Professional Documents
Culture Documents
pengeluaran
urin
secara
involunter
B. Etiologi
Secara umum penyebab inkontinensia dapat berupa proses penuaan,
pembesaran kelenjar prostat,penurunan kesadaran, dan penggunaan obat
narkotik atau sedative. Menurut Morgan & Hamilton (2009) penyebab
inkontinensia adalah relaksasi dasar panggul (disfungsi), infeksi, atrofi, obatobatan, keluaran urine berlebihan, imobilitas, disfungsi usus.
Seiring bertambahnya usia, ada perubahan anatomi dan fungi organ kemih
antara lain : mlemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis sehingga mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi
abnormal pada dinding vesika urinaria, sehingga walaupun vesika urinaria
baru terisi sedikit sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Inkontinensia urin
juga terjadi akibat kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang
aktivitas dan operasi vagina. Dengan menurunnya kadar hormone estrogen
pada wanita menopause, akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan
uretra.
kontraksi
detrusor
secara
involunter.
Penyebabnya
adalah
pelahiran
pervagina
berulang).
Inkontinensia
tekanan
sering
seperti
akibat
mielomeningokel,
epispadia,
prostatektomi,
trauma, radiasi atau lesi medulla spinalis bagian sacral, kelebihan berat
badan
c. Inkontinensia aliran berlebih : pengeluaran urine involunter akibat distensi
vesika urinaria yang berlebihan. Bisa terdapat penetesan urin yang sering
atau berupa inkontinensia dorongan atau tekanan. Dapat disertai dengan
vesika urinaria yang kurang aktif, obstruksi jalan keluar kandung krmih
(tumor, hipertrofi prostat), obat-obatan (diuretic), impaksi feses, nefropati
diabetic, defisiensi vitamin B12, disfungsi neurologis, penyakit endokrin,
penurunan kelenturan dinding vesika urinaria
d. Inkontinensia fungsional : imobilitas, deficit kognitif, paraplegia atau daya
kembang vesika urinaria yang buruk. Keadaan inkontinensia ini ditandai
dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih.
F. Faktor resiko
Beberapa faktor risiko yang telah diteliti dapat meningkatkan kejadian stres
inkontinensia urin pada wanita pasca persalinan adalah usia, paritas, cara
melahirkan, berat bayi lahir, ruptur perineum spontan, ekstrasi vakum dan
forsep, dan riwayat stres inkontinensia urin saat hamil
a. Kehamilan
Stress inkontinensia urin pada wanita sering dihubungkan dengan
kehamilan.
Kehamilan
dapat
merusak
pelvik
disebabkan
karena
dari
melahirkan
Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh laserasi dan episiotomy
menyebabkan pergeseran dan posisi organ pelvik dari tempat yang
seharusnya
Regangan selama partus pervaginam dapat merusak saraf pudendus
dan saraf-saraf di pelvik sehingga bersamaan rusaknya otor dan
II.
menjalani seksio sesaria sebanyak satu atau dua kali saja. Hal ini
disebabkan oleh denervasi dari vesika urinaria saat operasi.
c. Berat bayi lahir
Faktor resiko obstetric seperti bayi melahirkan besar >4000 gram
mempunyai faktor resiko yang meningkat terhadap kejadian stress
inkontinensia urin pada usia gestasi 16 minggu jika dibandingkan dengan
melahirkan bayi <4000 gram
d. Ekstrasi vakum atau forsep
Faktor resiko penggunaan vakum saat melahirkan mempunyai hubungan
dengan kejadian stress inkontinensia urin 5 tahun berikutnya, persalinan
dengan ektrasi lebih ringan jika dibandingkan dengan foresep.
e. Paritas
Regangan pada otot-otot dasar panggul yang terjadi saat persalinan
f.
Transversal perinea.
g. Riwayat stress inkontinensia urin saat hamil
Studi prospektif selama 5 tahun, risiko jangka panjang terhadap stress
inkontinensia urin berhubungan dengan onset dan lama dari kejadian
stress inkontinensia setelah kehamilan pertama dan kelahiran. Risiko
jangka panjang berhubungan dengan waktu timbulnya onset dan lama
dari stress inkontinensia urin serta kehamilan dan kelahiran anak pertama
G. Manifestasi klinis
a. Inkontinensia urgensi :
Tidak dapat menahan miksi
Frekuensi >7kali/hari
Pengeluaran urine dalam jumlah banyak
Bangun pada malam hari untuk berkemih
b. Inkontinensia stress
Kebocoran urin saat aktivitas fisik
Jumlah urine yang keluar sedikit
Kesulitan mencapai toilet tepat pada waktunya, mengikuti desakan
untuk berkemih
c. Inkontinensia kombinasi : beberapa gejala baik inkontinensia stress dan
inkontinensia urgensi
H. Pemeriksaan diagnostic
a. Kultur urin : untuk menyingkirkan infeksi
b. IVU : untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula
c. Urodinamik
Uroflowmetri
: mengukur kecepatan aliran
Sistometri
: menggambarkan kontraktur detrusor
Sistrometri video
: menunjukkan kebocorsn urin saaat
inkontinensia urin
g. USG : untuk melihat kelainan pada vesica urinaria
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Q-tip test adalah tes diagnostic
yang
menunjukkan
I. Penatalaksanaan medis
Menurut Graber,Mark.dkk. 2006
a. Pelatihan vesika urinaria : memerlukan edukasi dan berkemih yang
terjadwal. Tindakan menghambat berkemih harus dilakukan sampai suatu
waktu tertentu, dan jumlah waktu yang ditentukan ini harus ditingkatkan
pada
solusi
untuk
inkontinensia
urin
pada
wanita
menopause,
Terapi
stimulasi
magnetic
disampaikan
melalui
hanya
membantu
terjadi
inkontinensia
intermiten
misal
stress
pada
terutama
waktu
bila
latihan.
terhadap
reseptor
muskarinik
di
vesika
urinaria.
gastrik
Antidepresan trisiklik seperti imipiramin mengatasi inkontinensia
stress atau urgensi. Obat ini memiliki efek antikolinergik dan alfa-
adrenergik
Agens antimuskarinik
digunakan
untuk
vesika
urinaria
yang
lembab
infeksi kulit daerah genital
masalah psikososial
dehidrasi karena umumnya pasien mengurangi asupan cairan agar
tidak terjadi inkontinensia urin
atau bersin. Keluhan tersebut dirasakannya sejak tiga bulan yang lalu. Klien
merasa tidak nyaman dan takut karena menganggap penyakitnya tidak
kunjung sembuh. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung sehingga rutin
mengkonsumsi obat-obatan digoxin 1x0,125 mg dan furosemide 2x40 mg.
Dari pemeriksaan fisik diketahui TB 144 cm, BB 70 kg, TD 140/90 mmHg, N
84x/menit, RR 20x/menit, S 36,8oC. Hasil pemeriksaan penunjang sebagai
berikut: Q-tip test diketahui penyimpangan >35o, ureum 20 mg/dl, kreatinin
1 mg/dl. Saat ini perawat sedang menyusun asuhan keperawatan pada klien.
yang
lalu.
Klien
merasa
tidak
nyaman
dan
takut
karena
B. Analisa Data
Data
Etiologi
Ds :
Klien mengeluh sering
Usia bertambah
menurun
Tekanan intraabdominal
meningkat
riutin mengkonsumsi
digoksin serta
furosemide
tertawa)
mempunyai riwayat
DO:
-TB : 144cm, BB: 77 kg
(obesitas)
- TD : 140/90 mmHg
- Q-tip test
menyimpang >35o
Masalah
Keperawatan
Inkontinensia
Stres
Urin
Data
Ds :
Klien mengeluh sering
berkemih secara tibatiba dan tidak
terkontrol ketika klien
tertawa, batuk, atau
bersin sejak 3 bulan
yang lalu. Klien merasa
tidak nyaman dan
takut karena
menganggap
penyakitnya tidak
kunjung sembuh
DO:
-TB : 144cm, BB: 77 kg
(obesitas)
- TD : 140/90 mmHg
- Q-tip test
menyimpang >35o
Etiologi
Inkontinensia Stres
Defisiensi pengetahuan
Masalah
Keperawatan
Defisiensi
pengetahuan
Data
Ds :
Klien mengeluh sering
berkemih secara tibatiba dan tidak
terkontrol ketika klien
tertawa, batuk, atau
bersin sejak 3 bulan
yang lalu. Klien merasa
tidak nyaman dan
takut karena
menganggap
penyakitnya tidak
kunjung sembuh
DO:
-TB : 144cm, BB: 77 kg
(obesitas)
- TD : 140/90 mmHg
- Q-tip test
menyimpang >35o
Etiologi
Inkontinensia Stres
Defisiensi Pengetahuan
Masalah
Keperawatan
Gangguan
Nyaman
Rasa
TANGGAL
6 Juni 2014
PRIORITAS
Inkontinensia Urin Stres b.d.
perubahan degenerative pada otootot pelvik d.d. melaporkan
rembesan involunter sedikit urine
pada saat batuk, melaporkan
rembesan involunter sedikit urine
pada saat bersin, melaporkan
rembesan involunter sedikit urine
pada saat tertawa, penyimpangan
2.
6 Juni 2014
3.
6 Juni 2014
PARAF
d.d. melaporkan rembesan involunter sedikit urine pada saat batuk, bersin dan
tertawa, penyimpangan Q-tip test >35o
Tujuan
NOC
: Urinary continence
No
Indikator
1.
3.
Keterangan Penilaian :
1.
2.
3.
4.
5.
Konsisten terjadi
Sering terjadi
Kadang-kadang terjadi
Jarang terjadi
Tidak pernah terjadi
NOC
: Discomfort level
No
Indikator
1.
Ansietas
2.
Ketakutan
3.
Inkontinensia urin
1.
2.
3.
4.
5.
parah
berat
sedang
ringan
tidak ada
Intervensi NIC :
Urinary Incontinence
Care
1. Identifikasi penyebab dari inkontinensia (pengeluaran urin, fungsi kognitif,
2.
3.
4.
5.
6.
medikasi)
Sediakan privasi untuk eliminasi
Diskusikan prosedur dan hasil yang diharapkan dengan pasien
Monitor eliminasi urin : frekuensi, konsistensi, odor, volume, dan warna
Bersihkan area kulit genital pada interval yang teratur
Berikan feedback yang positif pada setiap pengurangan episode
inkontinensia
7. Instruksikan pasien untuk minum sedikitnya 1500cc perhari
8. Kurangi makanan atau minuman yang dapat mengiritasi bladder (cola, kopi,
the)
masalah
Tujuan
No
Indikator
1.
2.
berkontribusi
3.
Faktor resiko
4.
5.
penyakit
Keterangan
Penilaian :
1.
2.
3.
4.
5.
Tidak tahu
Terbatas
Sedang
Besar
Luas
gejalanya
5. Gambarkan proses penyakit
6. Sediakan informasi tentang kondisi pasien
7. Identifikasi perubahan kondisi fisik pada pasien
8. Sediakan informasi pada keluarga mengenai perkembangan pasien
9. Instruksikan pasien untuk mengurangi gejala
10.Instruksikan pasien tanda dan gejala mana yang perlu dilaporkan pada
tenaga kesehatan
BAB III
Penutup
3.1. Kesimpulan
agar
pasien
segera
mendapatkan
Daftar Pustaka
penanganan
dari
tenaga
Adryanto,
Wisnu.
Inkontinensia
Urin
dalam
Kehamilan.
http://www.academia.edu/3780431/IKONTINENSIA_URIN_DALAM_KEHAMILAN.
[Diakses tanggal 9 Desember 2014]
Graber, Mark., dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. Ed.3. Jakarta: EGC
Grace & Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Ed.3. Jakarta: Erlangga
Jaya dan Rahmadi. 2009. Inkontinensia Urin. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_INKONTINENSIA_-URIN.pdf.pdf.
[Diakses tanggal 9 Desember 2014]
Morgan & Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik. Ed.2. Jakarta:
EGC
Santoso,
Budiman.
2004.
Definisi,
Klasifikasi,
dan
Inkontinensia
Panduan
Tatalaksana
Urine.
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/definisiklassifikasiink
ontinensia.pdf. [Diakses tanggal Desember 2014]