You are on page 1of 18

PSIKOLOGIS

TENTANG KETIDAKBERDAYAAN

KELOMPOK VI :
RAHMIYANTI EKA PUTRI
ATIKA MULYANI
EMILYA ENDIRIAS SARI
GISTYRAH ANUM
MITRI VINOLA UTAMI
INTAN PERMATA SARI
NOFVANDRO CHANIAGO
RUCCY FEBRINAL
TRIA DITA PUTRI
RIAN SEPTA YOZI

13121852
13121815
13121821
13121825
13121840
13121833
13121845
13121861
13121868
13121858

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Guslinda, M.Kep Sp. Kep. J

S1 KEPERAWATAN
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ketidakberdayaan
Menurut Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa Syarif, 2008. Ketidakberdayaan atau
disfungsionalitas adalah ketidakmampuan melakukan suatu tindakan, dan keberadaan orang tsb
akhirnya menjadi beban bagi orang lain.
Ketidakberdayaan merupakan kondisi ketika individu atau kelompok merasakan
kurangnya control personal terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang memengaruhi
pandangan, tujuan, dan gaya hidup.
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan yang
sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa
perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi
atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011). Menurut Wilkinson (2007)
ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi
hasil secara bermakna, kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang
baru saja terjadi. Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan
keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau
situasi tertentu.
2. Etiologi
Ketidakberdayaan

disebabkan

oleh

kurangnya

pengetahuan,

ketidak

adekuatan koping sebelumnya (seperti : depresi), serta kurangnya kesempatan


untuk membuat keputusan (Carpenito, 2009). Faktor terkait ketidakberdayaan
menurut Doenges, Townsend, M, (2008) yaitu:
Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap

terapi.
Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan,hubungan yang kasar.
Penyakit yang berhubungan dengan rejimen:penyakit kronis atau yang
melemahkan kondisi.

Gaya hidupketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan.

3. Batasan Karakteristik Klien Dengan Ketidakberdayaan


Menurut NANDA (2011) dan Wilkinson (2007) ketidakberdayaan yang
dialami klien dapat terdiri dari tiga tingkatan antara lain:
Rendah
Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi dan
bersikap pasif.
Sedang
Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan
ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
Klien tidak melakukan praktik perawatan diri ketika ditantang.
Klien tidak ikut memantau kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan
ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidakmampuan melakukan aktivitas atau
tugas sebelumnya. Klien menujukkan ekspresi keraguan tentang performa
peran.
Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan
dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan
hasil).
4. Proses Terjadinya Masalah
Kebanyakan

individu

secara

subyektif

mengalami

perasaan

ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat dalam bermacam-macam situasi.


Individu sering menunjukkan respon apatis, marah atau depresi terhadap

kehilangan kontrol (Carpenito-Moyet, 2007). Pada ketidakberdayaan, klien


mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal
tersebut di luar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Jika
ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat mengarah ke keputusasaan.
Perawat harus hati-hati untuk mendiagnosis ketidakberdayaan yang berasal
dari perspektif pasien bukan dari asumsi. Perbedaan budaya dan individu
terlihat pada kebutuhan pribadi, untuk merasa mempunyai
kendali terhadap situasi (misalnya untuk diberitahukan bahwa orang tersebut
mempunyai penyakit yang fatal (Wilkinson, 2007).
Faktor predisposisi
a. Biologis

Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita

gangguan jiwa)
Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman
penggunaan zat terlarang
Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chekup, tanggal
terakhir periksa)
Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu
pelaksana aktivitas harian pasien
Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejangkejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan
lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic.
Riwayat menderita penyakit yang secara

progresif

menimbulkan

ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS

b. Psikologis

Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal

Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan


komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan

perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya


Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker
terminal atau AIDS
Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter
atau terlalu melindungi/menyayangi
Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan
hobi dan aktivitas sehari-hari
Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi
Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas,
rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c. Sosial budaya

Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan


Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan yang
sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya

Pendidikan rendah
Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau

orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)


Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya
kontrol lokus internal

Faktor Presipitasi
Faktor

ppresipitasi

dapat

menstimulasi

klien

jatuh

pada

kondisi

ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal


dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
Kondisi eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau
mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan
perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan
waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan
jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut
dapat

menstimulasi

ketidakberdayaan

bahkan

memperberat

kondisi

ketidakberdayaan yang dialami oleh klien. Faktor-faktor lain yang berhubungan


dengan faktor presiptasi timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut:
a. Biologis

Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program


pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang, sulit

dan kompeks, proses intoksifikasi dan rehabilitasi).


Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan
kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,

temporal dan limbic


Terdapat gangguan sistem endokrin
Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
Mengalami gangguan tidur atau istirahat
Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras,etnik dan gender
Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan Keseimbangan

b. Psikologis

Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis

Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial

yang berdampak pada keputusasaan.


Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
c. Sosial budaya

Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau

kehidupannya yang sekarang.


Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga(berada dalam
lingkungan perawatan kesehatan).
Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab yang
lain
Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat
Faktor penilaian terhadap stressor (Wilkinson, 2007)
a. Kognitif

Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkatenergi.


Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustrasi terhadap kemampuan untuk

melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.


Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kendali atau
pengaruh terhadap situasi.
Mengungkapkan ketidakpuasan karena ketergantungan dengan orang lain.
Kurang dapat berkonsentrasi.

b. Afektif

Merasa tertekan atau depresi terhadap penurunan fisik yang terjadi dengan

mengabaikan kepatuhan klien terhadap program pengobatan


Marah
Iritabilitas, ketidaksukaan
Perasaan bersalah
Takut terhadap pengasingan oleh pemberian perawatan
Perasaan cemas atau ansietas

c. Fisiologis

Perubahan tekanan darah


Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
Muka tegang
Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin
Gangguan tidur, terutama kalau disertai dengan ansietas

d. Perilaku

Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas


Tidak ada pertahanan pada praktik perawatan diri ketika ditantang
Tidak memantau kemajuan pengobatan
Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau mengambil keputusan pada saat

diberikan kesempatan
Kepasifan hingga apatis
Perilaku menyerang
Menarik diri
Perilaku mencari perhatian
Gelisah atau tidak bisa tenang

e. Sosial

Enggan untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya


Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain

5. Faktor Sumber Koping


a. Personal ability
1) KeteramSpilan pemecahan masalah: kemampuan mencari sumber

informasi, kemampuan mengidentifikasi masalah yang berhubungan


ketidakberdayaan, kekuatan dan factor pendukung serta keberhasilan
yang pernah dicapai. Kemampuan mempertimbangkan alternative
aktivitas yang realistik. Kemampuan melaksanakan rencana kegiatan
dan memantau kemajuan dari kondisi pengobatannya
2) Kesehatan secara umum: mempunyai keterbatasan mobilitas
yang dapat dikendalikan oleh pasien
Faktor mekanisme koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis
2) Mempunyai penilaian yang yang nyaman dengan perubahan
fisik dan peran yang dialami akibat penyakitnya
3) Dapat menjalankan tugas perkembangannya sesuai dengan
keterbatasan yang terjadi akibat perubahan status kesehatannya
4) Kreatif: pasien secara kreaktif mencari informasi terkait perubahan
status kesehatannya sehingga dapat beradaptasi secara normal
5) Di tengah keterbatasan akibat perubahan status kesehatan dan
peran dalam kehidupan sehari-hari, pasien amsih tetap produktif
menghasilkan sesuatu
6) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan
perubahan status kesehatan dan peran yang telah dialami
7) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami
perubahan kondisi kesehatan
b. Destruktif
1) Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan minat melakukan
aktivitas harian (pasif)

2) Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan status kesehatan


yang dialami dan marah-marah dengan situasi tersebut
3) Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan
perubahan kondisi kesehatannya dan menjadi merasa tertekan atau
depresi
4) Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab dengan orang lain,
kurang minat dalam interaksi sosial sehingga mengalami menarik diri
dan isolasi sosial
5) Tidak mampu mencari informasi kesehatan dan kurang mampu
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat berakhir pada
penyerangan terhadap orang lain
6) Ketergantungan terhadap orang lain (regresi)
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarny (represi/supresi).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
KASUS

Klien (34 Tahun) masuk ke ruang perawatan MPE RSKO Jakarta pada
April 2013. Klien mengatakan Ia diantar oleh kakak pertamanya, klien
Mengungkapkan ingin berhenti menggunakan Putaw (Heroin). Namun, klien
tidak yakin dengan dirinya sendiri, jika Ia dapat berhenti total dan tidak
menggunakan kembali jika sudah keluar dari Rumah Sakit. Klien
mengatakan alasan Ia mau masuk perawatan adalah karena saran dari
kakaknya yang mengatakan takut jika adiknya ketangkap dan tersangkut
kasus hukum karena menggunakan Heroin, Sehingga urusannya akan
panjang. Klien mengatakan bahwa dirinya menggunakan NAPZA pertama
kali adalah jenis alkohol dan ganja tahun 1992, Ketika itu klien masih duduk
dibangku SMP karena ikut-ikutan dengan teman-temannya. Kemudian terus
berlanjut dan berganti-ganti ke jenis NAPZA lainnya, sampai klien
mengatakan bahwa Ia menemukan yang paling cocok untuk dirinya adalah
jenis Putaw (Heroin).
Penggunaan Heroin tersebut terus berlanjut sampai menjadi addict.
Tahun 2001 Klien menyadari banyak hal yang menjadi kacau dalam
hidupnya yaitu: kuliah berantakan, kehidupan menjadi kacau, pekerjaan
sampingan klien juga berantakan. Klien memutuskan untuk mengikuti
program perawatan lengkap (detoksifikasi dan Rehabilitasi) di Rumah Sakit.
SB di kota Sukabumi atas permintaan Alhm.Ibu klien saat itu. Klien
mengikuti program detoksifikasi selama 2 bulan, dilanjutkan perawatan
rehabilitasi selama 11 bulan. Klien mengatakan keluar dan menyelesaikan

program perawatan pada bulan November 2002. Klien mengatakan bahwa Ia


benar-benar bersih (abstinence) dari NAPZA selama 2 tahun. Namun, Pada
tahun 2005 klien mengalami kondisi slip dan kembali relapse. Klien
mengatakan background pekerjaannya sebagai manajer F&B di perusahaan
minuman impor, mempermudah Ia untuk kembali mengakses Putaw/Heroin.
Selain itu, besarnya tekanan dari pekerjaan berupa target-target. perusahaan
yang harus dicapai yang harus dihadapi juga turut berpengaruh. Klien
mengatakan pekerjaannya masuk jam 10.00 s/d tidak tentu. Klien
mengatakan jam 10.00 s/d siang hari aktivitasnya berupa paper work.
Kemudian setelah makan siang Klien mengatakan baru melakukan pekerjaan
yang sifatnya aktif. Ia harus melakukan lobby ke club-club atau tempat
hiburan malam. area cakupannya adalah wilayah J. Itulah awal mulanya
klien kembali menggunakan Putaw/heorin. Klien mengatakan karena
bertemu dengan teman lamanya dan berbagi cerita dengan teman-temannya
tersebut. Kemudian klien mulai mencoba kembali memakai Putaw/Heroin.
Klien mengatakan sejak itu terus berlanjut menggunakan heroin sampai
terakhir masuk RSKO April 2013. Dan klien terlihat adanya gangguan
kebersihan diri di tandai dengan rambut kotor, gigi kuning, dan kulit terlihat
berdaki disertai dengan bau badan. Pakaian tidak rapi, dan tidak sesuai.
Analisa Data
No Data
1. Data Subjektif
o klaien mengatakan ia
menggunakan
potaw/heroin karna
besarnya pressure dari
pekerjaan.

Masalah
Harga diri rendah

o klaien mengtakan saat ia

memakai potaw/heroin
tujuanya supaya dapat
kembali merasa tenang dan
mempercepat berjalanya
waktu.
o klaien mengatakan tidak
ada teman dekat yang biasa
diajak berbagai cerita suka
dan duka.
o Klien mengatakan perasaan
tidak mampu melakukan
aktifitas sehari-hari.
Data objektif

2.

Defisit perawatan diri


Data Objektif :
o klien terlihat rambut kotor,
gigi kuning,
o dan kulit terlihat berdaki
disertai dengan bau badan.
Pakaian tidak rapi,
o dan Pakaian tidak sesuai
Data Subjektif : -

2. DIAGNOSA
a. Gangguan Konsep diri: harga diri rendah.
b. Defisit Perawatan Diri
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Gangguan Konsep diri: harga diri rendah
Tujuan umum: Pasien dapat melakukan cara pengambilan keputusan yang efektif
untuk mengendalikan situasi kehidupannya dengan demikian menurunkan perasaan
rendah diri.
Tujuan khusus:
- Pasien dapat membina hubungan terapeutik dengan perawat
Tindakan:
a) Lakukan pendekatan yang hangat, menerima pasien apa adanya dan bersifat
empati
b) Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat sendiri
(misalnya rasa marah, frustasi dan simpati)
c) Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnya sportif
d) Beri waktu untuk pasien berespons
-

Pasien dapat mengenali dan mengekspresikan emosi


Tindakan:
a) Tunjukkan respon emosional dan menerima pasien
b) Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi, klarifikasi
c) Bantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya
d) Bantu pasien mengidentifikasi area-area situasi kehidupannya yang tidak
berada dalam kemampuannya untuk mengontrol
e) Dorong untuk menyatakan secara verbal perasaan-perasaannya yang
berhubungan dengan ketidakmampuan

Pasien dapat memodifikasi pola kognitif negative


Tindakan:
a) Diskusikan tentang masalahyang dihadapi pasien tanpa memintanya untuk
menyimpulkan
b) Identifikasi pemikiran yang negative dan bantu untuk menurunkannya melalui
interupsi atau substitusi
c) Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
d) Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang dibuat pasien.
Identifikasi persepsi pasien yang tidak lengkap, penyimpangan dan
pendapatnya yang tidak rasional
e) Kurangi penilaian pasien yang negative terhadap dirinya
f) Bantu pasien untuk menyadari nilai yang dimilikinya atau perilakunya dan
perubahan yang terjadi

Pasien dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan


perawatnya

Tindakan:
a) Libatkan pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatannya yang ingin
dicapai
b) Motivasi pasien untuk membuat jadwal aktifitas perawatan dirinya
c) Berikan pasien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan
d) Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat
e) Beri pujian jika klien berhasil melakukan kegiatan atau penampilan yang
bagus
f) Motivasi pasien untuk mempertahankan penampilan sehari-hari
-

Pasien dapat termotivasi aktif untuk mencapai tujuan yang realistis


Tindakan:
a) Bantu pasien untuk menetapkan tujuan-tujuan yang realistik. Foskuskan
kegiatan pada saat ini bukan pada kegiatan masa lalu
b) Bantu pasien mengidentifikasi area-area situasi kehidupan yang dapat
dikontrol
c) Identifikasi cara-cara yang dapat dicapai oleh pasien. Dorong untuk
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas tersebut dan berikan penilaian positif
untuk berpartisipasi dan pencapaiannya
d) Motivasi keluarga untuk berperan aktif falam membantu pasien menurunkan
perasaan ketidakberdayaan

B. defisit Perawatan Diri


Tujuan Umun :
1.
2.
3.
4.

Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri


Pasien mampu melakukan berhias secra bak
Pasien mampuy melaukan makan dengan baik
Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri

Tujuan Khusus :
1. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :
a. Menjelaskan pentingnaya menjaga kebersihan diri
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien untuk mempraktikan cara menjaga kebersihan diri
2.

Membantu pasien latihan berhias

3.

Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara :


a.

menjelaskan cara mempersiapkan makanan

b.

menjelaskan cara makan yang tertib

4.

c.

menjelaskan cara merapikan peralatan makanan setelah makan

d.

mempraktikan cara makan ayang baik

Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri dengan cara :
a.

jelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai

b.

menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

c.

menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

DAFTAR PUSTAKA
Wahyu, Purwaningsih, Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Press.

You might also like