You are on page 1of 13

ANALISIS KADAR FORMALIN DALAM BAKSO

DENGAN METODE 2,4-DINITROPHENYLHIDRAZIN (DNPH)


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Analisis
Kimia Bahan Makanan

Kelompok 10
Delis Saniatil H

31113062

Herlin Marlina

31113072

Ria Hardianti

31113096

Farmasi 4B

PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2016

I. TUJUAN
1. Menentukan kadar formalin dalam bakso yang beredar di pasaran
2. Melakukan analisis kadar formalin dalam suatu bahan pangan
II.

PRINSIP
Gugus aldehid dari formaldehid akan berikatan kovalen koordinasi dengan

DNPH membentuk senyawa kompleks yang dapat dideteksi menggunakan


spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 354 nm.

III.

DASAR TEORI
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja

ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki


penampakan, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu juga dapat
meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin (Widyaningsih dan
Murtini, 2006). Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan
lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Formalin merupakan larutan yang di buat dari 37% formaldehida dalam air.
Dalam larutan formalin biasanya ditambahkan alkohol (metanol) sebanyak 10
15% yang berfungsi sebagai stabilisator agar formalin tidak mengalami
polimerisasi. Formalin umumnya digunakan sebagai bahan pengawet mayat dan
berbagai jenis bahan industri non makanan.Penggunaan formalin sebagai bahan
pengawet makanan sangat membahayakan konsumen, tetapi banyak praktek yang

tidak bertanggungjawab dilakukan oleh pedagang atau pengolah pangan yang


menambahkan formalin sebagai pengawet.
Nama lain dari formalin adalah formol, methylene, aldehyde, paraforin,
morbicid,

polyoxythylene

glycols,

methanol,

formoform,

superlisoform,

formaldehyde dan formalith (Astawan Made; 2006).


Akibat yang ditimbulkan oleh formalin tergantung pada kadar formalin yang
terakumulasi di dalam tubuh. Semakin tinggi kadar formalin yang terakumulasi,
semakin parah pula akibat yang ditimbulkan. ACGIH (American Conference of
Governmental and Industrial Hygienists) menetapkan ambang batas aman
formalin dalam tubuh adalah 0,4 ppm, sedangkan menurut IPCS (International
Programme on Chemical Safety), lembaga khusus dari tiga organisasi PBB yaitu
ILO, UNEP dan WHO yang peduli pada keselamatan penggunaan bahan-bahan
kimia, bahwa secara umum ambang batas aman formalin dalam makanan yang
masih bisa ditolerir dalam tubuh orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per
hari sedangkan formalin dalam bentuk air minum yang masih bisa ditolerir dalam
tubuh yaitu 0,1 ppm.
Bahan pangan olahan daging umumnya mempunyai nilai gizi yang tinggi
ditinjau dari kandungan protein, asam amino, lemak dan mineral. Salah satu jenis
pangan olahan daging yang sangat populer di Indonesia adalah bakso (Usmiati,
2009). Menurut SNI, bakso merupakan produk olahan daging yang dibuat dari
daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang
diizinkan, yang berbentuk bulat atau bentuk lainnya dan dimatangkan. Menurut
Wibowo (2005) penggunaan formalin pada bakso biasanya dilakukan untuk

memperpanjang daya awet bakso karena bakso hanya memiliki masa simpan satu
hari pada suhu kamar. Bakso memiliki masa simpan satu hari pada suhu kamar
karena bakso memiliki kandungan protein yang tinggi, kadar air sekitar 80% dan
memiliki sifat keasaman yang rendah sehingga bakso tidak dapat bertahan lama
dan rentan terhadap kerusakan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Analisis kualitatif formalin dapat dilakukan untuk menyatakan ada tidaknya
formalin dalam suatu bahan yang diuji dengan cara menambahkan pereaksi kimia
(reagen) tertentu pada bahan yang diduga mengandung formalin sehingga
dihasilkan suatu perubahan warna yang khas (Widyaningsih dan Murtini, 2006),
salah satunya menggunakan reagen 2,4- dinitrofenilhydrazine (2,4-DNPH) yang
dapat bereaksi dengan hampir semua aldehida dan keton. Metode spektrofotometri
merupakan metode dalam analisis kuantitatif formalin yang sering digunakan
karena metode ini lebih sederhana, cepat, ekonomis dan memiliki sensitifitas yang
baik dalam menentukan kadar dengan konsentrasi kecil dalam bahan makanan.
Sampel

: Bakso di daerah sekitar kampus

Alasan pemilihan sampel bakso karena banyak bakso yang dipasarkan


dengan ditambahkan bahan tambah pangan yang dilarang, yaitu formalin. Dimana
formalin ini merupakan bahan pengawet yang digunakan untuk memperpanjang
masa simpan suatu produk sehingga untuk mengetahui kecurigaan pada praktikan
terhadap formalin yang ada dalam bakso, maka dilakukan analisa kandungan
formalin pada bakso yang berada di daerah sekitar kampus.

Metode yang Digunakan :


Metode 2,4-Dinitrophenylhidrazin (DNPH)

Metode yang digunakan adalah metode 2,4 Dinitrophenylhidrazin (DNPH)


secara kualitatif dan diukur dengan spektrofotometri UV-Vis.
Pada penetapan kadar formaldehid secara spektrofotometri perlu diperlukan
suatu reaksi derivatisasi untuk membentuk kromofor. Dalam proses ini dapat
digunakan beberapa pereaksi warna sehingga formaldehid dapat membentuk
warna dan member serapan pada panjang gelombang sinar tampak. Pereaksi yang
dapat digunakan untuk tujuan ini merupakan pereaksi yang biasa digunakan untuk
analisis kualitatif, yaitu pereaksi asam kromatoprat, pereaksi Nash dan pereaksi
Schryver.
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknis analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar
tampak (390-780 nm) dengan memakai instrument spektrofotometer. Radiasi UV
jauh (106-190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi
oleh udara. Ada kalanya spektrofotometer UV-Vis yang beredar memberikan
rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm. Dalam hal ini, panjang
gelombang 780 nm merupakan daerah radiasi inframerah, karenanya pengukuran
diatas panjang gelombang 780 nm harus menggunakan detector dengan kualitas
sensitif terhadap radiasi inframerah (Mulja dan Suharman, 1995).
Prinsip berdasarkan Hukum Lambert Beer bahwa intensitas yang diteruskan
oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi dengan
batasan sinar monokromatis tidak berflouroresensi dan indeks bias tidak
bergantung pada konsentrasi larutan.
IV.
Alat:

ALAT DAN BAHAN


Bahan:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
V.

Mortir dan stamper


Timbangan analitik
Alat destilasi
Labu ukur
pH meter
Kuvet
Spektrofotometer

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bakso
Aquadest
Asam fosfat
Buffer fosfat
Pereaksi Schiff
Pereaksi DNPH

PROSEDUR
1. Preparasi Sampel

Blender sampel
dengan
ditambahkan sedikit
air hingga lembut

timbang sebanyak
30 gram

Larutkan sampel
yang sudah lembut
dengan 50 ml
aquadest

Tambahkan asam
phosphat sampai pH 3

2. Destilasi

Masukkan sampel
ke dalam labu
destilasi

Masukkan batu
didih, lalu labu
destilat dihubungkan
dengan pendingin

3. Analisis Kualitatif

Ambil 1 ml hasil
destilat ke dalam
tabung reaksi

Hasil destilat
ditampung dalam
erlenmeyer yang
berisi 10 ml air

Tambahkan
beberapa tetes
Pereaksi Schiff

Jika terbentuk warna


ungu menandakan
positif mengandung
formalin

Tambahkan buffer
fosfat sampai pH 6,8

Lakukan uji kuantitatif


menggunakan
spektrofotometer
dengan panjang
gelombang 354 nm

4. Analisis Kuantitatif
a. Pembuatan Larutan Blanko

Tambahkan 1 mL
DNPH kedalam
aquadest

Lakukan destilasi

b. Penetapan Kadar Formalin dalam Sampel

VI.

Hasil destilasi
ditambahkan dengan
DNPH

Vortex selama 1-2


menit

Diamkan selama 2-3


menit

Ukur serapannya
dengan
spektrofotometri UVVis pada panjang
gelombang 354 nm

Masukkan ke dalam
labu ukur 25 ml
tambahkan air hingga
tanda batas

Tambahkan dapar
phospat hingga pH 6,8

HASIL PENGAMATAN
Berat sampel : 10 gram
Analisis Formalin
Uji Kualitatif :
Sampel ditambahkan pereaksi schiff

Hasil Pengamatan
(-) tidak menghasilkan warna merah
ungu (sampel tidak mengandung
formalin)

Uji Kuantitatif :
Sampel ditambahkan pereaksi DNPH dan
buffer phospat hingga pH 6,8 diukur
absorbansinya pada panjang gelombang
354 nm
VII.

PEMBAHASAN

(-) absorbansi tidak terbaca (sampel


tidak mengandung formalin)

Pada praktikum kali ini kami menganalisis kandungan kadar formalin yang
terdapat di dalam sampel. Sampel yang kami gunakan yaitu berupa bakso yang
kami dapatkan di daerah sekitar kampus STIKes BTH Tasikmalaya. Pereaksi yang
kami gunakan dalam praktikum analisis formalin ini yaitu dengan mengguanakan
pereaksi DNPH dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis.
Penggunaan formalin pada produk makanan adalah melanggar Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan
makanan. Peraturan tersebut secara jelas mengatakan bahwa formalin sebagai
bahan kimia yang dilarang digunakan di dalam makanan. Formalin sangat
berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang bisa ditimbulkan
seperti luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi dan
bahaya kanker pada manusia (BPOM, 2003).
Sebelum dilakukan analisis formalin pada bakso, terlebih dahulu sampel
dihaluskan dengan cara diblender. Sampel dihaluskan bertujuan agar senyawa
yang akan dianalisis akan lebih mudah keluar dari bahan tambahan lainnya saat
proses isolasi dilakukan. Setelah dihaluskan kemudian sampel dilarutkan dengan
air sebanyak 50 ml, dan dioptimasi pH dengan menambahkan beberapan tetes
asam phospat pekat hingga pH-nya mencapai 3. Penambahan asam phospat
bertujuan untuk mengubah formalin menjadi formaldehid.
Kemudian dilakukan destilasi, Proses destilasi ini dilakukan untuk
memisahkan formalin dari matriks lainnya serta mengubah formalin menjadi
formaldehid yang berbentuk gas. Hasil destilasi ditampung dengan Erlenmeyer
yang berisi air 10 mL. Erlenmeyer yang berisi 10 ml air yang bertujuan untuk
mengubah kembali formaldehid yang berbentuk gas menjadi formalin.

Setelah proses destilasi selesai kemudian destilat yang didapatkan di lakukan


uji kualitatif dengan penambahan pereaksi Schiff. Pereaksi Schiff digunakan
untuk mengikat formalin agar terlepas dari sampel. Formalin juga bereaksi dengan
pereaksi Schiff menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan
(Widyaningsih dan Erni, 2006). Pereaksi Schiff ini merupakan hasil pelarutan
Natrium meta-bisulfat, HCl pekat dan p-rosanilin hidroklorida yang dilarutkan di
dalam air.
Reaksi pembentukan warna antara formalin dengan reagen schiff :

Uji kualitatif yang dilakukan, hasil yang diperoleh menunjukan warna


pereaksi itu sendiri. Hal ini memberikan gambaran bahwa dalam sampel bakso
tidak mengandung formalin atau pada sampel bakso tersebut kadar formalinnya
sangat kecil. Untuk memastikan hal tersebut percobaan dilanjutkan dengan
melakukan uji kuantitatif, karena sekecil apapun kadar formalin akan terbaca pada
instrumen.

Penetapan

kadar

formalin

dilakukan

dengan

menggunakan

spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 354 nm.


Uji kuantitatif pada sampel dilakukan dengan destilat yang diperoleh
ditambahkan dengan pereaksi DNPH (2,4-dinitrophenylhidrazin) yang akan
menghasilkan perubahan warna menjadi warna kuning. Penambahan pereaksi

DNPH ini bertujuan untuk menderivatisasi formalin. Proses derivatisasi ini


dilakukan karena formalin mempunyai sedikit gugus kromofor sehingga perlu
dilakukan derivatisasi untuk menambah gugus kromofor pada formalin agar dapat
terbentuk warna dan terbaca serapannya dengan menggunakan instrumen.
Kemudian setelah ditambahkan dengan pereaksi DNPH, dilakukan vortex
selama 1-2 menit kemudian didiamkan selama 2-3 menit, hal ini bertujuan agar
sampel dengan pereaksi DNPH dapat tercampur dengan homogen dan didiamkan
agar matrik lainnya dapat terendapkan. Lalu ditambahkan dapar phospat, hal ini
bertujuan agar pH-nya stabil. pH diukur dengan menggunakan pH meter. pH yang
diperoleh harus sebesar 6,8. Setelah pH-nya tepat, kemudian ditetapkan kadarnya
dengan mengukur serapan absorbansi dari sampel dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 354 nm.
Tetapi pada saat pengukuran absorbansi tidak terbaca oleh instrumen. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam sampel bakso tidak mengandung formalin dan hasil
yang diperoleh tersebut memenuhi syarat ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 bahwa dalam makanan tidak boleh mengandung
formalin.
VI.

KESIMPULAN
Dari hasil praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam sampel bakso tidak mengandung formalin.
2. Sampel bakso yang digunakan memenuhi syarat ketentuan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan
tambahan pangan, bahwa formalin dalam makanan sangat dilarang.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, Made. (2006). Mengenal Formalin dan Bahanya. Jakarta : Penebar
Swadaya

Usmiati.

S.

2009.Bakso

Sehat.

Warta

Penelitian

dan

Pengembangan

Pertanian.Vol.31, No. 6. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca


Panen Pertanian: Bogor
Widyaningsih, T.D. dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Jakarta: Trubus Agrisarana.
Wibowo, S. 2005. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: Penebar
Swadaya.

LAMPIRAN

Dokumentasi

Keterangan

Proses Destilasi Sampel

Destilat

Uji Kualitatif menggunakan


pereaksi Schiff hasilnya negatif (-)

Proses pengecekkan pH setelah


ditambah DNPH dan larutan
buffer dengan pH meter didapat
pH 6,8

Hasil spektrofotometri (-),


absorbansi tidak tebaca

You might also like