You are on page 1of 4

III.

Rencana Penelitian (Metodologi Penelitian)


3.1 Preparasi Kitosan dari Blattella germanica (Kecoa)
Kulit Blattella germanica yang telah lolos ayakan 80 mesh sebanyak 100 gram dimasukkan ke
dalam beker glass 500 mL, kemudian dilakukan proses penghilangan mineral
(demineralisasi) dengan menambahkan larutan HCl 1 M ke dalam kulit blattoda dengan rasio
1:10 (b/v) antara kulit blattoda dan HCl. Campuran tersebut diaduk dengan magnetic
stirrer pada suhu kamar selama 3 jam. Campuran kemudian disaring dengan kertas saring
Whatman, dan residu yang terdapat pada kertas saring dilakukan pengujian dengan larutan
AgNO3 untuk menghilangkan ion klorida. Selanjutnya, residu yang pHnya telah netral tersebut
o
dikeringkan didalam oven dengan temperatur 70 C hingga kering dengan berat konstan.
Setelah residu kering, dilanjutkan ke proses penghilangan protein (deproteinasi), dimana
residu dimasukkan kedalam beker glass 500 mL dan ditambah dengan larutan NaOH 1 M
dengan rasio 1:10 (b/v) antara kulit Blattella germanica dan NaOH. Campuran tersebut
o
dipanaskan pada suhu 60 C di atas hotplate sambil diaduk selama 1 jam. Kemudian campuran
disaring dengan kertas saring Whatman dan residu yang terdapat pada kertas saring dicuci
o
dengan akuades hingga pH netral, lalu dikeringkan didalam oven dengan temperatur 70 C
hingga kering dengan berat konstan.
Kitosan diproduksi dengan cara deasetilasi, dimana residu hasil deproteinasi yang telah
kering dimasukkan ke dalam beker glass dan ditambah larutan NaOH 50% dengan rasio 1:10
o
(b/v) antara kulit Blattella germanica dan NaOH. Campuran dipanaskan pada suhu 90 C di
atas hotplate selama 2 jam. Campuran disaring dengan kertas saring Whatman dan residu
yang merupakan kitosan dicuci dengan akuades hingga pH netral. Kitosan kemudian
o
dikeringkan didalam oven pada temperatur 70 C hingga kering dengan berat konstan. Kitosan
yang telah diperoleh selanjutnya akan dibandingkan dengan kulit Blattella germanica
sebelum perlakuan dan dikarakterisasi dengan spektrofotometer FT-IR untuk melihat gugus
fungsi yang terdapat pada kitosan, serta menentukan derajat deasetilasi dari kitosan
berdasarkan metode base line.
3.2 Karakterisasi Nanopartikel
3.2.1 Analisis TEM
Partikel yang terbentuk kemudian dikarakterisasi, meliputi ukuran partikel dan zeta potential.
Ukuran partikel dianalisa dengan Zetasizer Nano ZS (Malvern Instrument Ltd., UK) yang
menggunakan teknik dynamic light scattering (DLS). Parameter yang dianalisa meliputi diameter
partikel rerata (ZAve) dan indeks polidispersitas (PI). Potensial Zeta diukur dengan metoda Laser
Droppler Electrophoresis (LDE) menggunakan peralatan yang sama. Morfologi nanopartikel

diperiksa menggunakan transmission electron microscopy (TEM). Droplet suspensi nanopartikel


diteteskan grid tembaga, setelah meresap dan kering kemudian dicoating dengan karbon,
kemudian dianalisa menggunakan TEM (JEM1400, JEOL).
3.2.2 Analisis FTIR
Untuk menentukan Derajat Deastilasi Kitosan digunakan analisis spektrum FT-IR dengan
Metode Baseline Analisis spektrum FT-IR untuk kitin dan kitosan dilakukan pada daerah gugus
-1
-1
fungsi dan daerah sidik jari dengan frekuensi 4000 cm - 400 cm . Derajat deasetilasi
kitosan ditentukan dengan metode base line berdasarkan spektrum FT-IR, dengan rumus:
DD=100

[(

)]

A 1655
100

A 3450
1,33

Dimana, A1655 menunjukkan serapan pada pita amida, A3450 menunjukkan serapan pada
pita hidroksil, dan faktor 1,33 menunjukkan nilai rasio A1655 / A3450 untuk sepenuhnya
derajat deasetilasi kitosan.
Dari nilai absorbansi metilen biru yang terukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis, dapat
dihitung konsentrasi metilen biru yang terfotodegradasi atau teradsorpsi oleh nanokomposit
kitosan-TiO2. Data konsentrasi metilen biru yang didapat kemudian dibuat grafik.
Persentase fotodegradasi dan adsorpsi metilen biru dapat dihitung berdasarkan rumus:

C =C UV C d
Konsentrasi metilen biru yang teradsorp dan terfotodegradasi ( 1)

Konsentrasi metilen biru yang teradsorp

C =C 1C2
Konsentrasi metilen biru yang terfotodegradasi ( 2)

C3
Persentase fotodegradasi metilen biru (%D3 )= CUV x 100

C2
(%D
)=
x 100
3
Persentase adsorpsi metilen biru
Ctanpa UV

(C 2)=Ctanpa UV C a

Dimana, C1 adalah konsentrasi metilen biru yang teradsorp dan terfotodegradasi (mg/L), C2
adalah konsentrasi metilen biru yang teradsorp (mg/L), C3 adalah konsentrasi metilen biru
yang terfotodegradasi (mg/L), CUV adalah konsentrasi awal larutan metilen biru dengan
disinari UV selama 60 menit (mg/L), Ctanpa UV adalah konsentrasi awal larutan metilen
biru tanpa disinari UV selama 60 menit (mg/L), Cd adalah konsentrasi sisa metilen biru
setelah disinari UV pada waktu kontak 60 menit (mg/L), Ca adalah konsentrasi sisa metilen biru

tanpa disinari UV setelah waktu kontak 60 menit (mg/L), %D adalah persentase metilen biru
yang terfotodegradasi (%), dan %A adalah persentase metilen biru yang teradsorpsi (%).
3.3 Uji Stabilitas Nanopartikel Kitosan-Insulin
Nanopartikel kitosan-insulin disimpan dalam wadah tertutup kemudian diletakkan pada 3 variasi
suhu penyimpanan, yakni 4, 25 dan 40oC. Pengujian dilakukan dengan rentang waktu 0, 1, 2, 3,
4, 8 dan 12 minggu, dengan parameter pengujian berupa pengamatan fisik dan kadar insulin.
3.4 Enkapsulasi Insulin
Enkapsulasi insulin dalam nanopartikel kitosan
Mula-mula insulin dilarutkan dalam larutan kitosan
dalam larutan kitosan+insulin ditambahkan larutan
diperoleh kemudian disentrifugasi (13000 rpm,

dilakukan dengan cara metoda inklusi.


pada berbagai konsentrasi. Selanjutnya, ke
TPP secara perlahan-lahan. Suspensi yang
30 menit) dan disimpan pada 4oC.

Uji Stabilitas Nanopartikel Kitosan-Insulin Nanopartikel kitosan-insulin disimpan dalam


wadah tertutup kemudian diletakkan pada 3 variasi suhu penyimpanan, yakni 4,
25 dan 40oC. Pengujian dilakukan dengan rentang waktu 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12 minggu,
dengan parameter pengujian berupa pengamatan fisik dan kadar insulin.

3.5 Studi Produk Kecocokan Produk diaplikasikan


3.5.1 Studi in vitro Pelepasan Insulin
Studi
pelepasan
insulin
dari
nanopartikel
kitosan dilakukan secara in vitro
menggunakan media simulasi usus dan lambung tanpa enzim. Sebanyak 1 g nanopartikel
kitosan-insulin diinkubasi dalam 20 ml dapar asam klorida pH 1.2 atau dapar fosfat pH 6.8
pada suhu 370.5C dan kecepatan pengadukan 100 rpm. Pada interval waktu tertentu,
diambil 1 ml sampel dan diganti dengan medium fresh dalam jumlah yang sama. Sampel
disentrifuga dan kadar insulin dalam supernatan dianalisa menggunakan HPLC.

3.5.2 Studi ex vivo mukoadhesif


Studi mukoadhesif nanopartikel kitosan-insulin dilakukan secara ex vivo menggunakan
jaringan usus tikus. Nanopartikel
kitosan-insulin pada jumlah
tertentu
disebarkan
secara merata pada permukaan mukosa usus, diinkubasi selama 20 menit, kemudian dibilas
dengan dapar fosfat-salin pH 6,4. Jumlah nanopartikel yang tersisa di permukaan mukosa
kemudian dihitung dan dianalisa secara statistik.

3.5.3 Studi in vivo Bioaktifitas


Bioaktivitas insulin terenkapsulasi dalam nanopartikel kitosan diuji pada hewan coba tikus
galur SD yang telah diinduksi dengan alloxan sehingga menjadi hiperglikemik. Hewan coba
dibagi dalam 3 kelompok perlakuan, yakni normal, insulin injeksi subkutan (dosis 1IU/kgbb) dan insulin nanoenkapsulat oral (dosis 40 IU/kg-bb). Pada interval waktu tertentu
sampel darah diambil dan dianalisa kadar glukosanya menggunakan glucose reagent kit.

You might also like