Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pemberantasan DBD seperti juga penyakit menular lainnya, didasarkan atas pemutusan
rantai penularan. Dalam hal DBD, komponen penularan adalah pada virus dan nyamuk
Aedes aegypti. Karena pada saat ini belum ada vaksin yang efektif terhadap virus ini, maka
pemberantasan ditujukan pada tempat vektornya dengan melaksanakan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN)
secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas
yang dapat menjadi sarang nyamuk.
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana berdasar kelainan utama yang terjadi yaitu
perembesan plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler.2,4
Di kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, tepatnya di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Tegal Alur I masih ditemukan kasus DBD. Walaupun angka
kejadiannya dinilai tidak tinggi, namun masih ditemukan kasus kematian akibat DBD.
Masyarakat yang tinggal pun cukup padat dengan latar belakang sosial ekonomi yang
berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep HL Bloem tahun 1974,
derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor yaitu lingkungan, keturunan / kependudukan,
pelayanan kesehatan dan perilaku. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap
dari masing masing individu. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti gambaran pengetahuan
dan perilaku masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 terhadap penyakit Demam
Berdarah Dengue.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah penelitian adalah bagaimana
gambaran pengetahuan dan perilaku masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 tentang
Demam Berdarah Dengue?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum :
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Tegal Alur I melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku terhadap penyakit Demam
Berdarah Dengue
1.3.2 Tujuan khusus :
1. Mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue
di RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tegal
Alur I Kecamatan Kalideres.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan penyebaran kasus infeksi dengue sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang
tinggi, urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor
nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi. Penyebab
utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili
Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit
demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3
merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat. Gejala demam
berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis
virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.3,4
Pada tahun 2005,Indonesia merupakan kontributor utama kasus dengue dalam South
Easth Asia Region (SEAR) (53%) dengan jumlah 95.270 kasus dan 1.298 kasus dilaporkan
meninggal. Jumlah kasus meningkat 17% dan presentase yang meninggal naik menjadi 36%
dibandingkan tahun 2004, kasus ini terlaporkan merupakan kasus dengue tertinggi di
Indonesia. Di tahun 2006, SEAR melaporkan bahwa, Indonesia merupakan 53 % negara
dengan kasus dengue dan 80 % kematian dengue.2
Dengue mempunyai spektrum klinis yang luas dan sering tidak terprediksi evolusi
klinis dan keluaran gejala penyakitnya. Contohnya dengue berat atau dengue tidak berat ,
perlu diperhatikan adanya plasma leakage dengan atau tanpa perdarahan. Triase dan treatmen
yang benar dan pengambilan keputusan dalam mengobati dipengaruhi oleh klasifikasi dari
dengue.5
C. Virologi
D. Hematopatologi
-Aktivasi
- Virulensi
- Angiopati
4
komplemen
- Infeksi Sekunder
- Apoptosis
- Trombopati
- Antibody
- Koagulopati
Dependent
(APC)
Enhancement
(ADE)
- IgM
- Perlekatan virus
- Sitokin
Berbagai manifestasi yang timbul merupakan efek dari reaksi tubuh terhadap masuknya
virus. Viremia segera terjadi sejak 2 hari sebelum timbul gejala sampai 5 hari setelah gejala
demam mulai.7 Pada infeksi virus dengue akan terbentuk antibodi yang secara in vivo
berperan pada dua hal :8,9,10,11
1. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibody bersifat serotipe spesifik.
2. Antibodi non netralising atau enhancing, menimbulkan cross reaction dan meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan SSD.
Derajat
DD
Gejala
Laboratorium
tanda;sakit
kepala,nyeri
retro
orbital,mialgia,artralgia
2.Trombositopeni
tanpa
DBD
DBD
II
*DBD
III
lembab
serta
gelisah )
*DBD
IV
Syok
berat
disertai 1.Trombositopeni
*DBD derajat III dan IV juga disebut Sindrom Syok Dengue (SSD).
Untuk menegakkan diagnosis DBD digunakan kriteria klinis dan laboratoris menurut
WHO 1999.14
a. Kriteria klinis :
- Demam tinggi dengan onset akut.
- Terdapat manifestasi perdarahan :
Uji torniket positif, petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena.
- Hepatomegali.
- Terdapat tanda-tanda syok atau kegagalan sirkulasi :
nadi cepat dan lemah, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
b. Kriteria laboratoris :
- Trombositopenia ( < 100.000/mm3).
- Hemokonsentrasi .
Peningkatan Ht > 20% menurut umur dan jenis kelamin.
Pedoman diagnosis DBD menurut WHO 2009 adalah sebagai berikut :
a. Fase Febris
8
Pasien panas tinggi secara tiba-tiba (akut), berlangsung 2-7 hari disertai flushing, eritema
kulit, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri kepala. Dapat disertai kejang demam pada anak.
b. Fase Kritis
Terjadi pada hari ke 3-7 sakit, dimana suhu tubuh turun menjadi 37,5 38o C. Dapat
terjadi syok karena kebocoran plasma, perdarahan hebat, dan gangguan fungsi organ.
c. Fase Pemulihan
Apabila pasien dapat melewati fase kritis 24 - 48 jam, terjadi penyerapan perlahan-lahan
dari cairan ekstravaskuler dalam waktu 48 72 jam. Dapat terjadi hipovolemia (dengan
tanda distress respirasi, efusi pleura masif, asites) apabila diberikan cairan yang
berlebihan. Kadang-kadang terjadi keluhan pruritus. Bradikardi dan perubahan pada
elektrokardiografi sering terjadi pada fase ini.
d. Dengue Berat (severe dengue)
Bila terdapat satu dari gejala sebagai berikut : kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan atau tanpa tanda distress respirasi,
dan atau perdarahan masif, dan atau gangguan fungsi organ berat.
2.
3.
4.
5.
6.
Dengue Blot
uji hemaglutinasi inhibisi (HI) yang bersifat sensitif namun tidak spesifik yang berarti tidak
dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.11
DBD dapat diklasifikasikan menurut derajat berat penyakitnya dengan kriteria menurut
WHO 1999.5
- Derajat 1: Demam disertai gejala yang tidak spesifik dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniket positif.
- Derajat 2: Seperti derajat 1 tetapi disertai perdarahan spontan biasanya di kulit atau di
tempat lain.
- Derajat 3: Terdapat kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun atau hipotensi, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
- Derajat 4: Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
2. 5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding demam berdarah dengue adalah demam dengue, stadium awal
dari malaria, yellow fever ringan, demam typoid, virus hepatitis, dan leptospirosis. Perubahan
patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit antara DBD
dan DD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis dan perembesan
plasma.Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya tombositopenia dan
peningkatan hematokrit.1,5
2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DHF. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.
Jika cairan asupan oral tidak dapat dipertahankan, maka dibutuhkan asupan cairan melalui
intravena untuk mencegah hemokonsentrasi secara bermakna.
Penatalaksanaan infeksi dengue dapat menggunakan algoritme sebagai berikut:15
11
2.7 PROGNOSIS
14
c) Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan tempat perindukan nyamuk
juga bertambah banyak.
d) Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan suhu
udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk.
Meskipun kondisi iklim dari suatu daerah berpengaruh terhadap vektor penyakit,
mengingat keterbatasan alat maka pada penelitian ini yang akan dilakukan
pengukuran langsung adalah suhu udara dan kelembaban udara.
b. Lingkungan Biologi
Nyamuk Aedes aegypti dalam perkembanganya mengalami metamorfosis
lengkap yaitu mulai dari telur-larva-pupa- dewasa. Telur Aedes aegypti berukuran
lebih kurang 50 mikron, berwarna hitam berbentuk oval menyerupai torpedo dan bila
terdapat dalam air dengan suhu 20-40 C akan menetas menjadi larva instar I dalam
waktu 1-2 hari. Pada kondisi optimum larva instar 1 akan berkembang terus menjadi
instar II, instar III dan instar IV, kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa
memerlukan waktu antara 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae.
aegypti sejak dari telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-14 hari dan
nyamuk jantan lebih cepat menetasnya bila dibandingkan nyamuk betina. Larva nyamuk
Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berturut-turut pada bejana yang terbuat dari metal,
tanah liat, semen, dan plastik. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan DBD
terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi
kelembaban dan pencahayaan didalam rumah. Adanya kelembaban yang tinggi dan
kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk
hinggap beristirahat.
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Aspek Pengukuran
Dalam aspek pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat
2.
2.
2.
20
2. Sedang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) = (sama
dengan) 40%-75%
3. Buruk, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) < (kurang
dari) 40% dari total skor seluruh pertanyaan
3.7.3
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner
yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 8 dan total skor sebanyak 8.
Adapun kriteria pertanyaan tingkat pelayanan kesehatan dengan pemberian skor
sebagai berikut :
A. Skor jawaban pertanyaan nomor 1 s/d 7 yaitu:
1. Jawaban ya, dengan skor 1
2. Jawaban tidak, dengan skor 0
B. Skor jawaban pertanyaan nomor 8 yaitu:
1. Jawaban a, dengan skor 1
2. Jawaban b , dengan skor 0
Berdasarkan kriteria pemberian skor, pelayanan kesehatan masyarakat dikategorikan
dengan skala pengukuran sebagai berikut :
1.
Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memilih jawaban yang memiliki
nilai (skor) > (lebih dari) 75% dari total skor seluruh pertanyaan
2.
Sedang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) = (sama
dengan) 40%-75%
3.
Kurang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) < (kurang
dari) 40% dari total skor seluruh pertanyaan
3.7.4
Lingkungan
23
Lingkungan ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah
diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dan total skor sebanyak 10
Adapun kriteria pertanyaan tingkat lingkungan dengan pemberian skor sebagai berikut :
A. Skor jawaban pertanyaan nomor 1, 5,6,7,8,9,10 yaitu:
1. Jawaban ya, dengan skor 0
2. Jawaban tidak, dengan skor 1
B. Skor jawaban pertanyaan nomor 2 s/d 4 yaitu:
1. Jawaban ya, dengan skor 1
2. Jawaban tidak ,dengan skor 0
Berdasarkan kriteria pemberian skor, lingkungan dikategorikan dengan skala pengukuran
sebagai berikut :
1.
Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memilih jawaban yang memiliki
nilai (skor) > (lebih dari) 75% dari total skor seluruh pertanyaan
2. Sedang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) = (sama
dengan) 40%-75%
3. Kurang, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor) < (kurang
Pengkodean data dilakukan dengan cara memberikan angka pada setiap jawaban
dengan maksud untuk mempermudah pengolahan data. Pengkodean data dilakukan oleh
peneliti sendiri dengan seteliti mungkin menghindari kesalahan.
c. Tabulasi Data (Tabulating Data)
Setelah
dilakukan
editing
dan
coding
data,
maka
selanjutnya
dilakukan
pengelompokan data tersebut ke dalam suatu table tertentu menurut sifat-sifat yang dimiliki
sesuai dengan tujuan.
3.8.2 Teknik Analisa Data (Analysis Data)
Hasil data penelitian terlebih dahulu ditampilkan melalui tabel distribusi frekuensi,
kemudian analisa data dilakukan secara bertahap dari analisa univariat dan bivariat. Pada
penelitian ini analisa yang dipergunakan adalahan analisa univariat yang dilakukan terhadap
tiap variabel dan hasil penelitian. Dimana pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel.
3.9
BAB IV
HASIL PENELITIAN
25
Penyusunan Kuisioner
Penyusunan Kuisioner
4.1
RW. 01
RW. 0 8
RW. 12
RW. 09
RW. 14
RW. 03
RW. 02
RW. 07
RW. 011
RW. 013
RW. 06
RW. 010
RW. 04
RW. 015
RW. 05
RW. 016
496, 69 Ha
-. Jumlah RT
165 RT
-. Jumlah RW
16 RW
-. Jumlah Penduduk
94.302 Jiwa
-. Jumlah KK
29.409 KK
-. Batas Wilayah :
Utara
Selatan
Kelurahan Pegadungan
Barat
Kelurahan Kamal
Timur
26
hujan yang disebabkan banyak faktor, salah satunya yaitu banyak wilayah yang belum
memiliki TPS (Tempat Pembuangan Sampah) dan masih terdapat daerah yang rendah dan
saluran air yang tidak lancar / tersumbat, sehingga menyebabkan wilayah tersebut rentan
sekali terhadap banjir.
27
Pelayanan Kesehatan
Untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga masyarakat Kelurahan Tegal
Alur telah tersedia 3 (Tiga) buah Puskesmas, yaitu:
4.2
Luas areal
: 48.000 m2
Jumlah RT
: 13 RT
Jumlah Penduduk
: 4401 jiwa
Laki-laki
: 2212 jiwa
Perempuan
: 2189 jiwa
Jumlah KK
: 1088 KK
28
Batas Wilayah :
o Utara
o Timur
o Selatan
: Jalan Bahagia
o Barat
Fasilitas Kesehatan :
o Klinik kesehatan
Praktek dr Arif RT 04 RW 07
o Rumah Bersalin
Bidan Liring RT 06 RW 07
Jumlah kader:
o Kader Jumantik
: 13
:8
Jumlah Blok
Jumlah Penduduk
4.3
: 361 jiwa
: 368 jiwa
Luas areal
: 2 ha
Jumlah RT
: 15 RT
Jumlah Penduduk
:7960 jiwa
Laki-laki
: 4564 jiwa
Perempuan
: 3396 jiwa
Jumlah KK
Batas Wilayah :
: 2108 KK
o Utara
o Timur
: RW 01
o Selatan
: RW 02 dan RW 03
o Barat
Fasilitas Kesehatan :
o Jumlah dokter praktek :
Jumlah kader:
o Kader Jumantik
o
: 15
o Kader PKK
: 13
Jumlah Penduduk
: 380 jiwa
: 210 jiwa
:170 jiwa
Usia
Jumlah (n)
Persentase (%)
31
Responden
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
1.
11-20 tahun
3,33%
13,33%
2.
21-30 tahun
16,67%
20%
3.
31-40 tahun
26,67%
30%
41-50 tahun
10
20%
33,33%
51-60 tahun
23,33%
3,33%
61-70 tahun
10%
0%
TOTAL
30
30
100
100
No.
Tingkat
Pendidikan
Jumlah (n)
Persentase (%)
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
16
6,67%
53,33%
26,67%
26,67%
17
56,67%
20%
Responden
1.
SD /
sederajat
2.
SLTP /
sederajat
3.
SLTA /
32
sederajat
4
Sarjana
10%
0%
TOTAL
30
30
100
100
Jenis
Kelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
Responden
1.
Laki-laki
11
36,67%
6,67%
2.
Perempuan
19
28
63,33%
93,33%
TOTAL
30
30
100
100
Pekerjaan
Jumlah (n)
Persentase (%)
33
1.
Responden
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
Ibu Rumah
16
24
53,33%
80%
20%
6,67%
Tangga
2.
Pegawai /
Buruh
Wiraswasta
26,67%
0%
Pelajar
0%
13,33%
TOTAL
30
30
100
100
Jumlah (n)
Presentase (%)
RT 01
RT 14
RT 01
RT 14
RW 07
RW 09
RW 07
RW 09
1.
Baik
16,67%
3,33%
2.
Sedang
18
20
60%
66,67%
3.
Kurang
23,33%
30%
34
Total
30
30
100%
100%
Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa seluruh pengetahuan pre-test responden tentang DBD
di RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori sedang sebesar
60% dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik sebesar 16,67%.
Demikian pula di RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori
sedang sebesar 56,67% dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik
sebesar 20%.
Tabel 8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Post-test Responden tentang DBD
No.
Jumlah (n)
Presentase (%)
RT 01
RT 14
RT 01
RT 14
RW 07
RW 09
RW 07
RW 09
1.
Baik
12
11
40%
36,66%
2.
Sedang
18
19
60%
63,33%
3.
Kurang
0%
0%
Total
30
30
100%
100%
Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa seluruh pengetahuan post-test responden tentang DBD
di RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori sedang sebesar
60 % dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik sebesar 40%.
Demikian pula di RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu pengetahuan dengan kategori
sedang sebesar 63,33% dan yang paling sedikit yaitu pengetahuan dengan kategori baik
sebesar 36,66%. Setelah intervensi tidak didapatkan responden dengan pengetahuan
kategori kurang.
4.6 Perilaku Responden
Tabel 9 Distribusi Perilaku Pre-test Responden tentang DBD
No.
Jumlah (n)
RT 01
RT 14
Presentase (%)
RT 01
RT 14
35
RW 07
RW 09
RW 07
RW 09
1.
Baik
13
17
43,33%
56,67%
2.
Sedang
14
12
46,67%
40%
3.
Kurang
10%
3,33%
Total
30
30
100%
100%
Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa seluruh perilaku pre-test responden tentang DBD di
RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori sedang sebesar 46,67%
dan yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori kurang sebesar 10%. Sedangkan di
RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori baik sebesar 56,67% dan
yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori kurang sebesar3,33%.
Tabel 10 Distribusi Perilaku Post-test Responden tentang DBD
No.
Jumlah (n)
Presentase (%)
RT 01
RT 14
RT 01
RT 14
RW 07
RW 09
RW 07
RW 09
1.
Baik
27
21
90%
70%
2.
Sedang
10%
30%
3.
Kurang
0%
0%
Total
30
30
100%
100%
Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa seluruh perilaku post-test responden tentang DBD di
RT 01 RW 07 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori baik sebesar 90% dan
yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori sedang sebesar 10%. Demikian pula di
RT 14 RW 09 yang paling banyak yaitu perilaku dengan kategori baik yaitu sebesar 70%
dan yang paling sedikit yaitu perilaku dengan kategori sedang sebesar 30%.
No.
Pelayanan Kesehatan
Jumlah (n)
Presentase (%)
RT 01
RT 14
RT 01
RT 14
RW 07
RW 09
RW 07
RW 09
1.
Baik
18
21
60%
70%
2.
Sedang
30%
20%
3.
Kurang
10%
10%
Total
30
30
100%
100%
Berdasarkan tabel 4.9 diatas mayoritas responden mengatakan bahwa pelayanan kesehatan di
RT 01 RW 07 baik yaitu sebesar 60% dan mayoritas responden mengatakan bahwa pelayanan
kesehatan di RT 14 RW 09 baik yaitu sebesar 70%.
4.8 Lingkungan
Tabel 12 Distribusi Lingkungan Responden
No.
Lingkungan
Jumlah (n)
Presentase (%)
RT 01
RT 14
RT 01
RT 14
RW 07
RW 09
RW 07
RW 09
1.
Baik
22
14
73,33%
46,67%
2.
Sedang
14
26,67%
46,67%
3.
Kurang
0%
6,67%
Total
30
30
100%
100%
RT 01 RW 07
RT 14 RW 09
37
R1
R2
R3
Jumlah Container
Jumlah Positif
2
0
1
0
2
0
Jumlah Rumah
Jumlah Positif
1
0
1
0
1
0
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
R18
R19
R20
R21
R22
R23
R24
R25
R26
R27
R28
R29
Jumlah Container
Jumlah Rumah
Jumlah
2
1
1
1
Positif
0
0
0
0
Jumlah
1
1
1
1
Positif
0
0
0
0
0
38
R30
Total
61
30
46
30
R1
R2
R3
RT 14 RW 09
RT 01 RW 07
Jumlah Container
Jumlah Positif
2
0
1
0
2
0
Jumlah Rumah
Jumlah Positif
1
0
1
0
1
0
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
R12
R13
R14
R15
R16
R17
R18
R19
R20
R21
R22
Jumlah Container
Jumlah Rumah
Jumlah
2
1
1
1
Positif
0
0
0
0
Jumlah
1
1
1
1
Positif
0
0
0
0
0
39
R23
R24
R25
R26
R27
R28
R29
R30
Total
61
30
46
30
Dari tabel 13 dan 14 tersebut dapat diketahui sebelum dilakukan intervensi berupa
penyuluhan maupun setelah dilakukan intervensi dapat dihitung Angka Bebas Jentik (ABJ)
dan Container Index (CI) baik dari RT 01 RW 07 maupun dari RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal
Alur dengan rumus sebagai berikut:
Angka Bebas Jentik (ABJ) = Jumlah rumah tidak ada jentik
100%
Jumlah rumah diperiksa
100%
3. CI RT 01 RW 07
a. Sebelum intervensi = 4 / 61 x 100% = 6,56 %
b. Sesudah intervensi = 1 / 61 x 100% = 1,64%
4. CI RT 14 RW 09
a. Sebelum intervensi = 1 / 46 x 100% = 2,17 %
b. Sesudah intervensi = 0 / 46 x 100% = 0 %
4.10
Bulan
RT 01 RW 07
Hidup
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Total
Mati
RT 14 RW 09
Total
Hidup
Mati
Total
1
1
1
1
4
1
4
1
1
Dari tabel 15 tersebut dapat dilihat angka kesakitan akibat penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di RT 01 RW 07 sepanjang tahun 2014 sampai dengan Februari 2015
atau sebelum dilakukan intervensi di daerah binaan mencapai jumlah total 4 orang,
sedangkan angka kematian akibat penyakit DBD adalah nihil. Demikian pula halnya
pada RT 14 RW 09, angka kesakitan penyakit Demam Berdarah Dengue mencapai
41
jumlah total 2 orang, dengan angka kematian akibat penyakit DBD adalah nihil. Namun
sejak dilakukannya intervensi pada Maret 2015 hingga berakhirnya masa intervensi
pada April 2015 dan sampai saat ini belum ditemukan angka kesakitan dan angka
kematian akibat penyakit DBD.
42
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.2 Perilaku
44
Tingkat perilaku pre-test responden tentang DBD dapat dilihat pada tabel 9 dikatakan
bahwa perilaku responden dengan kategori baik sebanyak 13 orang (43,33%) untuk RT 01
RW 07 dan 17 orang (56,67%) untuk RT 14 RW 09. Perilaku responden dengan kategori
sedang sebanyak 14 orang (46,67%) untuk RT 01 RW 07 dan 12 (40%) untuk RT 14 RW 09.
Perilaku responden dengan kategori kurang sebanyak 3 orang (10%) untuk RT 01 RW 07 dan
1 orang (3,33%) untuk RT 14 RW 09.
Tingkat perilaku post-test responden tentang DBD dapat dilihat pada tabel 10
dikatakan bahwa perilaku responden dengan kategori baik sebanyak 27 orang (90%) untuk
RT 01 RW 07 dan 21 orang (70%) untuk RT 14 RW 09. Perilaku responden dengan kategori
sedang sebanyak 3 orang (10%) untuk RT 01 RW 07 dan 9 orang (30%) untuk RT 14 RW 09.
Tidak didapatkan responden dengan perilaku kategori kurang ,baik di RT 01 RW 07 maupun
RT 14 RW 09 (0%).
Berdasarkan tabel 9 dan 10 terdapat peningkatan tingkat perilaku masyarakat antara
pre-test dan post-test setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet.
Untuk masyarakat RT 01 RW 07 terdapat peningkatan perilaku kategori baik sebesar
46,67% , penurunan perilaku kategori sedang sebesar 36,67% dan penurunan perilaku
kategori kurang sebesar 10%. Untuk masyarakat RT 14 dan RW 09 terdapat peningkatan
perilaku kategori baik sebesar 13,33%, penurunan perilaku kategori sedang sebesar 10% dan
penurunan perilaku kategori buruk sebesar 3,33%.
Perubahan perilaku ini juga dapat dilihat dari perubahan Angka Bebas Jentik (ABJ)
maupun Container Index sebelum dan sesudah intervensi. ABJ RT 01 RT 07 sebelum
intervensi adalah sebesar 90 % dan sesudah intervensi adalah sebesar 96,66%, sehingga dapat
disimpulkan terdapat kenaikan ABJ sebesar 6,66% setelah dilakukan intervensi berupa
penyuluhan maupun pembagian leaflet. Sedangkan untuk ABJ RT 14 RW 09 sebelum
intervensi adalah sebesar 96,66 % dan sesudah intervensi adalah sebesar 100%, sehingga
dapat disimpulkan terdapat kenaikan ABJ sebesar 3,34% setelah dilakukan intervensi.
Untuk Container Index (CI) RT 01 RW 07 didapatkan sebelum intervensi adalah
sebesar 6,56 % dan sesudah intervensi adalah sebesar 1,64%, sehingga dapat disimpulkan
terdapat penurunan jumlah CI sebesar 4,92%. Untuk RT 14 RW 09 didapatkan nilai CI
sebelum intervensi sebesar 2,17 % dan sesudah intervensi 0 %, sehingga dapat disimpulkan
terdapat penurunan nilai CI sebesar 2,17%.
45
BAB VI
PENUTUP
46
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat RT 01 RW 07 dan RT
14 RW 09 tentang gambaran pengetahuan dan perilaku terhadap demam berdarah dengue
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti :
1. Tingkat pengetahuan responden tentang Demam Berdarah Dengue sangat dipengaruhi
oleh latar belakang usia, pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat.
2. Perilaku responden tentang Demam Berdarah Dengue sangat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan dan latar belakang sosial ekonomi
3. Dengan edukasi yang baik sebagai upaya promosi kesehatan terutama dalam hal ini
adalah tentang penyakit DBD dan cara pencegahannya melalui Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan semboyan 3M plus yaitu menguras dan menutup tempat
penampungan air, mengubur barang bekas serta menghindari gigitan nyamuk, dapat
mempengaruhi perubahan tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku masyarakat
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri, khususnya
dalam hal ini masyarakat RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09 Kelurahan Tegal Alur
4. Perubahan tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku RT 01 RW 07 dan RT 14 RW 09
Kelurahan Tegal Alur setelah intervensi berupa penyuluhan dan pembagian leaflet
mengenai DBD dan pencegahannya dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan
nilai ABJ dan penurunan nilai CI.
6.2 Saran
1. Pelayanan kesehatan
a. Meningkatkan penggalangan kerjasama lintas sektor dengan berbagai lapisan
masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan menggalakkan 3M (Menguras dan Menutup Tempat Penampungan Air serta
Mengubur Barang Bekas). Selain itu dapat dilakukan yaitu inspeksi rutin warga dalam
melakukan kegiatan 3M, inspeksi rutin jentik nyamuk di dalam dan lingkungan rumah
warga, penyuluhan-penyuluhan rutin dan aktif tentang DBD dan 3M dan pemberian
47
sanksi bagi warga yang tidak melakukan 3M dan dijumpai jentik nyamuk di
rumahnya.
b. Upaya pembagian informasi dan edukasi melalui leaflet dan poster tentang DBD dan
3M. Disarankan dapat diletakkan di tempat-tempat keramaian seperti di Puskesmas,
Posyandu dan sarana kesehatan yang lain, pasar, sekolah, aula-aula, rumah ibadah,
kantor RW dan RT, dan tempat-tempat lain.
c. Regenerasi kader jumantik dan pembekalan materi tentang DBD dan cara
pencegahannya seperti 3M plus supaya kegiatan pencegahan dan penanggulangan
DBD ini menjadi lebih maksimal.
d. Menjadikan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebagai kegiatan rutin yang
dilakukan 1 minggu sekali setiap Jumat pagi sehingga masyarakat terbiasa dengan
kegiatan PSN ini dan menyadari pentingnya PSN sebagai upaya pencegahan dan
penanggulangan DBD sehingga kegiatan ini dapat berjalan lebih optimal.
2. Masyarakat
a. Warga lebih aktif lagi untuk mencari informasi tentang penyakit DBD ini yang
berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan kematian sehingga warga dapat
menyadari mencegah lebih baik daripada mengobati. Salah satu pencegahan penyakit
DBD yaitu dengan melakukan 3M dengan rutin.
b. Warga lebih aktif dan rutin melakukan kegiatan 3M dan lebih baik lagi jika dapat
melakukan kegiatan 3M plus karena kegiatan tersebut terbukti dapat menurunkan
jumlah kasus DBD.
c. Warga diharapkan lebih aktif dan menyadari pentingnya melakukan self jumantik di
rumah tangga nya masing masing untuk mencegah dan menanggulangi penyakit
DBD.
d. Warga diharapkan lebih aktif dan turut serta dalam kegiatan kegiatan dalam
masyarakat setempat terutama dalam hal upaya penanggulangan dan pencegahan
penyakit DBD
e. Warga disarankan lebih berhati-hati dalam membeli air yang dijual oleh pedagang air
keliling karena bisa saja terdapat jentik di jerigen-jerigen air yang dijual oleh
pedagang air keliling. Untuk mencegah masuknya jentik kedalam tempat
penampungan air warga, hendaknya air yang dibeli dapat disaring terlebih dahulu
sebelum dimasukkan ke dalam tempat penampungan air.
3. Peneliti lain
a. Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Melalui jumlah sampel yang lebih besar sehingga hasil penelitian dapat lebih akurat.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memantau perubahan pengetahuan dan
terutama perilaku masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan DBD.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharti C. Dengue Hemorrhagic
3.
4. World Health Organization. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2009 [update
2009
March;
cited
2015
Mar
3]
Available
from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
5. World Health Organization, Geneva (2009). Dengue: Guidelines for
diagnosis,
from
http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0103-
40142008000300004&script=sci_ arttext&tlng=en
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;2005.
15. Rejeki Sri, Hadinegoro H. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.
Jakarta: Departemen kesehatan; 2004
16. Thomas Suroso, 1983. Tinjauan Keadaan dan Dasar-dasar Pemikiran dalam
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Sub.Dit.Arbovirosis,
Direktorat P3M, DepKes RI, Jakarta
50
51
Lampiran
52