You are on page 1of 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengue Hemorrhagic Fever atau Demam Berdarah Dengue (DHF/DBD) adalah suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue, terutama menyerang anak-anak
dengan ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi untuk
menimbulkan renjatan dan kematian. 1
Kasus DBD pertama kali dilaporkan di Surabaya tahun 1968. Dalam waktu relatif singkat
DBD dilaporkan di berbagai daerah di Indonesia, sehingga sampai tahun 1984 seluruh
propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit ini. 1,2
Demam berdarah dengue (DBD) sering menyerang anak di bawah usia 15 tahun dan
merupakan penyebab kematian dengan jumlah yang bermakna. Angka kejadian di Indonesia
sejak pertama kali ditemukan semakin meningkat dalam jumlah dan daerah penyebarannya.
Incident Rate (IR) per 100.000 penduduk meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1968: IR
0,05; tahun 1978: 4,9; tahun 1983: 8,65; tahun 1988: 27,96; tahun 1995: 18,41 ; tahun 2013
IR 37.27.
Faktor lingkungan merupakan faktor utama yang menentukan dalam penularan DBD.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizah dan dkk. (2010) serta Musyarifatun (2011)
menyatakan bahwa mobilitas penduduk yang tinggi menjadi salah satu faktor yang berperan
dalam status endemisitas suatu wilayah. Faktor kepadatan penduduk juga dinyatakan sebagai
salah satu faktor yang berperan dalam endemisitas DBD. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Setianingsih (2009), Rahayani (2010), dan Munsyir (2010). 3
Pada saat ini DBD di banyak negara di kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab
utama perawatan anak di Rumah Sakit. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari
berbagai negara bervariasi dan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur
penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus Dengue, prevalensi serotipe virus
Dengue dan kondisi meteorologis. 2

Pemberantasan DBD seperti juga penyakit menular lainnya, didasarkan atas pemutusan
rantai penularan. Dalam hal DBD, komponen penularan adalah pada virus dan nyamuk
Aedes aegypti. Karena pada saat ini belum ada vaksin yang efektif terhadap virus ini, maka
pemberantasan ditujukan pada tempat vektornya dengan melaksanakan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN)

dengan semboyan 3M, yakni menguras tempat penampungan air

secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas
yang dapat menjadi sarang nyamuk.
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana berdasar kelainan utama yang terjadi yaitu
perembesan plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler.2,4
Di kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, tepatnya di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Tegal Alur I masih ditemukan kasus DBD. Walaupun angka
kejadiannya dinilai tidak tinggi, namun masih ditemukan kasus kematian akibat DBD.
Masyarakat yang tinggal pun cukup padat dengan latar belakang sosial ekonomi yang
berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep HL Bloem tahun 1974,
derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor yaitu lingkungan, keturunan / kependudukan,
pelayanan kesehatan dan perilaku. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap
dari masing masing individu. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti gambaran pengetahuan
dan perilaku masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 terhadap penyakit Demam
Berdarah Dengue.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah penelitian adalah bagaimana
gambaran pengetahuan dan perilaku masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 tentang
Demam Berdarah Dengue?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum :
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Tegal Alur I melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku terhadap penyakit Demam
Berdarah Dengue
1.3.2 Tujuan khusus :
1. Mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue
di RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tegal
Alur I Kecamatan Kalideres.
2

2. Mengetahui perilaku masyarakat terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue di RT


01 RW 07 dan RT 14 RW 09 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tegal Alur I
Kecamatan Kalideres..
3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Container
Index (CI) di RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Tegal Alur I Kecamatan Kalideres.
4. Mengetahui penyebab perbedaan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Container Index
(CI) di RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Tegal Alur I Kecamatan Kalideres.
1.4 Manfaat Penelitian :.
1. Sebagai tahap penerapan keilmuan penulis dalam melakukan penelitian pada bidang
kesehatan yang diperoleh selama mengikuti program internsip di Puskesmas
Kelurahan Tegal Alur I
2. Sebagai masukkan dan evaluasi kinerja bagi Puskesmas Kelurahan Tegal Alur I
untuk membantu menurunkan angka kejadian Demam Berdarah Dengue
3, Sebagai upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pencegahan Demam Berdarah Dengue dalam upaya menurunkan angka
kejadian Demam Berdarah Dengue.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE


2. 1 Epidemiologi
Infeksi Dengue dapat ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis di seluruh dunia,
utamanya daerah perkotaan dan pinggir kota. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan
3

dan penyebaran kasus infeksi dengue sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang
tinggi, urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor
nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi. Penyebab
utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili
Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit
demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3
merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat. Gejala demam
berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis
virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.3,4
Pada tahun 2005,Indonesia merupakan kontributor utama kasus dengue dalam South
Easth Asia Region (SEAR) (53%) dengan jumlah 95.270 kasus dan 1.298 kasus dilaporkan
meninggal. Jumlah kasus meningkat 17% dan presentase yang meninggal naik menjadi 36%
dibandingkan tahun 2004, kasus ini terlaporkan merupakan kasus dengue tertinggi di
Indonesia. Di tahun 2006, SEAR melaporkan bahwa, Indonesia merupakan 53 % negara
dengan kasus dengue dan 80 % kematian dengue.2
Dengue mempunyai spektrum klinis yang luas dan sering tidak terprediksi evolusi
klinis dan keluaran gejala penyakitnya. Contohnya dengue berat atau dengue tidak berat ,
perlu diperhatikan adanya plasma leakage dengan atau tanpa perdarahan. Triase dan treatmen
yang benar dan pengambilan keputusan dalam mengobati dipengaruhi oleh klasifikasi dari
dengue.5

2.2 Patogenesis Infeksi Dengue


Patogenesis infeksi dengue seringkali masih menjadi kontroversi. Banyak teori yang
dikembangkan untuk menjelaskan segala proses yang terjadi pada infeksi virus dengue mulai
dari teori genetika, imunopatologi, virologi, dan hematopatologi.6
Tabel 1. Skema pembagian teori patogenesis infeksi dengue7
A. Genetika : HLA, ras, individual
B. Imunopatologi

C. Virologi

D. Hematopatologi

-Aktivasi

- Virulensi

- Angiopati
4

komplemen
- Infeksi Sekunder

- Apoptosis

- Trombopati

- Antibody

- Antigen Presenting Cell

- Koagulopati

Dependent

(APC)

Enhancement
(ADE)
- IgM

- Perlekatan virus

- Sitokin

Berbagai manifestasi yang timbul merupakan efek dari reaksi tubuh terhadap masuknya
virus. Viremia segera terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala sampai 5 hari setelah gejala
demam mulai.7 Pada infeksi virus dengue akan terbentuk antibodi yang secara in vivo
berperan pada dua hal :8,9,10,11
1. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibody bersifat serotipe spesifik.
2. Antibodi non netralising atau enhancing, menimbulkan cross reaction dan meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan SSD.

2.3 Manifestasi Klinis Infeksi Dengue


Manifestasi klinis infeksi dengue yang ditimbulkan dapat beragam, berbedabeda pada
masing-masing orang tergantung dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi daya tahan
tubuh. Status gizi dikatakan dapat mempengaruhi derajat berat DBD walaupun penelitian
tentang hubungan status gizi dan derajat DBD masih sedikit dan hasilnya bervariasi. Halstead
jarang menemukan SSD dengan anak gizi kurang. Thisayakorn dan Nimmanatiya melaporkan
bahwa pada DBD jarang didapatkan anak dengan gizi kurang. Tatty menemukan bahwa SSD
lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi kurang.7,12
Keadaan yang timbul pada infeksi dengue mulai dari tanpa gejala, demam ringan yang
tidak spesifik (undifferentiated fever), demam dengue, DBD sampai SSD.7
5

Gambar 1. Perjalanan penyakit dengue (dikutip dari Eric M. Torres).13


Manifestasi klinis yang timbul akibat demam dengue antara lain demam, sakit kepala,
nyeri di belakang mata, nyeri otot dan tulang, mual muntah, petechie. Dapat ditemukan
leukopenia dan trombositopeni. Pada beberapa kasus demam dengue dapat disertai dengan
komplikasi perdarahan seperti epistaksis, gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal,
hematuria, menorragia. Penting untuk membedakan demam dengue dan DBD, pada DBD
terjadi peningkatan permeabilitas vaskular yang ditunjukkan dengan hemokonsentrasi dan
tanda plasma leackage.
Pada DBD lebih dominan gejala perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih
seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri, dan hepatomegali,
perembesan plasma (efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal). Pada
DSS (Dengue Syok Syndrome) manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi
(syok). Gejala syok antara lain anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis,
nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba, tekanan darah turun, tekanan nadi < 20
mmHg, akral dingin, capillary refill memanjang, diuresis turun, hingga anuria.

2.4 Diagnosis Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue


Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan
penyakit antara DBD dan DD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostatis
dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya
trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Oleh karena itu, trombositopenia (sedang
sampai berat) dan hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalu dijumpai pada DBD.
Demam berdarah dengue dapat menyerang semua golongan umur, walaupun sampai
saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat
kecenderungan kenaikan proporsi kelompok dewasa pada DBD.
Tabel 2. Kriteria infeksi dengue WHO 1997 (DEPKES RI)14
DD/DBD

Derajat

DD

Gejala

Laboratorium

Demam disertai 2 atau 1.Leukopeni


lebih

tanda;sakit

kepala,nyeri

retro

orbital,mialgia,artralgia

2.Trombositopeni

tanpa

ditemukan bukti kebocoran


plasma
3.Serologi Dengue positif

DBD

Gejala DD ditambah Trombositopeni


uji bending positif

(<100.000/l) dengan bukti


ada kebocoran plasma

DBD

II

Gejala DBD derajat I 1.Trombositopeni


ditambah
spontan

perdarahan (<100.000/l) dengan bukti


ada kebocoran plasma
2.Hemostasis bisa abnormal

*DBD

III

Gejala DBD derajat II 1.Trombositopeni


ditambah

kegagalan (<100.000/l) dengan bukti

sirkulasi (kulit dingin ada kebocoran plasma


dan

lembab

serta

gelisah )
*DBD

IV

Syok

berat

2.Hemostasis bisa abnormal

disertai 1.Trombositopeni

dengan tekanan darah (<100.000/l) dengan bukti


dan nadi tidak terukur

ada kebocoran plasma


2.Hemostasis bisa abnormal

*DBD derajat III dan IV juga disebut Sindrom Syok Dengue (SSD).
Untuk menegakkan diagnosis DBD digunakan kriteria klinis dan laboratoris menurut
WHO 1999.14
a. Kriteria klinis :
- Demam tinggi dengan onset akut.
- Terdapat manifestasi perdarahan :
Uji torniket positif, petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena.
- Hepatomegali.
- Terdapat tanda-tanda syok atau kegagalan sirkulasi :
nadi cepat dan lemah, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
b. Kriteria laboratoris :
- Trombositopenia ( < 100.000/mm3).
- Hemokonsentrasi .
Peningkatan Ht > 20% menurut umur dan jenis kelamin.
Pedoman diagnosis DBD menurut WHO 2009 adalah sebagai berikut :
a. Fase Febris
8

Pasien panas tinggi secara tiba-tiba (akut), berlangsung 2-7 hari disertai flushing, eritema
kulit, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri kepala. Dapat disertai kejang demam pada anak.
b. Fase Kritis
Terjadi pada hari ke 3-7 sakit, dimana suhu tubuh turun menjadi 37,5 38o C. Dapat
terjadi syok karena kebocoran plasma, perdarahan hebat, dan gangguan fungsi organ.
c. Fase Pemulihan
Apabila pasien dapat melewati fase kritis 24 - 48 jam, terjadi penyerapan perlahan-lahan
dari cairan ekstravaskuler dalam waktu 48 72 jam. Dapat terjadi hipovolemia (dengan
tanda distress respirasi, efusi pleura masif, asites) apabila diberikan cairan yang
berlebihan. Kadang-kadang terjadi keluhan pruritus. Bradikardi dan perubahan pada
elektrokardiografi sering terjadi pada fase ini.
d. Dengue Berat (severe dengue)
Bila terdapat satu dari gejala sebagai berikut : kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan atau tanpa tanda distress respirasi,
dan atau perdarahan masif, dan atau gangguan fungsi organ berat.

Pemeriksaan lain yang dapat mendukung ke arah suatu DBD :


a.Serologi
1.

Test H.I ( Hemaglutinasi Inhibisi Test)

2.

Test Pengikatan Komplemen ( Complement Fixation Test )

3.

Test Netralisasi ( Neutralization Test )

4.

Test Mac Elisa (Ig M Capture enzyme-linked Immunosorbent Assay)

5.

Test Ig G Elisa Indirek

6.

Dengue Blot

b.X Foto Thorax RLD


Efusi pleura atau asites dapat menunjang penentuan diagnosis DBD.5 Kebocoran
plasma menjadi dasar terjadinya syok pada DBD yang membedakan dengan demam dengue.
Dua kriteria klinis yang pertama ditambah satu kriteria laboratoris atau minimal kenaikan
hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis DBD. Sedangkan untuk diagnosis pasti dapat
ditegakkan melalui tes serologi dan isolasi virus.6 Baku emas untuk diagnosis serologis yaitu
9

uji hemaglutinasi inhibisi (HI) yang bersifat sensitif namun tidak spesifik yang berarti tidak
dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.11
DBD dapat diklasifikasikan menurut derajat berat penyakitnya dengan kriteria menurut
WHO 1999.5
- Derajat 1: Demam disertai gejala yang tidak spesifik dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniket positif.
- Derajat 2: Seperti derajat 1 tetapi disertai perdarahan spontan biasanya di kulit atau di
tempat lain.
- Derajat 3: Terdapat kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun atau hipotensi, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
- Derajat 4: Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
2. 5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding demam berdarah dengue adalah demam dengue, stadium awal
dari malaria, yellow fever ringan, demam typoid, virus hepatitis, dan leptospirosis. Perubahan
patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit antara DBD
dan DD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis dan perembesan
plasma.Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya tombositopenia dan
peningkatan hematokrit.1,5

2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DHF. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.
Jika cairan asupan oral tidak dapat dipertahankan, maka dibutuhkan asupan cairan melalui
intravena untuk mencegah hemokonsentrasi secara bermakna.
Penatalaksanaan infeksi dengue dapat menggunakan algoritme sebagai berikut:15

Algoritma 1. Tatalaksana Kasus Tersangka DBD


10

Algoritma 2. Tatalaksana Demam Dengue

11

Algoritma 3. Tatalaksana DBD Derajat I & II


12

Algoritma 4. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD


13

2.7 PROGNOSIS
14

Prognosis pasien demam berdarah dengue/dengue hemorrhagik fever terkait dengan


seberapa sering pasien mengalami penyakit tersebut, berat ringannya penyakit, ada tidaknya
hemokonsentrasi dan plasma lackage, serta respon terhadap terapi cairan. Respon terhadap
cairan memegang peranan yang penting dalam menentukan prognosis.
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah baik (ad bonam)
oleh karena tidak terjadi dan tidak ada komplikasi yang berat serta keadaan pasien membaik.
Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah baik (ad bonam) yang nampak
dari keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan berkala dari Hb, Ht, trombosit menunjukkan
perbaikan dan stabil.
Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionum) adalah baik (ad bonam)
karena tidak ada ancaman adanya sekuele ataupun kecacatan tubuh.
Dalam hal ini perlu diperhatikan juga beberapa faktor diantaranya sosial ekonomi,
pendidikan, dan perilaku kesehatan penderita. Walaupun setelah mendapatkan perawatan di
rumah sakit kondisi penderita cukup baik, dengan sosial ekonomi dan pendidikan yang
kurang dari orang tuanya ditambah lingkungan rumah dengan sanitasi yang buruk sangat
memungkinkan bagi penderita untuk mengalami infeksi ulangan yang bahkan mungkin lebih
berat daripada sekarang.

2.8 HABITAT VEKTOR


Habitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya atau
mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor. Lingkungan ada 2 macam,
yaitu lingkungan fisik dan biologi.
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer, ketinggian
tempat dan iklim.
1) Jarak antara rumah
Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin
dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah
15

menyebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan


pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau
tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan
bahwa kondisi perumahan yang berdesak- desakan dan kumuh mempunyai
kemungkinan lebih besar terserang penyakit.
2) Macam kontainer
Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letak kontainer, bentuk,
warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk dalam pemilihan tempat
bertelur.
3) Ketingian tempat
Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yang diperlukan
oleh vektor penyakit. Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat
hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut
4) Iklim
Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari: suhu udara,
kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin
a) Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun
atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu
yang lebih tinggi dari 35 o c juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya
proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah
25o C 27o C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 10 o
C atau lebih dari 40o C.
b) Kelembaban
Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keadaan rumah
menjadi basah dan lembab yang memungkinkan berkembangbiaknya kuman atau
bakteri penyebab penyakit. Kelembaban yang baik berkisar antara 40 % - 70%.
Untuk mengukur kelembaban udara digunakan hidrometer, yang dilengkapi
dengan jarum penunjuk angka relatif kelembaban. 16
16

c) Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan tempat perindukan nyamuk
juga bertambah banyak.
d) Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan suhu
udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk.
Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor penyakit,
mengingat keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan dilakukan
pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembaban udara.

b. Lingkungan Biologi
Nyamuk Aedes aegypti dalam perkembanganya mengalami metamorfosis
lengkap yaitu mulai dari telur-larva-pupa- dewasa. Telur Aedes aegypti berukuran
lebih kurang 50 mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila
terdapat dalam air dengan suhu 20-40 C akan menetas menjadi larva instar I dalam
waktu 1-2 hari. Pada kondisi optimum larva instar 1 akan berkembang terus menjadi
instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa
memerlukan waktu antara 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae.
aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan
nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva nyamuk
Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berturut-turut pada bejana yang terbuat dari metal,
tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD
terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi
kelembaban dan pencahayaan didalam rumah. Adanya kelembaban yang tinggi dan
kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk
hinggap beristirahat.

BAB III
METODE PENELITIAN
17

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif untuk menggambarkan
pengetahuan dan perilaku tentang Demam Berdarah Dengue di RT 01 RW 07 dan RT 14 RW
09 Kelurahan Tegal Alur.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur wilayah
kerja Puskesmas Kelurahan Tegal Alur I, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat.
3.2.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan Maret April 2015
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi
syarat-syarat yang berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi pada penelitian ini
adalah masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari jumlah objek atau subjek yang diteliti yang dianggap
mewakili populasi. Adapun teknik pengambilan sampling yang digunakan pada penelitian ini
adalah Accidental Sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan memilih responden yang
dijumpai saat itu dan memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan
mendatangi rumah per rumah baik di RT 01 RW 07 maupun RT 14 RW 09 sehingga
didapatkan jumlah sampel yang diinginkan untuk mendapatkan data primer. Sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 30 orang untuk RT 01 RW 07 dan 30 orang untuk RT 14 RW
09.
3.4. Kriteria Responden
a. Kriteria Inklusi
18

Masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur yang bersedia


mengisi kuesioner dan bersedia untuk diperiksa container air di rumahnya.
b. Kriteria Eksklusi
Masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur yang tidak
bersedia mengisi kuesioner dan tidak bersedia untuk diperiksa container air di rumahnya.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
pembagian kuesioner dan diikuti dengan wawancara langsung dengan masyarakat RT 01 RW
07 dan RT 14 RW 09 kelurahan Tegal Alur, kecamatan Kalideres, Jakarta Barat.
Selain itu digunakan pula data sekunder yang diperoleh dari hasil laporan atau
penelitian orang lain atau studi kepustakaan. Data sekunder ini berupa data jumlah penduduk,
data ketenagaan dan sarana kesehatan, mata pencaharian penduduk, data demografi
Puskesmas Kelurahan Tegal Alur, serta tinjauan kepustakaan mengenai penyakit Demam
Berdarah Dengue.
3.6. Definisi Operasional
1. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu masyarakat tentang Demam Berdarah
Dengue, yang terjadi setelah masyarakat memperoleh informasi tentang Demam Berdarah
Dengue. Pengetahuan ini dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, faktor
lingkungan, dan sosial budaya.17
2. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus terhadap organisme. Perilaku ini dipengaruhi oleh genetika,
sikap, norma sosial, dan kontrol perilaku pribadi
3.7.

Aspek Pengukuran
Dalam aspek pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue di RT 01


RW 07 dan RT 14 RW 09 kelurahan Tegal Alur di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tegal
Alur I, kecamatan Kalideres, Jakarta Barat.
3.7.1. Pengetahuan
19

Menurut Soekidjo, pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara ataupun


pengisian kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden.17 Pengetahuan ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap
kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dan total skor sebanyak 35
Adapun kriteria pertanyaan tingkat pengetahuan dengan pemberian skor sebagai berikut :
A. Skor jawaban pertanyaan nomor 1,3,5 yaitu :
1.

- Jawaban a, dengan skor 1


- Jawaban b, dengan skor 0

2.

- Jawaban a, dengan skor 1


- Jawaban b s/d e, dengan skor 0

B. Skor jawaban pertanyaan nomor 2,4,6,8 yaitu :


1.

Jawaban a s/d e, masing masing dengan skor 1

2.

Jawaban f, dengan skor 0

C. Skor jawaban pertanyaan nomor 7 yaitu :


1.

- Jawaban a dan dapat mengisi jawaban dengan benar dengan skor 2


- Jawaban a dan tidak dapat mengisi jawaban dengan benar, dengan skor 1

2.

Jawaban b, dengan skor 0

D. Skor jawaban pertanyaan nomor 9 yaitu:


1. - Jawaban a, dengan skor 1
- Jawaban b dengan skor 0
2. Jawaban a s/d e, dengan skor masing masing 1
E. Skor jawaban pertanyaan nomor 10 yaitu:
1. Jawaban a s/d e dengan skor masing masing 1

20

Berdasarkan kriteria pemberian skor, pengetahuan masyarakat dikategorikan dengan skala


pengukuran sebagai berikut :18
1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memilih jawaban yang memiliki
nilai (skor) > (lebih dari) 75% dari total skor seluruh pertanyaan
2. Sedang, jika hasil penjumlahan skor jawaban yang memiliki nilai (skor) = (sama dengan)
40%-75% dari total skor seluruh pertanyaan
3. Kurang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai < (kurang dari)
40% dari total skor seluruh pertanyaan
3.7.2. Perilaku
Perilaku ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah diberi
bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dan total skor sebanyak 16
Adapun kriteria pertanyaan tingkat perilaku dengan pemberian skor sebagai berikut :
A. Skor jawaban pertanyaan nomor 1 yaitu :
1. - Jawaban a, dengan skor 1
- Jawaban b , dengan skor 0
2. - Jawaban a, dengan skor 1

- Jawaban b s/d d, dengan skor 0


B. Skor jawaban pertanyaan nomor 2 yaitu :
1. Jawaban ya dan bertutup, dengan skor 1

2. Jawaban ya dan tidak bertutup atau jawaban tidak, dengan skor 0


C. Skor jawaban pertanyaan nomor 3 yaitu:
1. Jawaban a, dengan skor 2
2. Jawaban b, dengan skor 1
3. Jawaban c, dengan skor 0
21

D. Skor jawaban pertanyaan nomor 4 yaitu:


1. - Jawaban a, dengan skor 1
- Jawaban b, dengan skor 0
2. - Jawaban a s/d d, dengan skor masing masing 1
- Jawaban e, dengan skor 0
E. Skor jawaban pertanyaan nomor 5, 8 yaitu:
1. Jawaban a dengan disertai alasan, dengan skor 2
2. Jawaban a tanpa disertai alasan, dengan skor 1
3. Jawaban b, dengan skor 0
F.

Skor jawaban pertanyaan nomor 6 yaitu:


1. Jawaban a dan hasil jentik negatif, dengan skor 2
2. Jawaban a dan hasil jentik positif atau hasil tidak diketahui pasti, dengan skor 1
3. Jawaban b, dengan skor 0

G. Skor jawaban pertanyaan nomor 7, 9 yaitu:


1. Jawaban a, dengan skor 1
2. Jawaban b, dengan skor 0
H. Skor jawaban pertanyaan nomor 10 yaitu:
1. Jawaban a dan b, dengan skor 1
2. Jawaban c, dengan skor 0
Berdasarkan kriteria pemberian skor, perilaku masyarakat dikategorikan dengan skala
pengukuran sebagai berikut :
1. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memilih jawaban yang memiliki
nilai (skor) > (lebih dari) 75% dari total skor seluruh pertanyaan
22

2. Sedang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) = (sama
dengan) 40%-75%
3. Buruk, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) < (kurang
dari) 40% dari total skor seluruh pertanyaan

3.7.3

Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner
yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 8 dan total skor sebanyak 8.
Adapun kriteria pertanyaan tingkat pelayanan kesehatan dengan pemberian skor
sebagai berikut :
A. Skor jawaban pertanyaan nomor 1 s/d 7 yaitu:
1. Jawaban ya, dengan skor 1
2. Jawaban tidak, dengan skor 0
B. Skor jawaban pertanyaan nomor 8 yaitu:
1. Jawaban a, dengan skor 1
2. Jawaban b , dengan skor 0
Berdasarkan kriteria pemberian skor, pelayanan kesehatan masyarakat dikategorikan
dengan skala pengukuran sebagai berikut :
1.

Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memilih jawaban yang memiliki
nilai (skor) > (lebih dari) 75% dari total skor seluruh pertanyaan

2.

Sedang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) = (sama
dengan) 40%-75%

3.

Kurang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) < (kurang
dari) 40% dari total skor seluruh pertanyaan
3.7.4

Lingkungan
23

Lingkungan ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah
diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dan total skor sebanyak 10
Adapun kriteria pertanyaan tingkat lingkungan dengan pemberian skor sebagai berikut :
A. Skor jawaban pertanyaan nomor 1, 5,6,7,8,9,10 yaitu:
1. Jawaban ya, dengan skor 0
2. Jawaban tidak, dengan skor 1
B. Skor jawaban pertanyaan nomor 2 s/d 4 yaitu:
1. Jawaban ya, dengan skor 1
2. Jawaban tidak ,dengan skor 0
Berdasarkan kriteria pemberian skor, lingkungan dikategorikan dengan skala pengukuran
sebagai berikut :
1.

Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memilih jawaban yang memiliki
nilai (skor) > (lebih dari) 75% dari total skor seluruh pertanyaan

2. Sedang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) = (sama

dengan) 40%-75%
3. Kurang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) < (kurang

dari) 40% dari total skor seluruh pertanyaan

3.8 Pengolahan Data


3.8.1 Pengolahan Data
a. Penyunting Data (Editing Data)
Penyuntingan data dilakukan untuk memastikan kelengkapan data yang diperoleh. Hal
ini dikerjakan dengan meneliti setiap lembar kuisioner pada waktu penerimaan saat
pengumpulan data.
b. Pengkodean Data (Coding Data)
24

Pengkodean data dilakukan dengan cara memberikan angka pada setiap jawaban
dengan maksud untuk mempermudah pengolahan data. Pengkodean data dilakukan oleh
peneliti sendiri dengan seteliti mungkin menghindari kesalahan.
c. Tabulasi Data (Tabulating Data)
Setelah

dilakukan

editing

dan

coding

data,

maka

selanjutnya

dilakukan

pengelompokan data tersebut ke dalam suatu table tertentu menurut sifat-sifat yang dimiliki
sesuai dengan tujuan.
3.8.2 Teknik Analisa Data (Analysis Data)

Hasil data penelitian terlebih dahulu ditampilkan melalui tabel distribusi frekuensi,
kemudian analisa data dilakukan secara bertahap dari analisa univariat dan bivariat. Pada
penelitian ini analisa yang dipergunakan adalahan analisa univariat yang dilakukan terhadap
tiap variabel dan hasil penelitian. Dimana pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel.

3.9

Protokol Mini Project

Rumusan Masalah Penyusunan Kuesioner Menemukan subjek untuk responden mini


project di wilayah RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurhan Tegal Alur Pemilihan sampel
mini project Pengumpulan data primer kuesioner untuk pre-test Memberikan perlakuan
kepada subjek miniproject berupa penyuluhan Pengumpulan data primer kuesioner untuk
post-test Pengolahan Data Hasil miniproject Laporan

BAB IV
HASIL PENELITIAN

25

Penyusunan Kuisioner
Penyusunan Kuisioner

4.1

Gambaran Umum Kelurahan Tegal Alur


Berikut adalah peta Kelurahan Tegal Alur.

RW. 01
RW. 0 8
RW. 12
RW. 09

RW. 14
RW. 03

RW. 02
RW. 07

RW. 011

RW. 013

RW. 06

RW. 010

RW. 04

RW. 015

RW. 05

RW. 016

Gambar 2. Peta Kelurahan Tegal Alur


KONDISI WILAYAH
-. Luas Wilayah

496, 69 Ha

-. Jumlah RT

165 RT

-. Jumlah RW

16 RW

-. Jumlah Penduduk

94.302 Jiwa

-. Jumlah KK

29.409 KK

-. Batas Wilayah :
Utara

Kelurahan Kamal Muara

Selatan

Kelurahan Pegadungan

Barat

Kelurahan Kamal

Timur

Kelurahan Cengkareng Barat dan Timur

26

Daerah Rawan Banjir


Di wilayah Kelurahan Tegal Alur ini terdapat beberapa lingkungan rawan banjir yang
hampir tiap tahun mengalami kebanjiran baik karena curah hujan ataupun luapan air Kali
Semongol yaitu diantaranya wilayah:

RW 01 meliputi RT. 001, 002, 003 dan RT. 011

RW 02 meliputi RT. 001, 003, 005, 010 dan RT. 011

RW 03 meliputi RT. 006, 014, dan RT. 015

RW 04 meliputi RT. 001 s.d RT. 008

RW 05 meliputi RT. 007 dan RT. 008

RW 09 meliputi RT. 013, 014 dan RT. 015

RW 011 meliputi RT 001, dan RT. 002

RW 012 meliputi RT. 006 s. d RT. 013


Setiap tahun wilayah tersebut selalu terkena musibah banjir dengan datangnya musim

hujan yang disebabkan banyak faktor, salah satunya yaitu banyak wilayah yang belum
memiliki TPS (Tempat Pembuangan Sampah) dan masih terdapat daerah yang rendah dan
saluran air yang tidak lancar / tersumbat, sehingga menyebabkan wilayah tersebut rentan
sekali terhadap banjir.

Penanggulangan DBD/Cikungunya/Flu Burung


Dalam upaya menanggulangi penyakit tersebut pihak kelurahan bekerja sama dengan
PUSKESMAS Kelurahan Tegal Alur I, II & III maupun Puskesmas Kecamatan Kalideres
sebagai koordinator penyuluh kesehatan, antara lain :
- Penyuluhan kesehatan pada masyarakat dan organisasi lainnya yang ada di Kelurahan
Tegal Alur/LSM, Karang Taruna.
- Fogging/Pengasapan di tiap-tiap RW, terutama pada lokasi RW yang rawan akan penyakit
tersebut (DBD, Cikungunya dan Flu Burung).
- Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) bersama-sama dengan warga setiap hari Jumat.
- Kerja bakti kebersihan bersama-sama warga setiap hari Minggu pagi di lingkungan RW.

27

Pelayanan Kesehatan
Untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga masyarakat Kelurahan Tegal
Alur telah tersedia 3 (Tiga) buah Puskesmas, yaitu:

Puskesmas I , terletak di Rt. 006/02 Kel. Tegal Alur

Puskesmas II , terletak di Rt. 005/04 Kel. Tegal Alur

Puskesmas III , terletak di Rt. 006/12 Kel. Tegal Alur


Di tiap-tiap RW juga telah ada 37 Posyandu yang dilaksanakan oleh para Kader

Posyandu dan dibina oleh Puskesmas.

4.2

Gambaran Umum RW 07 Kelurahan Tegal Alur


Berikut adalah peta wilayah RW 07 Kelurahan Tegal Alur

Gambar 3. Peta RW 07 Kelurahan Tegal Alur


-

Luas areal

: 48.000 m2

Jumlah RT

: 13 RT

Jumlah Penduduk

: 4401 jiwa

Laki-laki

: 2212 jiwa

Perempuan

: 2189 jiwa

Jumlah KK

: 1088 KK

28

Batas Wilayah :
o Utara

: Jalan Sukatani Raya

o Timur

: Jalan Kamal Raya

o Selatan

: Jalan Bahagia

o Barat

: Jalan Menceng Raya

Fasilitas Kesehatan :
o Klinik kesehatan

Praktek dr Sukarti RT 13 RW 07 : 20 meter dari RT 01

Praktek dr. Irtjang RT 04 RW 07 : 500 meter dari RT 01

Praktek dr Arif RT 04 RW 07

Praktek dr Hendarmin RT 05 RW 07: 1 kilometer dari RT 01

o Rumah Bersalin

: 500 meter dari RT 01

Bidan Dewi Fatah RT 01 RW 07

Bidan Liring RT 06 RW 07

: 500 meter dari RT 01

Jumlah kader:
o Kader Jumantik

: 13

o Kader Posyandu : 14 ( dengan jumlah Posyandu sebanyak 2 tempat yaitu


Dahlia I dan Dahlia II)
o Kader PKK

:8

4.2.1. Gambaran Umum RT 01 RW 07 Kelurahan Tegal Alur


-

Jumlah Blok

Jumlah Kepala Keluarga : 224 KK

Jumlah Penduduk

4.3

: 6 blok ( blok A1, A2, A7, A8, A9 dan A10)


: 729 jiwa

Jumlah penduduk laki-laki

: 361 jiwa

Jumlah penduduk perempuan

: 368 jiwa

Mata pencaharian penduduk: pegawai swasta dan wiraswasta

Gambaran Umum RW 09 Kelurahan Tegal Alur


29

Berikut ini adalah peta wilayah RW 09 Kelurahan Tegal Alur:

Gambar 4. Peta RW 09 Kelurahan Tegal Alur


-

Luas areal

: 2 ha

Jumlah RT

: 15 RT

Jumlah Penduduk

:7960 jiwa

Laki-laki

: 4564 jiwa

Perempuan

: 3396 jiwa

Jumlah KK

Batas Wilayah :

: 2108 KK

o Utara

: Jalan Kamal Benda Raya

o Timur

: RW 01

o Selatan

: RW 02 dan RW 03

o Barat

: Area TPU Tegal Alur

Fasilitas Kesehatan :
o Jumlah dokter praktek :

Klinik Kamal Medika RT 14/RW 09


30

Klinik ASI RT 12/RW 09

: 400 meter dari RT 14

Klinik Bougenville RT 04/RW 09

: 600 meter dari RT 14

Praktek Pribadi dr. Sudarma Halim RT 04/RW 09: 350 meterdari RT 14

o Jumlah bidan praktek :

Bidan Nadya Fandini RT 14 RW 09

Jumlah kader:
o Kader Jumantik
o

: 15

Kader Posyandu : 9 ( dengan jumlah Posyandu sebanyak 3 tempat yaitu


Mawar I, Mawar II dan Mawar III)

o Kader PKK

: 13

4.3.1. Gambaran Umum RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur


-

Jumlah Kepala Keluarga : 86 KK

Jumlah Penduduk

: 380 jiwa

Jumlah penduduk laki-laki

: 210 jiwa

Jumlah penduduk perempuan

:170 jiwa

Mata pencaharian penduduk: pegawai negri sipil dan buruh

4.4 Karakteristik Responden


Untuk mengetahui karakteristik responden di RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan
Tegal Alur , maka dilakukan pengumpulan data melakukan kuesioner yang diikuti dengan
wawancara pada masyarakat tersebut. Berikut hasil pengumpulan data mengenai
karakteristik responden yang terdiri dari umur responden, jenis kelamin responden dan
tingkat pendidikan responden.
4.4.1 Umur responden
Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan usia responden di RT 01 RW 07 dan RT 14
RW 09 Kelurahan Tegal Alur
No.

Usia

Jumlah (n)

Persentase (%)
31

Responden
RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

1.

11-20 tahun

3,33%

13,33%

2.

21-30 tahun

16,67%

20%

3.

31-40 tahun

26,67%

30%

41-50 tahun

10

20%

33,33%

51-60 tahun

23,33%

3,33%

61-70 tahun

10%

0%

TOTAL

30

30

100

100

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa umur responden yang terbanyak di RT 01 RW 07


adalah umur 31-40 tahun sebanyak 8 orang (26,67%) dan paling sedikit 11-20 tahun
sebanyak 1 orang (3,33%). Sedangkan untuk responden terbanyak di RT 14 RW 09 adalah
umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 10 orang (33,33%) dan paling sedikit adalah umur 5160 tahun yaitu sebanyak 1 orang (3,33%).

4.4.2 Tingkat Pendidikan Responden


Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan responden di RT 01
RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur

No.

Tingkat
Pendidikan

Jumlah (n)

Persentase (%)

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

16

6,67%

53,33%

26,67%

26,67%

17

56,67%

20%

Responden
1.

SD /
sederajat

2.

SLTP /
sederajat

3.

SLTA /

32

sederajat
4

Sarjana

10%

0%

TOTAL

30

30

100

100

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang terbanyak di RT


01 RW 07 adalah SLTA / sederajat sebanyak 17 orang (56,67%) dan paling sedikit SD
sebanyak 2 orang (6,67%). Sedangkan untuk tingkat pendidikan responden terbanyak di
RT 14 RW 09 adalah SD yaitu sebanyak 15 orang (50%) dan paling sedikit adalah SLTA /
sederajat yaitu sebanyak 6 orang (20%).
4.4.3 Jenis Kelamin Responden
Tabel 5 Distribusi Responden berdasarkan jenis kelamin di RT 01 RW 07 dan RT 14
RW 09 Kelurahan Tegal Alur
No.

Jenis
Kelamin

Jumlah (n)

Persentase (%)

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

Responden
1.

Laki-laki

11

36,67%

6,67%

2.

Perempuan

19

28

63,33%

93,33%

TOTAL

30

30

100

100

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin responden yang terbanyak di RT 01 RW


07 adalah perempuan sebanyak 19 orang (63,33%) dan paling sedikit laki-laki sebanyak 11
orang (36,67%). Sedangkan untuk jenis kelamin responden terbanyak di RT 14 RW 09
adalah perempuan yaitu sebanyak 28 orang (93,33%) dan paling sedikit adalah laki-laki
yaitu sebanyak 2 orang (6,67%)

4.4.4 Pekerjaan Responden


Tabel 6 Distribusi Responden berdasarkan pekerjaan di RT 01 RW 07 dan RT 14
RW 09 Kelurahan Tegal Alur
No.

Pekerjaan

Jumlah (n)

Persentase (%)
33

1.

Responden

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09

Ibu Rumah

16

24

53,33%

80%

20%

6,67%

Tangga
2.

Pegawai /
Buruh

Wiraswasta

26,67%

0%

Pelajar

0%

13,33%

TOTAL

30

30

100

100

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa jenis pekerjaan responden yang terbanyak di RT 01


RW 07 adalah ibu rumah tangga sebanyak 16 orang (53,33%) dan paling sedikit adalah
buruh/pegawai sebanyak 6 orang (20%). Sedangkan untuk jenis pekerjaan responden
terbanyak di RT 14 RW 09 adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 24 orang (80%)
dan paling sedikit adalah pegawai/buruh yaitu sebanyak 2 orang (6,67%)

4.5 Tingkat Pengetahuan Responden


Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden di RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09
Kelurahan Tegal Alur maka dilakukan pengumpulan data melalui kuesioner yang diikuti
dengan wawancara. Berikut ini adalah hasil pengumpulan data terhadap responden di RT
01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur tentang tingkat pengetahuan tentang
Demam Berdarah Dengue dalam tabel distribusi di bawah ini :
Tabel 7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pre-test Responden tentang DBD
No.

Pengetahuan tentang Demam


Berdarah Dengue

Jumlah (n)

Presentase (%)

RT 01

RT 14

RT 01

RT 14

RW 07

RW 09

RW 07

RW 09

1.

Baik

16,67%

3,33%

2.

Sedang

18

20

60%

66,67%

3.

Kurang

23,33%

30%
34

Total

30

30

100%

100%

Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa seluruh pengetahuan pre-test responden tentang DBD
di RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori sedang sebesar
60% dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik sebesar 16,67%.
Demikian pula di RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori
sedang sebesar 56,67% dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik
sebesar 20%.
Tabel 8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Post-test Responden tentang DBD
No.

Pengetahuan tentang Demam


Berdarah Dengue

Jumlah (n)

Presentase (%)

RT 01

RT 14

RT 01

RT 14

RW 07

RW 09

RW 07

RW 09

1.

Baik

12

11

40%

36,66%

2.

Sedang

18

19

60%

63,33%

3.

Kurang

0%

0%

Total

30

30

100%

100%

Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa seluruh pengetahuan post-test responden tentang DBD
di RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori sedang sebesar
60 % dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik sebesar 40%.
Demikian pula di RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori
sedang sebesar 63,33% dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik
sebesar 36,66%. Setelah intervensi tidak didapatkan responden dengan pengetahuan
kategori kurang.
4.6 Perilaku Responden
Tabel 9 Distribusi Perilaku Pre-test Responden tentang DBD
No.

Perilaku tentang Demam


Berdarah Dengue

Jumlah (n)
RT 01

RT 14

Presentase (%)
RT 01

RT 14
35

RW 07

RW 09

RW 07

RW 09

1.

Baik

13

17

43,33%

56,67%

2.

Sedang

14

12

46,67%

40%

3.

Kurang

10%

3,33%

Total

30

30

100%

100%

Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa seluruh perilaku pre-test responden tentang DBD di
RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori sedang sebesar 46,67%
dan yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori kurang sebesar 10%. Sedangkan di
RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori baik sebesar 56,67% dan
yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori kurang sebesar3,33%.
Tabel 10 Distribusi Perilaku Post-test Responden tentang DBD
No.

Perilaku tentang Demam


Berdarah Dengue

Jumlah (n)

Presentase (%)

RT 01

RT 14

RT 01

RT 14

RW 07

RW 09

RW 07

RW 09

1.

Baik

27

21

90%

70%

2.

Sedang

10%

30%

3.

Kurang

0%

0%

Total

30

30

100%

100%

Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa seluruh perilaku post-test responden tentang DBD di
RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori baik sebesar 90% dan
yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori sedang sebesar 10%. Demikian pula di
RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori baik yaitu sebesar 70%
dan yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori sedang sebesar 30%.

4.7 Pelayanan Kesehatan


Tabel 11 Distribusi Pelayanan Kesehatan Responden
36

No.

Pelayanan Kesehatan

Jumlah (n)

Presentase (%)

RT 01

RT 14

RT 01

RT 14

RW 07

RW 09

RW 07

RW 09

1.

Baik

18

21

60%

70%

2.

Sedang

30%

20%

3.

Kurang

10%

10%

Total

30

30

100%

100%

Berdasarkan tabel 4.9 diatas mayoritas responden mengatakan bahwa pelayanan kesehatan di
RT 01 RW 07 baik yaitu sebesar 60% dan mayoritas responden mengatakan bahwa pelayanan
kesehatan di RT 14 RW 09 baik yaitu sebesar 70%.
4.8 Lingkungan
Tabel 12 Distribusi Lingkungan Responden
No.

Lingkungan

Jumlah (n)

Presentase (%)

RT 01

RT 14

RT 01

RT 14

RW 07

RW 09

RW 07

RW 09

1.

Baik

22

14

73,33%

46,67%

2.

Sedang

14

26,67%

46,67%

3.

Kurang

0%

6,67%

Total

30

30

100%

100%

Berdasarkan tabel 4.10 diatas mayoritas responden mengatakan bahwa lingkungan di RT


01 RW 07 baik yaitu sebesar 73,33% dan mayoritas responden mengatakan bahwa
lingkungan di RT 14 RW 09 baik yaitu sebesar 46,67%.

4.9 Prevalensi Temuan Jentik Sebelum Dan Sesudah Intervensi


Tabel 13 Distribusi Temuan Jentik di Rumah Responden Sebelum Dilakukan Intervensi
Subjek

RT 01 RW 07

RT 14 RW 09
37

R1
R2
R3

Jumlah Container
Jumlah Positif
2
0
1
0
2
0

Jumlah Rumah
Jumlah Positif
1
0
1
0
1
0

R4

R5

R6

R7

R8

R9

R10

R11

R12

R13

R14

R15

R16

R17

R18

R19

R20

R21

R22

R23

R24

R25

R26

R27

R28

R29

Jumlah Container

Jumlah Rumah

Jumlah
2
1
1
1

Positif
0
0
0
0

Jumlah
1
1
1
1

Positif
0
0
0
0

0
38

R30

Total

61

30

46

30

Tabel 14 Distribusi Temuan Jentik di Rumah Responden Sesudah Dilakukan Intervensi


Subjek

R1
R2
R3

RT 14 RW 09

RT 01 RW 07
Jumlah Container
Jumlah Positif
2
0
1
0
2
0

Jumlah Rumah
Jumlah Positif
1
0
1
0
1
0

R4

R5

R6

R7

R8

R9

R10

R11

R12

R13

R14

R15

R16

R17

R18

R19

R20

R21

R22

Jumlah Container

Jumlah Rumah

Jumlah
2
1
1
1

Positif
0
0
0
0

Jumlah
1
1
1
1

Positif
0
0
0
0

0
39

R23

R24

R25

R26

R27

R28

R29

R30

Total

61

30

46

30

Dari tabel 13 dan 14 tersebut dapat diketahui sebelum dilakukan intervensi berupa
penyuluhan maupun setelah dilakukan intervensi dapat dihitung Angka Bebas Jentik (ABJ)
dan Container Index (CI) baik dari RT 01 RW 07 maupun dari RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal
Alur dengan rumus sebagai berikut:
Angka Bebas Jentik (ABJ) = Jumlah rumah tidak ada jentik
100%
Jumlah rumah diperiksa

Container Index (CI)

= Jumlah container ada jentik

100%

Jumlah container diperiksa


Berdasar rumus diatas dapat dihitung :
1. ABJ RT 01 RW 07
a. Sebelum intervensi = 27/30 x 100% = 90 %
b. Sesudah intervensi = 29/30 x 100% = 96,66%
2. ABJ RT 14 RW 09
a. Sebelum intervensi = 29 / 30 x 100% = 96,66 %
b. Sesudah intervensi = 30 / 30 x 100% = 100%
40

3. CI RT 01 RW 07
a. Sebelum intervensi = 4 / 61 x 100% = 6,56 %
b. Sesudah intervensi = 1 / 61 x 100% = 1,64%
4. CI RT 14 RW 09
a. Sebelum intervensi = 1 / 46 x 100% = 2,17 %
b. Sesudah intervensi = 0 / 46 x 100% = 0 %

4.10

Prevalensi DBD Sebelum Dan Sesudah Intervensi


Tabel 15 Prevalensi DBD di wilayah RT01 RW 07 dan RT 14 RW 09
Jumlah Penderita DBD Tahun 2014 - 2015

Bulan

RT 01 RW 07
Hidup

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Total

Mati

RT 14 RW 09
Total

Hidup

Mati

Total

1
1
1

1
4

1
4

1
1

Dari tabel 15 tersebut dapat dilihat angka kesakitan akibat penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di RT 01 RW 07 sepanjang tahun 2014 sampai dengan Februari 2015
atau sebelum dilakukan intervensi di daerah binaan mencapai jumlah total 4 orang,
sedangkan angka kematian akibat penyakit DBD adalah nihil. Demikian pula halnya
pada RT 14 RW 09, angka kesakitan penyakit Demam Berdarah Dengue mencapai
41

jumlah total 2 orang, dengan angka kematian akibat penyakit DBD adalah nihil. Namun
sejak dilakukannya intervensi pada Maret 2015 hingga berakhirnya masa intervensi
pada April 2015 dan sampai saat ini belum ditemukan angka kesakitan dan angka
kematian akibat penyakit DBD.

42

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pengetahuan dan Perilaku Responden tentang Demam Berdarah Dengue


5.1.1 Pengetahuan
Tingkat pengetahuan pre-test responden tentang DBD dapat dilihat pada tabel 7
dikatakan bahwa pengetahuan responden dengan kategori baik sebanyak 5 orang (16,67%)
untuk RT 01 RW 07 dan 6 orang (20%) untuk RT 14 RW 09. Pengetahuan responden dengan
kategori sedang sebanyak 18 orang (60%) untuk RT 01 RW 07 dan 20 (66,67%) untuk RT 14
RW 09. Pengetahuan responden dengan kategori kurang sebanyak 7 orang (23,33%) untuk
RT 01 RW 07 dan 9 orang (30%) untuk RT 14 RW 09.
Tingkat pengetahuan post-test responden tentang DBD dapat dilihat pada tabel 8
dikatakan bahwa pengetahuan responden dengan kategori baik sebanyak 12 orang (40%)
untuk RT 01 RW 07 dan 11 orang (36,67%) untuk RT 14 RW 09. Pengetahuan responden
dengan kategori sedang sebanyak 18 orang (60%) untuk RT 01 RW 07 dan 19 orang
(63,33%) untuk RT 14 RW 09. Tidak didapatkan responden dengan pengetahuan kategori
kurang baik di RT 01 RW 07 maupun RT 14 RW 09 (0%)
Berdasarkan tabel 7 dan 8 terdapat peningkatan tingkat pengetahuan masyarakat
antara pre-test dan post-test setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan pembagian
leaflet. Untuk masyarakat RT 01 RW 07 terdapat peningkatan pengetahuan kategori baik
sebesar 23,33%, dan penurunan pengetahuan kategori kurang sebesar 23,33% . Untuk
masyarakat RT 14 dan RW 09 terdapat peningkatan pengetahuan kategori baik sebesar
33,33% , penurunan pengetahuan kategori sedang sebesar 3,34% dan penurunan pengetahuan
kategori buruk sebesar 30%.
Perubahan tingkat pengetahuan tersebut terjadi setelah diberikan intervensi berupa
pembagian leaflet dan penyuluhan tentang DBD dan pencegahannya.
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa umur responden yang terbanyak di RT 01 RW 07
adalah umur 31-40 tahun sebanyak 8 orang (26,67%) dan untuk di RT 14 RW 09 adalah umur
41-50 tahun yaitu sebanyak 10 orang (33,33%)
43

Pada tabel 4 dapat dilihat tingkat pendidikan responden yang terbanyak di RT 01 RW


07 adalah SLTA / sederajat sebanyak 17 orang (56,67%) sedangkan untuk tingkat pendidikan
responden terbanyak di RT 14 RW 09 adalah SD yaitu sebanyak 15 orang (50%).
Tingkat pengetahuan responden sangat dipengaruhi baik oleh usia maupun oleh latar
belakang pendidikan responden itu sendiri, selain itu juga dipengaruhi oleh latar belakang
sosial ekonomi. Seperti yang didapatkan disini untuk RT 01 RW 07 mayoritas responden
berusia 31-40 tahun dengan latar belakang pendidikan rata-rata adalah SLTA dan latar
belakang sosial ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan RT 14 RW 09. Sedangkan
untuk RT 14 RW 09 mayoritas responden berusia 41-50 tahun dengan latar belakang
pendidikan rata rata SD dan latar belakang sosial ekonomi yang rendah.
Dengan latar belakang seperti itu pada umumnya masyarakat RT 01 RW 07 lebih
memahami dan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang DBD dan pencegahannya
dibandingkan dengan RT 14 RW 09. Namun yang menarik perhatian peneliti disini bahwa
angka kejadian DBD di RT 01 RW 07 lebih tinggi dibandingkan dengan RT 14 RW 09,
bahkan terdapat 1 kasus kematian akibat DBD pada bulan April 2013. Angka kesakitan akibat
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di RT 01 RW 07 sepanjang tahun 2014 sampai
dengan Februari 2015 atau sebelum dilakukan intervensi di daerah binaan mencapai jumlah
total 4 orang, sedangkan angka kematian akibat penyakit DBD adalah nihil. Sedangkan pada
RT 14 RW 09, angka kesakitan penyakit Demam Berdarah Dengue mencapai jumlah yang
lebih sedikit yaitu total 2 orang, dengan angka kematian akibat penyakit DBD adalah nihil.
Namun sejak dilakukannya intervensi pada Maret 2015 hingga berakhirnya masa intervensi
pada April 2015 dan sampai saat ini belum ditemukan angka kesakitan dan angka kematian
akibat penyakit DBD baik di RT 01 RW 07 maupun Rt 14 RW 09.
Ada keeratan hubungan antara pengetahuan dalam upaya memperbaiki perilaku.
Dengan demikian meningkatkan pengetahuan akan memberi hasil yang cukup berarti untuk
memperbaiki perilaku. Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi
terbentuknya perilaku, dan perilaku yang disadari pengetahuan akan bertahan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

5.1.2 Perilaku

44

Tingkat perilaku pre-test responden tentang DBD dapat dilihat pada tabel 9 dikatakan
bahwa perilaku responden dengan kategori baik sebanyak 13 orang (43,33%) untuk RT 01
RW 07 dan 17 orang (56,67%) untuk RT 14 RW 09. Perilaku responden dengan kategori
sedang sebanyak 14 orang (46,67%) untuk RT 01 RW 07 dan 12 (40%) untuk RT 14 RW 09.
Perilaku responden dengan kategori kurang sebanyak 3 orang (10%) untuk RT 01 RW 07 dan
1 orang (3,33%) untuk RT 14 RW 09.
Tingkat perilaku post-test responden tentang DBD dapat dilihat pada tabel 10
dikatakan bahwa perilaku responden dengan kategori baik sebanyak 27 orang (90%) untuk
RT 01 RW 07 dan 21 orang (70%) untuk RT 14 RW 09. Perilaku responden dengan kategori
sedang sebanyak 3 orang (10%) untuk RT 01 RW 07 dan 9 orang (30%) untuk RT 14 RW 09.
Tidak didapatkan responden dengan perilaku kategori kurang ,baik di RT 01 RW 07 maupun
RT 14 RW 09 (0%).
Berdasarkan tabel 9 dan 10 terdapat peningkatan tingkat perilaku masyarakat antara
pre-test dan post-test setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet.
Untuk masyarakat RT 01 RW 07 terdapat peningkatan perilaku kategori baik sebesar
46,67% , penurunan perilaku kategori sedang sebesar 36,67% dan penurunan perilaku
kategori kurang sebesar 10%. Untuk masyarakat RT 14 dan RW 09 terdapat peningkatan
perilaku kategori baik sebesar 13,33%, penurunan perilaku kategori sedang sebesar 10% dan
penurunan perilaku kategori buruk sebesar 3,33%.
Perubahan perilaku ini juga dapat dilihat dari perubahan Angka Bebas Jentik (ABJ)
maupun Container Index sebelum dan sesudah intervensi. ABJ RT 01 RT 07 sebelum
intervensi adalah sebesar 90 % dan sesudah intervensi adalah sebesar 96,66%, sehingga dapat
disimpulkan terdapat kenaikan ABJ sebesar 6,66% setelah dilakukan intervensi berupa
penyuluhan maupun pembagian leaflet. Sedangkan untuk ABJ RT 14 RW 09 sebelum
intervensi adalah sebesar 96,66 % dan sesudah intervensi adalah sebesar 100%, sehingga
dapat disimpulkan terdapat kenaikan ABJ sebesar 3,34% setelah dilakukan intervensi.
Untuk Container Index (CI) RT 01 RW 07 didapatkan sebelum intervensi adalah
sebesar 6,56 % dan sesudah intervensi adalah sebesar 1,64%, sehingga dapat disimpulkan
terdapat penurunan jumlah CI sebesar 4,92%. Untuk RT 14 RW 09 didapatkan nilai CI
sebelum intervensi sebesar 2,17 % dan sesudah intervensi 0 %, sehingga dapat disimpulkan
terdapat penurunan nilai CI sebesar 2,17%.
45

Tingginya angka kesakitan DBD di RT 01 RW 07 dibanding RT 14 RW 09,


rendahnya besarnya nilai ABJ serta besarnya nilai CI di RT 01 RW 07 sebelum intervensi
disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) melalui semboyan 3M plus yaitu menguras dan menutup tempat
penampungan air, dan mengubur barang bekas serta menghindari gigitan nyamuk. Selain itu
juga disebabkan karena rendahnya kesadaran masyrakat untuk melakukan self jumantik di
rumah tangganya masing-masing, sehingga perlu sekali adanya dukungan dari keluarga
untuk melakukan self jumantik tersebut. Namun setelah dilakukan intervensi, pada umumnya
pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap penyakit DBD ini mengalami peningkatan,
sehingga kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN ini semakin meningkat, dan terdapat
penurunan nilai CI dan peningkatan nilai ABJ. Namun walaupun sudah dilakukan PSN
secara rutin, terkadang tetap ditemukan jentik nyamuk dalam container air yang baru saja
dikuras. Hal ini dapat disebabkan oleh air jerigen yang dibeli masyarakat yang sudah
terkontaminasi jentik nyamuk, hal ini terutama terjadi di RT 14 RW 09 dimana sulit sekali
didapatkan air bersih sehingga masyarakat perlu membeli air bersih dari pedagang air
keliling. Berbeda dengan RT 01 RW 07 dimana air yang digunakan adalah air PAM dan ratarata ditampung menggunakan tempayan.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu perilaku. Untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain,
misalnya anggota keluarga maupun tetangga atau masyarakat sekitar sangat penting untuk
mendukung praktik. Dan juga sangat diperlukan kesadaran masing masing individu untuk
dapat terwujudnya suatu perilaku yang baik. Pengetahuan yang baik tanpa didukung oleh
kesadaran individu dan perilaku yang baik tidak akan mewujudkan lingkungan dan derajat
kesehatan yang baik. Oleh karena itu pengetahuan dan perilaku ini sangat berkaitan erat
dalam hal pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD.

BAB VI
PENUTUP
46

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat RT 01 RW 07 dan RT
14 RW 09 tentang gambaran pengetahuan dan perilaku terhadap demam berdarah dengue
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti :
1. Tingkat pengetahuan responden tentang Demam Berdarah Dengue sangat dipengaruhi
oleh latar belakang usia, pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat.
2. Perilaku responden tentang Demam Berdarah Dengue sangat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan dan latar belakang sosial ekonomi
3. Dengan edukasi yang baik sebagai upaya promosi kesehatan terutama dalam hal ini
adalah tentang penyakit DBD dan cara pencegahannya melalui Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan semboyan 3M plus yaitu menguras dan menutup tempat
penampungan air, mengubur barang bekas serta menghindari gigitan nyamuk, dapat
mempengaruhi perubahan tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku masyarakat
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri, khususnya
dalam hal ini masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur
4. Perubahan tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09
Kelurahan Tegal Alur setelah intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet
mengenai DBD dan pencegahannya dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan
nilai ABJ dan penurunan nilai CI.

6.2 Saran
1. Pelayanan kesehatan
a. Meningkatkan penggalangan kerjasama lintas sektor dengan berbagai lapisan
masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan menggalakkan 3M (Menguras dan Menutup Tempat Penampungan Air serta
Mengubur Barang Bekas). Selain itu dapat dilakukan yaitu inspeksi rutin warga dalam
melakukan kegiatan 3M, inspeksi rutin jentik nyamuk di dalam dan lingkungan rumah
warga, penyuluhan-penyuluhan rutin dan aktif tentang DBD dan 3M dan pemberian
47

sanksi bagi warga yang tidak melakukan 3M dan dijumpai jentik nyamuk di
rumahnya.
b. Upaya pembagian informasi dan edukasi melalui leaflet dan poster tentang DBD dan
3M. Disarankan dapat diletakkan di tempat-tempat keramaian seperti di Puskesmas,
Posyandu dan sarana kesehatan yang lain, pasar, sekolah, aula-aula, rumah ibadah,
kantor RW dan RT, dan tempat-tempat lain.
c. Regenerasi kader jumantik dan pembekalan materi tentang DBD dan cara
pencegahannya seperti 3M plus supaya kegiatan pencegahan dan penanggulangan
DBD ini menjadi lebih maksimal.
d. Menjadikan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebagai kegiatan rutin yang
dilakukan 1 minggu sekali setiap Jumat pagi sehingga masyarakat terbiasa dengan
kegiatan PSN ini dan menyadari pentingnya PSN sebagai upaya pencegahan dan
penanggulangan DBD sehingga kegiatan ini dapat berjalan lebih optimal.
2. Masyarakat
a. Warga lebih aktif lagi untuk mencari informasi tentang penyakit DBD ini yang
berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan kematian sehingga warga dapat
menyadari mencegah lebih baik daripada mengobati. Salah satu pencegahan penyakit
DBD yaitu dengan melakukan 3M dengan rutin.
b. Warga lebih aktif dan rutin melakukan kegiatan 3M dan lebih baik lagi jika dapat
melakukan kegiatan 3M plus karena kegiatan tersebut terbukti dapat menurunkan
jumlah kasus DBD.
c. Warga diharapkan lebih aktif dan menyadari pentingnya melakukan self jumantik di
rumah tangga nya masing masing untuk mencegah dan menanggulangi penyakit
DBD.
d. Warga diharapkan lebih aktif dan turut serta dalam kegiatan kegiatan dalam
masyarakat setempat terutama dalam hal upaya penanggulangan dan pencegahan
penyakit DBD
e. Warga disarankan lebih berhati-hati dalam membeli air yang dijual oleh pedagang air
keliling karena bisa saja terdapat jentik di jerigen-jerigen air yang dijual oleh
pedagang air keliling. Untuk mencegah masuknya jentik kedalam tempat
penampungan air warga, hendaknya air yang dibeli dapat disaring terlebih dahulu
sebelum dimasukkan ke dalam tempat penampungan air.
3. Peneliti lain
a. Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Melalui jumlah sampel yang lebih besar sehingga hasil penelitian dapat lebih akurat.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memantau perubahan pengetahuan dan
terutama perilaku masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan DBD.
48

DAFTAR PUSTAKA
1. Suharti C. Dengue Hemorrhagic

Fever in Indonesia: the role of cytokines in

plasmaleakage, coagulation, and fibrinolysis. Nijmegen: University Press, 2001.


2. Horstick Olaf, editors. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control. Proceeding of second Asia-Pacific Dengue Workshop; 2010 Agustus 31;
Singapore
49

3.

Setianingsih R. Hubungan Kepadatan Penduduk, Kepadatan Rumah, Kepadatan


Jentik, dan Ketinggian Tempat dengan Kejadian Penyakit DBD di Kota Semarang
Tahun 2007 dengan Pendekatan Spasial I. Semarang: UniversitasDiponegoro; 2009.

4. World Health Organization. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2009 [update
2009

March;

cited

2015

Mar

3]

Available

from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
5. World Health Organization, Geneva (2009). Dengue: Guidelines for

diagnosis,

treatment, preventation. New edition


6. Sutaryo. Dengue. Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM; 2004.
7. Soegijanto S. Patogenesa dan perubahan patofisiologi infeksi virus dengue [homepage
on the internet]. No date [cited 2015 Mar 5]. 2006. Available from
http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-8ma2gi-buletin
8. Demam dengue [homepage on the internet]. 2010 [cited 2015 Mar 6]. Available from:
http://www.cpddokter.com/home/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=1688
9. Winoto HT. Korelasi TGF-1 produk monosit darah tepi dengan kebocoran vaskuler
pada demam berdarah dengue [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009.
10. Rahajuningsih, Rezeki S, Ika. Disfungsi endotel pada demam berdarah dengue.
Makara, Kesehatan, Vol.10 No.1, Juni 2006:17-23.
11. Pujiati. Kinetika gangguan koagulasi pada penderita demam berdarah dengue [tesis].
Semarang: Universitas Diponegoro; 2005.
12. Mexitalia M. Nutrisi pencegahan: prudent diet. Dalam: Pendidikan Dokter
Berkelanjutan V: tumbuh kembang, nutrisi, dan endokrin. IDAI Cabang Kalsel
2006;29-48.
13. Progress of The Dengue Illness [image on the internet]. 2008 [cited 2015 Mar 8].
Available

from

http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0103-

40142008000300004&script=sci_ arttext&tlng=en
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;2005.
15. Rejeki Sri, Hadinegoro H. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.
Jakarta: Departemen kesehatan; 2004
16. Thomas Suroso, 1983. Tinjauan Keadaan dan Dasar-dasar Pemikiran dalam
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Sub.Dit.Arbovirosis,
Direktorat P3M, DepKes RI, Jakarta
50

17. Soekidjo, Notoadmodjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta
18. Pratomo H., Sudarti, 1986, Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan
Masyarakat dan Keluarga Berencana, Depdikbud, Jakarta

51

Lampiran

52

You might also like