dalam jumlah
besar di suatu bank akan mempunyai risiko besar apabila ternyata bank
tersebut mengalami kebangkrutan.

5)

Prinsip akuntabilitas merupakan prinsip dimana pengelola harus bertanggungjawab penuh atas segala tindakannya. Oleh karenanya, segala
tindakan yang bertujuan untuk kepentingan dirinya harus dilarang.
Penempatan investasi pada suatu bank dimana pengelola memiliki saham
jelas merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab kepada peserta dan
karenanya harus dilarang.

6)

Prinsip efisiensi diwujudkan dengan membatasi dana yang boleh digunakan


untuk biaya operasional. Untuk program jangka pendek, pengelola tidak
boleh menghabiskan lebih dari 5% (lima persen) iuran yang diterima dalam
satu tahun buku. Untuk program jangka panjang, iuran sama sekali tidak

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

boleh digunakan untuk membiayai opersasional SJSN. Operasional program


jangka panjang harus dibiayai dan dicukupi dari sebagian kecil (misalnya
5%) hasil pengembangan dana.
7)

Prinsip efektivitas diwujudkan dengan memberikan jaminan yang benarbenar efektif. Sebagai contoh dalam jaminan kesehatan, pengobatan yang
belum dibuktikan kebenarannya secara ilmiah tidak boleh dijamin oleh
SJSN.

j.

Portabilitas.
Artinya manfaat jaminan sosial dapat dibawa kemana saja dan selalu tersedia

dimanapun di seluruh tanah air. Manfaat yang diperoleh peserta tidak boleh putus
atau hilang karena peserta pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal. Tentu saja,
apabila peserta pindah tempat tinggal tetap ke luar negeri maka jaminan atau manfaat
jaminan sosial harus terputus, karena peserta tidak lagi menjadi penduduk Indonesia
sebagai suatu syarat kewajiban dan hak jaminan sosial.
k.

Tanggung jawab terakhir tetap pada Pemerintah.


Pada hakikatnya program jaminan sosial adalah amanat UUD45 yang harus

diselenggarakan oleh Negara yang diberi mandat kepada Pemerintah. Oleh karenanya
Pemerintah harus bertanggung-jawab atas keamanan keuangan bila terjadi force
majeur, seperti terjadinya krisis ekonomi dan perubahan nilai tukar yang tinggi yang
terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi apabila kesulitan dana terjadi karena kesalahan
manajemen maka pengelola harus bertanggung-jawab atas kesalahan tersebut.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Pemerintah wajib memantau secara terus menerus, langsung atau melalui pengaturan
dan pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi kesulitan pembiayaan yang parah.
2.

Tujuan penyelenggaraan Jaminan Sosial


SJSN bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34

ayat (2) Amandemen UUD 1945, yang dituangkan dalam UU SJSN yang mengatur
substansi berupa cakupan kepesertaan, besarnya iuran dan manfaat, mekanisme
penyelenggaraan jaminan sosial, dan kelembagaan sistem jaminan sosial yang
berlaku nasional guna terwujudnya perlindungan yang adil dan manfaat yang optimal
bagi para peserta. Undang-undang SJSN tersebut hendaknya merupakan undangundang tentang SJSN yang dapat meningkatkan efisiensi program, meningkatkan
kemampuan program untuk saling menopang, memudahkan mekanisme pengumpulan iuran dan pembayaran manfaat, memperbaiki administrasi dan manajemen
pengelolaan, menetapkan struktur dan fungsi serta pengelolaan organisasi atau
kelembagaan SJSN secara adil, terutama pada saat menurunnya tingkat kesejahteraan.
a.

Manfaat.
Adalah hak peserta yang dijamin Undang-Undang SJSN sesuai dengan jenis

program. Manfaat program yang dianjurkan dalam SJSN adalah jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan jaminan kematian serta
jaminan pemutusan hubungan kerja. Tiap-tiap program jaminan memberikan manfaat
yang ditetapkan oleh peraturan perundangan SJSN.
b.

Jenis manfaat.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Adalah manfaat program SJSN yang diberikan dalam bentuk jaminan dana
tunai maupun berkala dan pelayanan (kesehatan/kedokteran).
c.

Penerima manfaat.
Terbagi dalam dua jenis penerima, sesuai dengan ketentuan masing-masing

program yaitu:
1)

Peserta.
Manfaat yang diterimakan langsung kepada peserta adalah Jaminan Hari Tua,
Jaminan Pensiun dan Jaminan Kecelakaan Kerja.

2)

Peserta dan seluruh anggota keluarganya.


Manfaat Jaminan Kesehatan diberikan kepada peserta dan seluruh anggota
keluarganya, namun jaminan kesehatan tidak diberikan dalam bentuk uang atau
penggantian uang tetapi dalam bentuk pelayanan yang diterima di fasilitas
kesehatan yang memenuhi syarat kualitas tinggi yang dikontrak BPJS.
Sedangkan Jaminan Hari Tua, Pensiun, dan jaminan kematian diberikan kepada
ahli waris yang berhak apabila peserta meninggal dunia.

3.

Iuran dan dana SJSN

a.

Iuran SJSN.
Iuran SJN adalah sejumlah dana yang ditetapkan secara proporsional terhadap

gaji atau penghasilan peserta yang dibayarkan secara teratur oleh peserta (dan
pemberi kerja bagi peserta di sektor formal) untuk memenuhi pembiayaan manfaat
bagi peserta atau anggota keluarganya, sesuai dengan jenis program. Untuk sektor
informal, iuran dapat ditentukan dalam jumlah tertentu.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

b.

Dana SJSN.
Adalah himpunan iuran JSN beserta hasil pengembangannya yang di-

amanatkan oleh peserta untuk disimpan, dikelola, dan dibayarkan sebagai manfaat
bagi peserta apabila syarat timbulnya hak peserta sudah terpenuhi. Syarat timbulnya
hak peserta adalah kejadian yang menyebabkan terjadinya penurunan atau penghentian pendapatan atau kejadian sakit atau kecelakaan.
c.

Sifat himpunan dana.


Dana yang terkumpul dan hasil pengembangannya merupakan Dana Amanat

(trust fund) yang berarti bahwa dana tersebut tidak dapat digunakan oleh pengelola
sesuai peruntukan yang telah ditetapkan, kecuali disetujui oleh Dewan Jaminan Sosial
Nasional (board of trustees) sebagaimana yang diatur dalam undang-undang SJSN.
4.

Jenis dan manfaat program


Berdasarkan identifikasi kebutuhan dasar rakyat, SJSN akan mengembangkan

dan memperluas jaminan melalui 6 (enam) program, sebagai berikut:


a.

Jaminan Kesehatan (JK).


Program Jaminan Kesehatan adalah program yang memberikan manfaat

berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif, sesuai dengan kebutuhan medik


yang diperlukan untuk memelihara, memulihkan dan meningkatkan kesehatan peserta
dan anggota keluarganya.
b.

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).


Program Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan manfaat pelayanan pemulihan

kesehatan yang terjadi akibat dari suatu kecelakaan yang berhubungan dengan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

pekerjaan seseorang. Selain itu, program ini juga memberikan manfaat dalam bentuk
santunan uang baik lump-sum ataupun secara berkala bagi peserta yang mengalami
cacat atau meninggal dunia yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.
c.

Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (JPHK).


Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja merupakan dana tunai yang

dibayarkan oleh badan penyelenggara kepada tenaga kerja yang minimal bekerja
telah 6 bulan, sesuai dengan perhitungan masa kerjanya. Pembayaran dilakukan
sekaligus atau dibagi selama maksimal 6 bulan untuk menjamin kebutuhan hidup
minimal sehari-hari setelah putus hubungan kerja. Dana ini beraasal dari iuran peserta
dan pemberi kerja yang dipungut selama peserta masih bekerja. Namun program
JPHK ini tidak dimasukkan kedalam RUU SJSN ini karena telah diatur dalam UU
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
d.

Jaminan Hari Tua (JHT).


Program Jaminan Hari Tua merupakan program yang membayarkan uang

tunai secara sekaligus sebelum seorang peserta memasuki masa pensiun. Pemberian
uang tunai lump-sum ini dimaksudkan untuk membekali peserta dengan uang tunai
dalam memasuki usia pensiun yang dapat digunakan untuk membeli rumah atau
modal untuk berusaha. Apabila peserta meninggal dunia sebelum memasuki masa
pensiun, maka manfaat program dibayarkan kepada janda/duda, anak atau ahli waris
peserta yang sah.
e.

Jaminan Pensiun (JP).

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Program Pensiun merupakan program yang membayaran uang secara berkala


untuk jangka waktu tertentu atau sampai peserta meninggal dunia sebagai substitusi
dari penurunan/hilangnya penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun atau
menderita cacat total tetap yang menyebabkan ia tidak mampu lagi bekerja. Apabila
peserta meninggal dunia sebelum ia memasuki usia pensiun, maka manfaat
dibayarkan kepada ahli warisnya.
f.

Jaminan Kematian (JKm).


Program Jaminan Kematian membayarkan sejumlah uang tunai kepada ahli

waris yang sah setelah peserta meninggal dunia secara alamiah atau kecelakaan yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan. Manfaat jaminan kematian ini diharapkan dapat
meringankan beban ahli waris peserta yang ditinggalkan, yang dapat digunakan untuk
membiayai penguburan dan/atau keperluan lainnya yang terkait dengan kematian
peserta.

C. Mekanisme Penyelenggaraan SJSN


Mekanisme penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional meliputi
pengaturan kepesertaan, iuran, santunan/manfaat dan investasi. Perluasan cakupan
kepesertaan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi ekonomi negara dan
masyarakat, serta kemudahan dalam rekruitmen dan pengumpulannya secara rutin.
Besarnya iuran/premi dihitung berdasarkan analisis aktuaria yang disesuaikan dengan
program manfaat yang akan diberikan, struktur dan trend demografi serta resiko yang
dihadapi, ditetapkan dalam prosentase tertentu terhadap upah dengan mempertimAhmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

bangkan kemampuan/pendapatan penduduk. Iuran/premi ditanggung bersama oleh


pemberi kerja dan pekerjanya.
Pelayanan santunan dan klaim disesuaikan dengan besarnya iuran dan jenis
program yang diikuti. Manfaat yang diberikan harus cukup berarti sehingga
mendorong kepesertaan yang lebih besar dari waktu ke waktu.
Dana iuran/premi/kontribusi peserta yang terkumpul perlu dikelola dan
diawasi oleh suatu Dewan Wali Amanah (Board of Trustee) dan hanya digunakan
untuk kepentingan pesertanya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Sebagian dana yang terkumpul perlu diinvestasikan dan dikembangkan
seaman mungkin. Karena prinsip non-for profit, maka hasil investasi tersebut akan
dikembalikan dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Untuk dapat menjamin efektifitas dan efisiensi penyelenggaraannya, diperlukan adanya dukungan Sistem Informasi Manajemen serta kemampuan sumber daya
manusia yang handal. Dalam pengelolaannya, perlu menerapkan good corporate
governance

(transparency,

accountibility,

responsibility,

independency

dan

fairness).
Secara lebih jauh, mekanisme penyelenggaraan SJSN dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.

Sifat Dana
a.

Dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta
hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara diper-

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

gunakan seluruhnya untuk pengembangan proram dan untuk sebesar-besar


kepentingan peserta.
b.

Dalam prinsip ini Badan Penyelenggara tidak diwajibkan untuk membayar


pajak dan deviden kepada Negara.

2.

Prinsip SJSN
Kegotong-royong, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan
Sosial dipergunakan seluruhnya untk pengembangan program dan untuk sebesarbesar kepentingan peserta.

3.

4.

Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


a.

BPJS harus dibentuk dengan undang-undang.

b.

Status Badan Hukum Wali Amanah.

Organ Badan Penyelenggara


a.

Dewan Jaminan Sosial Nasional yang berfungsi merumuskan kebijakan


umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.

b.

Dewan Jaminan Sosial Nasional beranggotakan 15 (lima belas) orang terdiri


dari unsur Pemerintah, tokoh dan atau ahli yang memahami bidang jaminan
sosial, organisasi pemberi kerja dan organisasi pekerja.

5.

Kepesertaan
Kepesertaan seluruh penduduk Indonesia termasuk tenaga kerja asing yang
sudah bekerja selama 6 (enam) bulan di Indonesia.

6.

Iuran

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Iuran dibayarkan oleh:

7.

8.

a.

Pemberi Kerja yang terdiri dari Pengusaha dan Pemerintah.

b.

Pekerja.

Program Jaminan Sosial Nasional, yang terdiri dari:


a.

Jaminan Kesehatan.

b.

Jaminan Kecelakaan Kerja.

c.

Jaminan Hari Tua.

d.

Jaminan Pensiun.

e.

Jaminan Kematian.

Mekanisme Penyelenggaraan
Mekanisme Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional berdasarkan prinsip
Asuransi Sosial, Tabungan Wajib dan Ekuitas.

9.

Pengelola Dana
Badan Penyelenggara mengelola dan mengembangkan dana jaminan sosial
dengan

mempertimbangkan

aspek

likuiditas,

solvabilitas,

kehati-hatian,

keamanan dana dan hasil yang memadai.


10. Peran Pemerintah
Pemerintah dapat melakukan tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya
tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional.
11. Sistem Akuntansi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai dengan
standar akuntansi.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

12. Kewajiban Badan Penyelenggara


a. Memberikan nomor identitas tunggal pada setiap peserta dan anggota
keluarganya.
b. Memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku.
c. Memberikan manfaat/jaminan kepada peserta sesuai dengan program yang
diikuti.
d. Membentuk cadangan teknis.
e. Memberikan informasi akumulasi iuran beserta hasil pengembangannya
kepada setiap peserta Jaminan Hari Tua sekurang-kurangnya dalam 1 (satu)
tahun.

D. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial dan mencakup
program yang lebih lengkap adalah Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek.
Sampai saat ini penyelenggaraan Jamsostek baru mencakup sekitar 8 juta peserta aktif
dari sekitar 27 juta tenaga kerja di sektor formal. Selain PT Jamsostek, beberapa
Badan Penyelenggara telah melaksanakan program jaminan sosial secara parsial
sesuai dengan misi khususnya berupa program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pegawai Negeri yang dikelola oleh PT. ASKES Indonesia, Jaminan Hari Tua dan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Pensiun Pegawai Negeri dikelola PT. TASPEN dan jaminan sosial bagi TNI-Polri
yang dikelola oleh PT. ASABRI.
Pegawai Negeri, pensiunan pegawai negeri, pensiunan TNI-Polri, Veteran,
dan anggota keluarga mereka menerima jaminan kesehatan yang dikelola PT. Askes
berdasarkan PP No. 69 Tahun 1991. Selain itu, pegawai negeri yang memasuki masa
pensiun mendapatkan jaminan pensiun yang dikelola oleh program Tabungan
Pensiun (TASPEN) berdasarkan PP No. 26 Tahun 1981. Anggota TNI-Polri dan PNS
Departemen Pertahanan mendapat jaminan hari tua, cacat, dan pensiun melalui
program ASABRI berdasarkan PP No. 67 Tahun 1991.
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri dan PNS Dephan memperoleh jaminan pensiun melalui anggaran negara (pay as you go). Dengan demikian,
sebagain besar program pensiun pegawai negeri, TNI, dan Polri tidak didanai dari
tabungan pegawai sehingga sangat bergantung pada anggaran belanja negara.
Kontribusi pemerintah, dari APBN, untuk dana pensiun pegawai negeri, tentara, dan
anggota polisi yang merupakan suatu bentuk tunjangan pegawai atau employment
benefits akan terus membengkak dan memberatkan APBN, jika tidak ditunjang
dengan peningkatan iuran dari pegawai. Selain itu, tidaklah adil jika dana APBN
yang berasal dari pajak akan tersedot dalam jumlah besar bagi pendanaan pensiun
pegawai negeri, tentara dan anggota polisi saja.
Penyelenggaraan dana pensiun yang adil dan memadai yang didanai bersama
(bipartit) antara pekerja sendiri dan pemberi kerja, terlepas dari status pegawai negeri

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

atau swasta atau usaha sendiri (self-employed) merupakan sebuah sistem yang lebih
berkeadilan dan lebih terjamin kesinambungannya.
Cakupan beberapa skema jaminan sosial yang ada (Askes, Taspen, Asabri,
Jamsostek) baru diperuntukan bagi 7,8 juta tenaga kerja formal dari 100,8 juta
angkatan kerja (BPS, 2003). Baru 8 juta tenaga kerja formal kini aktif sebagai peserta
PT. Jamsostek.
Di negara-negara tetangga, kepesertaan tenaga kerja yang memperoleh
jaminan sosial sudah mencakup seluruh tenaga kerja formal. Khusus dalam program
asuransi kesehatan sosial dengan pembiayaan dari publik, Indonesia jauh tertinggal
karena baru menjaminkan 9 (sembilan) persen dari jumlah penduduknya. Sedangkan
dalam program jaminan hari tua/pensiun, jaminan sosial di Indonesia baru mencapai
maksimal 20 persen dari total pekerja sektor formal.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya cakupan kepesertaan program jaminan sosial sekarang ini terjadi karena program tersebut belum
sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang adil pada para peserta dan
manfaat yang diberikan kepada peserta belum memadai untuk menjamin kesejahteraannya. Selain itu program jaminan sosial di Indonesia belum mampu
meningkatkan pertumbuhan dan menggerakan ekonomi makro karena porsi dana
Jaminan Sosial terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia masih sangat kecil.
Sebagai contoh untuk Program Jaminan Kesehatan, berdasarkan data yang
dikutip dari Profile of Asian Country, 1997, memperlihatkan belanja kesehatan per
kapita Indonesia jauh tertinggal dan baru mencapai US$ 19,1 dan yang tertinggi
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

adalah Singapore dengan US$ 667,0 akibat belum meluasnya cakupan jaminan
kesehatan di Indonesia.
Dari berbagai permasalahan yang berkembang saat ini, kendala utama
pengembangan program jaminan sosial di Indonesia dapat di identifikasi sebagai
berikut:
1.

Belum adanya implementasi dan undang-undang tentang SJSN yang


komprehensif, terpadu, dan memberikan manfaat yang layak yang mampu
menjangkau seluruh penduduk.

2.

Pelayanan dari lembaga jaminan sosial yang ada dirasakan perlu ditingkatkan,
baik dari segi besaran manfaat yang diterima maupun dari segi mekanisme
perolehan manfaat.

3.

Pengelolaan administrasi dan pelayanan kurang efisien dan kurang baik yang
menyebabkan sering terjadinya keluhan dan rendahnya tingkat kepuasan peserta.

4.

Selama ini program jaminan sosial tidak didukung oleh perangkat penegak
hukum yang konsisten, adil dan tegas, sehingga belum semua tenaga kerja
memperoleh perlindungan yang optimal.

5.

Adanya intervensi pejabat pemerintah terhadap penggunaan dana program


jaminan sosial yang ada saat ini berdampak pada kurang optimalnya manfaat
program dan menimbulkan keresahan dan rasa tidak puas di kalangan para
peserta.

6.

Seluruh badan penyelenggara jaminan sosial yang ada merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) berbentuk Persero yang harus mencari keuntungan dan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

menyetorkan deviden ke Pemerintah dan bukan memaksimalkan manfaat


sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
7.

Beberapa prinsip universal asuransi sosial, belum diterapkan secara konsisten.

E. BUMN Persero sebagai Penyelenggara SJSN


Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, Asuransi Sosial adalah
suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna
memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/ atau
anggota keluarganya.
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, Asuransi Sosial adalah
program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undangundang dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan
masyarakat. Karena Jaminan Sosial Nasional tersebut diwujudkan melalui mekanisme
asuransi sosial maka manfaat yang akan diperoleh peserta tergantung pada besarnya
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

iuran. Manfaat yang diberikan harus cukup berarti sehingga mendorong kepesertaan
yang lebih besar dari waktu ke waktu.
Jaminan Sosial Nasional tersebut perlu diatur agar bersifat wajib untuk
seluruh tenaga kerja, baik di sektor formal maupun informal, baik yang berpendapatan besar maupun kecil sehingga dapat terwujud asas kegotongroyongan dan
redistribusi pendapatan dari yang kaya ke yang miskin. Cakupan kepesertaan
dilakukan secara bertahap dimulai dari kelompok masyarakat yang mampu mengiur
dan secara bertahap diupayakan menjangkau sampai pada kelompok masyarakat yang
rentan dan tidak mampu, dimana iuran sebagian atau sepenuhnya dibayarkan oleh
pemerintah. Karena ada unsur wajib bagi semua pekerja tersebut maka diperlukan
adanya undang-undang untuk mengaturnya. Namun, secara sukarela pekerja dapat
mengikuti program lain dengan kontribusi yang lebih besar dan memperoleh manfaat
yang lebih banyak pula (asuransi komersil).
Pengelolaan Jaminan Sosial Nasional menganut prinsip Wali Amanah, yang
mewakili stakeholder dalam hal ini peserta/ pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah.
Pengumpulan dan pengelola iuran perlu ditunjang oleh keterbukaan, kehati-hatian,
akuntabilitas dan efisiensi. Penyelenggaraan dilakukan non-for profit. Pengertian
non-for profit bukanlah berarti tidak perlu mengembangkan atau menginvestasikan
dalam rangka meningkatkan akumulasi dana yang ada, tetapi hasil yang diperoleh
nantinya akan dikembalikan atau dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta (merupakan going concern asuransi sosial).

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Berlandaskan amanat UUD 1945 hasil amandemen Pasal 28H ayat (3), Pasal
34 ayat (2) dan amanat Sidang Tahunan MPR Nomor X/MPR-RI Tahun 2001 serta
kondisi program jaminan sosial saat ini maka ditetapkan visi, misi dan tujuan
penyelenggaraan SJSN sebagai berikut:
Visi SJSN:
Mewujudkan suatu sistem Jaminan Sosial Nasional yang dapat memenuhi hak asasi
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Misi SJSN:
a.

Meningkatkan kepesertaan sehingga pada suatu ketika SJSN mampu


memberikan perlindungan kepada seluruh penduduk.

b.

Meningkatkan kualitas pelayanan sehingga seluruh penduduk merasa perlu


menjadi peserta SJSN.

c.

Meningkatkan perlindungan sehingga manfaat yang diterima peserta dapat


memenuhi kebutuhan dasar hidup minimal yang layak.

F.

Keselarasan Tujuan Pembentukan BUMN Persero dalam Menjalankan


Undang-undang SJSN
Jaminan Sosial Nasional adalah program Pemerintah dan masyarakat yang

bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap


penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan
sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila
terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling


melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat
secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat.
Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial atau compulsory social
insurance, yang dibiayai dari kontribusi/premi yang dibayarkan oleh setiap tenaga
kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan
dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan
kedua berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam bentuk pemberian
bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayaan dari negara dan
bantuan sosial masyarakat lainnya.
Beberapa negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan
jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial.
Utamanya karena jaminan melalui bantuan sosial membutuhkan dana yang besar dan
tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Selain itu,
dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional.
Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya
terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan
hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun dan santunan kematian.
Selama dekade terakhir di Indonesia telah ada beberapa program jaminan
sosial dalam bentuk asuransi sosial, namun baru mencakup sebagian kecil pekerja di
sektor formal. Dari 95 juta angkatan kerja, baru 24,6 juta jiwa memperoleh jaminan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

sosial, atau baru 12% dari jumlah penduduk. Sementara di Thailand dan Malaysia
masing-masing mencapai 50% dan 40% dari total penduduk. Krisis ekonomi yang
menyebabkan angka pengangguran melonjak tajam telah menimbulkan berbagai
masalah sosial ekonomi. Dalam kondisi seperti ini jaminan sosial dapat membantu
menanggulangi gejolak sosial.
Fakta tersebut membuktikan bahwa amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal
27 ayat (2) sebagian besar belum dapat dilaksanakan sehingga langkah-langkah nyata
untuk mewujudkannya diperlukan, antara lain dengan menyusun suatu Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Menyadari masih terbatasnya jangkauan jaminan sosial yang ada dan
beberapa kekurangan dalam pengaturan dan penyelenggaraannya, serta betapa
pentingnya peran jaminan sosial dalam pemberian perlindungan utamanya di saat
berkurangnya pendapatan maka dianggap perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial
Nasional melalui penerbitan Undang-undang yang akan mengatur Substansi,
Kelembagaan dan Mekanisme Sistem Jaminan Sosial yang berlaku secara nasional.
Sistem Jaminan Sosial yang akan dibangun ini haruslah sifatnya adil dengan tingkat
kepercayaan publik yang tinggi dan transparan dalam penyelenggaraannya.
Putusan Sidang Tahunan MPR RI tahun 2001 menugaskan kepada Presiden
untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan
perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu. Untuk itu Presiden
mengambil inisiatif menyusun Rancangan Undang Undang Jaminan Sosial Nasional.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Presiden dengan Keppres No. 20 Tahun 2002 membentuk Tim SJSN. Keppres ini
didahului dengan Keputusan Sekretaris Wakil Presiden No. 7 Tahun 2001.
Program-program pokok SJSN yang dikembangkan disesuaikan dengan
konvensi ILO No. 102 tahun 1952 yang juga diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia,
yaitu Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK), Program Jaminan Hari Tua (JHT), Program Pensiun dan Program
Santunan Kematian.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

BAB IV
ALTERNATIF KELEMBAGAAN JAMINAN SOSIAL
UNTUK INDONESIA

A. Sistem Pertanggungjawaban BUMN Persero dalam Penyelenggaraan SJSN


Dari berbagai bahasan penyelenggaraan dan prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai Negara, disajikan disini berbagai alternatif badan
penyelenggara jaminan sosial untuk Indonesia. Hal ini sangat penting mengingat saat
ini Indonesia sudah memiliki empat badan penyelenggara jaminan sosial.
Perubahan mendasar dan radikal dapat menimbulkan guncangan, namun
demikian tanpa perubahan badan penyelenggara sistem jaminan sosial nasional tidak
akan menjadi kuat. Oleh karenanya, berbagai alternatif badan penyelenggara yang
disampaikan berikut ini disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan dan risiko
masing-masing pilihan/alternatif. Setiap alternatif diperlukan masa transisi tertentu
sehingga perubahan penyelenggaraan dari yang sedang berjalan menuju pola baru
setelah adanya perubahan undang-undang tidak menimbulkan guncangan besar.
Perubahan harus selalu dijalankan guna memperbaiki manajemen maupun besarnya
manfaat program yang disediakan melalui sistem jaminan sosial.
Sebuah sistem jaminan sosial pada hakikatnya merupakan pelaksana program
pemerintah dalam memelihara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Suatu badan penyelenggara dapat mengelola suatu sistem jaminan sosial
bagi sekelompok penduduk tertentu atau sebuah program tertentu. Oleh karena itu,

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

sebuah badan penyelenggara dapat berada di bawah koordinasi langsung sebuah


kementrian, misalnya Kementerian Tenaga Kerja atau Kementrian Keuangan apabila
badan penyelenggara mengurus kelompok penduduk. Sebuah badan penyelenggara
juga dapat berada di bawah koordinasi Kementrian Kesehatan apabila program yang
dikelola adalah program jaminan/asuransi kesehatan yang mencakup berbagai
segmen populasi.
Koordinasi badan penyelenggara ini akan sangat tergantung dari rancangan
sebuah sistem jaminan sosial. Di Indonesia, alternatif koordinasi badan penyelenggara dapat dilakukan melalui pilihan di bawah ini:
1.

Langsung berada di bawah koordinasi Presiden/Kepala Negara


Salah satu pilihan adalah sebuah Badan Penyelenggara yang langsung

bertanggungjawab kepada Presiden, tanpa melalui Menteri tertentu. Sebuah badan


penyelenggara yang otonom yang tidak berada di bawah koordinasi suatu kementrian
atau departemen akan lebih cocok untuk program jaminan sosial yang lintas sektoral.
Bentuk badan seperti ini, sebagai suatu badan setingkat Departemen atau Lembaga
Non-Departemen, cocok untuk rancangan sebuah sistem jaminan sosial yang
mengelola berbagai program untuk berbagai kelompok penduduk. Bentuk ini juga
sangat efisien dan efektif karena akan selalu menjadi fokus perhatian seluruh pihak
terkait (stakeholders). Hanya saja, jika badan penyelenggara berada langsung di
bawah Presiden, keputusan yang diambil dapat dipengaruhi oleh figur Presiden yang
mungkin mewakili partai yang berkuasa. Dengan demikian, independensi dan
otonomi badan ini sering diragukan. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

badan yang terlalu dekat dengan kekuasaan sering digunakan sebagai alat penguasa
untuk mempertahankan kekuasaan.
2.

Berada di bawah koordinasi sebuah kementrian


Badan penyelenggara yang berada di bawah suatu Depatemen tepat mengatur

kelompok penduduk atau program yang menjadi tugas utama suatu departemen.
Namun demikian, apabila program jaminan sosial menyangkut berbagai sektor dan
berbagai kelompok penduduk, maka koordinasi oleh suatu departemen dapat
menimbulkan gesekan politik yang keras karena banyak Departemen yang merasa
berwenang mengatur dan karenanya akan menjadi rebutan mengingat dana yang
akan dikelola dapat jadi sangat besar. Departemen Keuangan dapat melihat badan ini
sebagai suatu Lembaga Keuangan dan karenanya dapat menuntut agar badan tersebut
berada di bawah Departemen Keuangan. Hal ini mengandung risiko bahwa badan
tersebut akan dilihat sebagai suatu sumber keuangan umum negara seperti halnya
BUMN di masa lalu. Padahal tujuan utama jaminan sosial bukanlah akumulasi dana
sebagai usaha revenue center bagi pemerintah, akan tetapi upaya pemerintah untuk
memberikan perlindungan bagi penduduk yang pengelolaannya harus memperhatikan
aspek ekonomi dan keuangan. Sebaliknya Departemen Kesehatan, Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigarasi atau Departemen Sosial dapat melihat badan ini
lebih tepat di bawah koordinasinya karena mengurusi jaminan sosial atau jaminan
tenaga kerja.
Badan ini juga tidak hanya mengurus masalah sosial atau kesejahteraan sosial
atau tenaga kerja semata, tetapi badan ini juga akan mengurus pengumpulan dana dan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

investasi yang pruden dimana kemampuan itu tidak dimiliki oleh pejabat di
Departemen non keuangan. Dimanapun letak badan tersebut, pengaruh birokrasi dan
kekuasaan dapat menjadikan pengelolaan badan ini menyimpang dari tujuan semula
yaitu memberikan jaminan sosial yang mampu meningkatkan produktivitas
penduduk.
3.

Independen dan bertanggung jawab langsung kepada DPR


Suatu badan di bawah koordinasi DPR memang memberikan jaminan tidak

ada campur tangan pemerintah. Pada kondisi banyak fraksi seperti yang kini terjadi,
pembentukan sebuah Badan Penyelenggara di bawah DPR mempunyai potensi
sebagai ajang rebutan partai, khususnya yang berkuasa. Lembaga seperti ini tidak
masuk dalam konstitusi atau sistem pemerintahan Indonesia, sehingga bentuk ini
tampaknya sulit bisa dilaksanakan.

B.

Alternatif Kelembagaan Jaminan Sosial


Selama masa Orde Baru hingga pertengahan tahun 1997, perekonomian

Indonesia menunjukkan kinerja yang sangat baik. Ini ditandai dengan tingginya laju
pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto, rendahnya tingkat inflasi secara
keseluruhan, tingginya kepercayaan pihak luar terhadap Indonesia dan banyaknya
penanaman modal asing secara langsung. Namun, menjelang akhir tahun 1997 dan
pada tahun 1998, Indonesia dilanda krisis besar. Pada tahun 1998, perekonomian
Indonesia mengalami penyusutan yang tidak tanggung-tanggung, yaitu sebesar 13,6%
dan pada tahun 1999 hanya mencatat pertumbuhan yang tidak seberapa, yakni 0,12%
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

saja. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto riil adalah 4,8%
dan 3,3% menjelang akhir kuartal tahun 2001.
Pada pertengahan tahun 1997, sekitar 10,1$ penduduk Indonesia tergolong
miskin dan pada tahun 1998, sebagai konsekuensi dari berkurangnya output, angka
tersebut diperkirakan naik menjadi 14,1% apda tahun 1999 atau sekitar 29 juta orang.
Sedangkan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2000
yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan pada tahun 1999
adalah sekitar 23,6%.
Menurut sejarahnya, sistem jaminan sosial di Indonesia dimulai pada tahun
1977 dengan diperkenalkannya program jaminan sosial untuk tenaga kerja yang
dikenal dengan nama ASTEK (Asuransi Sosial Tenaga Kerja). Akhirnya, pemerintah
mengeluarkan Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1992 untuk
karyawan swasta dan Badan Usaha Milik Negara. Kemudian ASTEK diganti menjadi
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan kepesertaan program ini diwajibkan bagi seluruh perusahaan skala kecil, menengah dan besar. JAMSOSTEK
merupakan sistem perlindungan bagi karwayan dalam menghadapi resiko-resiko
sosial seperti kecelakaan kerja, kematian (bagi anggota keluarga yang ditinggalkan),
sakit dan usia tua.
Sistem jaminan sosial yang ada sekarang memiliki beberapa kelemahan. Salah
satunya menyangkut cakupan perlindungan yang diberikan skema JAMSOSTEK
yang hanya memberikan perlindungan kepada karyawan yang bekerja di sektor

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

formal. Selain itu, tidak semua skema JAMSOSTEK sesuai dengan peraturan,
terutama dengan peraturan-peraturan yang merupakan standar internasional.
Dibandingkan banyak negara lain, pengeluaran untuk jaminan sosial di
Indonesia relatif kecil. Misalnya, pada tahun 1996, jumlah uang yang dikeluarkan
untuk membayar jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan
kesehatan, dan jaminan hari tua rata-rata tidak lebih dari 5% Produk Domestik Bruto.
Baru-baru ini beberapa departemen, yaitu Departemen Kesehatan (DEPKES),
Departemen Sosial (DEPSOS), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(DEPNAKERTRANS) dan Departemen Keuangan (DEPKEU) berupaya melaksanakan reformasi sistem jaminan sosial yang ada di Indonesia, termasuk
JAMSOSTEK. Untuk itu, pemerintah telah mengusulkan rancangan undang-undang
baru guna mendukung upaya reformasi tersebut. Dalam undang-undang baru tersebut,
JAMSOSTEK nantinya menjadi suatu badan wali amanah.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan undang-undang Jaminan Sosial
Nasional diperlukan suatu lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menjabarkan
Undang-undang SJSN, mengkoordinir, memonitor dan mengawasi pelaksanaan
program-program, pengelola dana dan investasi serta pemasyarakatan program
Jaminan Sosial Nasional sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Lembaga ini berada langsung di bawah Presiden dibantu Dewan Menteri yang terkait
dan beranggotakan wakil pemerintah, wakil pekerja, wakil pemberi kerja dan pakar di
bidangnya.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Selama peraturan teknis undang-undang SJSN disiapkan maka lembagalembaga yang ada tetap melanjutkan kegiatannya, untuk kemudian setelah peraturan
pelaksanaan undang-undang SJSN tersusun lengkap dan dilaksanakan maka programprogram yang sejalan dapat menyesuaikan dengan Undang-undang SJSN tersebut
selama masa transisi yang akan ditetapkan. Tidak tertutup kemungkinan munculnya
lembaga penyelenggaraan lain.

C. Tiga Pilar Perlindungan Sosial


Sesuai dengan konsep tiga pilar pembangunan kesejahteraan rakyat, yaitu
pengembangan SDM dan kemasyarakatan, penanggulangan dan pengurangan
kemiskinan, serta penanggulangan, antisipasi dan tanggap cepat gangguan
kesejahteraan rakyat maka Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah sebuah
langkah investasi yang sangat strategis.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (National Social Security System) adalah
sistem penyelenggara program negara dan pemerintah untuk memberikan
perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup
layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia.
Jaminan sosial diperlukan apabila ada hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat
mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena
memasuki usia senja atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat,
kehilangan pekerjaan dan lain-lain.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Mengembangkan Sistem Jaminan Sosial, pada dasarnya merupakan upaya


memenuhi amanat konstitusi. Sebelum terbitnya UU Nomor 40 tahun 2004 tentang
SJSN, Indonesia telah memiliki dan melaksanakan suatu jaminan sosial yang terbatas
bagi kelompok pegawai negeri dan sebagian kelompok pegawai swasta melalui
Askes, Jamsostek, Asabri dan Taspen. Sistem tersebut telah dirasakan manfaatnya,
dengan kata lain jaminan sosial memang diperlukan dan dapat kita laksanakan.
Sistem jaminan sosial merupakan sebuah sistem pengorbanan di muka untuk
menjamin kesejahteraan di hari kemudian, sebuah sistem untuk menutupi kekurangan
sifat manusia yang kebanyakan berpandangan pendek (short-shigted). Sistem jaminan
sosial diperlukan untuk mengurangi resiko sosial ekonomi yang selalu mengancam
kemapanan seseorang seperti kehilangan atau berkurangannya sumber pendapatan.
Dalam sistem jaminan sosial yang berlaku universal, setiap orang yang
mempunyai penghasilan wajib mengiur. Kewajiban mengiur tidak saja berlaku bagi
mereka yang bekerja tetapi juga bagi pemberi kerja atau majikan. Iuran tentunya
bukan merupakan suatu beban, tetapi sebagai bagian dari investasi dalam jangka
panjang. Hasil kajian di negara maju menunjukkan bahwa semakin kuat sistem
jaminan sosial, semakin produktif penduduknya dan semakin besar sumber dana yang
terkumpul untuk modal pembangunan.
Saat ini, dana jaminan sosial yang terkumpul di empat badan penyelenggara
jaminan sosial (PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen, dan PT Asabri) belum
mencapai 2 persen GDP atau kurang dari Rp. 60 triliun. Masih tertinggal jika
dibanding dengan Malaysia yang mencapai sekitar Rp 1000 triliun walaupun
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

penduduknya hanya 10 persen dari penduduk Indonesia. Dengan tersedianya dana


jaminan sosial sebesar itu sangatlah mungkin untuk melakukan berbagai program
ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja baru.
Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa, selain dapat memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat, jaminan sosial juga menjadi penggerak
pembangunan ekonomi. Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme
asuransi sosial dan tabungan sosial. Dengan adanya perlindungan terhadap resiko
sosial ekonomi melalui asuransi sosial dapat mengurangi beban negara (APBN)
dalam penyediaan dana bantuan sosial yang memang sangat terbatas. Melalui prinsip
gotong-royong, mekanisme asuransi sosial merupakan sebuah instrumen negara yang
kuat dan digunakan di hampir seluruh negara maju dalam menangulangi resiko sosial
ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada setiap warga negaranya.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk terdapat tiga pilar
pendekatan yang saling melengkapi namun berbeda pola penyelenggaraannya, yaitu:
Pilar pertama, menggunakan mekanisme bantuan sosial (social assistance)
kepada penduduk yang kurang mampu, baik dalam bentuk bantuan uang tunai maupun pelayanan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pembiayaan
bantuan sosial dapat bersumber dari Anggaran Negara dan/atau dari Masyarakat.
Mekanisme bantuan sosial biasanya diberikan kepada Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu masyarakat yang benar-benar membutuhkan,
umpamanya penduduk miskin, sakit, lanjut usia, atau ketika terpaksa menganggur. Di
Indonesia, bantuan sosial oleh Pemerintah kini lebih ditekankan pada pemberdayaan
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

dalam bentuk bimbingan, rehabilitasi dan pemberdayaan yang bermuara pada


kemandirian PMKS. Diharapkan setelah mandiri mereka mampu membayar iuran
untuk masuk mekanisme asuransi.
Kearifan lokal dalam masyarakat juga telah lama dikenal yaitu upaya-upaya
kelompok masyarakat, baik secara mandiri, swadaya, maupun gotong royong, untuk
memenuhi kesejahteraan anggotanya melalui berbagai upaya bantuan sosial, usaha
bersama, arisan, dan sebagainya. Kearifan lokal akan tetap tumbuh sebagai upaya
tambahan sistem jaminan sosial karena kearifan lokal tidak mampu menjadi sistem
yang kuat, mencakup rakyat banyak, dan tidak terjamin kesinambungannya.
Pemerintah mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat guna memenuhi
kesejahteraannya dengan menumbuhkan iklim yang baik dan berkembang, antara lain
dengan memberi insentif untuk dapat diintegrasikan dalam sistem jaminan sosial
nasional.
Pilar kedua, menggunakan mekanisme asuransi sosial atau tabungan sosial
yang bersifat wajib atau compulsory insurance, yang dibiayai dari kontribusi atau
iuran yang dibayarkan oleh peserta. Dengan kewajiban menjadi peserta, sistem ini
dapat terselenggara secara luas bagi seluruh rakyat dan terjamin kesinambungannya
serta profesionalisme penyelenggaraannya. Dalam hal peserta adalah tenaga kerja di
sektor formal, iuran dibayarkan oleh setiap tenaga kerja atau pemberi kerja atau
secara bersama-sama sebesar prosentase tertentu dari upah.
Mekanisme asuransi sosial merupakan tulang punggung pendanaan jaminan
sosial di hampir semua negara. Mekanisme ini merupakan upaya negara untuk
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

memenuhi kebutuhan dasar minimal penduduk dengan mengikut-sertakan mereka


secara aktif melalui pembayaran iuran. Besar iuran dikaitkan dengan tingkat
pendapatan atau upah masyarakat (biasanya prosentase tertentu yang tidak
memberatkan peserta) untuk menjamin bahwa semua peserta mampu mengiur.
Kepesertaan wajib merupakan solusi dari ketidakmampuan penduduk melihat
risiko masa depan dan ketidakdisiplinan penduduk menabung untuk masa depan.
Dengan demikian sistem jaminan sosial juga mendidik masyarakat untuk
merencanakan masa depan. Karena sifat kepesertaan yang wajib, pengelolaan dana
jaminan sosial dilakukan sebesar-besarnya untuk meningkatkan perlindungan sosial
ekonomi bagi peserta. Berhubung karena sifatnya yang wajib, maka jaminan sosial ini
harus diatur oleh UU tersendiri.
Di berbagai negara yang telah menerapkan sistem jaminan sosial dengan baik,
perluasan cakupan peserta dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan
ekonomi masyarakat dan pemerintah serta kesiapan penyelenggaraannya. Tahapan
biasanya dimulai dari tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja yang mengikatkan
diri dalam hubungan kerja), selanjutnya diperluas kepada tenaga kerja di sektor
informal, untuk kemudian mencapai tahapan cakupan seluruh penduduk. Upaya
penyelenggaraan jaminan sosial sekaligus kepada seluruh penduduk akan berakhir
pada kegagalan karena kemampuan pendanaan dan manajemen memerlukan
akumulasi kemampuan dan pengalaman.
Kelompok penduduk yang selama ini hanya menerima bantuan sosial,
umumnya penduduk miskin, dapat menjadi peserta program jaminan sosial, dimana
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

sebagian atau seluruh iuran bagi dirinya dibayarkan oleh pemerintah. Secara bertahap
bantuan ini dikurangi untuk menurunkan ketergantungan kepada bantuan pemerintah.
Sehubungan hal ini, pemerintah perlu memperhatikan perluasan kesempatan kerja
dalam rangka mengurangi bantuan pemerintah membiayai iuran bagi penduduk yang
tidak mampu.
Pilar ketiga, menggunakan mekanisme asuransi sukarela (voluntary
insurance) atau mekanisme tabungan sukarela yang iurannya atau preminya dibayar
oleh peserta (atau bersama pemberi kerja) sesuai dengan tingkat risikonya dan
keinginannya. Pilar ketiga ini adalah jenis asuransi yang sifatnya komersial, dan
sebagai tambahan setelah yang bersangkutan menjadi peserta asuransi sosial.
Penyelenggaraan asuransi sukarela dikelola secara komersial dan diatur dengan UU
Asuransi.
Perum Astek yang kemudian diubah menjadi PT. Jamsostek telah menyelenggarakan jaminan sosial sejak tahun 1978 hingga saat ini, mencakup sebagian tenaga
kerja sektor formal dan hanya menyelenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja, Hari
Tua, Kematian dan Pelayanan Kesehatan. Sebagian besar tenaga kerja lainnya yang
bekerja di sektor informal (tenaga kerja di luar hubungan kerja, seperti nelayan,
petani dan pedagang sayur, kios, pedagang sate, baso, gado-gado, warteg, dan lainlainl) belum memperoleh perlindungan sosial formal sampai saat ini karena memang
undang-undangnya belum menyediakan peluang untuk itu, baru berupa peraturan
menteri tenaga kerja.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

E. Sejarah Jaminan Sosial


Jaminan Sosial Nasional adalah program Pemerintah dan Masyarakat yang
bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap
penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan
sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila
terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan.
Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin
oleh Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948),
dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Kesadaran tentang pentingnya jaminan
perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada Perubahan UUD 45 tahun
2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi
seluruh rakyat..
Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling
melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat
secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat.
Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial atau compulsory social
insurance, yang dibiayai dari kontribusi/premi yang dibayarkan oleh setiap tenaga
kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan
dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan
kedua berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam bentuk pemberian bantuan

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayan dari negara danbantuan
sosial dan masyarakat lainnya.
Beberapa negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan
jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial.
Utamanya karena jaminan melalui bantuan sosial membutuhkan dana yang besar dan
tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Selain itu,
dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional.
Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya
terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan
hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun dan santunan kematian.
Sebenarnya, selama dekade terakhir di Indonesia telah ada beberapa program
jaminan sosial dalam bentuk asuransi sosial, namun baru mencakup sebagian kecil
pekerja di sektor formal. Dari 95 juta angkatan kerja, baru 24,6 juta jiwa memperoleh
jaminan sosial atau baru 12% dari jumlah penduduk. Sementara di Thailand dan
Malaysia masing-masing mencapai 50% dan 40% dari total penduduk. Krisis
ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran melonjak dengan tajam telah
menimbulkan berbagai masalah sosial ekonomi. Dalam kondisi seperti ini jaminan
sosial dapat membantu menanggulangi gejolak sosial.
Fakta tersebut membuktikan bahwa amanat UUD pasal 27 ayat 2 sebagian
besar belum dapat dilaksanakan sehingga langkah-langkah nyata untuk mewujudkan-

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

nya diperlukan, antara lain dengan menyusun suatu Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN).
Menyadari masih terbatasnya jangkauan jaminan sosial yang ada dan beberapa
kekurangan dalam pengaturan dan penyelenggaraannya, serta betapa pentingnya
peran jaminan sosial dalam pemberian perlindungan utamanya di saat berkurangnya
pendapatan maka dianggap perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui
penerbitan undang-undang yang akan mengatur substansi, kelembagaan dan
mekanisme sistem jaminan sosial yang berlaku secara nasional. Sistem jaminan sosial
yang akan dibangun ini haruslah sifatnya adil dengan tingkat kepercayaan publik
yang tinggi dan transparan dalam penyelenggaraannya.
Putusan Sidang Tahunan MPR RI tahun 2001 menugaskan kepada Presiden
untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan
perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu. Untuk itu Presiden
mengambil inisiatif menyusun Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional.
Presiden dengan Kepres No. 20 tahun 2002 membentuk Tim SJSN. Kepres ini
didahului dengan Keputusan Sekretaris Wakil Presiden No. 7 Tahun 2001.
Sistem Jaminan Sosial (social security system) adalah sistem penyelenggaraan
program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap
penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan
apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilang atau

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun,
maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.
Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan
jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara
maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara
memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk
dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu. Secara
universal, pengertian jaminan sosial dapat dijabarkan seperti beberapa definisi yang
dikutip berikut ini:
Menurut Guy Standing (2000)
Social security,is a system for providing income security to deal with the
contingency risks of life-sickness, maternity, employment injury, unemployment,
invalidity, old age and death; the provision of medical care, and the provision of
subsidies for families with children.
ILO Convention 102:
Social security is the protection which society provides for its members
through a series of public measures:
1.

to offset the absence or substantial reduction of income from work resulting from
various contingencies (notably sickness, maternity, employment injury,
unemployment, invalidity, old age and death of the breadwinner.

2.

to provide people with health care, and

3.

to provide benefits for families with children."

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Tanpa merinci jenis program jaminan sosial lainnya, UUD 1945 telah
mengamanatkan kepada Negara untuk mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh
rakyat. Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa jaminan sosial adalah hak
setiap warga negara. Lebih lanjut, perlunya segera dikembangkan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) ditegaskan pada Pasal 34 ayat (2) Perubahan UUD 45 tahun
2002 yang menyatakan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa amanat
tersebut menghendaki terselenggaranya berbagai program jaminan sosial secara
komprehensif/menyeluruh seperti yang telah diselenggarakan negara lain, meskipun
hal itu dilakukan secara bertahap.
Secara universal, Jaminan Sosial dijamin oleh Deklarasi PBB Tahun 1948
tentang Hak Asasi Manusia. Indonesia meratifikasi deklarasi tersebut yang di
dalamnya dinyatakan bahwa ... setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak atas jaminan sosial ... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak mampu
bekerja, menjanda, hari tua .... Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 menganjurkan
agar semua negara di dunia memberi perlindungan dasar kepada setiap warga
negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang Hak Jaminan Sosial.
Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa, selain dapat memberikan
perlindungan sosial bagi masyarakat, jaminan sosial juga menjadi penggerak pembangunan ekonomi. Akhir-akhir ini bermunculan kenyataan baru yang membuktikan
bahwa jaminan sosial makin diperlukan mengingat bahwa kondisi perekonomian

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

global maupun nasional sedang mengalami berbagai krisis yang mengancam


kesejahteraan rakyat. Krisis telah mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaan,
berkurangnya pendapatan, dan kehilangan kesejahteraan yang menjadi haknya. Selain
itu, pendapatan masyarakat akan berkurang karena menderita penyakit atau
memasuki usia lanjut. Jaminan sosial dapat diandalkan sebagai upaya penyelamat dari
berbagai risiko tersebut.
Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme asuransi sosial dan
tabungan sosial. Adanya perlindungan terhadap risiko sosial ekonomi melalui
asuransi sosial dapat mengurangi beban negara (APBN) dalam penyediaan dana
bantuan sosial yang memang sangat terbatas. Melalui prinsip kegotongroyongan,
mekanisme asuransi sosial merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dan
digunakan di hampir seluruh negara maju dalam menanggulangi risiko sosial
ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada setiap warga negaranya.
Dilihat dari aspek ekonomi makro, jaminan sosial nasional adalah suatu
instrumen yang efektif untuk memobilisasi dana masyarakat dalam jumlah besar,
yang sangat bermanfaat untuk membiayai program pembangunan dan kesejahteraan
bagi masyarakat itu sendiri. Selain memberikan perlindungan melalui mekanisme
asuransi sosial, dana jaminan sosial yang terkumpul dapat menjadi sumber dana
investasi yang memiliki daya ungkit besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional.
Dilihat dari aspek dana, program ini merupakan suatu gerakan tabungan nasional
yang berlandaskan prinsip solidaritas sosial dan kegotongroyongan.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Banyak negara memulai penyelenggaraan jaminan sosial setelah mengalami


krisis ekonomi yang berat dimana kebutuhan kegotong-royongan sangat terasa.
Amerika Serikat mengembangkan jaminan sosial pada masa pemerintahan Presiden
Roosevelt (1935) setelah negara tersebut mengalami depresi ekonomi yang sangat
hebat di tahun 1932. Jerman memperkenalkan asuransi sosial semasa pemerintah Otto
Van Bismarck (1883) dimana perlindungan tenaga kerja sangat dibutuhkan. Kedua
negara maju tersebut kini memperoleh manfaat besar dari penyelenggaraan jaminan
sosial yang dikembangkan pada waktu kedua negara tersebut sedang menghadapi
resesi ekonomi. 42
Manfaat besar dari dana yang terhimpun juga dinikmati negara berkembang
yang telah menyelenggarakan jaminan sosial secara konsisten dan mencakup seluruh
pekerja sektor formal. Malaysia telah berhasil memupuk Tabungan Nasional atau
Dana Jaminan Sosial senilai US$ 90 Miliar melalui program jaminan hari tua
pegawai (Employee Provident Fund, EPF). Kekuatan dana asuransi sosial inilah,
antara lain, yang menyelamatkan Malaysia dari krisis mata uang pada tahun 1998
yang lalu. 43
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab
dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara. Indonesia seperti

42

Purwoko Bambang, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya, (Jakarta: Meganet


Dutatama,1999), hlm. 3.
43
Tim SJSN, Naskah Akademis UU Nomor 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial
Nasional, (Jakarta: Kantor Menko Kesra, 2004), hlm. 4.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan


sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh
peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Sejarah dimulainya jaminan sosial mengalami proses yang panjang, dimulai
dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 1947 jo Undang-undang Nomor 2 Tahun
1951 tentang Kecelakaan Kerja, Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 48 Tahun
1952 jo Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pengaturan
Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, Peraturan Menteri
Perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh,
Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang Pembentukan Yayasan
Dana Jaminan Sosial (YDJS) dan selanjutnya diberlakukannya Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan
hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977
diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja
(ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN
untuk mengikuti program ASTEK. Kemudian terbit pula Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu
Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan melalui Peraturan
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 ditetapkannya PT. Jamsostek sebagai badan


penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang
hilang, akibat resiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU No. 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan
Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada Pasal 34 ayat (2), dimana Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini
berbunyi : "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada
pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun
produktivitas kerja.
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif tenaga
kerja di Indonesia diharapkan terus berlanjut. Sampai saat ini, PT. Jamsostek
memberikan perlindungan 4 (empat) program jaminan sosial, yang mencakup
Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari
Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan
keluarganya. Jika penyelenggaraan makin maju, program Jamsostek tidak hanya
bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha, tetapi juga berperan aktif dalam
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan


perkembangan masa depan bangsa.

F.

Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara


Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 menentukan BPJS adalah Badan

hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS harus
dibentuk dengan undang-undang. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa frase
dengan undang-undang dalam ketentuan tersebut di atas menunjuk pada pengertian
bahwa pembentukan setiap badan penyelenggara jaminan sosial harus dengan
undang-undang. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU SJSN adalah dimaksudkan untuk
pembentukan badan penyelenggara tingkat nasional yang berada di pusat. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa keberadaan undang-undang yang mengatur tentang
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di tingkat pusat merupakan
kebutuhan, karena belum adanya badan penyelenggara jaminan sosial yang
memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan.
Pertanyaannya ialah apakah mesti dibentuk BPJS yang baru atau cukup
menyesuaikan yang telah ada? Mengenai hal ini UU SJSN menentukan bahwa semua
ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan undang-undang ini
paling lambat 5 tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa BPJS dalam undang-undang ini adalah transformasi dari BPJS yang sekarang
telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai
dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Undang-undang tidak memberi penjelasan lebih lanjut mengenai penyesuaian


tersebut. Apakah dengan undang-undang BPJS nanti jumlah BPJS yang ada masih
dipertahankan atau disatukan? Pembentuk UU SJSN tidak bermaksud untuk menetapkan satu badan penyelenggara untuk seluruh program jaminan sosial. Hal ini ternyata
dari ketentuan Pasal 1 angka 2 UU SJSN yang menentukan bahwa Sistem Jaminan
Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh
beberapa penyelenggara jaminan sosial. Digunakannya kata beberapa dalam
ketentuan tersebut menunjukkan pembentuk Undang-undang menghendaki adanya
lebih dari satu badan penyelenggara.
Penjelasan umum UU SJSN juga menegaskan hal tersebut sebagai berikut:
sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial
Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan
sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau
kepesertaan yang lebih luas serta memberi manfaat yang lebih besar bagi setiap
peserta.
Lebih lanjut dikemukakan sebagai berikut: BPJS dalam undang-undang ini
adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah
berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan
dinamika perkembangan jaminan sosial.
Sebenarnya UU SJSN tidak menentukan secara spesifik bentuk badan hukum
BPJS, yang diatur dalam UU SJSN adalah asas, tujuan dan prinsip penyelenggaraan
SJSN, keharusan BPJS dibentuk dengan undang-undang, kewajiban BPJS, kerjasama
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

BPJS dengan fasilitas kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan dan pengelolaan dana
jaminan sosial.
Apabila kita simak dengan cermat ketentuan Undang-undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dihubungkan dengan UU SJSN, sangat jelas
terdapat perbedaan yang mendasar antara Badan Hukum BUMN, Perseroan Terbatas
dengan badan hukum BPJS yang dikehendaki oleh UU SJSN. Secara konstitusonal
dasar hukum pembentukan BUMN adalah untuk melaksanakan amanat Pasal 33
Undang Undang Dasar sedangkan pembentukan BPJS adalah untuk memenuhi hak
setiap orang atas jaminan sosial sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3)
Undang Undang Dasar 1945 dan memenuhi kewajiban negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945.
BPJS adalah Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial yang dibentuk
dengan undang-undang sedangkan BUMN adalah Badan Usaha dan Perseroan
Terbatas merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk
melakukan kegiatan usaha. Oleh karena itu Pasal 52 ayat (2) UU SJSN menentukan
agar semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS disesuaikan dengan UU SJSN.
Sebagai badan yang menyelenggarakan jaminan sosial, maka bentuk BPJS dapat
diuraikan sebagai berikut:
1.

Badan Trust Fund (Dana Amanat) yang independen

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Suatu bentuk badan tripartit yang independen terhadap birokrasi pemerintahan


yang disebut Wali Amanat (Board of Trustee) dan diawasi oleh wakil-wakil pihak
yang berkepentingan (stakeholders) merupakan pilihan yang paling banyak dianut di
dunia. Bentuk Dana Amanat adalah bentuk badan hukum yang umum digunakan di
negara-negara maju dengan berbagai nama. Badan ini dapat disebut sebagai suatu
Badan Penyelenggara Publik yang bukan BUMN, bukan perusahaan swasta, dan
bukan lembaga pemerintah. Bentuk Dana Amanat pada prinsipnya adalah suatu badan
quasi Pemerintah yang tidak dimiliki oleh sekelompok orang akan tetapi dimiliki oleh
seluruh pesertanya, yang peruntukan dananya telah ditetapkan. Oleh karena Dana
Amanat dimiliki seluruh pesertanya, maka apabila terdapat sisa hasil usaha maka sisa
hasil usaha tersebut menjadi milik seluruh peserta. Jadi tidak ada pembagian dividen
untuk sekolompok orang maupun untuk pemerintah seperti yang terjadi dalam bentuk
BUMN. Dana sisa hasil usaha dapat diberikan sebagai pengurangan iuran tahun
berikutnya, disimpan sebagai dana cadangan umum untuk seluruh peserta, atau untuk
perbaikan pelayanan. Dana Amanat merupakan milik seluruh rakyat, apabila cakupan
jaminan sosial sudah universal, maka sisa hasil usaha juga tidak perlu dikenakan
pajak penghasilan badan karena setiap dana yang diperoleh sudah menjadi hak
seluruh rakyat seperti halnya dan yang dikumpulkan dari pajak. Bedanya, dalam Dana
Amanat pemerintah tidak ikut campur mengelola dana tersebut. Pengelolaan Dana
Amanat diatur oleh undang-undang dan pengelola yang terdiri dari Board of Trustees
(Wali Amanat) dan Executive Boards (Dewan Eksekutif yang terdiri atas Direksi
beserta kelengkapannya) secara independen atau otonom tanpa campur tangan
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

pemerintah atau partai. Wali Amanat/Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah


lembaga

penentu

kebijakan

dan

sekaligus

pengawas

keuangan

maupun

penyelenggaraan lainnya yang dilaksanakan oleh eksekutif. Wali Amanat terdiri dari
wakil-wakil berbagai peserta seperti wakil tenaga kerja, wakil perusahaan, wakil
pemerintah, dan unsur lain yang dinilai perlu dan memiliki kemampuan menjalankan
fungsi Wali Amanat. Bentuk Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Universitas Otonom
atau Badan Hukum Pendidikan adalah badan hukum yang mendekati bentuk Dana
Amanat.
2.

Badan Usaha Milik Negara/Daerah


Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 44 Sedangkan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh daerah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota, melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota
yang dipisahkan.
Saat ini jaminan sosial dikelola oleh badan hukum BUMN seperti PT.
(Persero) Askes, Asabri, Jamsostek, dan Taspen. Dalam undang-undang asuransi
memang diatur bahwa asuransi sosial harus dikelola oleh BUMN. Dari segi tanggung
jawab pemerintah, memang bentuk BUMN lebih menjamin solvabilitas jika sewaktu-

44

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, L.N. No. 13, T.L.N. No.

3587.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

waktu terjadi masalah keuangan yang berat. Namun demikian, bentuk BUMN yang
pada hakikatnya lembaga pencari laba (untuk kas negara) tidak sesuai dengan nafas
jaminan sosial yang perlu memaksimalkan manfaat atau jaminan. Bentuk badan usaha
ini pula yang menimbulkan tuntutan agar pengelolaan jaminan sosial atau asuransi
sosial tidak dimonopoli. Padahal, jika bentuk penyelenggara kembali kepada sifat
alamiahnya yang wajib kontribusi, maka bentuk BUMN tidak cocok. Jaminan sosial
bukanlah urusan usaha bisnis karena jaminan sosial justeru terbentuk sebagai jawaban
atas kegagalan usaha bisnis mewujudkan keadilan sosial dan memberikan kepastian
perlindungan yang berkelanjutan. Karena di Indonesia banyak pihak belum
memahami dan belum percaya dengan bentuk khusus Dana Amanat. Jalan keluar
yang mungkin bisa ditempuh adalah banyak BUMN khusus yang nirlaba dan aturan
mainnya di atur sendiri. Dalam SJSN tidak diatur oleh UU BUMN. Namun itupun
masih bisa menimbulkan kebingungan.
3.

Badan Usaha Milik Swasta (Free Choice)


Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan

hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat


"PT"), sebelumnya diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan
segala perubahannya, terakhir yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1971, lalu kemudian digantikan posisinya oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, sampai kemudian pada 16 Agustus 2007 digantikan lagi
oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Tuntutan pihak swasta untuk ikut serta terjun mengelola jaminan sosial
merupakan alternatif liberal yang dapat dipertimbangkan untuk pengelola jaminan
sosial. Negara-negara Amerika Latin sudah mencoba bentuk ini dalam skala yang
amat terbatas. Namun demikian evaluasi uji coba model Amerika Latin menunjukkan
terjadinya seleksi bias yang tidak lagi mencerminkan asas keadilan sosial yang
didambakan. Negara maju lain di dunia, termasuk juga negara paling liberal, Amerika
Serikat, masih mengelola jaminan sosial oleh suatu badan pemerintah yang
independen. Jaminan sosial yang tidak dikelola oleh badan swasta justru merupakan
jawaban atas kegagalan pihak swasta mewujudkan keadilan sosial. Jadi usulan ini
adalah kontradiktif dengan esensi diselenggarakannya jaminan sosial. Bentuk ini
hendaknya sama sekali tidak diambil pada saat ini.

G. Jumlah Badan Penyelenggara dan Undang-undang Jaminan Sosial


Dalam rangka menjamin pelaksanaan Undang-undang Jaminan Sosial
Nasional diperlukan suatu lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menjabarkan
Undang-undang SJSN, mengkoordinir, memonitor dan mengawasi pelaksanaan
program-program, pengelola dana dan investasi serta pemasyarakatan program
Jaminan Sosial Nasional sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Lembaga ini berada langsung di bawah Presiden dibantu Dewan Menteri yang
terkait dan beranggotakan wakil pemerintah, wakil pekerja, wakil pemberi kerja dan
pakar di bidangnya. Selama Undang-undang SJSN disiapkan maka lembaga-lembaga
yang ada dapat melanjutkan kegiatannya, untuk kemudian setelah Undang-undang
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

SJSN rampung dan dilaksanakan maka program-program yang sejalan dapat


menyesuaikan dengan Undang-undang SJSN tersebut selama masa transisi yang akan
ditetapkan. Tidak tertutup kemungkinan munculnya lembaga penyelenggaraan lain.
Jumlah badan penyelenggara jaminan sosial dikaitkan dengan undang-undang
jaminan soial dapat dipertimbangkan menurut beberapa alternatif berikut ini.
1.

Satu badan penyelenggara nasional dengan satu UU JS Nasional


Pilihan yang paling ideal adalah dengan satu badan penyelenggara yang

mengelola seluruh program (Social Security Administration) di Pusat yang memiliki


kantor cabang di daerah-daerah. Badan di pusat ini memiliki tigadirektorat, yaitu
direktorat jangka panjang, direktorat jangka pendek dan direkotrat administrasi.
Direktorat Jaminan Jangka Panjang mengatur jaminan pensiun, jaminan hari tua dan
jaminan kematian, yaitu jaminan yang manfaatnya diterima pada saat menjelang
memasuki hari tua atau pensiun, atau meninggal dunia yang memberikan jaminan
berbentuk uang tunai. Direktorat Jaminan jangka pendek yaitu direktorat yang
mengatur jaminan pelayanan seperti jaminan kesehatan. Sementara jaminan
kecelakaan kerja dapat dikategorikan sebagai jaminan jangka pendek. Direktorat
administrasi diperlukan karena kompleksnya administrasi dan dinamisnya peserta
yang dapat pindah-pindah kerja, baik pegawai negeri ke pegawai swasta atau
sebaliknya maupun pindah tempat tinggal, maka dibutuhkan satu Direktorat Khusus
yang menangani administrasi peserta, termasuk mengelola dana yang terkumpul
maupun yang belum digunakan. Eksekutif Badan Penyelenggara dipimpin oleh
Dewan Direksi, yang mencakup Direktur yang memimpin sebuah Direktorat.
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Badan ini memang ideal, namun membutuhkan waktu yang cukup untuk
menggabungkan seluruh badan penyelenggara yang kini mengelola populasi atau
sektor yang berbeda (pegawai negeri dan pegawai swasta), baik dari segi teknis
maupun dana. Selain itu, kemungkinan akan ada resistensi dari mereka yang kini
mengelola, meskipun hal itu sebenarnya tidak perlu, sebab badan penyelenggara yang
ada sekarang ini merupakan Badan Usaha Milik Negara. Dengan demikian
Pemerintah dapat menentukan apakah badan penyelenggara yang ada akan digabungkan atau tidak. Namun, jika akan digabungkan menjadi satu badan penyelenggara,
proses transisinya harus dilakukan secara bijaksana tanpa ada rasionalisasi tenaga dan
tidak merugikan peserta. Ketentuan undang-undang yang baru bagi peserta baru,
terutama jaminan jangka panjang. Patut juga dipertimbangkan bahwa masing-masing
badan penyelenggara telah memiliki peraturan tersendiri.
2.

Beberapa Badan Penyelenggara dengan Satu UU Jaminan Sosial Nasional


Alternatif kedua yang lebih baik penerimaannya adalah badan penyelenggara

yang ada tetap beroperasi tetapi dengan satu UU JSN, artinya badan penyelenggara
yang ada menyesuaikan dengan UU-SJSN tersebut. Paling tidak, alternatif ini bisa
dilaksanakan dalam waktu dekat. Dengan satu UU JSN, lebih dapat dijamin
konsistensi dan uniformitas JSN bagi pegawai negeri, pegawai swasta dan pekerja
sektor informal. Model ini merupakan model virtual tunggal sebagai suatu sistem
nasional.
Selanjutnya untuk menjamin bahwa seluruh badan penyelenggara yang ada
melaksanakan program jaminan sosial secara konsisten, maka perlu dibentuk sebuah
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Dewan Jaminan Sosial Nasional yang akan mengawasi dan membuat kebijakan
umum program jaminan sosial. Alternatif kedua ini merupakan kombinasi
penyelenggaraan jaminan sosial menurut sektor dan menurut program. PT Jamsostek
akan tetap melayani pekerja sektor swasta ditambah sektor informal yang bisa mulai
mengikuti program jaminan sosial secara sukarela. Namun demikian, program JPK
Jamsostek dapat digabungkan dengan program Askes pegawai negeri yang dikelola
oleh PT. Askes. Dengan demikian, PT. Askes akan berkonsentrasi mengelola jaminan
kesehatan secara universal, baik untuk pegawai swasta, pegawai negeri, sektor
informal, dan penduduk miskin. Hal ini telah dilaksanakan di negara lain seperti
Taiwan, Filipina, dan Korea di akhir tahun 90-an yang lalu. Sementara itu, PT.
Taspen dan PT.ASABRI akan tetap mengelola jaminan bersifat jangka panjang untuk
kedua sektor pegawai negeri dan tentara. Akan tetapi, karena badan-badan yang ada
sekarang merupakan BUMN yang bertujuan mencari laba dan tidak konsisten dengan
prinsip-prinsip universal, maka seluruh badan penyelenggara tersebut harus diubah
menjadi suatu badan hukum nirlaba, yang merupakan badan hukum jaminan sosial
atau semacam trust fund.
Mengingat saat ini belum ada undang-undang tentang dana amanat, maka
antara lain dapat dipertimbangkan bentuk persero yang berciri khusus jaminan sosial
yaitu pengelolaannya not-for profit, yang memperoleh fasilitas perpajakan dan
dibebaskan dari kewajiban pembayaran deviden.
Praktek penyelenggaraan jaminan sosial dengan satu undang-undang untuk
masing-masing sektor dan tiap sektor memiliki satu badan penyelenggara sendiri.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Alternatif ini kurang menggambarkan sifat nasionalnya dan kurang optimum di dalam
mewujudkan solidaritas dan keadilan sosial. Potensi bervariasi manfaat dan cara
penyelenggaraan, sehingga dapat menimbulkan kecemburuan sosial, bisa sangat besar
dalam model ini. Selain ini, kemungkinan kebangkrutan satu model, misalnya sektor
informal, karena sulitnya mengumpulan iuran dari kelompok tersebut sangat besar.
Apabila ini terjadi, maka citra jaminan sosial nasional akan rusak secara keseluruhan.
Dalam model ini, perlu dibuat satu undang-undang dan satu badan
penyelenggara untuk pegawai negeri, pekerja swasta, petani, sektor informal, dan
sebagainya. Tiap badan penyelenggara dapat mengelola berbagai program, misalnya
badan jaminan sosial pegawai negeri akan mengelola dana pensiun, jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian sekaligus. Penanggung
jawab badan-badan tersebut diletakkan kepada menteri-menteri terkait.
3.

Membentuk badan baru JSN selain yang ada sekarang


Bentuk lain yang dapat diusulkan adalah membentuk badan baru yang bersifat

nasional yang mengelola jaminan sosial dasar untuk seluruh program, tanpa
mengganggu badan yang ada. Badan-badan yang ada dikonversi menjadi badan
penyelenggara jaminan sosial tambahan. Kelemahan badan baru ini adalah mahalnya
biaya pembentukan badan baru dan tidak optimalnya penyelenggaraan jaminan sosial,
karena tiap sektor atau tiap pegawai akan memiliki dua jaminan sosial sekaligus yang
juga bersifat wajib. Hal ini sangat tidak lazim. Penambahan lembaga baru artinya
akan menambah besaran iuran, baik bagi peserta maupun pember kerja. Selain itu,
manfaat jaminan sosial yang ada saat ini masih belum memadai sebagai manfaat
Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

dasar. Karenanya menjadikan sekunder tidak rasional, kecuali untuk mempertahankan


eksistensi yang ada. Penyelenggaraan yang lazim dilakukan adalah satu sistem yang
bersifat wajib dan kemudian setiap sektor atau orang dapat memiliki jaminan sosial
tambahan (suplemen) yang bersifat sukarela. Pada penyelenggaraan yang sifatnya
sukarela ini, prinsip keadilan sosial (equity) kurang penting dan karenanya dapat
diselenggarakan oleh sektor swasta.
Kombinasi berbagai bentuk diatas masih dimungkinkan. Masing-masing
bentuk badan dan jumlah badan penyelenggara mempunyai kekuatan dan kelemahan.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alternatif BPJS, yaitu:
1.

Satu badan penyelenggara publik terpadu di Pusat yang menangani semua


program. Badan ini berada di bawah Presiden.
a.

Efisiensi di dalam pengelolaan dana sangat tinggi, biaya administrasi kecil.

b.

Keseragaman kebijakan secara nasional memudahkan sosialisasi dan


pemahaman mudah dilakukan dan murah.

c.

Terselenggaranya equity (adil dan merata)/subsidi silang luas antar wilayah


dan golongan ekonomi untuk program kesehatan.

d.

Menjadi perhatian semua orang dan karenanya lebih terjaga karena semua
pihak berkepentingan. Sustainabilitas menjadi tinggi.

e.

Pada tahap awal bentuk ini merupakan bentuk terbaik.

f.

Kemudian hari mungkin dapat didesentralisasi.

g.

Akumulasi dana (very large pool) jangka panjang yang bermanfaat bagi
sumber pembiayaan pembangunan.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

h.

Kontrol pada sebagian kecil orang di pusat yang mudah terjadi manipulasi
oleh kekuasaan.

i.

Kurang fleksibel dalam merespons keinginan berbagai kelompok peserta


atau daerah, kurang akomodatif.

j.

Diseconomy of scale, karena organisasi terlalu besar dan akan menjadi


terlalu birokratis.

k.

Sekali kolaps merugikan semua penduduk, namun kemungkinan ini kecil.

l.

Kolusi dalam penempatan dana mudah terjadi.

m. Span of control terlalu besar sehingga bisa menimbulkan kesulitan kendali.


n.

Wakil stakeholder (pihak berkepentingan), dalam pengendalian tidak


banyak besar memiliki daya ungkit ekonomi tinggi.

o.

Terhindarnya kepesertaan ganda dan memudahkan penanganan penduduk


yang pindah (portabilitas). Diperlukan nomor jaminan sosial (social security
number).

2.

Beberapa badan penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam satu undangundang:


a.

Masih terjaga keseragaman mekanisme dan penyelenggaraan.

b.

Secara teknis tidak banyak gejolak dari badan penyelenggara atau pihak lain
yang terkait.

c.

Mempunyai pool yang tetap besar apabila jumlah badan penyelenggara tetap
seperti sekarang.

d.

Dapat tercipta virtual competition apabila tetap berada di bawah satu DJSN.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

e.

Mengakomodir kepentingan kelompok yang khsusus, seperti TNI-Polri.

f.

Tingkat kepuasan peserta akan lebih baik dibandingkan pilihan pertama.

g.

Kurang menggambarkan kenasionalan jaminan sosial.

h.

Efisiensi penyelenggaraan lebih rendah dari pilihan pertama.

i.

Kemungkinan terjadi variasi pelayanan antara BP yang menimbulkan


ketidakpuasan.

j.

Membutuhkan pekerjaan tambahan untuk peserta yang pindah kerja/sektor.

k.

Lebih mudah dipengaruhi pejabat di sektor yang mengawasi/merasa perlu


mengawasi.

l.

Kepesertaan ganda mungkin terjadi. Akan tidak menguntungkan untuk


program kesehatan.

m. Dapat menimbulkan kecemburuan pada sektor swasta dan informal yang


merasa tidak mendapat kontribusi pemerintah.
3.

Beberapa badan dengan beberapa undang-undang:


a.

Mengakomodir kepentingan sektoral/kelompok yang lebih luas, sehingga


kepuasan peserta lebih baik.

b.

Kegagalan di satu sektor dapat diisolasi sehingga tidak merugikan sektor


lain.

c.

Tingkat kompetisi semakin tinggi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan jumlah perwakilan dari masing-masing sektor dapat lebih banyak.

d.

Dapat terjadi ketidakharmonisan antara satu undang-undang dengan


undang-undang lainnya.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

e.

Efisiensi lebih rendah, karena duplikasi penyelenggara.

f.

Pengaruh birokrat dari kementrian yang terkait dapat sangat kuat.

g.

Untuk program kesehatan, solidaritas sosial semakin terbatas dan menimbulkan konflik.

h.

Pada penyelenggaraan untuk satu keluarga yang bekerja pada sektor berbeda.

i.

Akan timbul badan penyelenggara kuat dan lemah (sektor informal/petani)


yang tingkat penghasilannya lebih kecil.

j.

Kepuasan peserta/respons terhadap kebutuhan peserta sektor tertentu dapat


lebih terakomodir.

k.

Pengelolaan dana yang terkumpul lebih tersebar.

l.

Jika dibutuhkan kebijakan penggunaan dana jaminan sosial yang besar,


lebih sulit mengorganisirnya.

4.

Pembentukan satu badan JS Dasar untuk seluruh penduduk, yang ada menjadi
program tambahan:
a.

Memberi kesan adanya program Nasional.

b.

Tidak mengganggu badan penyelenggara yang ada sekarang, tidak ada


resistensi.

c.

Sangat tidak efisien dan menimbulkan duplikasi program yang sama-sama


wajib.

d.

Memerlukan investasi pemerintah yang besar, sementara yang ada belum


optimal.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

e.

Lebih memperlihatkan resistensi BP yang ada, yang sebenarnya tidak perlu.

f.

Akan menambah beban iuran yang lebih tinggi pada saat keadaan ekonomi
sulit.

g.

Manfaat yang diberikan oleh BP JSD akan sangat kecil, tidak memadai atau
hanya teoritis belaka.

H. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN atau Badan Hukum


Baru
Untuk lebih dalam lagi memahami kelebihan dan kelemahan bila badan
penyelenggara jaminan sosial dikelola oleh badan usaha milik negara, maka perlu
dianalisa perbandingan atas alternatif tersebut. Analisa kelebihan dan kelemahan
dapat disajikan tabel berikut ini:
Tabel 2. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN
Kelebihan

Kelemahan

1. Telah ada UU yang mengatur


1. Perlu bentuk peraturan khusus agar
penyelenggaraan Jaminan Sosial,
dapat memenuhi kriteria sebagai
asuransi sosial, pensiun pegawai
badan penyelenggara sebagaimana
negeri sipil dilakukan oleh Badan
dimaksud dalam SJSN.
Usaha Milik Negara yaitu UU No. 2 2. Perusahaan dapat dimungkinkan
Tahun 1992, UU No. 3 Tahun 1992,
adanya tuntutan likuidasi.
UU No. 8 Tahun 1974 jo. UU No.
3. Perlu dibuat mekanisme atau per43 Tahun 1999.
aturan perundangan yang mengatur
2. Organisasi telah diatur dengan baik
pengelolaan dana amanat oleh
dengan UU No. 40 Tahun 2007,
BUMN.
yaitu RUPS, Komisaris dan Direksi.
3. Telah mempunyai sistem tata kelola
perusahaan yang jelas.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Lanjutan tabel.
4. Perusahaan tidak perlu melakukan
perubahan peraturan perundangundangan yang selama ini menjadi
dasar hukum pembentukan, pengelolaan dan operasional perusahaan.
5. Tidak perlu melakukan pembubaran
badan penyelenggara yang ada.
6. Telah ada sistem akuntansi dan
pelaporan pertanggung jawaban
keuangan.
7. Pengawasan dan pemeriksaan dilaksanakan dengan baik oleh BPK/
BPKP/Kantor Akuntan Publik.
8. Dalam hal Perusahaan Perseroan
(Persero) tidak dapat memenuhi
kewajiban-kewajibannya terhadap
Pegawai Negeri Sipil, maka negara
bertanggung jawab penuh untuk itu
(Pasal 14 PP No. 25 Tahun 1981
tentang Asuransi Sosial Pegawai
Negeri).
9. Dengan bentuk BUMN dimungkinkan untuk menerima penugasan
khusus dari negara/pemerintah
sesuai UU No. 19 Tahun 2003
tentang BUMN dan peraturan
pelaksanaan yang terkait.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang berbentuk BUMN dapat mengenakan


sanksi apabila ada peserta (perusahaan swasta atau BUMN) tidak melaksanakan
kewajibannya (Pasal 29 UU No. 3 Tahun 1992).

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Bila badan penyelenggara jaminan sosial ditetapkan dengan membentuk


lembaga baru, maka akan terdapat berbagai kendala dan persiapan yang sulit
dilakukan atau setidaknya membutuhkan proses yang sangat panjang.
Tabel 3. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk Badan Hukum Baru
Kelebihan

Kelemahan

1. Badan Hukum dibentuk dengan


undang-undang.
2. Badan Penyelenggara tidak dikenakan deviden kepada pemegang
saham.
3. Perusahaan diatur perusahaan tidak
dapat dipailitkan/likuidasi.

1. UU yang mendasari operasional dan


pembentukan PT. ASBRI, PT.
ASKES, PT. JAMSOSTEK, PT.
TASPEN perlu dilakukan perubahan,
karena dalam UU tersebut menyatakan badan yang mengelenggarakan
program yang dikelola BUMN.
2. Belum ada peraturan perundangundangan yang mengatur badan
hukum yang mengelola dana amanat.
3. Struktur organisasi belum jelas.
4. Tata kelola belum diatur .
5. Belum ada kebijakan akuntasinya
bagaimana pelaporannya.
6. Pengawasan tidak jelas.
7. Dalam UU Nmor 40 Tahun 2004 dan
RUU BPJ tidak diatur siapa yang
bertanggung jawab apabila badan
usaha tidak mampu untuk melakukan
kewajibannya.
8. Harus melakukan pembubaran perusahaan BUMN yang ada, sehingga
dapat menimbulkan masalah baik
finansial, infrastruktur, sumber daya
manusia yang ada.

Kalau dilihat kajian pembentukan BPJS berdasarkan pendekatan program dan


segmen kepesertaan, terdapat pemikiran lain sebagai alternatif penyelenggaraan
Jaminan sosial di Indonesia, di antaranya adalah menetapkan Badan Penyelenggara

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

yang menyelenggarakan program jaminan sosial berdasarkan jenis program dari lima
program jaminan sosial yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun
2004. Untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari konsep tersebut, dapat diuraikan
pada tabel-tabel berikut.
Tabel 4. Pembentukan BPJS dengan Pendekatan Program
Kelebihan

Kelemahan

1. Badan Penyelenggara menangani


secara spesialis dan terfokus.
2. Memberikan manfaat yang
maksimal.
3. Memudahkan dampak mobilitas
penduduk terhadap kemungkinan
pergantian profesi pekerja.
4. Iuran akan lebih kecil karena
terpenuhinya hukum angka besar.

1. Menyulitkan Perusahaan dalam


administrasi kepesertaan dan iuran.
2. Menimbulkan biaya penyelenggaraan
yang lebih besar bagi setiap Badan
Penyelenggara.
3. Pemberian identitas tunggal bagi
peserta menyulitkan koordinasi
Badan Penyelenggara.
4. Bagi program jangka panjang untuk
masa transisinya membutuhkan
waktu yang cukup panjang.
5. Perubahan dari pendekatan segmen
menjadi pendekatan program akan
bersifat trial and error.
6. Menimbulkan permasalahan teknis
mengenai sinkronisasi terhadap
program yang dilaksanakan oleh
Badan Penyelenggara yang sudah ada
7. Beban Badan Penyelenggara sangat
besar jika harus mencakup seluruh
penduduk (+ 250 juta).

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Tabel 5 : Pembentukan BPJS dengan Pendekatan Segmen Peserta


Kelebihan

Kelemahan

1. Perusahaan akan lebih mudah dalam


administrasi dan iuran karena hanya
berhubungan dengan satu Badan
Penyelenggara
2. Biaya penyelenggaraan akan lebih
efisien bagi setiap Badan
Penyelenggara.
3. Dapat mengoptimalkan manfaat
karena pengelolaan yang lebih
efisien.
4. Tidak menimbulkan masalah/gejolak
karena penyelenggaraan jaminan
sosial saat ini berdasarkan segmen
peserta relatif sudah berjalan baik.
5. Beban Badan Penyelenggara akan
lebih ringan karena menangani
segmen peserta tertentu.
6. Lebih mudah untuk memberikan
kartu identitas tunggal untuk
kepesertaan pada program yang
diikuti.

1. Pemerintah harus membuat


kebijakan mengenai besarnya iuran
dan jenis/ besarnya manfaat yang
sama untuk masing-masing BPJS.
2. Iuran relatif lebih tinggi karena
kepesertaan terbagi dalam beberapa
BPJS.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka atas


permasalahan yang dikemukakan dalam Bab I, dapat disusun kesimpulan dan saran
sebagai berikut:
A. Kesimpulan
a.

Landasan yuridis pembentukan BUMN Persero adalah berdasarkan Pasal 33


Undang-undang Dasar 1945. Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa segala
sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara,
dan implementasi penguasaannya antara lain ditafsirkan dilakukan oleh
pelaku ekonomi yaitu BUMN.

b.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial


Nasional mengisyaratkan bentuk kelembagaan Jaminan Sosial di Indonesia,
tidak diselenggarakan oleh BUMN Persero, tetapi oleh Badan Nirlaba yang
mengadopsi prinsip-prinsip Persero.

c.

Terdapat 3 (tiga) alternatif kelembagaan Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial di Indonesia, yakni: (a) langsung berada di bawah koordinasi
Presiden, (b) berada di bawah koordinasi sebuah kementerian, dan (c)
independen, bertanggung jawab langsung kepada DPR-RI, sedangkan
bentuk badan hukum badan penyelenggara dapat berupa: (a) dana amanat

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

(board of trustees), (b) Badan Usaha Milik Negara, dan (c) Badan Usaha
Milik Swasta (free choice).

B. Saran
1.

Perlu kajian yang lebih mendalam, tentang bentuk badan hukum


penyelenggara Jaminan Sosial, mengingat terdapat kelemahan dan kekuatan
dalam konsep penyelenggaraan jika diselenggarakan oleh selain BUMN
Persero.

2.

Untuk terlaksananya jaminan sosial yang merupakan hak dasar bagi setiap
warga negara, tidak akan berjalan baik bila tanpa pengawasan dan
penegakan hukum yang konsisten, oleh sebab itu perlu memastikan
berfungsinya pengawasan dan penegakan hukum.

3.

Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud


dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, idealnya diselenggarakan
oleh badan hukum persero Badan Usaha Milik Negara.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdurrahman. 1980. Beberapa Pokok Pikiran di Sekitar Pembinaan Hukum Ekonomi
di Indonesia, Jakarta, BPHN.
Bambang Sunggono. 2001. Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta,
RajaGrafindo Persada.
Bismar Nasution. 2003. Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan
Hukum dan Hasil Penulisan pada Majalah Akreditasi, Medan, FH-USU.
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. 2006.
Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Jakarta, German Technical
Cooperation.
Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia.
Munir Fuady. 2003. Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung, Citra Aditya
Bakti.
Purwoko Bambang. 1999. Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya, Jakarta,
Meganet Dutatama.
Sunaryati Hartono. 1972. Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman
Modal Asing di Indonesia, Bandung, Binacipta.
--------------------------. 1982. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung,
Binacipta.
Soerjono Soekanto. 1980. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Rajawali Pers.
--------------------------. 1981. Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung,
Alumni.
Tim SJSN. 2004. Naskah Akademis UU Nomor 40 Tahun 2004 mengenai Sistem
Jaminan Sosial Nasional, Jakarta, Kantor Menkokesra.
W. Poespoprodjo. 1987. Interspretasi, Bandung, Remadja Karya.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

Jurnal/Makalah:
Bappenas, Membangun Sistem Jaminan Sosial yang Dapat Terlaksana, Efisien dan
Adil Rumusan Hasil Seminar, dengan tema: Menuju Suatu Sistem Jaminan
Sosial yang Dapat Diimplementasikan, Rumusan Hasil Seminar, Jakarta,
Agustus 2004
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan
Ekonomi, Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap dalam
Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Medan, Universitas Sumatera Utara,
2004.
Bismar Nasution, Menuju Sistem Pengelolaan BUMN yang Efektif dan Efisien,
disampaikan pada Sosialisasi UU BUMN dan Peraturan Pelaksanaannya
Serta Eksistensinya dalam Sistem Pembinaan dan Pengelolaan BUMN,
Medan, 14 Desember 2005.
Normin S. Pakpahan, Perangkat Hukum dalam Rangka Menghadapi Era
Perdagangan Bebas, Majalah Hukum Nasional, No. 2 Tahun 2002, BPHN
Departemen Kehakiman dan HAM RI.
R. Ibrahim, Landasan Filosofis dan yuridis keberadaan BUMN, Sebuah Tinjauan,
Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No.1 Tahun 2007.

Peraturan Perundang-undang:
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Ahmad Ansyori : Analisis Terhadap Tujuan Pendirian BUMN Persero Dalam Undang-Undang BUMN, 2008
USU e-Repository 2008

You might also like