You are on page 1of 17

HUBUNGAN PERAN ADVOKASI PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN

1. Peran
a. Pengertian peran
Peran adalah harapan tentang bagaimana seseorang yang menduduki posisinya menunjukan
prilaku terhadap orang yang berada di posisi lain (Roy, 1994). Selanjutnya menurut Baylon and
Maglaya, 1997 menegaskan bahwa peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh
lingkungan sosial yang berhubungan dengan fungsi individu di masayarakat dan keluarga.
Sedangkan menurut Stuart and Sundeen, 1998 peran adalah serangkaian pola dan perilaku
yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai
kelompok.
Pengertian peran yang dijabarkan dari beberapa konsep teori ini dapat dikatakan bahwa peran
adalah harapan dari seseorang/pasien terhadap perawat dalam menjalankan peran dan
fungsinya dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional.

b. Faktor faktor yang mempengaruhi terlaksananya peran


Menurut Green cit Notoatmodjo (1993) peran atau perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: faktor predisposisi terwujud dalam: 1) pengetahuan; merupakan dominan yang
penting untuk terbentuknya tindakan, merupakan kesiapan individu untuk bertindak atau
predisposisi suatu perilaku; 2) keyakinan; menjadi pegangan setiap orang dalam
menyelenggarakan hidup bermasyarakat; 3) nilai-nilai; menurut Allport (1954) cit
Notoatmodjo (1993) nilai-nilai adalah suatu kepercayaan terhadap obyek.
Faktor pendukung/enabling factor yang terwujud dalam lingkungan fisik dan fasilitas
institusi/rumah sakit, tersedianya lingkungan fisik yang memungkinkan serta fasilitas yang
cukup mendorong seseorang untuk berprilaku atau berperan dalam komunitasnya. Faktor
pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
perawat profesional lain yang merupakan referensi. Sikap dan perilaku komunitas profesi akan
mendorong anggota lain untuk bersikap dan berperilaku seperti dia.

2. Perawat

a. Pengertian
Menurut Depkes RI (2002) perawat adalah seorang yang memberikan pelayanan kesehatan
secara professional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis, psikologi sosial,
spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Perawat adalah mereka
yang memiliki kemampuan dan kewenangannya melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Gaffar).
Seorang perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan
keperawatan, dan bertanggung jawab serta berkewenangan melaksanakan asuhan
keperawatan (Gaffar).
Perawat professional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan
pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI,2002).

b. Peran Perawat
Peran perawat adalah tingka laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang yang
memenuhi kualifikasi sehingga dibenarkan mempunyai kedudukan dalam suatu system
pelayanan kesehatan (Pusdiknakes,1989), menurut Doheney (1992) peran perawat terdiri dari:
1) Care giver/pemberi pelayanan
a. Memperhatikan individu dalam konteks sesuatu kebutuhan klien.
b. Perawat menggunakan nursing proses untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mulai
dari masalah fisik (fisiologis) sampai masalah psikologis.
c. Peran utama adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat sesuai diagnose keperawatan yang terjadi mulai dari masalah yang
bersifat sederhana sampai dengan komplek.
2) Clien advocate/pembela pasien
Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasi
informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan memberikan informasi lain yang diperlukan
untuk mengambil prsetujuan (inform consent) atas tidakan keperawatan yang diberikan.
3) Consellor/konseling
a. Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap
keadaan sehat sakitnya.

b. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk
meningkatkan kemampuan adaptasinya.
c. Konseling diberikan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman
kesehatan dengan pengalaman masa lalu.
d. Pemecahan masalah difokuskan pada masalah mengubah perilaku hidup sehat (prubahan
pola interaksi)
4) Educator /pendidik
a. Peran ini dilakukan pada klien, keluarga, tim kesehatan lain baik secara spontan (saat
interaksi) maupun secara disiapkan.
b. Tugas perawat adalah membantu mempertinggi k. pengetahuan dalam upaya meningkatkan
kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik.
c. Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam Nursing care Planning.
5) Coordinator/koordinator
Peran perawat adalah mengarahkan , merencanakan, mengorganisasikan pelayanan dari
semua tim kesehatan. Karena klien menerima banyak pelayanan dari banyak profesional
misalnya nutrisi maka aspek yang harus diperhatikan adalah jenis, jumlah, komposisi,
persiapan, pengelolaan, cara memberikan, monitoring, motivasi edukasi dan sebagainya.
6) Collaborator/kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya berupaya
mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap
pelayanan yang diperlukan klien, memberi dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari
berbagai profesional pemberi pelayanan kesehatan.
7) Consultan/konsultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien dan informasi tentang
tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan keperawatan adalah
sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.

8) Change agent/perubah

Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam hubungan
dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada klien.

3. Advokasi
a. Pengertian
Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki
penyebab atau dampak penting. Defenisi ini hampir sama dengan yang dinyatakan oleh Gadow
(1983) bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan
bantuan perawat secara aktif kepada individu untuk secara bebas menentukan nasibnya
sendiri (Priharjo,1995).
Menurut Kohnke dalam KoZier,B et all,. (1998) tindakan seorang advocator adalah
menginformasikan dan mendukung secara obyektif, berhati-hati agar tidak bertentangan
dengan setuju atau tidak setuju suatu keputusan yang dipilih klien. Seorang advokator
menginformasikan hak-hak klien dalam situasi apapun sehingga klien dapat mengambil
keputusan sendiri. Fokus peran advokasi perawat adalah menghargai keputusan klien dan
meningkatkan otonomi klien. Hak-hak yang dimiliki oleh klien yakni hak untuk memilih nilainilai yang sesuai dan penting bagi hidupnya, hak untuk menentukan jenis tindakan yang
terbaik untuk mencapai nilai-nilai yang diinginkan dan hak untuk membuang nilai-nilai yang
mereka pilih tanpa paksaan dari orang lain.

b. Peran perawat sebagai advokasi


Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim
kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan
membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim
kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap
pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan
memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak
klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai
tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat
klien menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi hal-hal berikut: a) penyakit

yang dideritanya; b) tindakan medik apa yang hendak dilakukan; c) kemungkinan penyulit
sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya; d) alternatif terapi lain
beserta resikonya; e) prognosis penyakitnya; f) perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas
penyakit yang dideritanya; g) hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur; h) hak
untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi keperawatan tanpa diskriminasi; i) hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas
tindakan yang akan dilakukan oleh perawat/ tindakan medik sehubungan dengan penyakit
yang dideritanya (informed consent); j) hak menolak tindakan yang hendak dilakukan
terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya; k) hak didampingi keluarganya dalam
keadaan kritis; l) hak menjalankan ibadah sesuai agama/ kepercayaan yang mengganggu
pasien lain; m) hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah
sakit; n) hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
o) hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual; p) hak didampingi perawat
keluarga pada saat diperiksa dokter; q) hak untuk memilih dokter, perawat atau rumah sakit
dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di
rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan; r) hak atas rahasia medic atau hak atas privacy
dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; s) hak meminta
konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opion), terhadap
penyakit yang dideritanya dengan sepengetahuan dokter yang menangani; t) hak untuk
mengetahui isi rekam medik ( Kusnanto,2004 ).

4. Mutu pelayanan
Crosby (1997) berpendapat mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan. Mutu pelayanan
yang baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan kepuasan pelanggan (customer).
Harapan pihak penyedia pelayanan (provider) adalah berusaha memberikan kepuasan layanan
dengan harapan pelanggan puas dan akan selalu memanfaatkan produk jasa yang diberikan.
Aspek mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek yang berpengaruh seperti:
aspek klinis yaitu menyangkut dokter, perawat dan teknis medis. Aspek efisiensi dan efektifitas
yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan.
Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan terhadap pasien. Kepuasan pasien, yaitu
berhubungan dengan kenyamanan, keramahan dan kecepatan pelayanan (Sabarguna,2004 ).
Menurut Kotler (2007) ada tiga harapan atau tuntutan pasien terhadap mutu pelayanan,
sebagai berikut:

a. Terhadap personil pemberi pelayanan meliputi: 1) responsif: petugas harus siap dan cepat
melayani; 2) kompeten, petugas harus mengetahui apa tugasnya dan bagaimana melaksanakan;
3) kesopanan, sikap ramah tamah, hormat, beretika baik, sopan dan fleksibel; 4) kredibilitas,
dapat dipercaya dan jujur, 5) sensitivitas: mengerti akan kebutuhan pasien, memberikan
perhatian pasien, peka terhadap lingkungan.
b. Terhadap tempat perawatan, meliputi: 1) akses waktu yang sesuai dan tempat yang cocok; 2)
keamanan, aman dan privacy; 3) penampilan fasilitas yang secara fisik menarik.
c. Terhadap proses pelayanan lebih lanjut: 1) dapat dipercaya, kemampuan untuk menyediakan
apa yang telah dijanjikan; 2) komunikasi.

5. Kepuasan Pelanggan
a. Pengertian.
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi
pengalaman komsumsi suatu produk atau jasa dengan membandingkan antara harapan
dengan kinerja yang dirasakan (Supranto, 2001). Menurut Kotler (2007) kepuasan pelanggan
merupakan tingkat perasan seseorang setelah membandingkan hasil yang dia rasakan
dibandingkan dengan harapannya. Oliver (1997) dan panasuraman et al (1988) memberi
pengertian bahwa kepuasan adalah suatu respon pemenuhan kebutuhan konsumen/pasien
sebagai hasil penilaian (judgement) bahwa suatu produk atau jasa yang diberikan
menimbulkan perasan yang menyenangkan. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari
perbedaan antara yang dirasakan dengan yang diharapkan.
Panasuraman et al. (1998) menyatakan kepuasan merupakan kesesuaian antara harapan pasien
tentang pelayanan yang tersedia dengan persepsi pelayanan yang diterima. Jika harapan
terlampauhi maka pelayanan tersebut dirasakan sebagai mutu yang luar biasa dan sangat
memuaskan, jika harapan tidak terpenuhi maka mutu pelayanan tersebut dianggap kurang
atau tidak memuaskan, dan jika harapan sesuai dengan kenyataan atau pelayanan yang
diterima maka mutu pelayanan memuaskan.
Sedangkan menurut Day (dalam Tze dan Wilton, 1999) menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuaan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian
(disconfirnation) yang dirasakan setelah pemakaiannya (Tjiptono,2007). Dari berbagai defenisi
diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara
harapan dan kinerja atau hasil yang diharapkan.

b. Metode pengukuran kepuasan pelanggan


Metode survey merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur tinggkat
kepuasan pelanggan dengan cara sebagai berikut: ( Tjiptono, 2007) :

a. Directly reported satisfaction


Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti ungkapan seberapa
puas klien terhadap pelayanan kesehatan pada skala puas, tidak puas.
b. Derifed dissatisfaction
Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut
tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakannya.
c. Problem analysis
Responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok yaitu masalah-masalah yang mereka
hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta unuk menuliskan
perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan.
d. Importance-performance analysis
Responden diminta untuk menyusun tingkatan berbagai elemen dari penawaran berdasarkan
derajat pentingnya setiap elemen dan responden diminta membuat peringkat seberapa baik
kinerja perusahan dalam masing-masing elemen. ( Tjiptono, 2007)
Tjiptono (2007) mengatakan teknik pengukuran tingkat kepuasan pelanggan masih terus
mengalami perkembangan, sehingga sampai saat ini belum ada ketentuan baku untuk
mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Supranto (2001) juga mengatakan mengukur tingkat
kepuasan pelanggan tidaklah muda karena data yang diperoleh sangat subyektif. Karena itu
untuk mewujutkan kepuasan mencapai 100% sangatlah sulit. Sehingga tingkat kepuasan dapat
diukur dengan cara melihat derajat tingkat kesesuain, dimana semakin mendekati 100%, maka
akan semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan.
Perbedaan harapan-harapan yang dimiliki pasien terhadap pelayanan kesehatan yang akan
mereka dapatkan dapat digunakan sebagai standar untuk mengevaluasi kualitas pelayanan
yang mereka terima. Kebanyakan pasien bila merasa tidak puas akan menahan keluhannya
dan akan disampaikan kepada teman-temannya. Sedikit sekali yang menyampaikan keluhan
secara langsung. Keinginan untuk mendahulukan pelanggan adalah suatu hal yang sangat
mengagumkan, perlu strategi pelayanan yang baik. Sikap staf dan mutu pelayanan sangat erat
hubungannya dengan kepuasan pelanggan.

Wijono (1999) mengemukakan bahwa pemenuhan kebutuhan dan keinginan para pemakai jasa
akan menimbulkan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, makin puas
makin baik mutu pelayanan kesehatan tersebut. Secara umum dimensi kesehatan dapat
dibedakan atas dua macam:
a. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi,
meliputi: 1) hubungan dokter-pasien/doctor-patient relationsip; 2) kenyamanan pelayanan
/amenities; c) kebebasan melakukan pilihan/choice; 3) pengetahuan dan kompetensi
teknis/scientific knowledge and technical skill; 4) efektifitas pelayanan/effectives; 5) keamanan
tindakan/safety.
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan, meliputi:
1) Ketersediaan pelayanan kesehatan (available); 2) kewajaran pelayanan kesehatan
(appropriate); 3) kesinambungan pelayanan kesehatan (continue), pelayanan kesehatan yang
bermutu adalah tersedia setiap saat menurut waktu dan ataupun kebutuhan konsumen; 4)
Penerimaan pelayanan kesehatan /acceptable/ 5) ketercapaian pelaynan kesehatan/accessible;
6) keterjangkauan pelayanan kesehatan/affordable; 7) efisiensi pelayanan kesehatan efficient;
8) mutu pelayanan kesehatan/quality

c. Faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien


Tjiptono (2007) dalam mengevaluasi kepuasan terhadap kepuasan pasien ditentukan oleh
beberapa factor antara lain:
a. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karasteristik operasi dari pelayanan
inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari
kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam
memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relative
cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu
dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karasteristik sekunder atau
karasteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya; kelengkapan interior dan
eksterior seperti televise, AC, sound system , dan sebagainya.
c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau
ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberika. Hal ini dipengaruhi oleh
kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu

dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan
di rumah sakit.
d. Kesesuaian dengan spsifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karasteristik
pelayanan memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar
keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.
e. Daya tahan (durability) berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan.
Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan
rumah sakit, misalnya peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.
f. Serviceabiliy, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan
kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.
g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera.
Misalnya: keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain
arsitektur rumah sakit, dekorasi kaar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk,
dan sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta
tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit
tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan
tanggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai
pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Nursing Advocacy
Nursing Advocacy adalah proses dimana perawat secara objektif memberikan klien informasi
yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dan mendukung klien apapun keputusan yang ia
buat.
Menurut para ahli perawat advokat ada 3 yaitu:

1. Ana pada tahun 1985


Melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik
tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun.

2. Fry pada tahun 1987


Advokasi sebagai dukungan aktif tarhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak
penting.
3. Gondow pada tahun 1983
Advokasi merupakan dasar falsafat dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat
secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri.
Perawat sebagai advokat merupakan penghubung antara klien tim kesehatan lain dalam
rangka pemenuhan kebutuhan klien,membela kepentingan klien dan membantu klien
memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan dengan
pedekatan tradisional maupun profesional,narasumber dan fasilitator dalam tahap
pengembalian keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien.
Peran Advokat Keperawatan
1. Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum
2. Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan
3. Memberikan bantuan mengandung dua peran yaitu peran aksi dan peran nonaksi
Tanggung jawab perawat
Secara Umum: Mempunyai tanggung jawab dalam memberikan aspek,meningkatkan ilmu
pengetahuan dan menigkatkan diri sebagai profesi.
Secara khusus: Memberikan aspek kepada klien mencakup asapek bio-spiko-sosio-kulturalspiritual yang kompehansif dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Dalam menjalankan tugasnya perawat dilindungi oleh Undang-Undang no. 6 tahun 1960 UU ini
membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.Tenaga perawat termasuk dalam
tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah,termasuk bidan dan
asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas di bawah pengawasan dokter,dokter gigi,dan
apotek.
Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintahan membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan
dan bidang.Bidang seperti halnya dokter,diijinkan mengadakan praktik swasta,sedangkan
tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan.

A.

Nursing Advocacy

Definisi perawat advokat proses dimana perawat secara objektif memberikan klien informasi
yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dan mendukung klien apapun keputusan yang
buat.
Perawat sebagai advokat yaitu sebagai penghubung antara klien-tim kesehatan lain dalam
rangka pemenuhan kebutuhan klien. Membela kepentingan klien dan membantu
klien,memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan dengan
pendeketan tradisional maupun profesional.
Definisi perawat advokat menurut beberapa ahli:
Arti advokasi menurut ANA adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang
dilakukan oleh siapa pun.
FRY mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiaap hal yang memiliki
penyebab atau dampak penting.
GADOW menyatakan bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang
melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya
sendiri.
Tanggung jawab perawat secara umum mempunyai tanggung jawab dalam memberikan
asuhan keperawatan,meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi.
Tanggung jawab perawat secara khusus adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien
mencakup aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual yang komprehensif dalam upaya pemenuhan
kebutuhan dasarnya.
Peran perawat sebagai advokasi
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim
kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan
membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim
kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap
pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan
memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.

Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak
klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai
tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat
klien menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi hal-hal berikut:
penyakit yang dideritanya;
tindakan medik apa yang hendak dilakukan;
kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya;
alternatif terapi lain beserta resikonya;
prognosis penyakitnya;
perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit yang dideritanya;
hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur;
hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi;
hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh perawat/
tindakan medik sehubungan dengan penyakit yang dideritanya (informed consent);
hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan
serta perawatan atas tanggung jawab sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya;
hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
hak menjalankan ibadah sesuai agama/ kepercayaan yang mengganggu pasien lain;
hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit;
hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya;
hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual;
hak didampingi perawat keluarga pada saat diperiksa dokter;
hak untuk memilih dokter, perawat atau rumah sakit dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau sarana pelayanan
kesehatan;
hak atas rahasia medic atau hak atas privacy dan kerahasian penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya;

hak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second
opion), terhadap penyakit yang dideritanya dengan sepengetahuan dokter yang menangani;
B. Pengambilan Keputusan Legal Etis
Membuat keputusan bukanlah hal yang mudah, tetapi merupakan suatu tantangan bagi
seorang manajer. Dalam era global dan serba cepat ini, langkah untuk mengambil keputusan
harus cepat dan tepat pula.
Definisi pengambilan keputusan
1.

Suatu tindakan pemilihan, dimana pimpinan menetukan suatu kesimpulan tentang apa
yang harus dilakukan/ tidak dilakukan dalam suatu situasi tertentu.
2.

3.

Merupakan pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah yang dihadapi.


Penyelesaian masalah,yaitu menghilangkan adanya ketidakseimbangan antara yang
seharusnya dengan yang terjadi.

Pengambilan keputusan adalah tugas terpenting dari semua tugas yang membentuk fungsi
kepemimpinan manajerial. Sebelum mengambil suatu keputusan, diperlukan informasiinformasi pendukung, misalnya informasi mengenai:
laporan anggaran
laporan sensus pasien
catatan medis
catatan personil pegawai
laporan jumlah waktu sakit pegawai, dan
waktu libur
pengambilan keputusan adalah proses kognitif yang tidak tergesa-gesa. Suatu rangkaian
tahapan yang dianalisis, diperlukan, dan dipadukan, hingga dihasilkanlah ketepatan serta
ketelitian dalam menyelesaikan masalah.
Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai adalah:
Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi.
Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah dalam
menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan
jalannya kelembagaan.

Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa harian yang dibuat
sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-peraturan lainnya.
Berdasarkan situasi yang mendorong dihasilkannya suatu keputusan , keputusan manajemen
dibagi menjadi dua macam:
Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi menghadapi masalah.
Masalah yang biasa dan yang terstruktur memunculkan kebijakan dan keseimbangan dan
peraturan untuk membimbing pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya keputusan tentang
cuti hamil.
Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak terstruktur dan bersifat
baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu. Misalnya keputusan yang berkaitan
dengan pasien.
Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat dibedakan
menjadi dua model:
Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis dalam pemilihan
satu alternative dan beberapa alternatif; perlu waktu yang cukup untuk mengenal dan
menyukai pilihan yang ada.
Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan pada pengamatan
dalam membuat keputusan yang memuaskan ataupun yang terbaik.
Aspek kelompok dalam pengambilan keputusan
Ada perbedaan antara keputusan bersama kelompok dan keputusan kelompok. Dalam
pengambilan keputusan bersama kelompok, kelompok sepenuhnya berpartisipasi dalam
mengambil keputusan, kecuali dalam menetapkan keputusan akhir. Sedangkan dalam
pengambilan keputusan kelompok, kelompok sepenuhnya ikut menentukan dalam
pengambilan keputusan akhir.
Tipe Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan yang kurang tanggapan (metode yang kurang diperhatikan)
Pengambilan keputusan dengan cara otomatis
Pengambilan keputusan minoritas (yang lebih pandai yang unggul)
Pengambilan keputusan mayoritas (melalui pemungutan suara)
Pengambilan keputusan dengan consensus

Pengambilan keputusan dengan suara bulat

C.

Metode Pemecahan Masalah

Masalah adalah perbedaan antara keadaan nyata sekarang dengan keadaan yang dikehendaki.
Dalam manajemen diperlukan proses pemecahan masalah secara sistematis. Hal ini perlu
untuk mengatasi kesulitan pada waktu membuat keputusan, misalnya menghadapi situasi yang
tidak diduga (pada keputusan yang tidak terprogram atau tidak rutin).
Elemen-elemen dari proses pemecahan masalah:
Masalah
Desired state (keadaan yang diharapkan)
Current state (keadaan saat ini)
Pemecah masalah/manajer
Adanya solusi alternatif dalam memecahkan masalah
Solusi.
Hal lain yang harus diketahui dalam pemecahan masalah adalah, harus mengetahui perbedaan
antara masalah dengan gejala. Pertama, gejala dihasilkan oleh masalah. Kedua, masalah
menyebabkan gejala. Ketiga, ketika masalah dikoreksi maka gejala akan berhenti, bukan
sebaliknya.
Masalah mempunyai beberapa struktur
Masalah Terstruktur. Adalah masalah yang terdiri dari elemen-elemen dan hubungan antar
elemen yang semuanya dipengaruhi oleh pemecah masalah. Pemecah masalah tersebut adalah
komputer. Karena komputer dapat memecahkan masalah tanpa perlu melibatkan manajer.
Masalah Tidak Terstruktur. Adalah masalah yang berisi elemen-elemen atau hubungan antar
elemen yang tidak dipahami oleh pemecah masalah. Pemecahan masalah dilakukan oleh
manajer. Karena manajer harus melakukan sebagian besar tugas memecahkan masalah.
Masalah Semi Terstruktur. Adalah masalah yang berisi sebagian elemen atau hubungan yang
dimengerti oleh pemecah masalah. Pemecahan masalah dilakukan oleh manajer dan komputer,
yang harus bisa bekerja sama memecahkan masalah.
Proses pemacahan masalah menurut John Dewey, Profesor di Colombia University pada tahun
1970, mengidentifikasi seri penilaian pemecahan masalah:

Mengenali kontroversi (masalah)


Menimbang klaim alternatif.
Membentuk penilaian (solusi).
Secara umum, pemecahan masalah dalam manajemen menggunakan tahap pemecahan
masalah sebagai berikut:
Menyelidiki Situasi
Suatu penyelidikan yang diteliti perlu dilakukan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek
penentuan masalah, pengenalan tujuan dan penentuan diagnosis.
Mengembangkan Alternative
Sebelum mengambil keputusan, pemecahan masalah memerlukan penemuan berbagai
alternative yang kreatif dan imajinatif.
Mengevaluasi berbagai alternative dan menetapkan pilihan yang terbaik
Setelah mengembangkan seperangkat alternative, manajer harus mengevaluasinya untuk
melihat keefektifan setiap alternative melalui dua kriteria, yaitu seberapa realistis alternative
itu dipandang dari sumber daya organisasi yang dimiliki dan seberapa baik alternative itu akan
membantu memecahkan masalah.
Melaksanakan keputusan dan Menetapkan tindak lanjut
Dalam memecahkan masalah yang menyangkut masalah teknis, ada beberapa langkah yang
dapat ditempuh :
Menggunakan inferensi, yaitu menarik simpulan dari beberapa bukti untuk mencari arti atau
penafsiran, yang merupakan suatu cara untuk menghasilkan data dan informasi baru dari data
yang ada.
Menentukan hambatan, yaitu menentukan hambatan yang sesungguhnya dari perwujudan
sasaran.
Membuat subsasaran, dengan mencoba membagi masalah menjadi beberapa bagian masalah
yang lebih sederhana agar dapat dipecahkan secara sendiri-sendiri.
Mencari kunci melalui proses yan logis, seperti menarik simpulan dari bukti, pengertian dan
penghayatan.
Mengatur data untuk mengatur data dan keterkaitannya.

Memulai dari sasaran dan menggunakan konsep sebab akibat dari sasaran kepada data yang
ada.
Dalam pemecahan masalah yang menyangkut manusia, seringkali terdapat sisi yang
terlupakan, yaitu perasaan. Perasaan dapat menimbulkan hambatan mental yang
menyebabkan proses pemecahan masalah terganggu. Hambatan mental merupakan perasaan
frustasi yang dapat menghentikan kemampuan berfikir untuk memecahkan masalah, antara
lain:
Aku (ego), yaitu yang menyangkut harga diri seseorang.
Kecemasan
Semantik, yaitu mempunyai makna ganda.
Ritual, yaitu peraturan, kebiasaan, atau prosedur yang harus dilalui.
Untuk menanggulangi hambatan mental dapat dilakukan dengan cara-cara:
Curah pendapat
Menggunakan suatu analogi
Menggunakan imajinasi untuk membentuk kreasi baru
Persepsi
Dengan komunikasi secara berkelompok.

You might also like