You are on page 1of 17

Presentasi Kasus

OD Katarak Senilis Mature, OS Katarak Senilis Imatur

Pembimbing :
dr. Teguh Anamani, Sp.M

Disusun oleh:
Sudjati Adhinugroho

G4A014078

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus berjudul


"OD Katarak Senilis Mature, OS Katarak Senilis Imatur"

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian


Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Sudjati Adhinugroho G4A014078
Pada tanggal :

Desember 2016

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Teguh Anamani, Sp. M.

BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. NK

Jenis Kelamin : Laki-laki


Umur

: 72 Tahun

Perkerjaan

: Petani

KELUHAN UTAMA
Pandangan kabur pada mata kanan.
ANAMNESIS
Seorang pasien berusia 72 tahun datang ke poli mata RSMS diantar oleh
anaknya dengan keluhan pandangan mata kanan kabur disertai berawan ketika
melihat. Keluhan sudah dirasakan sejak 6 bulan sebelum datang ke poli. Pasien
merasa terganggu dengan keluhan ini. Selain itu pasien juga megeluhkan silau jika
melihat.
Selain mata kanan, pasien juga merasakan pandangan kabur pada mata kiri
sejak 3 bulan yang lalu. Pasien merasa ada kabut pada mata iri jika melihat.
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini. Pasien
menyangkal adanya penyakit DM dan hipertensi. Dari keluarga pasien tidak ada
yang mempunyai keluhan sama seperti pasien. Keluarga pasien tidak ada yang
mempunyai riwayat DM dan hipertensi.

STATUS PRESEN
Keadaan umum/ kesadaran: baik/ compos mentis
TD

: 120/70mmHg

RR

: 20X/menit

:70x/menit

: 36 C

STATUS OFTALMOLOGIK
OCULUS DEXTER
1/300
-

VISUS
VISUS dg KACAMATA
SENDIRI
VISUS KOREKSI

Tidak dilakukan
Eksoftalmus (-), gerak bebas
ke segala arah
Madarosis (-), trikiasis (-)
Benjolan (-), Edema (-),
hiperemis (-)
Edema (-), hiperemis (-)
Sekret (-), hipermis (-)
Sekret (-), inj.Konjungtiva (-)

KONJUNGTIVA BULBI

Ikterik (-), inj. Episklera (-)


Jernih (+), edema (-),
infiltrat (-)
COA dalam, hifema (-),
hipopion (-)
Coklat gelap, reguler
Isokor, bulat, refleks cahaya
(+) D 3 mm
Keruh, Iris Shadow (-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal (palpasi)

SKLERA

Tidak dilakukan

OCULUS SINISTER
1/60
-

SILIA

Tidak dilakukan
Eksoftalmus (-), gerak bebas
ke segala arah
Madarosis(-),trikiasis (-)

PALPEBRA SUPERIOR

Edema (-), hiperemis (-)

PALPEBRA INFERIOR
KONJUNGTIVA PALPEBRA

Edema (-), hiperemis (-)


Sekret (-), hiperemis (-)
Sekret (-), inj. Konjungtiva
(-)
Ikterik (-), inj. Episklera (-)
Jernih (+), Edema (-),
infiltrat (-)
COA dalam, hifema (-),
hipopion (-)
Coklat gelap, reguler
Isokor, bulat, refleks cahaya
(+) D 3 mm
Keruh, Iris Shadow (+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal (palpasi)

BOLA MATA

KORNEA
BILIK MATA DEPAN
IRIS
PUPIL
LENSA
REFLEKS FUNDUS
KORPUS VITREUS
TEKANAN INTRAOKULI
SISTEM KANALIS
LAKRIMALIS

RINGKASAN
Identitas : Ny. Siti Aminah, 49 tahun

Tidak dilakukan

Anamnesis
KU: Mata merah, pegal, gatal, keluar cairan jernih

onset: 1 bulan yang lalu


lokasi: mata kanan dan kiri

RPD: Alergi (-), DM (+),Hipertensi (+), riwayat penyakit dengan keluhan


serupa (+)

RPK: keluarga dan orang terdekat tidak ada memiliki keluhan yang serupa

RP Sos-Ek: Pedagang kaki lima

Pemeriksaan

Status presen: keadaan umum/ kesadaran : baik/ kompos mentis


TD 140/90mmHg

N 88x/menit RR 20x/menit

S 36 C
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis alergi
DIAGNOSIS KERJA
ODS konjungtvitis viral

TERAPI
Antiviral tablet, misalnya acyclovir 400mg 5x1
Antiviral topikal, misalnya acyclovir 5x1 ODS
PROGNOSIS
OD

OS

Quo ad visam

dubia ad bonam

dubia ad bonam

Quo ad sanam

dubia ad bonam

dubia ad bonam

Quo ad vitam

ad bonam

ad bonam

Quo ad cosmeticam

ad bonam

ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian
putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut
menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata
merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai hal diantaranya disebabkan
oleh virus (Ilyas, 2010).
2.2. Etiologi
Berbagai

jenis

virus

diketahui

dapat

menjadi

agen

penyebab

konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis


virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam
faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata
primer oleh karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan
biasanya menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan
konjungtivitis terutama pada neonates (Vaughan, 2007).
2.3. Epidemiologi
Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di
Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus
yang tidak dibawa ke perhatian medis, statistik yang akurat pada frekuensi
penyakit tidak tersedia. Pada penelitian di Philadelphia, 62% dari kasus
konjungtivitis penyebabnya adalah virus. Sedangkan di Asia Timur,
adenovirus dapat diisolasi dari 91,2% kasus yang didiagnosa epidemik
keratokonjungtivitis.

2.4. Patogenesis

Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan


mata (konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk bagian
dalam palpebra (konjungtiva palpebra). Konjungtiva melekat erat dengan
sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan
kornea. Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet
yang terdapat pada konjungtiva bertanggung jawab untuk mempertahankan
lubrikasi mata. Seperti halnya membrane mukosa lain, agen infeksi dapat
melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan
gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya
konjungtivitis merupakan proses yang dapat menyembuh dengan sendirinya,
namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan komplikasi
yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.
2.5. Manifestasi klinis
Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan
dan sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.
a. Demam faringokonjungtival
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang
tipe 4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C,
sakit tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel
sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit
ini dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering
terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit
kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul
tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin
tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam,
faringitis, dan konjungtivitis) (Vaughan, 2007).

b. Keratokonjungtivitis epidemika
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D
tipe 8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral.

Awitan sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata
pertama biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair
mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel,
dan kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra,
kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel
dan

perdarahan

konjungtiva.

Kadang-kadang

dapat

terbentuk

pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut


datar ataupun symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4
minggu. Kekeruhan epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa disertai parut (Vaughan, 2007).
c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)
Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan
keadaan luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, disertai sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul
sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering
disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi
eptelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi
mumnya folikuler namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes
kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat
pada palpebra. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas
untuk konjungtivitis HSV (Vaughan, 2007).
d. Konjungtivitis hemoragika epidemik akut
Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan
kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis
tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit,
fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema
palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul
kemosis. Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun
dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari

konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus,


didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis
epithelia. Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala
demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi melalui kontak erat dari
orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optik yang terkontaminasi, dan
air (Vaughan, 2007).
e. Konjungtivitis Newcastle
Konjungtivitis Newcastle disebabkan oleh virus Newcastle dengan
gambaran klinis sama dengan demam faring konjungtiva. Penyakit ini
biasanya terdapat pada pekerja peternak unggas yang ditulari virus
Newcastle pada unggas. Umumnya penyakit bersifat unilateral walaupun
dapat juga bilateral. Konjungtivitis ini memberikan gejala influenza dengan
demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi. Konjuntivitis Newcastle akan
memberikan keluhan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan
kabur dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangkat waktu kurang dari
satu minggu. Pada mata akan terlihat edema palpebral ringan, kemosis dan
secret yang sedikit, dan folikel-folikel yang terutama ditemukan pada
konjungtiva tarsal superior dan inferior. Pada kornea ditemukan keratitis
epithelial atau keratitis subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening yang
tidak nyeri tekan (Ilyas, 2010).
Konjungtivitis virus menahun meliputi:
a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum
Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan
infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna
putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum
pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan
konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus
superior, dan mungkin menyerupai trachoma (Vaughan, 2007).
b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan
konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran
dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi

umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel,


pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada
awal perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula
yang nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan
bulu mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian
tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut.
Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang
jelas (kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai
phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus.
Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya
(Vaughan, 2007).
c. Keratokonjungtivitis morbili.
Pada tahap awal konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer).
Beberapa hari sebelum erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan
sekret mukopurulen. Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan
timbul bercak-bercak koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada
carunculus. Keratitis epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua
(Vaughan, 2007).
2.6. Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis virus ditegakkan dengan adanya sekret serosa.
Rasa gatal yang lebih minimal, adanya hiperemis, lakrimasi yang banyak.
Jika dilakukan pewarnaan dan kerokan eksudat akan terlihat monosit.
2.7. Diagnosis banding
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya
dan reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap
obat, bakteri dan toksik. Di negara-negara maju, 20-30% populasi
mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut mengidap
konjungtivitis alergi.

Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari

peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik


yang berat seperti keratokonjungtivitis alergi (Vaughan, 2007).

Konjungtivitis Bakteri
Suatu konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dapat saja akibat dari
infeksi gonokok, meningokok, staphylococcus aureus, streptococcus
pneumonia, hemophilus influenzae, dan escherichia coli. Konjungtivitis
bakteri memberikan gejala berupa sekret mukopurulen dan purulen, kemosis
konjugtiva, edama kelopak, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis.
Terdapat papil dan mata merah. Konjungtivitis bakteriini mudah menular
(Ilyas, 2010).
2.8.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis

virus dapat diuraikan sebagai berikut :


1.Konjungtivitis viral akut
a. Demam faringokonjungtiva
Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat
suportif karena dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen,
lubrikasi, sedangkan pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik
dengan steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

b. Keratokonjungtivitis epidemi
Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin
akan mengurangi beberapa gejala. Penggunaan kortikosteroid dapat
memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus
dihindari. Anti bakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
c. Konjungtivitis herpetik
Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas
satu tahun atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan
mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik
harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus
kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus

menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan
penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus
diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun.
Penggunaan

kortikosteroid

dikontraindikasikan

karena

bias

memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari


suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang
berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400
mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga
steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik
untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan dapat
diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan
bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis (Vaughan, 2007).
d. Konjungtivitis new castle
Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat
simtomatik (Ilyas, 2010).
e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya
simtomatik. Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat
digunkan untuk mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi
dalam 5-7 hari (Ilyas, 2010).
2. Konjungtivitis viral kronik
a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum
Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi
yang memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis.
Pada kondisi ini eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster

Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral


5x selama 10 hari).
c. Keratokonjungtivitis morbili
Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.

Konjungtivitis

viral

merupakan

penyakit

infeksi

yang

angka

penularannya cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat


penting. Penularan juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga
kesehatan yang memeriksa pasien. Langkah langkah pencegahan yang
perlu diperhatikan adalah mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh
mata dengan tangan kosong, serta tidak menggunakan peralatan yang akan
digunakan untuk pemeriksaan pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan
sekitar, pasien sebaiknya disarankan untuk menghindari kontak dengan
orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah dalam 1 2 minggu, juga
menghindari pemakaian handuk bersama (Ilyas, 2010).
2.9. Komplikasi
Konjungtivitis

virus

blefarokonjungtivitis.

bisa

berkembang

Komplikasi

lainnya

menjadi
bisa

kronis,

berupa

seperti

timbulnya

pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan
keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit.
2.10.Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat
sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi
apabila tidak ditangani dengan baik (Vaughan, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Scott,
IU.
Viral
Conjunctivitis.
2011.
Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall
Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan-Eva, P. 2007. General Ophtalmology. 17th Ed.
McGraw Hills.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul
ODS Konjungtivitis Viral ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1
2

dr. Teguh Anamani, Sp.M selaku pembimbing


Rekan-rekan yang membantu dalam penyusunan makalah presentasi
kasus ini

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayan


kesehatan, pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya
olehh berbagai pihak yang berkepentingan.

Purwokerto, April 2015

Penulis

You might also like