Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Jessica Christiana Putri
G99152075
Pembimbing:
dr. Dewi Haryanti K, SpBP
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Luka bakar (combustio) dapat terjadi karena suhu tinggi (thermal burn), luka
bakar bahan kimia (chemical burn), luka bakar radiasi (radiation injury) dan luka
bakar karena sengatan listrik (electrical burn). Pada luka bakar karena sengatan
listrik, karakteristik listrik serta sifat berbagai jaringan menentukan derajat
kerusakan dan memberikan prediksi mengenai kemungkinan morbiditas yang
bahkan mortalitas.
B. KARAKTERISTIK LISTRIK
Beberapa karakteristik listrik yang perlu diketahui antara lain adalah tegangan
(voltage), arus listrik, resistensi dan konduksi.
1. Tegangan:
Tegangan adalah gaya elektromotif atau perbedaan potensial listrik. Semakin
besar tegangan listrik yang dialirkan ke jaringan yang memiliki resistensi
relatif tetap, semakin besar arus yang dialirkan.
2. Arus listrik
Arus listrik (electric current) adalah aliran litrik yang dibagi menjadi dua yaitu
arus bolak balik (alternating current, AC) dan satu arah (direct current, DC).
Low voltage AC injury
a. Tanpa kehilangan kesadaran: Biasanya terjadi pada paparan < 1000 volt.
Biasa terjadi pada setting rumah tangga atau kantor. Biasanya, anak-anak
dengan cedera listrik hadir setelah menggigit atau mengunyah kabel listrik
dan menderita luka bakar oral. Dapat menyebabkan cedera serius bila
waktu terkenanya diperpanjang, seperti kontraksi otot tetanus, otot akan
terstimulasi 40-110 kali per menit, terjadi tetanus dan pasien cenderung
dari folikel rambut, kelenjar keringat dan lemak. Kulit yang berkeringat lebih
jelek daripada kulit yang kering. Menurut hitungan Cardieu, bahwa
berkeringat dapat menurunkan tahanan sebesar < 1,000 ohm.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang
dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka
bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai
dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus
listrik. Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami
luka bakar.
Tahanan tubuh terhadap aliran listrik juga akan menurun pada keadaan
demam atau adanya pengaruh obat-obatan yang mengakibatkan produksi
keringat meningkat. Pertimbangkan tentang transitional resistance, yaitu
suatu tahanan yang menyertai akibat adanya bahan-bahan yang berada di
antara konduktor dengan tubuh atau antara tubuh dengan bumi, misalnya baju,
sarung tangan karet, sepatu karet, dan lain-lain.
C. PENGARUH LISTRIK TERHADAP TUBUH
Berdasarkan aspek resistensi dan konduksi ini, dibedakan menjadi dua jenis
arus, yaitu arus langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) yang membedakan
dua jenis luka bakar listrik
1. Arus Langsung (Direk)
Terjadi saat seseorang menyentuh sebuah konduktor yang terhubung
dengan arus listrik. Dampak jaringan listrik diuraikan berikut ini :
a. Kulit
Kulit adalah jaringan yang merupakan resistor (namun tidak sebaik
tulang), bukan konduktor yang baik (tidak sebaik saraf, pembuluh darah,
dan otot).Oleh karena itu, sebagian besar energi listrik diserap oleh kulit
terutama di daerah yang memiliki lapisan keratin tebal (telapak tangan,
telapak kaki) dan diubah menjadi energi panas menimbulkan luka bakar
(efek termal).
melalui
tangan
kiri
dan
keluar
melalui
kaki
yang
memasuki
tubuh
korban
di
atas
nilai
ambang
yang
kelenjarkeringat,
kelenjar
sebacea
tinggal
sedikit.
2. Berdasarkan Luas
Wallace membagi tubuh atas bagian nagian 9 % atau kelipatan dari 9
terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace. Dalam perhitungan
agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah
1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak anak dipakai modifikasi Rule
of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5
tahun dan 1 tahun.
dalam sehingga permukaan superfisial yang terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh
atau bullae pada luka bakar sering pecah dan meninggalkan suatu permukaan
merah kasar yang mengeluarkan cairan serous dan dapat berdarah. Luka bakar
yang superfisial terasa nyeri karena ujung saraf terpapar dan mengalami inflamasi.
Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya yaitu, kulit mungkin terlihat normal.
Akan tetapi, tampak mengkilap sehingga pembuluh-pembuluh darahnya mudah
dilihat, tetapi darah dalam pembuluh darah tersebut tidak dapat keluar karena
sudah mengalami koagulasi sehingga saat ditusuk tidak akan mengeluarkan darah.
Selain itu, kulit amat kaku ketika disentuh, serta tidak dapat merasakan nyeri,
karena sebagian besar ujung saraf sudah mati. Pada kondisi yang lebih berat,
dapat terjadi pengarangan dan karbonisasi (hitam).
Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress
pernapasan seperti suara serak, ngiler, tanda-tanda cedera inhalasi seperti
pernapasan cepat dan sulit, krakles, stridor, serta batuk pendek.
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien luka bakar adalah anamnesis
singkat dikarenakan luka bakar merupakan bagian dari kegawat daruratan
biasanya anamnesis dilakuakan secara auto dan alloanamnesis. Anamnesis
yang sering ditanyakan adalah, berat badan pasien, umur, sudah berapa lama
setelah terkena arus listrik, bagaimana mula kejadian, sumber dari arus listrik,
penanganan apa yang sudah dilakukan dan lain lain seperti keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu riwayat penyakit
keluarga, riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kejiwaan, gaya hidup
menyusul
2. Pemeriksaan Fisik
Lakukan primary survey dengan mengawasi jalan napas (airway),
pernapasan (breathing), sirkulasi (circulation), disabilitas (disability), dan
dapat disiramkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun
air dingin tidak boleh diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi.
2. Resusitasi jalan napas
Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang
adekuat, terutama pada pasien dengan kecurigaan cedera inhalasi.
3. Resusitasi cairan
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau Ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau
kasus luka bakar >25-30% atau dijumpai keterlambatan >2jam. Dalam <4
jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%x BBkg)] ml.
70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal
kehilangan cairan tubuh yang dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas
<25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan
dihitung berdasarkan rumus Baxter: 3-4 ml/kgBB/ % luas LB. 3
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid.
Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam
sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak
terlalu luas dan tanpa keterlambatan. Pemberian cairan menurut
formula Parkland adalah sebagai berikut:
Pemantauan
sirkulasi
dengan
menilai
produksi
urin
(3-
DAFTAR PUSTAKA
Carvajal HF, Griffith JA. Burn and inhalation injury. Dalam: Fuhrman BP,
Zimmerman JJ, penyunting.. Edisi ke- 3. Philadelphia : Mosby Elsevier;
2006. hlm. 1565-74.
Gandhi I, Lord D, Enoch S. Management of pain 5. in children with burns. Int
J Paed. 2010; 12(3): 1-7.
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. 2008. Burns. In: Townsend CM,
Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of
Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Gibran NS. 2006. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM,
Gerard M, Ronald V, Upchurch GR. Greenfields Surgery: Scientific
Principles and Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins.
Grace, Pierce A. & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. edisi
ketiga. Jakarta: Erlangga. Kapita selekta edisi 3 jilid 2.
Latenzer BA. Critical care of the burn patient 16. the first 48 hours. Crit Care
Med. 2009;97(10): 2823-7.
Moenadjat Y (2003). Luka Bakar Pengetahuan Klinik Praktis. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Yurt RW, Howell JD, Greenwald BM. Burns, electrical injuries, and smoke
inhalation. Dalam: Nichols DG, penyunting. Roger's textbook of
pediatric intensive care. Edisi ke- 4. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins; 2008. hlm. 414-25.