You are on page 1of 11

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)


Disebut juga Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Absorbsi atom adalah
spektroskopi atom yang pertama kali dapat diandalkan untuk menganalisa
adanya logam dalam sampel yang berasal dari lingkungan.
Prinsip dasar AAS
Dalam AAS kita mengukur serapan (absorbsi) yang dialami oleh
seberkas sinar yang melalui kumpulan atom-atom. Serapan akan bertambah
dengan bertambahnya jumlah atom yang menyerap sinar tersebut.
Sinar

tersebut

bersifat

monokromatis

dan

mempunyai

panjang

gelombang () tertentu. Suatu atom unsur X hanya bisa menyerap sinar


yang panjang gelombangnya sesuai dengan unsur X tersebut. Artinya, sifat
menyerap sinar ini merupakan sifat yang khas (spesifik) bagi unsur X
tersebut. Misal : atom Cu menyerap sinar dengan = 589,0 nm sedangkan
atom Pb menyerap sinar dengan = 217,0 nm. Dengan menyerap sinar
yang khas, atom tersebut tereksitasi (elektron terluar dari atomnya
tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi).
Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi
analit dalam larutan standar bisa dipergunakan untuk menganalisa larutan
sampel yang tidak diketahui, yaitu dengan mengukur serapan yang
diakibatkan oleh larutan sampel tersebut terhadap sinar yang sama.
Biasanya terdapat hubungan yang linier antara serapan (A) dengan
konsentrasi (c) dalam larutan yang diukur dan koefisien absorbansi (a).
A=a.b.c
Dari hukum Lambert-Beer / Bouguer-Beer
Bila

cahaya monokromatis dilewatkan pada media

transparan maka

berkurangnya intensitas cahaya yang ditransmisikan sebanding dengan


ketebalan (b) dan konsentrasi larutan.

Cara sederhana untuk menemukan konsentrasi unsur logam dalam cuplikan


adalah dengan dengan membandingkan nilai absorbans (Ax) dari cuplikan
dengan absorbansi zat standar yang dikerahui konsentrasinya.
Ax = Cx

As = Cs
Dimana
Ax = absorban sampel
As = absorban standar
Cx = konsentrasi sampel
Cs = konsentrasi standar

Komponen komponen Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)


1. Lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp)
Lampu katoda berongga terdiri atas tabung gelas yang

diisi dengan gas

argon (Ar) atau neon (Ne) bertekanan rendah (4-10 torr) dan di dalamnya
dipasang sebuah katoda berongga dan anoda. Rongga katoda berlapis logam
murni dari unsur obyek analisis. Misalnya : untuk pengukuran Fe diperlukan
lapisan logam Fe. Batang anoda terbuat dari logam wolfram / tungsten (W).
2. Ruang pengkabutan (Spray Chamber)
Merupakan bagian di bawah burner dimana larutan contoh diubah menjadi
aerosol. Dinding dalam dari spray chamber ini dibuat dari plastik / teflon.
Dalam ruangan ini dipasang peralatan yang terdiri atas :
a. Nebulizer glass bead atau impact bead (untuk memecahkan larutan menjadi
partikel butir yang halus)
b. Flow spoiler (berupa baling-baling berputar, untuk mengemburkan butir /
partikel larutan yang kasar)
c. Inlet dari fuel gas dan drain port (lubang pembuangan)
3. Pembakar (Burner)
Merupakan alat dimana campuran gas (bahan bakar dan oksida) dinyalakan.
Dalam nyala yang bersuhu tinggi itulah terjadi pembentukan atom-atom
analit yang akan diukur. Alat ini terbuat dari logam yang tahan panas dan
tahan korosi. Desain burner harus dapat mencegah masuknya nyala ke
dalam spray chamber. Hal ini disebut blow back dan amat berbahaya.
Burner untuk nyala udara asetilen (suhu 2000 2200 0 C) berlainan dengan
untuk nyala nitrous oksida-asetilen (suhu 2900 3000 0 C). Burner harus
selalu bersih untuk menjamin kepekaan yang tinggi dan kedapatulangan
(repeatability) yang baik.

4. Monokromator & Slit (Peralatan optik)


Fungsi : untuk mengisolir sebuah resonansi dari sekian banyak spektrum
yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga.
5. Detektor
Detektor yang biasa digunakan dalam AAS ialah jenis photomultiplier tube,
yang jauh lebih peka daripada phototube biasa dan responnya juga sangat
cepat (10-9 det). Fungsinya untuk mengubah energi radiasi yng jatuh pada
detektor menjadi sinyal elektrik / perubahan panas.
6. Lain-lain
a. Pembuangan gas dan udara kotor (exhaust dust)
b. Pipa saluran gas

Metode Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)


1. Teknik Nyala
a. Hydride Generation ( analisis logam volatile : As, Sb, Se, Sb, Sn )
b. Flame ( hampir semua logam, dalam ppm )
2. Teknik Tanpa Nyala
a. Grafit Furnace ( hampir semua logam, dalam ppb )
b. Cold Vapor ( khusus logam Hg )

1. Metode Nyala ( Flame )


Sampel diaspirasikan ke spray chamber lewat kapiler dari nebulizer.
Penyedotan ini akibat efek tekanan gas oksidan yang masuk ke nebulizer.

Aliran larutan

ini keluar kapiler dengan kecepatan tinggi dan segera

menumbuk silica glass bead di depannya sehingga terpecahlah larutan


membentuk butir-butir kabut. Kabut ini bercampur dengan gas membentuk
aerosol. Setelah proses pengkabutan, campuran gas naik menuju burner
maka terjadi

proses pemanasan dan pengatoman. Setelah itu terjadi

penyerapan sinar oleh atom, banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus
dengan kadar zat.
2. Metode Tanpa Nyala ( Flameless )
Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan energi listrik pada batang karbon
yang biasanya berbentuk tabung grafit. Contoh diletakkan dalam tabung
grafit dan listrik dialirkan melalui tabung

tersebut sehingga tabung

dipanaskan dan contoh akan teratomisasikan. Temperatur tabung grafit


dapat diatur dengan merubah arus listrik yang dialirkan, sehingga kondisi
temperatur optimum untuk setiap macam contoh / unsur yang dianalisa
dapat dicapai dengan mudah.
3. Metode Cold Vapor
Pada metode ini senyawa raksa ( Hg ) dalam contoh uji dioksidasikan dengan
penambahan KmnO4 menjadi Hg2+ pada proses destruksi ( dengan waterbath
) pada suhu 950 C, proses destruksi dilakukan dalam suasana asam Hg 2+
yang terbentuk direduksi oleh SnCl2 menjadi Hg0 ( uap Hg ). Kemudian atom
netral tersebut akan menguap sebagai atom-atom bebas dan didorong oleh
udara ke sel. Jika cahaya dengan panjang gelombang lampu katoda Hg
melalui sel, maka sinar yang diabsorbsi oleh Hg berbanding lurus dengan
kadar Hg.

High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode pemisahan yang
dikembangkan dari asas proses pemisahan adsorpsi dan partisi ke arah yang lebih luas yaitu
proses pemisahan yang berdasarkan afinitas, filtrasi gel, dan ion yang berpasangan yang
prosesnya tetap dilaksanakan di dalam kolom yang disertai pemakaian pelarut dengan tekanan
tinggi (Mulja,1995).
HPLC adalah teknik yang berkembang dari kromatografi kolom yang memiliki beberapa
keuntungan diantaranya ukuran fasa diamnya lebih kecil, kolom lebih pendek sehingga waktu
elusi atau waktu retensi (tR) lebih pendek dan analisisnya berlangsung cepat, pelarut dan kolom
dapat dipakai berulang kali serta ketepatan dan ketelitiannya yang relatif tinggi. Apabila
dibandingkan dengan kromatografi gas maka HPLC tidak dipengaruhi oleh volatilitas dan
stabilitas bahan (Lindsay, 1992).
Dasar pemisahan HPLC adalah perbedaan kecepatan migrasi dari komponen-komponen sampel
yang terjadi karena adanya perbedaan kesetimbangan distribusi dalam fasa diam dan fasa gerak
untuk senyawa-senyawa yang berbeda. HPLC sangat ideal untuk memisahkan molekul-molekul
dari sampel organik dalam sampel biologis, bahan-bahan alam yang mudah mengalami
perubahan, senyawa yang kurang stabil, dan senyawa dengan berat molekul tinggi (Mulja, 1995;
Lindsay, 1992).
HPLC pada dasarnya adalah suatu bentuk kromatografi kolom yang menggunakan kolom yang
terbuat dari bahan kemasan ukuran partikel kecil dan berbentuk teratur. Karena kehalusan
kemasan, untuk mendapatkan laju aliran yang memadai, digunakan tekanan sampai 10.000 psi.
Cara ini memungkinkan peneliti menganalisis komponen flavonoid dalam suatu campuran secara
kuantitatif pada aras resolusi dan kepekaan yang tinggi (< 50 ng) (Markham, 1987).
Dalam HPLC, terdapat suatu detektor yang sangat peka untuk menganalisis larutan yang keluar
dari kolom. Secara umum, alat yang digunakan untuk deteksi dalam kromatografi kolom
berdasarkan pada perbedaan sifat fisika dan kimia dari analit dan pelarut. Pada sistem
kromatografi cair, sifat fisik dari sampel dan fase gerak sering kali sama sehingga ada 2 tipe
dasar detektor yang dikembangkan untuk penggunaan pada sistem kromatografi cair, yaitu: 1).
Mengukur perbedaan sifat umum yang ada baik pada sampel maupun fase gerak, misalnya
detektor perbedaan indeks bias, konduktivitas dan konstanta dielektrik; 2). Mengukur sifat yang
spesifik pada sampel, dengan membersihkan fase gerak sebelum deteksi (flame ionization
detector (FID) dan electron capture detector (ECD)) atau tanpa membersihkan fase gerak
sebelum deteksi dilakukan (detektor UV, polarografi dan radioaktivitas). Karakteristik detektor

yang ideal untuk HPLC, antara lain: memiliki sensitivitas tinggi, memberikan respon terhadap
semua solut (memiliki spesifisitas yang dapat diprediksi), memiliki respon linier terhadap seri
konsentrasi solut, ruang kosong yang rendah, tidak destruktif, tidak sensitif terhadap perubahan
temperatur dan kecepatan fase gerak, dan mudah digunakan (Hamilton et al., 1982; Swadesh,
2000).
Dalam penggunaan HPLC, ada 2 teknik yang sering dilakukan yaitu elusi secara isokratik dan
gradien. Kromatografi isokratik cenderung lebih sensitif terhadap perubahan fase gerak,
temperatur, kecepatan pompa dan komposisi sampel. Sedangkan kromatografi gradien biasanya
kurang sensitif terhadap variasi kecil faktor-faktor diatas, tetapi sangat sensitif terhadap kolom,
waktu ekuilibrasi dan preparasi gradien. Parameter teoritis dari kromatografi isokratik
digambarkan dengan model lempeng (plate). Senyawa yang dianalisis akan terdistribusi antara
fase diam dan fase gerak. Pada saat tertentu, suatu molekul akan ditransfer pada fase diam dalam
kolom. Kemudian, molekul tersebut akan lepas dari kolom dan terbawa kembali oleh fase gerak
sampai pada tempat dimana molekul tersebut terikat lagi pada fase diam. Proses ini terjadi secara
kontinyu. Lokasi dimana analit ditransfer ke fase diam secara teoritis disebut lempeng (plate)
dan jarak antara lempeng satu dengan yang lain disebut tinggi lempeng (plate height). Parameter
yang digunakan untuk menentukan kemampuan pemisahan dalam penggunaan HPLC adalah
faktor kapasitas, waktu retensi, lebar pada tinggi setengah puncak, jumlah lempeng teoritis,
resolusi dan faktor selektivitas (Swadesh, 2000).

SPEKTROFOTOMETER ULTRA VIOLET/VISIBEL


2.1 Prinsip Dasar
Sebelum mempelajari Spektrofotometer UV/Vis, kita harus mengetahui terlebih dahulu hukum
Lambert beer berbunyi bila seberkas sinar melalui media transparan maka sinar itu sebagian
akan dipantulkan, diabsorpsi dan dipancarkan.
Id Ia It
Ie
I : sinar e : emisi
d : datang t : transmisi
didapat persamaan :
Id = Ia + Ie + It
Ie ( diabaikan) Id = Ia + It
Dari ketiga sinar tersebut hanya Lt yang dapat dideteksi, adapun hukum yang mendasari
Spektrofotometer UV/Vis yaitu :
bila suatu sinar monokromatis dilewatkan padai suatu media yang transparan, maka bertambah
atau turunnya intensitas sinar yang di teruskan/dipancarkan/ditransmisikan sebanding dengan
bertambah tebal dan kepekatan dari media tersebut.
Adapun persamaanya :
A = . t . c atau A = Log Id/It

A : Absorbansi
: epsilon yang besarnya tergantung dan jenis senyawa
t: tebal media
c: kepekatan media
Dalam spektrofotometer skala galvanometer bisa dalam transmisi atau absorbansi .
persamaanya :
A = Log 100
%T
2.2 Pengertian Spektrofotometer UV/Vis
Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari dua komponen yaitu spektrofotometer berfungsi
menghasilkan spektra dengan panjang gelombang tetrtentu, dan fotometer yang berfungsi
mengukur intensitas cahaya yang ditransmisi, direfleksi, dan ditransmisi. Spektrofotometer
UV/Vis adalah alat instrumen analisis yang bekerja berdasarkan prinsip kolorimetri yaitu metode
yang menyatakan bahwa tua-mudanya warna yang timbul pada larutan contoh tergantung pada
kepekatan konsentrasi suatu unsur. Metode analisis ini didasarkan pada pengukuran energi
cahaya tampak ( visibel ) atau cahaya ultraviolet ( UV ) oleh suatu senyawa sebagai fungsi dari
panjang gelombang.
2.3 Komponen Spektrofotometer UV/Vis
Suatu peralatan UV/Vis terdiri dari komponen-komponen yaitu sumber sinar, monkromator,
kuvet, detektor, amplifier, dan indikator. Spesifikasinya dijelaskan sebagai berikut :
2.3.1 Sumber Sinar
Sumber sinar dalam alat ini mempunyai dua fungsi yaitu untuk memberikan energi pada daerah
panjang gelombang sesuai keinginan pengukuran dan mempertahankan intensitas sinar yang
konstan selama pengukuran.
Dalam alat ini digunakan 2 kombinasi sinar yaitu sinar tampak dan sinar ultara violet, sinar
tampak digunakan lampu biasa (misalnya lampu wolfram (320-2500nm)) dan sinar ultra violet
digunakan lampu hidrogen atau deuterium (160-375nm).
2.3.2 Monokromator
Sinar yang dikeluarkan oleh sumber sinar adalah sinar polikromatris, sinar ini mengandung
berbagai panjang gelombang. Sesuai hukum lambert beer sinar yang diperlukan untuk
pengukuran adalah sinar monokromatis karena agar bisa dapat diperoleh hasil nilai serapan yang
linier dengan nilai konsentrasi.
Monokromator adalah komponen yang digunakan untuk mengubah sinar polikromatis menjadi
monokromatis. Monokromator terdiri atas :
a. celah masuk (slit)
berfungsi untuk menerima sinar yang telah dipersempit pada daerah panjang gelombang tertentu
untuk diteruskan ke zat (kuvet).
b. lensa kolimator
berfungsi untuk mengubah sinar menjadi berkas yang sejajar.
c. media pendispersi
media ini terdapat 2 jenis :
a. prisma
Prisma bekerja berdasarkan prinsip pembiasan cahaya, hasil pembiasan adalah terpecahnya
radiasi menjadi beberapa radiasi dengan panjang gelombang tertentu, panjang gelombang yang

berbeda-beda dapat diatur untuk dilewatkan melalui celah-celah keluar dan mencapai sampel
dengan cara memutar prisma.
Prisma bisa terbuat dari gelas, kuarsa, atau silica. Pada daerah UV harus digunakan prisma dari
kuarsa ataupun silika leburan. Prisma juga dapat digunakan untuk daerah infra merah, tetapi
radiasi infra merah ditransmisikan oleh gelas dan silica leburan, oleh karena itu daerah prisma
dan alat optik harus terbuat dari kristal halida alkali atau alkali tanah yang bisa ditembus oleh
sinar infra merah.
Prisma bekerja baik pada daerah radiasi UV dan sinar tampak, meskipun dapat juga digunakan
untuk infra merah, akan tetapi prisma lebih efektif pada daerah panjang gelombang yang lebih
pendek maka jarang sekali prisma digunakan untuk radiasi infra merah.
b. kisi difraksi
Kisi difraksi bekerja berdasarkan prinsip pemantulan cahaya. Kisi difraksi mengandung banyak
galur pada permukaannya (seperti aluminium, jumlah galur perinci ini sebanyak 15000-30000
untuk daerah ultra violet dan sinar tampak yang berfungsi sebagai pusat pemencar dan
menghasilkan dispersi yang sama untuk semua panjang gelombang. Kisi difraksi sukar untuk
disiapkan dan kisi yang asli harganya sangat mahal.
d. celah keluar
berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diinginkan.
2.3.3 Kuvet
Kuvet (sel ) Adalah tempat disimpannya larutan sampel yang akan diukur serapannya, kuvet ini
diletakkan pada jalan cahaya dari monokromator. Adapun syarat khusus yang harus dipenuhi ,
yaitu :
o Tidak berwarna (agar dapat mentransmisikan semua cahaya)
o Permukaannya sejajar
o Inert (tidak bereaksi terhadap bahan kimia)
o Tidak rapuh
o Tidak menyerap cahaya
o Terbuat dari gelas silikat biasa (kaca korex untuk daerah UV)
o Ukuran diameter 1 cm dengan volume 5ml
o Bentuk sederhana ( persegi panjang atau silinder )
2.3.4 Detektor
Detektor pada umumnya berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, energi
cahaya yang dirubah ialah energi cahaya yang ditransmisikan yang jatuh mengenainya menjadi
suatu besaran yang terukur.
Idealnya detektor harus memiliki kepekaan yang tinggi, perbandingan sinyal-noise yang tingi
dan responnya stabil pada daerah panjang gelombang. Sebagai detektor dapat dipakai phototube
atau barrier layer cell. Spesifikasinya sebagai berikut
a. Photo tube (photo emmisive cell, yang lebih peka photomultipilier tube)
Bentuk sederhananya terdiri atas suatu bola gelas (didalam bola terdapat katoda dan anoda yang
dihubungkan dengan suatu baterai) yang hampa udara atau berisi gas mulia bertekanan rendah.
Katoda didalam bola berbentuk lempeng setengah lingkaran dan dibagian dalamnya dilapisi zat
yang sangat peka terhadap cahaya , sedangkan anodanya terbuat dari cincin logam yang
diletakkan sedikit dekat dengan pusat lingkaran.
Mekanisme kerjanya yaitu cahaya yang jatuh pada katoda akan membebaskan elektron dan akan
meloncat ke anoda sehingga akan terdapat aliran dalam sirkuit.
b. Barrier layer cells ( photo vlatalic cell )

Terdiri atas sebuah plat logam yang dilapisi suatu lapisan semi konduktor dan suatu lapisan
transparan yang tipis dari perak yang dilettakan diatas lapisan semi konduktor ( berlaku sebagai
elktron kolektor).
Mekanisme kerjanya yaitu Energi cahaya yang jatuh diatas permukaan sampai ke lapisan semi
konduktor akan mengeksitasi elektron-elektron antar permukaan menuju ke elektron kolektor.
2.3.5 Amplifier
Berfungsi untuk memperbesar/memperkuat arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat dibaca
oleh recorder.
2.3.6 Recorder dan komputer
Berfungsi untuk membaca sinyal listrik yang dihasilkan pada detektor yang telah diperkuat
arusnya oleh amplifier agar dikonversikan ke dalam besaran absorbans atau % tansmitan.
2.4 Mekanisme Kerja
Sinar dari sumber sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih dahulu melalui
monokromator, kemudian sinar monokromatis dilewatkan melalui kuvet yang berisi contoh maka
akan menghasilkan sinar yang ditransmisikan dan diterima oleh detektor untuk diubah menjadi
energi listrik ang kekuatannya dapat diamati oleh alat pembaca (satuan yang dihasilkan adalah
absorban atau transmitan).
2.5 Jenis spektrofotometri UV/Vis
a. Single beam (berkas tunggal)
Pada spektrofotometer ini hanya satu berkas sinar yang dilewatkan melalui kuvet.
b. Doubel beam (berkas tungggal)
Pada alat ini sumber sinar dibagi menjadi dua berkas oleh cermin yang berputar, yaitu :
i. Berkas pertama melalui kuvet berisi blanko
ii. Berkas kedua melalui kuvet berisi standar/contoh
Jenis ini dirancang agar memudahkan dalam pengukuran larutan blanko dan contoh/standar
dapat dilakukan dalam waktu bersamaan, sinar monokromatis dari monokromator akan melewai
kuvet blanko dan kuvet contoh/standar secara bergantian dan pada akhirnya sinar yang masuk ke
detektor adalah sinar dari larutan contoh/standar yang telah dikoreksi.
2.6 Penyimpangan Lambert Beer
Adakalanya perubahan nilai serapan tidak linier dengan perubahan konsentrasi, misalnya apabila
kenaikan konsentrasi menjadi 2x atau 3x konsentrasi pada suatu pengukuran dan hasil yang
diperoleh tidak mengubah nilai serapan menjadi 2x atau 3x dari serapan awal, maka ketidak
linieran itu diakibatkan oleh beberapa penyebab yang disebut penyimpangan hukum lambert
beer. Penyimpangan itu diantaranya sebab kimia, sebab instrumental, dan sebab nyata.
Sebab kimia
Sebab kimia disebabkan dengan yang berkaitan dengan perubahan kimia yaitu ionisasi dan
hidrolisis pada zat yang diukur. Ionisasi akan mengubah konsentrasi zat yang diukur,
penyimpangan ini disebabkan oleh ionisasi dapat diatasi dengan menggeser kesetimbangan ke
arah bentuk yang diukur. Sedangkan hidrolisis disebabkan reaksi suatu partikel dengan air yang
bisa menyebabkan penyimpangan karena dapat mengurangi konsentrasi larutan yang diukur.
Sebab nyata
Sebab nyata berkaitan dengan konsentrasi larutan. Penyimpangan dapat terjadi di daerah
konsentrasi terlalu rendah atau pekat, sebab ini dapat dicegah dengan mengatur konsentrasi
sampai tidak terlalu encer atau tidak terlalu pekat.
Sebab instrumental
Sebab ini berkaitan dengan keadaan alat. Dua hal yang merupakan bagian dari sebab jenis ini

yaitu kecapaian alat (berkaitan penggunaan yang terus menerus dalam periode waktu cukup lama
sehinga alat menjadi terlalu panas) dan ketidakmonokromatisan sinar (menyebabkan
penyimpangan karena hal tersebut mempengaruhi nilai absorpsitivitas yang akhirnya
empengaruhi serapan sinar).

You might also like