Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Sintara Ekayasa
NIM 122310101036
APENDISITIS
Oleh: Sintara Ekayasa NIM 122310101036
1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis)
Apendisitis
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Penangan)
Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan
diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer &Bare, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk,
2007). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai
cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh
peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007 dalam Docstoc,
2010).
Etiologi
Menurut Nuzulul 2009, apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor prediposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a.
b.
c.
d.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa).
Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a.
b.
c.
d.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus
disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Patofisiologi
Apendisitis ini terjadi disebabkan karena adanya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur, atau neoplasma. Apendiks pada
keadaan normal akan mengeluarkan mukus 1-2 ml per hari. Namun apabila seseorang mengalami
apendisitis ini, mukus dari apendiks ini akan terbendung. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Lama-kelamaan apendiks ini semakin banyak
menampung mukus, sedangkan elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen di apendiks. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul
suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang dewasa,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Tanda dan Gejala
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke
kuadran kanan bawah. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Penanganan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah.
Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah,
dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa
dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi
medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko
operasi yang tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi
awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society
menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik
spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk
apendisitis perforasi. Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik
adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan
perforasi.
1. Cairan intravena
Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan
intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk
harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan
atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan
mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan
bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial
diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins, ampicillin-sulbaktam dan metronidazol
atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubah
berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam
dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta
pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari
appendisitis perforasi.
Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium
untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian cukup dengan
larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi
cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin
atau provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium
dalam kadar bakterisid.
Para ahli berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam
dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap
kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi
tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Setelah pencucian seluruh cairan di
rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.
Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi terbuka
merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau
Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal
untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum
apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena
dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya,
kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah
umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada
beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang
lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks
kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan
apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices. Mengenai pemilihan metode tergantung
pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag.
Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih
bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah.
5. a. Pohon masalah
Hiperplasia folikel limfoid
Benda asing
Fekalit
Neoplasma
KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
Nafsu makan menurun
Striktur
Nausea &
vomiting
Invasi kuman
E.Coli
Mukus apendiks
terbendung
Nyeri umbilicus
NYERI
AKUT
& epigastrium
Proses inflamasi
HIPERTERMI
INTOLERANSI
AKTIVITAS
Peradangan pada
Edema
peritoneum
Diapedesis bakteri
Peritonitis
Apendisitis akut lokal
Gangguan BAB:
KONSTIPASI
Gangguan pada katup
ileosekal
Distensi
NYERIabdominal
AKUT
Post
Akan
operasi
dilakukan
pembedahan
operasi
Jalan
Luka
masuk
insisi
kuman
pembedahan
RESIKO INFEKSI
KURANG
ANSIETAS
PENGETAHUAN
Kerusakan integritas kulit, trauma jaringan, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen,
malnutrisi
3) Defisit perawatan diri
Data yang perlu dikaji:
Ketidakmampuan/hambatan
melepas
dan
mengenakan
pakaian,
Ketidakmampuan
menurun
Konstipasi berhubungan dengan gangguan pada katub ileosekal
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Hipertermi berhubungan dengan invasi kuman
Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanankan operasi
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan)
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi.
7. Rencana tindakan keperawatan (masing masing diagnosa minimal 5 rencana tindakan)
Pre Operasi
No
1.
Diagnosa
a. Pain Level
b. pain control
dengan
distensi
c. comfort level
jaringan intestinal
Kriteria Hasil:
oleh inflamasi
1) Mampu
mengontrol
nyeri(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
Intervensi
NIC:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
karakteristik,
termasuk
durasi,
lokasi,
frekuensi,
pencahayaan
dan
2) Melaporkan
bahwa
menentukan intervensi
g. Ajarkan
tentang
teknik
rasa
Ketidakseimbangan NOC:
volume
kurang
kebutuhan
berhubungan
kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
pemberian
pertama kali
NIC :
a. Pertahankan
catatan
1) Mempertahankan urine
peningkatan
keluaran cairan
tekanan
dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
3.
Ketidakseimbangan NOC:
ortostatik),
jika
retensi
cairan
osmolalitas
d.
e.
f.
g.
h.
(BUN
urin,
Hmt
albumin,
total
protein)
Monitor vital sign
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik
tubuh
Adequacy of
intake
nutrient
Nutritional Status :
a.
berhubungan
dengan
darah
Nutritional status:
dan
diperlukan
c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan
normal,
2) Tekanan darah, nadi,
normal
3) Tidak ada tanda tanda
intake
analgesik
kriteria hasil:
dengan
non
b.
menurun
c.
Intake
Weight Control
Kriteria Hasil:
gula darah
d. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
e. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
1)
Berat
badan
ideal
g. Informasikan
Mampu
dan
kebutuhan nutrisi
menentukan
malnutrisi
4)
klien
mengidentifikasi
3)
pada
jumlah
kalori
dan
kebutuhan
berat
badan
yang
berarti
cairan
suplemen
yang
makanan
adekuat
dapat
dipertahankan.
j. Atur posisi semi fowler atau fowler
4.
Konstipasi
NOC:
berhubungan
a. Bowl Elimination
b. Hidration
dengan
gangguan
pada
katub
ileosekal
Kriteria Hasil:
1) Pola BAB dalam batas
2)
3)
4)
5)
normal
Feses lunak
Cairan dan serat adekuat
Aktivitas adekuat
Hidrasi adekuat
bowel/peritonitis
c. Jelaskan pada pasien manfaat diet
(cairan dan serat) terhadap eliminasi
d. Dorong peningkatan aktivitas yang
optimal
e. Kolaborasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan
f. Konsultasikan dengan dokter tentang
peningkatan dan penurunan bising
usus
g. Sediakan privacy dan keamanan
5.
selama BAB
NIC:
berhubungan
a. Energy conservation
a. Kaji
dengan kelemahan
b. Activity tolerance
tingkat
kelelahan,
tidur
istirahat
Kriteria Hasil:
c. Identifikasi
1) Berpartisipasi
aktivitas
fisik
dalam
yang
menimbulkan keletihan
tanpa d. Rencanakan
faktor
adekuat
periode
istirahat
nadi dan RR
2) TTV normal
3) Mampu
berpindah:
dengan
atau
tanpa
bantuan alat
4) Sirkulasi status baik
6.
Hipertermi
NOC:
NIC:
berhubungan
Thermoregulation
dengan
kuman
tubuh
dalam
rentang normal
2) Nadi
cairan intravena
dan RR
dalam
rentang normal
3) Tidak
ada
Nyeri
perubahan
pusing
akut NOC:
berhubungan
a. Pain Level,
b. pain control,
dengan
distensi
c. comfort level
jaringan intestinal
Kriteria Hasil:
oleh inflamasi
1) Mampu
mengontrol
nyeri(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri
(skala,
frekuensi
nyeri)
intensitas,
dan
tanda
termasuk
durasi,
lokasi,
frekuensi,
pencahayaan
dan
kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
g. Ajarkan
tentang
teknik
non
pemberian
analgesik
4) Menyatakan
rasa
nyaman
nyeri
setelah
pertama kali
berkurang
Post Operasi
No
1.
Diagnosa
(luka
post
insisi
operasi
appenditomi)
a. Pain Level,
b. pain control,
c. comfort level
nyeri
karakteristik,
mengontrol
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
setelah
Resiko
dengan
tindakan
frekuensi,
pencahayaan
dan
kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
non
nyeri
pemberian
analgesik
pertama kali
NIC :
infeksi NOC:
berhubungan
durasi,
lokasi,
rasa
berkurang
4) TTV rentang normal
2.
termasuk
menentukan intervensi
g. Ajarkan
tentang
teknik
manajemen nyeri
3) Menyatakan
nyaman
NIC:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
Kriteria Hasil:
1) Mampu
Intervensi
a. Immune status
b. Knowledge: infection
control
c. Risk control
kriteria hasil:
tanda-tanda
demam,
vital.
menggigil,
tanda infeksi
2) Menunjukkan
kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi
3) Jumlah leukosit dalam
batas normal
4) Menunjukkan
3.
hidup sehat
perawatan NOC:
Defisit
diri
perilaku
berhubungan
a. Mobility: physical
hygine
tim
medis
dalam
pemberian antibiotik
Kriteria Hasil:
1) klien bebas dari bau
badan
2) klien tampak bersih
3) ADLs
klien
dapat
mandiri
kebutuhan.
f. Kolaborasi
NIC:
impaired
b. Self care deficit
dengan nyeri
atau
dengan
yang bersih.
c. Berikan Hynege Edukasi pada klien
dan keluarganya tentang pentingnya
kebersihan diri.
d. Berikan pujian pada klien tentang
kebersihannya.
e. Bimbing
keluarga
bantuan
klien
memandikan/menyeka pasien
f. Bersihkan dan atur posisi serta
4.
Kurang
NOC:
pengetahuan
tentang
kondisi keperawatan
diharapkan
dan pengetahuan
bertambah
prognosis
kebutuhan
berhubungan
dengan
informasi
kurang
pemahaman
penyakit,
proses
pengobatan
dan
2) berpartisipasi
menggunakan
pengobatan
pascaoperasi
b. Anjuran
mengamati
insisi,
balutan,
program pengobatan
dokter
untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
d. Identifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi medic, contoh peningkatan
nyeri edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
8. Daftar pustaka
Carpenito, Lynda Jual. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marylyn 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. edisi 3. Jakarta: EGC
Elizabeth, J, Corwin. 2009. Buku Saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A., dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: MedAction Publishing
Reeves J. Charlene, dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8. Jakarta: EGC