You are on page 1of 10

Bab 2

Landasan teori
2.1 Konsep dasar tentang negara
2.1.1

Pengertian negara

Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing yaitu


state(Inggris), staat (Belanda dan Jerman) atau etat (Prancis). Kata-kata tersebut
berasal dari bahasa latin status atau statum yang berarti keadaan yang tegak dan
tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Menurut Harold
J.Laski negara adalah perpaduan antara alat dan wewenang yang mengatur dan
mengendalikan persoalan-persoalan bersama,negara seperti yang diungkapkan
tokoh ini sering pula dipandang sebagai suatu masyarakat yang diintegrasikan
karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih
agung dari individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat
itu.Sedangkan menurut Roger H.Soltau negara identik dengan hak dan wewenang.
Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu
kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam satu
kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini
mengandung nilai konstruktif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu negara
berdaulat: Masyarakat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Lebih lanjut
dari pengertian di atas negara identik dengan hak dan wewenang.
2.1.2

Tujuan negara

Sebagai suatu institusi yang menjadi wadah bagi kehidupan manusia,negara harus
memiliki tujuan yang harus disepakati oleh seluruh warga negara.Adapun tujuantujuan tersebut antara lain :
1) Memperluas kekuasaan
2) Menyelenggarakan ketertiban umum
3) Mencapai kesejahteraan umum
Dalam konsep dan ajaran Plato tujuan adanya negara adalah untuk memajukan
kesusilaan manusia, sebagai perseorangan dan sebagai makhluk sosial.Sedangkan
menurut Thomas Aquinas dan Agustinus tujuan negara adalah untuk mencapai
penghidupan dan kehidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan dibawah
pimpinan Tuhan.Pemimpin negara menjalankan kekuasaannya hanya berdasarkan
kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya.

Menurut Ibnu Arabi tujuan negara adalah agar manusia bisa menjalankan
kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak
asing.Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa tujuan negara adalah untuk
mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan
akhirat. Dalam konsep negara hukum tujuan negara adalah menyelenggarakan
ketertiban hukum dengan berdasarkan dan berpedoman kepada aturan-aturan
hukum yang ada.Segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahan dalam negara
hukum didasarkan atas hukum, semua orang harus patuh terhadap hukum karena
hukumlah yang berkuasa dalam negara itu. Dalam konteks negara
Indonesia,tujuan negara telah tercantum dalam pembukaan undang undang dasar
1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.Selain itu, dalam penjelasannya ditetapkan bahwa
negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaas), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (machtstaat).
Berdasarkan pembukaan dan penjelasan UUD 1945 tersebut, negara Indonesia
merupakan negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
umum, membentuk suatu masyarakat adil dan makmur.Bangsa Indonesia harus
bersama-sama mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, agar tercipta negara Indonesia
yang aman dan sejahtera.Dalam mewujudkan tujuan tersebut setiap elemenelemen negara harus saling mendukung agar tidak terjadi konflik yang dapat
merusak keutuhan negara Indonesia sebagai negara hukum.
2.1.3

Unsur-unsur negara

Robert M. Mac Iver, merumuskan bahwa suatu negara harus memiliki 3 unsur
pokok, yaitu pemerintah, rakyat, dan wilayah. Ketiga unsur ini oleh Mahfud MD
disebut sebagai unsur konstitutif. Tiga unsur ini perlu ditunjang dengan unsur
lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia Internasional disebut
dengan unsur deklaratif.
1) Pemerintah
Pemerintah adalah alat kelengkapan Negara yang bertugas memimpin
organisasi Negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah Negara.
Pemerintah melalui aparat dan alat-alat Negara yang menetapkan hukum,
melaksanakan ketertiban dan keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya
dalam rangka mewujudkan kepentingan warga negaranya yang beragam.
Secara umum, pemerintah terbagi dalam dua bentuk, yaitu :
a) Presidentil
Negara dengan sistem presidentil biasanya berbentuk republik dengan
presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.
b) Parlementer

Negara dengan sistem parlementer mempunyai presiden, raja (atau gelar


lainnya) sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan. Kepala negara biasanya hanya berupa simbol persatuan
walaupun secara teori mempunyai hak untuk mencampuri urusan
pemerintahan. Kepala pemerintahan biasanya muncul dan dipilih dari
parlementer, sehingga pemilihan umum di Negara dengan sistem ini
biasanya hanya memilih anggota parlemen. Partai dengan kursi terbanyak
akan mencari dukungan untuk membentuk pemerintahan dengan perdana
menteri dari partai mereka. Kepala negara tidak mencampuri urusan
pembentukan pemerintah. Di era pemerintahan orde lama, pernah dikenal
dengan istilah yang saling berlawanan dengan prinsip-prinsip demokrasi,
yakni demokrasi terpimpin. Atas nama demokrasi pula, dengan alasan telah
terjadi penyelewengan atas dasar Pancasila oleh orde lama, pemerintahan
orde baru di bawah presiden Soeharto memperkenalkan istilah demokrasi
pancasila di era pemerintahannya. Hal ini sangat disayangkan adalah kedua
orde pemerintahan tersebut telah melakukan penyelewengan prinsip-prinsip
umum demokrasi, yakni tatanan pemerintah yang dilakukan oleh, dari dan
untuk rakyat.
2) Rakyat
Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah sekumpulan manusia
yang dipersatukan oleh suatu ras persamaan dan bersama-sama mendiami suatu
wilayah tertentu. Rakyat atau warga negara adalah substratum (dasar/lapisan
bawah) personil dari negara.
3) Wilayah
Wilayah adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada
negara tanpa batas-batas teritorial yang jelas. Secara umum wilayah dalam
sebuah negara biasanya mencakup daratan, perairan (samudera, laut, sungai),
dan udara. Dalam konsep negara modern, masing-masing batas wilayah
tersebut diatur dalam perjanjian perundang-undangan internasional.
4) Pengakuan Negara Lain
Unsur pengakuan dari negara lain hanya bersifat menerangkan tentang adanya
negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif, bukan konstitutif sehingga tidak bersifat
mutlak. Ada dua macam atas suatu negara, yakni pengakuan de facto dan
pengakuan de jure. Pengakuan de facto, ialah pengakuan atas fakta adanya
negara. Pengakuan tersebut didasarkan adanya fakta bahwa suatu masyarakat
politik telah memenuhi tiga unsur utama Negara (wilayah, rakyat, dan
pemerintah yang berdaulat). Sedangkan pengakuan de jure, merupakan
pengakuan akan sahnya suatu Negara atas pertimbangan yuridis menurut
hukum. Dengan memperoleh pengakuan de jure, maka suatu negara mendapat
hak-haknya disamping kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa se-dunia.

Hak dan kewajiban yang dimaksud adalah hak dan kewajiban untuk bertindak
dan diberlakukan sebagai Negara yang berdaulat penuh diantara Negara lain.
Berdasarkan teori deklaratif, jika suatu masyarakat politik telah memiliki tiga
unsur pokok Negara, maka dengan sendirinya telah menjadi sebuah Negara,
yang karenanya patut diberlakukan sebagai Negara yang berdaulat penuh. Teori
kontitutif berpendirian bahwa betapapun unsur-unsur utama negara telah
dimiliki suatu masyarakat politik, namun tidaklah secara otomatis diterima
sebagai negara ditengah-tengah masyarakat internasional. Argumentasinya,
bahwa suatu masyarakat politik justru baru dapat diketahui apakah memenuhi
unsur-unsur negara atau tidak, melalui pengakuan dari negara-negara lain.
2.2 Teori tentang terbentuknya negara
2.2.1

Teori kontrak sosial (social contract)

Teori ini meletakkan negara untuk tidak berpotensi menjadi negara tirani, karena
keberlangsungnya bersandar pada kontrak-kontrak sosial antara warga negara
dengan lembaga negara. Penganut mazhab pemikiran ini antara lain Thomas
Hobbes, John Locke, dan J. J. Rouseau.
a) Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurut Hobbes kehidupan manusia terpisah dalam dua zaman, yakni keadaan
selama belum ada negara, atau keadaan alamiah (status naturalis, state of nature),
dan keadaan setelah ada negara. Keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan
yang aman dan sejahtera. Keadaan alamiah merupakan suatu keadilan sosial yang
kacau, tanpa hukum, tanpa pemerintah, dan tanpa ikatan-ikatan sosial antarindividu di dalamnya. Menurut Hobbes, dibutuhkan kontrak atau perjanjian
bersama individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah berjanji
akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau
sebuah badan yang disebut negara.
b) John Locke (1632-1704)
John Locke melihatnya sebagai suatu keadaan yang damai, penuh komitmen baik,
saling menolong antara individu-individu di dalam sebuah kelompok masyarakat.
Ia berpendapat bahwa keadaan ideal tersebut memiliki potensial terjadinya
kekacauan lantaran tidak adanya organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur
kehidupan mereka. Menurut Locke penyelenggara negara atau pimpinan negara
harus dibatasi melalui suatu kontrak sosial. Menurut Locke, terdapat hak-hak
alamiah yang merupakan hak-hak asasi warga negara yang tidak dapat dilepaskan,
sekalipun oleh masing-masing individu.
c) Jean Jacque Rousseau (1712-1778)
Menurut Rousseau keberadaan suatu negara bersandar pada perjanjian warga
negara untuk meningkatkan diri dengan suatu pemerintah yang dilakukan melalui
organisasi politik. Menurutnya, pemerintah tidak memiliki dasar kontraktual,
melainkan hanya organisasi negara dibentuk memalui kontrak. Pemerintah
sebagai pimpinan organisasi negara dibentuk dan ditentukan oleh yang bedaulat

dan merupakan wakil-wakil dari warga negara. Yang berdaulat adalah rakyat
seluruhnya memalui kemauan umumnya. Rousseau dikenal sebagai peletak dasar
bentuk negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat melalui perwakilan
organisasi politik mereka. Ia juga sekaligus dikenal sebagai penggagas paham
negara demokrasi yang bersumberkan pada kedaulatan rakyat.
2.2.2

Teori ketuhanan (teokrasi)

Teori ketuhanan dikenal juga dengan istilah dkotrin teokratis. Teori ini ditemukan
baik di Timur maupun di belahan dunia Barat. Doktrin ketuhanan ini memperoleh
bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada Abad
Pertengahan. Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak memerintah yang
dimiliki para raja berasal dari Tuhan. Paham teokrasi Islam ini pada akhirnya
melahirkan doktrin politik Islam sebagai agama sekaligus kekuasaan (dien wa
dawlah). Pandangan ini berkembang menjadi paham dominan bahwa dalam Islam
tidak ada pemisahan antara agama dan negara.
2.2.3

Teori kekuatan

Secara sederhana teori ini diartikan bahwa negara terbentuk karena adanya
dominasi negara yang kuat melalui penjajahan. Menurut teori ini, kekuatan
menjadi pembenaran dari terbentuknya sebuah negara. Teori ini berawal dari
kajian antropologis atas pertikaian yang terjadi di kalangan suku-suku primitif, di
mana si pemenang pertikaian menjadi penentu utama kehidupan suku yang
dikalahkan.
2.3 Bentuk-bentuk negara
Secara umum, dalam konsep teori modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk:
negara kesatuan (unitarianisme) dan negara serikat (federasi).
2.3.1

Negara kesatuan

Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan
satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam
pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam sistem
pemerintahan: sentral dan otonomi.
a) Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah sistem pemerintahan yang
langsung dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah di
bawahnya melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Model pemerintahan
Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto adalah salah satu contoh
sistem pemerintahan model ini.
b) Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi adalah kepala daerah diberikan
kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintah di
wilayahnya sendiri. Sistem ini dikenal dengan istilah otonomi daerah atau
swantara. Sistem pemerintahan negara Malaysia dan pemerintahan pasca-Orde

Baru di Indonesia dengan sistem otonomi khusus dapat dimasukkan ke model


ini.
2.3.2

Negara serikat

Negara serikat atau federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari
beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara-negara
bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat, dan berdiri sendiri.
Setelah menggabungkan diri dengan negara serikat, dengan sendirinya negara
tersebut melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada
negara serikat.
Di samping dua bentuk ini, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya,
bentuk negara dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: monarki, oligarki, dan
demokrasi.
a) Monarki
Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau
ratu. Monarki memiliki dua jenis: monarki absolut dan monarki konstitusional.
Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan
satu orang raja atau ratu. Termasuk dalam kategori ini adalah Arab Saudi.
Monarki konsitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan kepala
pemerintahannya (perdana menteri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi
negara. Praktik monarki konstitusional ini adalah yang paling banyak dipraktikkan
di beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, Jepang, dan Inggris. Dalam model
monarki konstitusional ini, kedudukan raja hanya sebatas simbol negara.
b) Oligarki
Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa
orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
c) Demokrasi
Pemerintahan model demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang bersandar pada
kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaannya pada pilihan dan kehendak
rakyat melalui mekanisme pemilihan umum.
2.4 Warga Negara Indonesia (WNI)
Menurut UUKI 2006 (Pasal 4, 5, dan 6) mereka yang dinyatakan sebagai warga
negara Indonesia antara lain:
a) Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia
(WNI).
b) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga
negara Indonesia.

c) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
Indonesia dan ibu warga negara asing.
d) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
asing dan warga negara Indonesia.
e) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara
asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
f) Anak yang lahir dalam tenggang waktu tiga ratus (300) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara
Indonesia.
g) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia.
h) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya
dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau
belum kawin.
i) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
j) Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
k) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
l) Anak yang lahir di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah
dan iobu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat
anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang
bersangkutan.
m) Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selanjutnya, Pasal 5 UUKI 2006 tentang Status Anak Warga Negara Indonesia
menyatakan:
a) Anak warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, sebelum
berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.
b) Anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai warga negara Indonesia.
Adapun tentang pilihan menjadi warga negara bagi anak yang dimaksud pada
pasal-pasal sebelumnya dijelaskan dalam Pasal 6 UUKI 2006, sebagai berikut:
a) Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan
Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaran ganda, setelah berusia 18 (delapan

belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah
satu kewarganegaraannya.
b) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibuat secara tertulis dan disampakan kepada pejabat dengan melampirkan
dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
c) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan dalam waktu paling lambat tiga tahun setelah anak berusia 18
tahun atau sudah kawin.
2.5 Hubungan negara dan warga negara
Hubungan negara dan warga negara ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki
hubungan timbale balik yang sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan
konstitusi, mialnya berkwajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga
negara Indonesia tanpa kecuali. Negara juga berkewajiban untuk menjamin dan
melindungi hak-hak warga negara dalam beragama sesuai dengan keyakinannya,
hak mendapatkan pendidikan, kebebasan berorganisasi dan berekspresi, dan
sebagainya.
Kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak warganya tidak akan dapat
berlangsung dengan baik tanpa dukungan warga negara dalam bentuk pelaksanaan
kewajibannya sebagai warga negara. Warga negara berkewajiban membayar pajak
dan mengontrol jalannya pemerintahan baik melalui mekanisme kontrol tidak
langsung (melalui wakilnya di lembaga perwakilan rakyat: DPR, DPRD) maupun
secara langsung (melalui cara-cara yang demokratis dan bertanggung jawab).
2.6 Hubungan agama dan negara: kasus islam
Hubungan agama dan negara dalam konteks dunia Islam masih menjadi
perdebatan yang intensif di kalangan para pakar Muslim hingga kini. Menurut
Azyumardi Azra, perdebatan itu telah berlangsung sejak hamper satu abad, dan
masih berlangsung hingga dewasa ini. Ketegangan perdebatan tentang hubungan
agama dan negara dalam Islam disulut oleh hubungan yang agak canggung antara
Islam sebagai agama dan negara. Menurut Ibnu Taimiyah, kalaupun ada
pemerintahan, itu hanyalah sebuah alat untuk menyampaikan agama dan
kekuasaan bukanlah agama itu sendiri.
Pendapat Ibnu Taimiyah ini bersumber pada ayat Al-Quran (Q. S. 57: 25) yang
artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami yang disertai
keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan
timbangan, agar manusia berlaku adil, dan Kami turunkan besi, padanya ada
kekuatan yang hebat dan manfaat-manfaat bagi manusia, dan agar Allah
mengetahui siapa yang menolong-Nya dan (menolong) Rasul-Nya yang gaib
(daripadanya).

10

Ahmad SyafiI Maarif menjelaskan bahwa istilah dawlah yang berarti negara
tidak dijumpai dalam Al-Quran. Istilah dawlah memang ada dalam Al-Quran
pada surat al-Hasyr (Q. S. 59: 7), tetapi ia tidak bermakna negara. Istilah tersebut
dipakai secara figuratif untuk melukiskan peredaran atau pergantian tangan dari
kekayaan. Menurut Mohammad Husein Haikal, prinsip-prinsip dasar kehidupan
kemasyarakatan yang diberikan oleh Al-Quran dan Al-Sunnah tidak ada yang
langsung berkaitan dengan ketatanegaraan. Dalam Islam tidak terdapat suatu
sistem pemerintahan yang baku. Hubungan Islam dan negara modern secara
teoretis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga pandangan: integralistik, simbiotik,
dan sekularistik.
2.6.1

Paradigma Integralistik

Paradigma integralistik hamper sama persis dengan pandangan negara teokrasi


Islam. Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan
antara agama dan politik atau negara. Pola hubungan integrative ini kemudian
melahirkan konsep tentang agama-agama, yang berarti bahwa kehidupan
kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan.
Paradigma integralistik ini antara lain dianut oleh negara Kerajaan Arab Saudi dan
penganut paham Syiah di Iran.
2.6.2

Paradigma Simbiotik

Menurut paradigm simbiotik, hubungan agama dan negara berada pada posisi
saling membutuhkan dan bersifat timbal balik (simbiosis mutualita). Dalam
pandangan ini, agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam
melestarikan dan mengembangkan agama.
Paradigma simbiotik tampaknya bersesuaian dengan pandangan Ibnu Taimiyah
tentang negara sebagai alat agama di atas. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban
agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak bisa
berdiri tegak. Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut melegitimasi bahwa antara agama
dan negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan.
Model pemerintahan negara Mesir dan Indonesia dapat digolongkan kepada
kelompok paradigma ini.
2.6.3

Paradigma Sekularistik

Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan yang jelas antara


agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan
satu sama lain memiliki garapan masing-masing, sehingga keberadaannya harus
dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi. Konsep
sekularistik dapat ditelusuri pada pandangan Ali Abdul Raziq yang menyatakan
bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah SAW pun tidak ditemukan keinginan
Nabi Muhammad untuk mendirikan negara Islam. Negara Turki modern dapat
digolongkan ke dalam paradigma ini.

11

2.7 Hubungan negara dan agama : pengalaman islam di indonesia


Perdebatan tentang Islam dan nasionalisme Indonesia antara tokoh nasionalis
Muslim dan nasionalis sekuler pada 1930-an merupakan babak awal pergumulan
Islam dan negara pada
kurun-kurun selanjutnya. Perdebatan Islam dan
nasionalisme dan konsep negara sekuler diwakili masing-masing oleh tokoh
nasionalis Muslim Mohammad Natsir dan Soekarno dari kelompok nasionalis
sekuler.
Perdebatan Islam dan konsep-konsep ideologi sekuler menemukan titik
klimaksnya pada persidangan formal dalam sidang-sidang majelis Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bentukan
pemerintah Jepang pada tahun 1945. Usulan menjadikan Islam sebagai konsep
negara dari kelompok nasionalis Muslim bersandar pada alas an sosiologis bangsa
Indonesia. Menurut para nasionalis sekuler, kemajemukan Indonesia dan perasaan
senasib melawan penjajah mendasari alas an mereka menolak konsep negara
agama (Islam) yang diajukan oleh kalangan nasionalis Muslim.
Akhir dari perdebatan konstitusional BPUPKI menghasilkan kekhawatiran bagi
kelompok nasionalis dari kawaan Indonesia Timur. Kekhawatiran mereka
diwujudkan melalui keinginan mereka mendirikan negara sendiri dengan
memisahkan diri dari konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Klimaks dari perdebatan di sidang BPUPKI berakhir dengan kesediaan kalangan
nasionalis Muslim untuk tidak memaksakan kehendak mereka menjadikan Islam
sebagai dasar negara Indonesia. Hasil dari kompromi antara kelompok nasionalis
Muslim dengan nasionalis sekuler dikenal dngan nama the gentlemen agreement
yang tertuang dalam Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang menyebutkan bahwa
negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

You might also like

  • Semi Kon Duk Tor
    Semi Kon Duk Tor
    Document30 pages
    Semi Kon Duk Tor
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Transistor
    Transistor
    Document22 pages
    Transistor
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Transistor
    Transistor
    Document22 pages
    Transistor
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Field Effect Transistor
    Field Effect Transistor
    Document32 pages
    Field Effect Transistor
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Alat Pengendali Industri
    Alat Pengendali Industri
    Document22 pages
    Alat Pengendali Industri
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Document17 pages
    Penda Hulu An
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Transistor
    Transistor
    Document22 pages
    Transistor
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Modul 5
    Modul 5
    Document7 pages
    Modul 5
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Modul 1
    Modul 1
    Document10 pages
    Modul 1
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Modul 2
    Modul 2
    Document9 pages
    Modul 2
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Modul 4
    Modul 4
    Document9 pages
    Modul 4
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Bab 1 KWN
    Bab 1 KWN
    Document1 page
    Bab 1 KWN
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document2 pages
    Bab 4
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Bab 3
    Bab 3
    Document8 pages
    Bab 3
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Uji Sampel Tunggal
    Uji Sampel Tunggal
    Document13 pages
    Uji Sampel Tunggal
    Marhamah Amah
    No ratings yet
  • Teori Dualitas
    Teori Dualitas
    Document16 pages
    Teori Dualitas
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Bab 1 KWN
    Bab 1 KWN
    Document1 page
    Bab 1 KWN
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Bab 3
    Bab 3
    Document8 pages
    Bab 3
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • 7297 Modul 5 (MRP)
    7297 Modul 5 (MRP)
    Document45 pages
    7297 Modul 5 (MRP)
    Ganjar Rohman
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document1 page
    Daftar Pustaka
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Uji Sampel Tunggal
    Uji Sampel Tunggal
    Document13 pages
    Uji Sampel Tunggal
    Marhamah Amah
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document3 pages
    Bab 1
    Tommy Saputra Simarmata
    No ratings yet
  • Analysis of Variance
    Analysis of Variance
    Document21 pages
    Analysis of Variance
    Akbar 'Kanserio' Bahar
    No ratings yet