You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRES SYNDROME)

OLEH :
IDA AYU ARI ADNYANI
P07120213038
TINGKAT IV/ SMT VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


1

PADA BAYI DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRES SYNDROME)

1.1. Definisi
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris
disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory
grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat
inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan
udara dalam paru.
Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
pneumotoraks/pneumomediastinum,

penyakit

membran

hialin

(PMH),

pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).


1.2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik
dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan
ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua
usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari
28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi
yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan
frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur
kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria,
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi

sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit
putih (Nelson, 1999).
1.3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
memohon sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan
Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang
ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat
menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras
untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),
sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang
lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali
perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran).
Sebagai

akibatnya,

janin

lebih

banyak

menghabiskan

oksigen

untuk

menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan.
Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka

alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat


menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary
vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.
Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran
darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan
pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri
melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik
menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada
bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital.
Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin.
Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu
lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan
menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan
pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan
sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan

menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak
mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya
dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis
surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen
yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan
penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran
setan yang terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi
penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan
atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau
kematian bayi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).

WOC
Bayi prematur
Pembentukan
membran hialin
surfaktan paru
belum sempurna

Primer
Perdarahan antepartum,
hipertensi hipotensi
(pada ibu)

Sekunder

Ibu diabetes

Seksio sesaria

Hiperinsulinemia
janin

Pengeluaran
hormon stress oleh
ibu
Mengalir ke janin
pematangan paru
bayi yang berisi air

Gangguan perfusi darah


uterus
Imaturitas paru
Sirkulasi utero plasenter
kurang baik
Bayi prematur; dismaturitas
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang

Asfiksia
neonatorum

Resusitasi
neonatus

Pernapasan intra uterin

Janin kekurangan
O2 dan kadar CO2
meningkat
Gangguan
perfusi
Menekan sintesis
surfaktan

Pemberian kadar
O2 yang tinggi
Trauma akibat
kadar O2 yang
tinggi

Sumbatan jalan napas


parsial oleh air ketuban
Kerusakan
surfaktan
dan mekonium

Penurunan produksi surfaktan


Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

Surfaktan menurun
Janin tidak dapat menjaga
rongga paru tetap
mengembang

Pneumotorak,
sindrom wilson,
mikity
Insufisiensi pada
bayi prematur

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS


Kolaps paru
Hipoksia

Tekanan negatif intra


toraks yang besar
Usaha inspirasi yang lebih
kuat

Aspirasi mekonium
(pneumonia aspirasi)

Kontriksi vaskularisasi
pulmonal
Masukan oral
tidak adekuat/
menyusu buruk

- Dispena
- Takipnea
- Apnea
- Retraksi dinding
MK : Perubahan
dada
- Pernapasan cuping nutrisi kurang
dari kebutuhan
hidung
tubuh
- Mengorok
- Kelemahan
MK : Pola nafas tidak
efektif, intoleransi aktivitas

P oksigenasi jaringan
Metabolisme anaerob
Timbunan asam laktat
Peningkatan
Asidosis metabolik
metabolisme
(membutuhkan
Kurangnya cadangan
glikogen lebih
glikogen
dan lemak coklat
banyak

Hipoglikemia

Respon menggigil pada


bayi kurang/tidak ada

Gangguan ventilasi pulmonal

Retensi CO2

Kerusakan endotel kapiler


dan epitel duktus arteriousus

Asidosis respiratorik

Transudasi alveoli

Pe pH dan PaO2

Pembentukan fibrin

Membran hialin
melapisi alveoli

Vasokontriksi berat

Fibrin & jaringan yang


nekrotik membentuk lapisan
membran hialin

Menghambat
pertukaran gas

Pe sirkulasi paru
dan pulmonal

Penurunan curah
jantung
Mnya perfusi ke
organ vital

Paru

Menya aliran darah pulmonal

Peningkatan pulmonary
vaskular resistence (PVR)
Hipoperfusi
jaringan paru

Pembalikan parsial
sirkulasi darah janin

Menya aliran
darah pulonal

Aliran darah dari


kanan ke kiri
melalui arteriosus
dan foramen ovale

MK : kerusakan
pertukaran gas

1.4. Manifestasi Klinis


Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan
berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan
pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan
riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.
Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir
dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan
membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis
dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran
klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O 2 yang menurun
dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal,
epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan
pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada
penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting
oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA,
FKUI, 1985).
1.5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto
rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip
penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan

lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah
adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk
prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis
ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin,
walaupun manifestasi klinis belum jelas.
2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada

pemeriksaan

laboratorium

diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45
mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar
PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan
ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah
menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik
dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula
perubahan pada fungsi paru lainnya seperti tidal volume menurun, lung
compliance berkurang, functional residual capacity merendah disertai
vital capacity yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi
paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa


perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada
lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu
terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang
ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal
dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
1.6. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2
yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis
paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu

dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara


intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik
untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis
50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan
atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun
harganya amat mahal.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat
badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima
bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat
timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat
terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesuakran dalam
pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman
(kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).
1.7. Komplikasi
1. Pneumotoraks / pneumomediastinum
2. Pulmonary interstitial dysplasia
3. Patent ductus arteriosus (PDA)
4. Hipotensi
5. Asidosis
6. Hiponatermi / hipernatremi
7. Hipokalemi
8. Hipoglikemi
9. Intraventricular hemorrhage
10. Retinopathy pada prematur
10

11. Infeksi sekunder


(Suriadi dan Yuliani, 2006).

11

ASUHAN KEPERAWATAN RDS


(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan. Data subyektif terdiri dari:
a. Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin
b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal yaitu:
a)
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
b)

penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.


Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan

c)

preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa
tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas

d)

kesehatan.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia

e)

kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).


Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.

f)

Yang perlu dikaji :


Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta

g)

maupun plasenta previa.


Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
12

2) Riwayat post natal


Yang perlu dikaji antara lain :
a) Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua
AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10)
asfiksia ringan.
b) Berat badan lahir : Preterm/BBLR < 2500 gram, untu
aterm 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal
(34-36 cm).
c) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
d. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu
diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi
untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk
mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping
untuk pemberian obat intravena.
e. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB : frekwensi, jumlah,
konsistensi. BAK : frekwensi, jumlah
f. Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR kebiasaan ibu
merokok,

ketergantungan

obat-obatan

tertentu

terutama

jenis

psikotropikaKebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,


kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
g. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna
sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta
dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain
halnya dengan BBLR karena memerlukan perawatan yang intensif
2. Data Obyektif

13

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku.
a. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya
terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan
asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi bila suhu tubuh < 36 0C dan beresiko terjadi hipertermi bila
suhu tubuh < 37 0C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,50C
37,50C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur .
c. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
d. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
e. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
f. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
g. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
h. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
14

i. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
j. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per
menit.
k. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costaae
pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus
timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
l. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda
tanda infeksi pada tali pusat.
m. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat labia
mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.
n. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeses.
o. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
p. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
3. Pemeriksaan Diagnostik

15

a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi


diafragma dengan over distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan

amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)


Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan

maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phospatydylinositol
AGD : PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, saturasi oksigen 92%-

94%, pH 7,3-7,45.
Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari
sel alveolar yang rusak.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas neurologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan biologis

16

DAFTAR PUSTAKA

Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

17

You might also like