Professional Documents
Culture Documents
Tranduksi di temukan pada 1952 oleh N.Zinder, Joshua Lederberg serta Ester Lederberg. Tranduksi
adalah rekomendasi genetik pada bakteri yan di perantarai oleh fag (Gardner, dkk, 1991; Russel, 1992).
Dalam hal ini transduksi terjadi setelah terlebih dahulu suatu partikel fag membawa sebuah kromosom dari
sutu bakteri (donor) ke bakteri lain (resipen).
Fag Virulen dan Virulen sedang
Fag yang terlibat pada proses transtuksi ini tergolong yang bersifat virulen maupun yang virulen
sedang. Fag virulen selalu memperbanyak diri dan memecahkan (merobekkan) sel inang setelah infeksi. Di
lain pihak fag yang bersifat virulen sedang mempunyai dua alternatif pilihan setelah infeksi, yaitu menjalani
siklus litik atau menjalani jalur lisogenik. Selama menjalani siklus litik, fag melakukan reproduksi dan
memecahkan sel inang; sedangkan selama menjalani siklus lisogenik kromosom fag diintegrasikan ke dalam
kromosom inang dan bereplikasi seperti halnya segman-segmen kromosom inang yang lain. Kromosom fag
yang teritregasi dengan kromosom sel inang disebut juga sebagai profag (Russel, 1992). Gambar 12.1 dan
12.2 memperlihatkan siklus hidup fag ysng virulen maupun yang bersifat virulen sedang.
Gambar 12.1
Siklus hidup litik suatu fag virulen, misalnya T2 atau T4 (Russel, 1992).
Gambar 12.2
Siklus hidup suata fag yang bersifat virulen sedang semacam fag (Russel, 1992).
Berkenaan dengan siklus lisogenik, sebagai mana yang ditujukan pada gambar 12.2. kadang-kadang
mekanisme yang mempertahankan kromosom fag tetap terintegrasi dengan kromosom inang terganggu atau
hilang, yang berakibat kromosom fag berpisah lagi dari kromosom inang, dapat juga di induksi oleh faktor
lingkungan semacam radiasi sinar ultraviolet. Perlu diperhatikan bahwa terintregasinya kromosam fag ke
dalam kromosom inang terjadi melalui mekanisme rekombinasi tapal: (Gardner, dkk, 1991).
Macam Transduksi
Dewasa ini dikenal dua tipe transduksi yaitu transduksi umum (generalized transduction) dan
transduksi khusus (specialized transduction) atau transduksi terbatas (restricted transduction). Fenomena
transduksi tersebut ditemukan tatkala para peneliti tersebut tengah mengkaji apakah suatu mekanisme
konjugasi terjadi pada bakterisalmonella typhlmurium.
Transduksi Umum
Pada transduksi umum, potongan DNA bakteri yang ditangkap oleh fag yang kemudian dipindah ke
resipen, merupakan potongan acak kromosom bakteri (Russel, 1992). Potongan acak DNA bakteri itu juga
diintegrasikan pada tapak-tapak peletakan yang khusus (Gardner, dkk, 1991). Dalam hal ini gen apapun dapat
ditransduksikan. Transduksi umum diperantarai oleh beberapa fag virulen dan yang bersifat virulen sedang
tertentu, yang kromosomnya tidak terintegrasi ditapak peletakan khusus pada kromosom inang.
Tidak semua fag virulen memperantarai transduksi (Gardner, dkk, 1991). Sebagai contoh mislnya
yang berkaitan dengan fag I yang bernomor genap (T2, T4, dan T6). Fag-fag melakukan degradasi atas DNA
inang serta memanfaatkan kembali nukleotida-nukleotidanya untuk kepentingan sintesis DNA fag. Di lain
pihak fag-fag lain sama sekali tidak melakukan degradasi terhadap DNA inang, dank arena ukuran kromosom
inang terlalu besar sehingga menyulitkan pembungkusannya secara utuh, maka fag-fag itu tidak dapat
membentuk partikel-partikel pentrasduksi. Demikian pula fag-fag yang lain lagi, proses pematangan dapat
bersifat sangat spesifik untuk DNA fag yang menghalangi pembungkusan fragmen-fragmen DNA inang. Dalam
hal ini hanya sejumlah fag virulen yang diketahui memperantai transduksi.
Berkenaan dengan transduksi umum tersebut, setelah suatu fag pentransduksi menyuntikkan sebuah
fragmen DNA inang ke dalam sel resipen, fragmen tersebut dapat terintegrasi ke dalam kromosom inang atau
tidak terintegrasikan dan tetap berada bebas dalam sitoplasma (Gardner, dkk, 1991). Integrasi ke dalam
kromosom inang berlangsung mirip dengan integrasi DNA yang melakukan transformasi, terkecuali bahwa
segmen DNA yang diintegrasikan merupakan unting ganda. Jika fragmen DNA yang disuntikkan tidak
terintegrasikan ke dalam kromosom inang, maka fragmen tersebut tidak melakukan replikasi dan akan
diwariskan hanya ke satu sel turunan selama tiap pembelahan sel. Dalam hal ini gen-gen yang terletak pada
fragmen kromosom yang ditransduksikan dapat diekspresikan, sekalipun fragmem-fragmen tersebut tidak
terintegrasi; dan sel-sel yang membawahi fragmen pentransduksi yang tidak terintegrasi disebut
sebagai transduction abortif. Pada kondisi seperti tersebut sel-sel itu dinyatakan secara parsial bersifat diploid
dan dapat digunakan untuk melaksanakan uji komplementasi.
Frekuensi produksi partikel-partikel pentransduksi rendah yaitu hanya satu diantara 10 1-107 partikel
turunan yang ada di dalam suatu lisat mengandung DNA bakteri (Gardner, dkk. 1991). Oleh karena itu
peluang suatu sel mengalami dua kali transduksi untuk penanda-penanda genetik yang terbawa pada dua
partikel transduksi yang berbeda dapat di abaikan. Dalam hubungan ini kotransduksi dua atau lebih penanda
genetik memperlihatkan bahwa letak penanda-penanda itu relatif berdekatan (Gardner, dkk, 199; Russel,
1992); dan frekuensi kotransduksi dua penanda maupun merupakan petunjuk tentang tingkat pautan antara
keduanya. Sebagai contoh misalnya, jika penanda a + dan b+ mengalami kotransduksi, serta penanda b + dan
c+ juga mengalami kotransduksi, tetapi penanda a + dan c+ tidak mengalami kotransduksi, maka urutan atau
susunan ketiga penanda tadi adalah a +-b+-c+ .
Mari kita perhatikan penjelasan tentang pemanfaatan data kotransduksi untuk mengungkap jarak gen
taksiran. Sebagai contoh, anggaplah kita sedang berupaya memetakan beberapa gen E. coli dengan cara
memanfaatkan kotransduksi yang diperantarai oleh fag P1 yang bersifat virulen sedang (Russel, 1992).
Strain E. coli donor adalah leu+thr+ azi. Strain E.coli tersebut dapat hidup pada medium minimal serta
resisten terhadap racun metabolic sodium azida. Sel resipien adalah leu thr azi. Strain E.coli resipien ini
membutuhkan suplemen leusin dan threonine dalam medium kulturnya serta sensitive terhadap codium azida.
Ag P1 ditumbuhkan pada sel-sel donor bakteri serta lisat fag digunakan untuk perlakuan transduksi terhadap
sel bakteri resipien. Lebih lanjut transduktan diseleksi untuk setiap penanda donor dan kemudian dianalisis
untuk keberadaan penanda yang tidak diseleksi lainnya. Data yang terungkap, ditunjukkan pada Tabel 12.1
Table 12.1
Data transduksi untuk mengungkapkan urutan gen (Russel, 1992)
Penanda yang diseleksi
Leu+
Thr+
TransduksI Khusus
Transduksi khusus diperantarai oleh fag yang bersifat virulen sedang. Fag-fag tersebut hanya
mentransduksi fragmen tertentu dari kromosom bakteri. Salah satu contoh fag yang melakukan transduksi
khusus adalah fag yang menginfeksi E.coli (Gardner, dkk, 1991, Russel, 1992). Kromosom fag-fag dapat
berintegrasi pada satu atau sejumlah kecil tapak perekatan khusus dari kromosom bakteri (tidak tergantung
dari replikasi kromosom inang) serta dapat pula melakukan replika dalam keadaan terintegrasi dengan
kromosom inang (replica tersebut terjadi selayaknya kromosom fag merupakan suatu bagian dari kromosom
inang). Oleh karena itu terlihat bahwa kromosom fag semacam itu berperilaku seperti layaknya episom
(Gardner, dkk., 1991).
Sebagaimana yang terlihat pada gambar 12.2, integrasi kromosom fag semacam yang melakukan
transduksi khusus diperantarai atau terjadi melalui suatu rel kombinasi antara bentukan kromosom fag
inraseluler yang sirkler di satu pihak dengan kromosom bakteri yang juga tergolong sirkuler. Peristiwa
rekombinasi itu terjadi pada tapak pelekatan spesifik di kedua kromosom terkait (Gardner, dkk., 1991).
Peristiwa rekombinasi spesifik tapak itu menyebabkan terjadinya insersi linier kovalen kromosom fag ke dalam
kromosom bakteri (Gambar 12.5)
Gambar 12.5
Bagan inisiasi dan eksisi kromosom fag (Gardner, dkk., 1991)
Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom inang, kromosom
fag disebut juga sebagai profag. Di saat berada sebagai profag tersebut, gen-gen litik pada kromosom virus
mengalami represi (Gardner, dkk, 1991). Seperti diketahui, gen-gen litik, itu terlibat pada reproduksi virus
maupun proses lisis sel inang. Mekanisme represi tersebut berlangsung dalam suatu system sirkuit represorrepresor-promotor, mirip dengan yang dijumpai pada operator bakteri.
Berkenaan dengan mekanisme represi tersebut gen C 1 fag mengkode protein reprenor yang
mempunyai berat molekul 27.000. Dalam kondisi dimer atau tetramer protein represor itu itu berikatan dengan
kedua daerah operator yang mengontrol transasksi gen-gen yang terlibat pada pertumbuhan litik.
Pengikatan protein represor dengan ke dua daerah operator itu menghalangi polymerase RNA berikatan
dengan kedua promoter, sehingga tidak dapat mengkatalisasi proses transkripsi (ke dua operator yaitu O L dan
OR tumpang tindih dengan urut-urutan promoter). Dengan cara seperti ini gen-gen fag mengalami represi.
Suatu bakteri yang mengandung sebuah profag dinyatakan bersifat lisogenik (Gardner, dkk., 1991;
Russek, 1992); dan hubungan antara profag-inang lazim disebut sebagai lisogeni. Sebuah sel yang lisogenik
kebal terhadap infeksi kedua (lanjutan) oleh fag yang sama (gardner, dkk., 1991), karena gen-gen litik fag
yang sudah menginfeksi mengalami represi seperti halnya yang terjadi pada progag.
Fag-fag yang bersifat virulen sedang jarang mengalami transisi spontan dari yang bersifat lisogenik
(profag) menjadi yang bersifat litik, yaitu sekitar satu di dalam 10 5 pembelahan sel (Gardner, dkk., 1991).
Sebenarnya transisi semacam itu dapat juga diinduksi, misalnya dengan bantuan radiasi UV. Yang terjadi
selama transisi itu adalah profag terbebas dari kromosom inang (Perhatikan kembali 12.5). Setelah terbebas
dari kromosom inang, kromosom fag akan melakukan replikasi otonom. Proses terbebasnya profag dari
kromosom inang juga merupakan suatu proses yang spesifik tapak seperti layaknya proses integrasi.
Proses terbebasnya profag dari kromosom inang (proses eksisi) biasanya berlangsung sangat teliti
dalam pengertian bahwa pemotongan atau pemisahan profag tersebut terjadi persis dengan ukurannya di saat
integrasi (Gardner, dkk., 1991). Namun demikian kadang-kadang pemotongan profag terjadi pada suatu tapak
lain dan bukan tapak pelekatan yang mula-mula. Dalam hubungan ini jika kenyataan seperti terebut benarbenar terjadi, maka satu penggalan kromosom fag tertinggal pada kromosom inang, dan demikian pula satu
penggalan inang terbawa oleh kromosom fag.
Kesalahan pemotongan dan pemisahan profag seperti tersebut adalah penyebab terbentuknmya
partikel-partikel pentransduksi khusus (Gardner, dkk., 1991). Dalam hal ini hanya gen-gen inang yang terletak
berdekatan dengan tapak insersi profag dapat terpisah bersama DNA fag serta terbungkus di dalam partikelpartikel fag. Jelas terlihat bahwa proses transduksi khusus memang hanya berperan terhadap transfer gen