You are on page 1of 16

asuhan keperawatan pada asfiksia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO ,Setiap tahunya ,kira-kira 3% (3,6 juta ) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia,hamper satu juta bayi ini kemudian meninggal.Di Indonesia, dari seluruh kematian
bayi,sebanyak 57% meninggal pada masa BBL ( usia dibawah 1 bulan).setiap 6 menit terdapat 1
BBl yang meninggal .penyebab kematian BBl di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah
(29%),asfiksia

(27%),trauma

lahir,tetanus

neonatorum,infeksi

lain

dan

kelainan

konggenital.Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab
kematian utama BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas ,asuhan persalinan normal/
dasar dan pelayanan neonatal oleh tenaga professional.untuk menurunkan BBL karena
asfiksia,persalinan harus dilakukan olehtenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir .kemampuan dan keterampilan ini
digunakan setiap kali menolong persalinan.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah asfiksia ini adalah :
1. Agar kita mapu melakukan menejemen asfiksia pada BBL
2. Agar dapat menjelaskan pengertian dari asfiksia.
3. Agar dapat mendemonstrasikan resusitasi pada kasus asfiksia .
4. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kasus asfiksia.

BAB II
ASFIKSIA NEONATORUM
A. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada
saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan
tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
(Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,
1999)
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan

hidupnya

dan

membatasi

gejala-gejala

lanjut

yang

mungkin

timbul.

(Prawirohardjo: 2008).
Asfiksia ini dapat terjadi karena hipoksia kronik dalam uetrus menyebabkan tersedianya
sedikit energi untuk dapat memenuhi kebutuhan pada saat persalinan dan kelahiran. Sehingga,
asiksia intra uterin dapat terjadi, denan masalah sitemik yang mungkin terjadi. (Ladewig dkk:
2006)
Asfiksia neonatarum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara sponta dan
teratur segera stelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea,
dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi
organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia

Neonatarum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera
setelah lahir, banyak fakto yang menyebabkannnya diantaranya adanya penyakit pada ibu
sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan konstraksi uterus pada ibu resiko tinggi
kehamilan, dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga
faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
B. Etiologi
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
a.

Preeklampsia dan eklampsia

b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)


c.

Partus lama atau partus macet

d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)


e.

Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat


a.

Lilitan tali pusat

b. Tali pusat pendek


c.

Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat


3. Faktor Bayi
a.

Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
c.

Kelainan bawaan (kongenital)

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)


C. Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan
suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan

Menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang
dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.Disamping perubahan klinis juga terjadi
gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal
menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang
berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang.
Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung.
Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi
pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
D. Manifestasi Klinis
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan
menangis kurang baik/ tidak menangis.
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
E. Insiden
Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter. Umumnya
urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma mekanik.

F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1.Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang
telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya
edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2.Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh
darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal
ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4.Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1.Denyut jantung janin /EKG .Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 debyutan semenit,
selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur,
hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin digunakan untuk
terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2.Mekonium dalam air ketuban .Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan
tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3.Pemeriksaan pH darah janin.Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2

hal

itu

dianggap

sebagai

tanda

bahaya

gawat

janin

mungkin

disertai

asfiksia.

(Prawirohardjo:1991)
H. Penatalaksanaan /terapi
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :
1.Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b.Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b.Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke
mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b. Kompresi dada.
c. Pengobatan
4. Langkah-Langkah Resusitasi
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh
bayi untuk mengurangi evaporasi.
b.Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d.

Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.

e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap
punggung bayi.
f. Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan
observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan
positif.
5.Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor
utama yang perlu dilakukan adalah :
1.

Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa
diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan
meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.

2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara
lain :
a. Alat pemanas siap pakai
b. Oksigen
c. Alat pengisap
d. Alat sungkup dan balon resusitasi
e. Alat intubasi
f. Obat-obatan
6.Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim
yang hadir pada setiap persalinan.
2.

Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan,
tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien

3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang
terkoordinasi.
4.

Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan
khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.

5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia dan siap pakai

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
A. Pengkajian
1.Data subyektif, terdiri dari:
Biodata atau identitas pasien : Bayi; meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan,

penghasilan pekerjaan, dan alamat Riwayat kesehatan Riwayat antenatal Riwayat natal
komplikasi persalinan Riwayat post natal.
2. Data Obyektif, terdiri dari:
Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg
(sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari
mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44-45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah
kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b.

Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak :
kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi).

b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda
atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran
dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal),
bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal)
atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
Pemeriksaan Diagnostik
1. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah
menunjukkan asfiksia bermakna.
2. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
3. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigenantibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post
asfiksia berat antara lain:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
5. Resiko terjadinya hipotermia .
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap
lemah.

7. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan respon imun yang terganggu.
8. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1:
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan
nafas lancar.
Kriteria Hasil :
Tidak menunjukkan demam.
Tidak menunjukkan cemas.
Rata-rata repirasi dalam batas normal.
Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
Tidak ada suara nafas tambahan.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi napas,dan catat adanya bunyi napas tambahan
Rasional :obstrusi jalan napas dapat dimanifestasikan dengan adnya bunyi tambahan missal
ronki
2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan
Rasional : pada takipnea biasanya ditemukan pernapasan dapat melambat dan frekuensi espirasi
memanjang disbanding ispirasi.
3.Catat adanya dispnea
Rasional: disfungsi pernapasan adalah variable biasanya disebabkan oleh adanya infeksi atau
reaksi alergi.
Dx 2:
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola
nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
Ekspansi dada simetris.

Tidak ada bunyi nafas tambahan.


Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3.

Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi

4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
5. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
Dx 3:
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas
Fungsi paru dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3. Pantau hasil Analisa Gas Darah
Dx : 4
Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat
Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria: Pernafasan normal 40-60 kali permenit; Pernafasan teratur; Tidak cyanosis; Wajah dan
seluruh tubuh warna kemerahan; Gas darah normal.
Intervensi:
1.

Letakkan bayi terlentang dengan alas yang datar, kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu
terangkat 2-3 cm.
Rasional:Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi
kelancaran jalan nafas.

2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.


Raional:Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas
yang sempurna.
Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam.
Rasional:Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
Rasional:Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan
peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
Dx 5:
Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama dengan
ditandai akral dingin suhu tubuh dibawah 36 C.
Tujuan: Tidak terjadi hipotermia.
Kriteria: Suhu tubuh 36,5 37,5C; Akral hangat; Warna seluruh tubuh kemerahan.
Intervensi:
1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer).
Rasional:Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi menjadi
hangat.
2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk /
kain yang kering dan hangat.
Rasional:Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.
3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional:Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia
4.

Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin
diberikan.
Rasional:Mencegah terjadinya hipoglikemia.
Dx 6:
Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria: Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik; Berat badan tidak turun lebih dari
10%; Retensi tidak ada.
Intervensi:

1.

Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.

Rasional: Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan /
perawatan yang tepat.
2.

Monitor turgor dan mukosa mulut.

Rasional: Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.


3.

Monitor intake dan out put

Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance).


4.

Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.


Rasional; Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.

5.

Lakukan control berat badan setiap hari.

Rasional: Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.


Dx 7:
Resiko terjadinya infeksi.
Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria: Tidak ada tanda-tanda infeksi; Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi:
1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
Rasional: Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi).
Rasional: Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi.
4. lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena
mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
Rasional: Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal.
Rasional: Deteksi dini adanya kelainan.
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
Rasional: Mencegah terjadinya penularan infeksi.

8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.


Rasional: Mencegah infeksi dari pneumonia.
9. pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP.
Rasional: Sebagai pemeriksaan penunjang.
Dx 8:
Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.
Tujuan: Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria: Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi; Bayi segera pulang dan ibu dapat
merawat bayinya sendiri.
Intervensi:
1. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang
Rasional: Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan
ibu/keluarga.
2. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
3. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.
Rasional: Ketidaktahuan memperbesar stressor.
4. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
Rasional: Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.
5. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan
Rasional: Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi
diperbolehkan pulang

Implementasi
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan realisasi
rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan
pasien terpenuhi secara optimal (Santosa NI, 1995).
E. evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses penilaian
pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang
rencana keperawatan (Santosa NI, 1995)

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada asfiksia terjadi kekurangan oksigen yang bisa diakibatkan oleh karena adanya
gangguan akibat obstruksi saluran penapasan maupun akibat terhentinya sirkulasi. Terjadi
kegagalan oksigen untuk mencapai sel-sel tubuh sehingga terjadi kekurangan O2 dan kelebihan
CO2 . Asfiksia bisa terjadi karena penyebab yang wajar atau tidak wajar. Penyebab tidak wajar
misalnya pada patah tulang panjang sehingga bisa terjadi emboli lemak dan tersangkut di paru,
udara yang terhalang paksa karena starngulasi, suffokasi, asfiksia traumatik ataupun drowning.
Penyebabnya bisa ditentukan dengan melihat hasil pemeriksaan postmortem.
B.

Saran
Dalam pembuatan dan penyusunan makalh ini masih banyak kekeliruanya untuk itu
diharapkan keritikan dan masukan yang sifatnya membangun,guna memperbaiki dalam
pembuatan makalah selanjutnya.

Daftar pustaka
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges,Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta :EGC
Hidayat, Alimul AA. 2005. Pengantar Ilmu Keperawtan Anak. Jakarta: Salemba Medika
http://ummukausar.wordpress.com/2010/01/16pengertian-dan-penanganan-asfiksia-pada-bayibaru-lahir
http://www.pediatrik.com
http://www.irwanashari.com/2009/06/asfiksia.html
http://ummukautsar.wordpress.com/2010/01/16/pengertian-dan-penanganan-asfiksia-pada-bayibaru-lahir/

Ladewig, Patrecia W. 2006. Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta:


Prawiroharjo, Sarwono2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Wiknjosastro,gulardi H ,dkk.2008.asuhan persalinan normal:Jakarta:USAID

EGC.

You might also like