You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN APENDISITIS

Disusun guna memenuhi tugas praktik klinik Komprehensif II

Oleh
Sintara Ekayasa
NIM 122310101036

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015
LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS
Oleh: Sintara Ekayasa NIM 122310101036
1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis)
Apendisitis
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Penangan)
Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan
diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer &Bare, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk,
2007). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai
cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi

dikarenakan oleh

peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007 dalam Docstoc,
2010).
Etiologi
Menurut Nuzulul 2009, apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor prediposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a.

Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

b.

Adanya faekolit dalam lumen appendiks

c.

Adanya benda asing seperti biji-bijian

d.

Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa).
Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a.

Appendik yang terlalu panjang

b.

Massa appendiks yang pendek

c.

Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

d.

Kelainan katup di pangkal appendiks

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus
disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Patofisiologi
Apendisitis ini terjadi disebabkan karena adanya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur, atau neoplasma. Apendiks pada
keadaan normal akan mengeluarkan mukus 1-2 ml per hari. Namun apabila seseorang mengalami
apendisitis ini, mukus dari apendiks ini akan terbendung. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Lama-kelamaan apendiks ini semakin banyak
menampung mukus, sedangkan elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen di apendiks. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul
suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang dewasa,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Tanda dan Gejala

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke
kuadran kanan bawah. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Penanganan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah.
Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah,
dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa
dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi
medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko
operasi yang tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi
awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society
menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik
spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk
apendisitis perforasi. Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik
adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan
perforasi.
1. Cairan intravena
Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan
intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk
harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan
atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan
mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan
bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial
diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins, ampicillin-sulbaktam dan metronidazol
atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubah
berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam

dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta
pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari
appendisitis perforasi.
Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium
untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian cukup dengan
larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi
cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin
atau provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium
dalam kadar bakterisid.
Para ahli berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam
dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap
kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi
tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Setelah pencucian seluruh cairan di
rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.
Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi terbuka
merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau
Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal
untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum
apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena
dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya,
kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah
umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada
beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang
lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks
kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan
apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices. Mengenai pemilihan metode tergantung
pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag.
Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih
bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah.

5. a. Pohon masalah
Hiperplasia folikel limfoid

Benda asing

Fekalit

Neoplasma

Obstruksi lumen apendiks

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
Nafsu makan menurun

Striktur

Nausea &
vomiting

KEKURANGAN VOLUME CAIRAN


Penigkatan keluaran
cairan
Lemah

Invasi kuman
E.Coli

Mukus apendiks
terbendung

Nyeri umbilicus
NYERI
AKUT
& epigastrium

Proses inflamasi

Keelastisan apendiks terbatas

Suhu tubuh meningkat

Keelastisan apendiks terbatas

HIPERTERMI

Peningkatan tekanan intralumen

Aliran limfe terhambat

INTOLERANSI
AKTIVITAS

Peradangan pada
Edema
peritoneum

Diapedesis bakteri

Peritonitis
Apendisitis akut lokal

Gangguan BAB:
KONSTIPASI
Gangguan pada katup
ileosekal
Distensi
NYERIabdominal
AKUT

Trombosis pada vena


Ulserasi mukosa
intramural
Pembengkakan dan
iskemia
Nyeri epigastrium

Sekresi mukus berlanjut


Tekanan intralumen
semakin meningkat
DEFISIT
PERAWATAN
NYERI
DIRIAKUT

Post
Akan
operasi
dilakukan
pembedahan
operasi
Jalan
Luka
masuk
insisi
kuman
pembedahan
RESIKO INFEKSI

KURANG
ANSIETAS
PENGETAHUAN

b. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


Pre Operasi
1) Nyeri akut
Data yang perlu dikaji:
Vital sign, perubahan selera makan, diaforesis, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah,
merengek, menangis), fokus menyempit, perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal
2) Kekurangan volume cairan
Data yang perlu dikaji:
Status mental, vital sign, turgor kulit dan lidah, haluaran urin, pengisian vena, membran
mukosa, peningkatan suhu tubuh, peningkatan Ht, Haus, kelemahan
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Data yang perlu dikaji:
BB sebelum sakit, BB sesudah sakit, bising usus, kram abdomen, menghindari makanan,
kurang informasi, tonus otot menurun, sariawan rongga mulut, kelemahan otot pengunyah,
kelemahan otot untuk menelan, nausea, vomit
4) Konstipasi
Data yang perlu dikaji:
Nyeri abdomen, nyeri tekan abdomen dengan atau tanpa teraba resistensi otot, anoreksia,
borbogirigmi, perubahan pola defekasi, penurunan volume feses, rasa tekanan rektal,
keletihan umum, bising usus, nyeri pada saat defekasi, perkusi abdomen pekak, mual,
muntah
5) Intoleransi aktifitas
Data yang perlu dikaji:
Dispneu setelah beraktivitas, respon tekanan darah dan frekuensi jantung terhadap aktivitas,
EKG
6) Hipertermi
Data yang perlu dikaji:
Kulit kemerahan, konvulsi, takikardi, takipnea
7) Ansietas
Data yang perlu dikaji:
Perilaku: mengekspresikan kekhawatiran, agitasi, gelisah, gerakan ireleven
Affektif: ketakutan, perasaan tidak adekuat, iritabilitas, bingung, menyesal
Fisiologis: wajah tegang, tremor tangan, peningkatan keringat, gemetar
Simpatik: anoreksia, diare, jantung berdebar-debar, peningkatan TD, nadi, frekuensi nafas
Parasimpatik: nyeri abdomen, penurunan TD, nadi, sering berkemih
Kognitif: konfusi, penurunan lapang persepsi, kesulitan konsentrasi, gangguan perhatian
Post Operasi
1) Nyeri akut
Data yang perlu dikaji:
Vital sign, perubahan selera makan, diaforesis, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah,
merengek, menangis), fokus menyempit, perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal
2) Resiko infeksi
Data yang perlu dikaji:

Kerusakan integritas kulit, trauma jaringan, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen,
malnutrisi
3) Defisit perawatan diri
Data yang perlu dikaji:
Ketidakmampuan/hambatan

melepas

dan

mengenakan

pakaian,

Ketidakmampuan

menghabiskan makanan, ketidakmampuan mandi, keidakmampuan personal hygiene


4) Kurang pengetahuan
Data yang perlu dikaji:
Menyatakan ketidakpahaman pengobatan, ketidakpahaman kondisi prognosis
6. Diagnosis keperawatan (minimal 5 diagnosa keperawatan)
Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan keluaran cairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
d.
e.
f.
g.

menurun
Konstipasi berhubungan dengan gangguan pada katub ileosekal
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Hipertermi berhubungan dengan invasi kuman
Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanankan operasi

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan)
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi.
7. Rencana tindakan keperawatan (masing masing diagnosa minimal 5 rencana tindakan)
Pre Operasi
No
1.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil


Keperawatan
Nyeri
akut NOC:
berhubungan

a. Pain Level
b. pain control
dengan
distensi
c. comfort level
jaringan intestinal
Kriteria Hasil:
oleh inflamasi
1) Mampu
mengontrol
nyeri(tahu

penyebab

nyeri,

mampu

menggunakan

tehnik

nonfarmakologi

untuk

mengurangi

nyeri,

mencari bantuan)

Intervensi
NIC:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
karakteristik,

termasuk
durasi,

lokasi,
frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi


b. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,

pencahayaan

dan

2) Melaporkan

bahwa

nyeri berkurang dengan


menggunakan
manajemen nyeri
3) Menyatakan

menentukan intervensi
g. Ajarkan
tentang
teknik
rasa

nyaman setelah nyeri


berkurang
4) TTV rentang normal
2.

Ketidakseimbangan NOC:
volume
kurang
kebutuhan

cairan a. Fluid balance


b. Hydration
dari
c. Nutritional Status : Food
tubuh
and Fluid Intake

berhubungan

kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

farmakologi: napas dalam, relaksasi,


distraksi, kompres hangat/ dingin
h. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah

pemberian

pertama kali
NIC :
a. Pertahankan

catatan

1) Mempertahankan urine

peningkatan

output sesuai dengan

keluaran cairan

tekanan

dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
3.

Ketidakseimbangan NOC:

ortostatik),

jika

retensi

cairan

osmolalitas
d.
e.
f.
g.
h.

(BUN

urin,

Hmt

albumin,

total

protein)
Monitor vital sign
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik

sesuai output (50 100cc/jam)


i. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
j. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
k. Monitor intake dan urin output
NIC:
a. Kaji adanya alergi makanan

tubuh

Adequacy of

b. Kaji adanya mual dan muntah


c. Monitor adanya penurunan BB dan

intake

nutrient
Nutritional Status :

a.

berhubungan
dengan

darah

Nutritional status:

nutrisi kurang dari


kebutuhan

dan

diperlukan
c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan

normal,
2) Tekanan darah, nadi,
normal
3) Tidak ada tanda tanda

intake

membran mukosa, nadi adekuat,

usia dan BB, BJ urine

suhu tubuh dalam batas

analgesik

output yang akurat


b. Monitor status hidrasi (kelembaban

kriteria hasil:

dengan

non

b.

food and Fluid

menurun
c.

Intake
Weight Control

Kriteria Hasil:

gula darah
d. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
e. Jadwalkan pengobatan dan tindakan

1)

Berat

badan

ideal

tidak selama jam makan

sesuai dengan tinggi f. Monitor intake nuntrisi


badan
2)

g. Informasikan

Mampu

dan

h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

kebutuhan nutrisi

menentukan

Tidak ada tanda-tanda

nutrisi yang dibutuhkan pasien

malnutrisi
4)

klien

keluarga tentang manfaat nutrisi

mengidentifikasi
3)

pada

jumlah

kalori

dan

i. Kolaborasi dengan dokter tentang

Tidak terjadi penurunan

kebutuhan

berat

seperti NGT/ TPN sehingga intake

badan

yang

berarti

cairan

suplemen
yang

makanan

adekuat

dapat

dipertahankan.
j. Atur posisi semi fowler atau fowler
4.

tinggi selama makan


NIC:

Konstipasi

NOC:

berhubungan

a. Bowl Elimination
b. Hidration

dengan

gangguan

pada

katub

ileosekal

a. Identifikasi faktor-faktor yang


menyebabkan konstipasi
b. Monitor tanda-tanda rupture

Kriteria Hasil:
1) Pola BAB dalam batas
2)
3)
4)
5)

normal
Feses lunak
Cairan dan serat adekuat
Aktivitas adekuat
Hidrasi adekuat

bowel/peritonitis
c. Jelaskan pada pasien manfaat diet
(cairan dan serat) terhadap eliminasi
d. Dorong peningkatan aktivitas yang
optimal
e. Kolaborasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan
f. Konsultasikan dengan dokter tentang
peningkatan dan penurunan bising
usus
g. Sediakan privacy dan keamanan

5.

Intoleransi aktifitas NOC:

selama BAB
NIC:

berhubungan

a. Energy conservation

a. Kaji

dengan kelemahan

b. Activity tolerance

tingkat

kelelahan,

tidur

istirahat

c. Self Care: ADLs

b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas

Kriteria Hasil:

c. Identifikasi

1) Berpartisipasi
aktivitas

fisik

dalam

yang

menimbulkan keletihan

tanpa d. Rencanakan

disertai peningkatan TD,

faktor

adekuat

periode

istirahat

nadi dan RR

e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi

2) TTV normal

f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

3) Mampu

berpindah:

dengan

atau

tanpa

bantuan alat
4) Sirkulasi status baik
6.

Hipertermi

NOC:

NIC:

berhubungan

Thermoregulation

a. Monitor suhu, IWL, warna kulit,

dengan
kuman

invasi Kriteria Hasil:


1) Suhu

vital sign, intake dan output

tubuh

dalam

rentang normal
2) Nadi

cairan intravena

dan RR

dalam

rentang normal
3) Tidak

ada

Nyeri

perubahan

pusing
akut NOC:

berhubungan

a. Pain Level,
b. pain control,
dengan
distensi
c. comfort level
jaringan intestinal
Kriteria Hasil:
oleh inflamasi
1) Mampu
mengontrol
nyeri(tahu

penyebab

nyeri,

mampu

menggunakan

tehnik

nonfarmakologi

untuk

mengurangi

nyeri,

mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri
berkurang

dengan

menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri
(skala,
frekuensi
nyeri)

c. Kompres hangat pada lipat paha dan


aksila

warna kulit dan tidak ada


7.

b. Kolaborasi pemberian antipiretik,

intensitas,
dan

tanda

d. Tingkatkan sirkulasi udara


e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
NIC:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
karakteristik,

termasuk
durasi,

lokasi,
frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi


b. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,

pencahayaan

dan

kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
g. Ajarkan
tentang
teknik

non

farmakologi: napas dalam, relaksasi,


distraksi, kompres hangat/ dingin
h. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah

pemberian

analgesik

4) Menyatakan

rasa

nyaman

nyeri

setelah

pertama kali

berkurang
Post Operasi
No
1.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil


Keperawatan
Nyeri berhubungan NOC:
dengan agen injuri
fisik

(luka

post

insisi
operasi

appenditomi)

a. Pain Level,
b. pain control,
c. comfort level

nyeri

karakteristik,
mengontrol

(tahu

penyebab

nyeri,

mampu

menggunakan

tehnik

nonfarmakologi

untuk

mengurangi

nyeri,

mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri
berkurang

dengan

menggunakan

setelah

Resiko
dengan

tindakan

invasif (insisi post


pembedahan)

frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi


b. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,

pencahayaan

dan

kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
non

farmakologi: napas dalam, relaksasi,

nyeri

distraksi, kompres hangat/ dingin


h. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah

pemberian

analgesik

pertama kali
NIC :

infeksi NOC:

berhubungan

durasi,

lokasi,

rasa

berkurang
4) TTV rentang normal
2.

termasuk

menentukan intervensi
g. Ajarkan
tentang
teknik

manajemen nyeri
3) Menyatakan
nyaman

NIC:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif

Kriteria Hasil:
1) Mampu

Intervensi

a. Immune status
b. Knowledge: infection
control
c. Risk control

a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada


area insisi
b. Monitor
Perhatikan

kriteria hasil:

tanda-tanda
demam,

vital.
menggigil,

1) Klien bebas dari tanda-

berkeringat, perubahan mental


c. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi

tanda infeksi
2) Menunjukkan

enterik, termasuk cuci tangan efektif.


d. Pertahankan teknik aseptik ketat

kemampuan

untuk

pada perawatan luka insisi/terbuka,

mencegah

timbulnya

infeksi
3) Jumlah leukosit dalam
batas normal
4) Menunjukkan
3.

hidup sehat
perawatan NOC:

Defisit
diri

perilaku

berhubungan

a. Mobility: physical

hygine

tim

medis

dalam

pemberian antibiotik

a. Mandikan pasien setiap hari sampai


klien mampu melaksanakan sendiri
serta cuci rambut dan potong kuku
klien.
b. Ganti pakaian yang kotor dengan

Kriteria Hasil:
1) klien bebas dari bau
badan
2) klien tampak bersih
3) ADLs
klien
dapat
mandiri

kebutuhan.
f. Kolaborasi

NIC:

impaired
b. Self care deficit

dengan nyeri

bersihkan dengan betadine.


e. Awasi / batasi pengunjung dan siap

atau

dengan

yang bersih.
c. Berikan Hynege Edukasi pada klien
dan keluarganya tentang pentingnya
kebersihan diri.
d. Berikan pujian pada klien tentang
kebersihannya.
e. Bimbing
keluarga

bantuan

klien

memandikan/menyeka pasien
f. Bersihkan dan atur posisi serta
4.

tempat tidur klien


NIC:

Kurang

NOC:

pengetahuan

Setelah dilakukan asuhan a. Kaji ulang pembatasan aktivitas

tentang

kondisi keperawatan

diharapkan

dan pengetahuan

bertambah

prognosis
kebutuhan
berhubungan
dengan
informasi

kurang

pemahaman
penyakit,

proses
pengobatan

dan
2) berpartisipasi

menggunakan

laksatif/pelembek feses ringan bila

dengan kriteria hasil:


1) menyatakan

pengobatan

pascaoperasi
b. Anjuran

perlu dan hindari enema


c. Diskusikan
perawatan
termasuk

mengamati

insisi,
balutan,

pembatasan mandi, dan kembali ke


dalam

program pengobatan

dokter

untuk

mengangkat

jahitan/pengikat
d. Identifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi medic, contoh peningkatan
nyeri edema/eritema luka, adanya
drainase, demam

8. Daftar pustaka

Carpenito, Lynda Jual. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marylyn 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. edisi 3. Jakarta: EGC
Elizabeth, J, Corwin. 2009. Buku Saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A., dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: MedAction Publishing
Reeves J. Charlene, dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8. Jakarta: EGC

You might also like