Professional Documents
Culture Documents
Om Swastiastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas sistem pencernaan.
Tugas ini kami susun sebagai tugas akademik pada semester dua.
Adapun tujuan penulisan tugas adalahuntuk mencapai tingkat kelulusan pada semester
dua. Penulisan tugas ini merupakan suatu standar pemberian nilai pada mata pelajaran yang
bersangkutan selain itu penulisan tugas ini adalah untuk mengetahui bagaimana Asuhan
Keperawatan pada penyakit apendiksitis.
Materi yang kami gunakan di dalam tugas ini kami dapatkan dari beberapa sumber
seperti buku ,browsing dan di internet.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna.Maka dari itu, penyampaian
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Sebagai bahan koreksi untuk
penyempurnaan penulisan tugas ini.
Kami juga berharap agar tugas ini bermanfaat bagi pembaca agar pembaca
mendapatkan pengetahuan tambahan mengenai asuhan keperawatan pada penyakit apendiksitis.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
OM SANTHI SANTHI SHANTI OM
Penulis
DAFTAR ISI
1
Halaman judul
Kata Pengantar.......1
Daftar isi . ..2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.......3
1.2 Rumusan Masalah........3
1.3 Tujuan.............................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit ....4
2.1.1 Definisi..4
2.1.2 Epideimologi.....4
2.1.3 Etiologi.........................4
2.1.4 Faktor Prediposisi.....5
2.1.5 Patofisiologi......5
2.1.6 Klasifikasi.....7
2.1.7 Gejala klinis..7
2.1.8 Pemeriksaan fisik.............8
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang....8
2.1.10 Prognosis.......9
2.1.11 Teraphy ..............9
2.1.12 Penatalaksanaan...........9
2.1.13 Pencegahan...11
2.2 Konsep dasar Asuhan Keperawatan ......12
2.2.1 Pengkajian....12
2.2.2 Pemeriksaan Fisik....12
2.2.3 Diagnose keperawatan.13
2.2.4 Intervensi..13
2.2.5 Evaluasi15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....16
3.2 Saran..16
Daftar Pustaka ...17
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 TUJUAN
1.
2.
3.
4.
5.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 DENIFISI
Appendiksitis adalah merupakan peradangan pada appendik periformil. yaitu saluran
kecil yang mempunyai diameter sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci. Lokasi appendik pada
daerah illiaka kanan,dibawah katup illiocaecal,tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc
burney.
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun. Penyakit ini jarang
ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua, dikarenakan bentuk anatomis apendiks
yang berbeda pada usia tersebut
2.1.3 ETIOLOGI
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel
lympoid Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya atau
neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami
bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan tekanan intra lumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa.Pada saat inilah terjadi Appendiksitis
akut local yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
1. Ulserasi pada mukosa.
2. Obstruksi pada kolon oleh Fekalit (feses yang mengeras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing.
5. Tumor.
6. Striktur karena Fibrosis pada dinding usus.
2.1.5 PATOFISIOLOGI
2.1.6 KLASIFIKASI
6
Peritonitis.
Abses atau infiltrat.
)
dan
anaerob
Pada saat appendix mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi mucus, yang akan
mengakibatkan proliferasi bakteri, sehingga terjadi penekanan pada moukosa appendix, dikuti
dengan masuknya bakteri ke dalam jaringan yang lebih dalam lagi. Sehingga timbulah proses
inflamasi dinding appendix, yang diikuti dengan proses trombosis pembuluh darah setempat.
Karena arteri appendix merupakan end arteri sehingga menyebabkan daerah distal kekurangan
darah, terbentuklah gangrene yang segera diikuti dengan proses nekrosis dinding appendix.
Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi dan invesi melalui erosi mukosa, karena
tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi dinding, sehingga timbul peritonitis. Proses
obstruksi appendix ini merupakan kasus terbanyak untuk appendicitis. Dua per tiga kasus
gangrene
appendix,
fecalith
selalu
didapatkan
Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensir dengan proses
pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal omentum dan jaringan viscera lain, terjadilah
infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi yang mengakibatkan abses periappendix .
2.1.7 GEJALA KLINIS
Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut yang klasik
pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam akan dirasakan
berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai lokasi apendiks). Namun pada beberapa
keadaan tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai
posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri bawah,
punggung, atau di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu makan) biasanya selalu menyertai
apendisitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau berlangsung
cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua kali. Dapat juga dirasakan
keinginan untuk buang air besar atau kentut. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya
kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih dari 1oC (37,8 38,8oC). Jika terjadi peningkatan
suhu yang melebihi 38,8oC. Maka kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih luas
di daerah perut (peritonitis).
2.1.8 PEMERIKSAAN FISIK
7
Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang.
2.1.10 PROGNOSIS
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada atau
emboli paru orangtua. Kematian biasanya berasal dari sepsis aspirasi; prognosis membaik
dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik. Morbiditas meningkat
dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka membutuhkan
8
pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses
intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula
fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan
kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi.
Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia. Dengan
diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat
kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi
komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.
2.1.11 THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
Apendektomi terbuka
Laparoskopi apendektomi
2.1.12 PENATALAKSANAAN
Tidak ada penataksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena
dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam
sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop.
Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena
dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi
klien
memerlukan
antibiotik
dan
drainase
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi
o Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
o
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
2. Operasi
o
Apendiktomi.
3. Pasca operasi
o Observasi TTV.
o
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai
dengan :
o
o
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis
10
2.1.13 PENCEGAHAN
11
4. Pemeriksaan Fisik
o Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada
tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi
jantung.
12
5. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi.
Kaji skalanyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyei dengan tepat
Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler
Dorong ambulasi dini
Berikan aktifitas hiburan
Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika
RASIONAL
1. Berguna dalam pengawasan dan keefisienan obat, kemajuan penyembuhan,perubahan
dan karakteristik nyeri.
2. Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
3. Meningkatkan kormolisasi fungsi organ
4. Meningkatkan relaksasi
5. Menghilangkan nyeri
Dx:2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri
TUJUAN
13
INTERVENSI
1.
2.
3.
4.
RASIONAL
1.
2.
3.
4.
RASIONAL
1.
2.
3.
4.
Dx:4 Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan
secara oral
TUJUAN
Kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria hasil tidak terjadi dehidrasi
INTERVENSI
1. Ukur dan catat intake da output cairan tubuh
2. Awasi vital sign: evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa
3. Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intraverna
RASIONAL
1. Dokementasi yang akurat akan membantu dlam mengidentifikasi pengeluaran cairan
atau kebutuhan pengganti
2. Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
14
3. Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan meningkatkan
fungsi ginjal
2.2.4 EVALUASI
Dx.1: Nyeri psien berkurang, skala nyeri 0, pasien tampak rileks dan tidur dengan tenang
Dx.2: Pasien dapat melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi, pasien dapat bergerak bebas
tanpa pembatasan gerak, pasien idak berhati hati dalam bergerak
Dx.3: Tidak muncul tanda tanda infeksi, tidak ada kemarahan, tidak bengkat, tidak nyeri, tidak
panas, dan tidak kehilangan fungsi
Dx.4: Kebutuhan cairan terpenuhi, tidak terjadi dehidrasi
15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan appendiksitis merupakan peradangan
pada apendiksitis periformil, yaitu saluran kecil yang mempunyai daimeter sebesar pensil
dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendiks pada iliaka kanan di bawah katup illiocaecal, tepatnya
pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Apendiksitis sering terjadi pada usia tertentu
dengan range 20-30 tahun. Pada wanit adan laki-laki insidennya sama terjadi kecusli pada usia
pebertas. Dan usia 25 tahun lebih banyak terjadi dari pada laki-laki dengan perempuan dengan
perbandingan 3 : 2
3.2 SARAN
Penceghan pada appendiks yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi dan
peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus harus dikaji, sebab obstruksi oleh
fekalit dapat terjadi karena tidak kuat diit serat. Parawatan dan pengobatan penyakit cacing juga
dapat menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendiksitis
menurunkan resiko terjadinya gangrene, perforasi, dan peritonitis
16
DAFTAR PUSTAKA
17