Professional Documents
Culture Documents
I DONT KNOW
Antigen Vi = merupakan kapsul yang meliputi tubuh bakteri dan melindungi antigen
O terhadap fagositosis.
penularan.
Kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat
pada tangan dan kemudian dimasukan ke mulut atau dipakai untuk memegang
makanan.
Kuman dapat mencemari air bila kotoran tersebut terbawa atau terkena air. Kalau
air yang tercemar tersebut dipergunakan orang untuk keperluan sehari hari tanpa
direbus atau dimasak. Misalnya untuk menggosok gigi, berkumur, atau mencuci
mengeliminasi kuman dengan berbagai cara. Namun, bila kuman dapat bertahan
dan jumlah yang masuk cukup banyak, maka kuman akan berhasil mencapai usus
halus dan berusaha masuk ke dalam tubuh. Akibatnya, kuman akan ikut serta
aliran darah dan mencapai organ hati dan selanjutnya berkembang biak di dalam
sel makrofag, salah satu jenis sel darah putih (SDP).
Hal ini kemudian diikuti oleh masa inkubasi, biasanya sekitar 7 (3-60) hari.
Jika kuman dapat bertahan dan berkembang, maka akhirnya akan masuk ke
jaringan sekitar, serta merangsang SDP lain untuk mengeluarkan zat interleukin,
yang merangsang terjadinya gejala demam. Kuman yang keluar dari SDP di
jaringan tubuh juga akan dapat masuk kembali ke sirkulasi darah, serta menyebar
ke organ tubuh yang lainnya.
hal ini, maka penting untuk menjaga penderita, karier/pengidap kuman serta
higiene sanitasi perseorangan dan lingkungan
5.6 Patofisiologi
5.7 Gejala klinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih
bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata
bervariasi antara 7-20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang
60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah
kuman yang ditelan, keadaan umum/ status gizi serta status imunologis penderita
(Rampengan, 2008).
Walaupun gejala tifus abdominalis pada anak lebih bervariasi, secara garis
besar gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan:
1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang semakin hari semakin
meninggi (step ladder pattern), sehingga pada minggu ke-2 panas tinggi terus
menerus terutama pada malam hari.
2. Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung,
hepatomegali, splenomegali, dan lidah kotor tepi hiperemi.
Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan
cairan yang akhirnya terjadi diare, tetapi dalam beberapa kasus justru terjadi
konstipasi (sulit buang air besar). Tinja dapat berwarna hitam karena bercampur
darah. Bakteri Salmonella typhii berkembang biak di hati dan limpa. Akibatnya,
terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung, sehingga terjadi rasa
mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk
secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut. Bagian tengah berwarna
putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit.
3. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai
koma (PDT, 2008). Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali
terjadi gangguan kesadaran.
Pada kasus tertentu dapat ditemukan penyebaran bercak merah muda yang
disebut roseola atau rose spot. Roseola merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol
dengan diameter 2-4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan.
Roseola ini merupkan emboli kuman yang di dalamnya mengandung kuman
Salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong,
ataupun bagian fleksor lengan atas (Rampengan, 2008)
5.8 Diagnosa
5.8.1. Diagnosa klinis
Diagnosa klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan
sindrom klinis demam tifoid. Diagnosa klinis adalah diagnosis kerja yang berarti penderita
telah mulai dikelola sesuai dengan manajemen tifoid. Sindrom klinis adalah kumpulan
gejala-gejala tifoid seperti demam, nyeri kepala, kelemahan, nausea, nyeri abdomen,
anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal, hepatomegali, splenomegali, penurunan
kesadaran, bradikardi relatif, kesadaran berkabut, feses berdarah.
Diagnosa klinis tifoid diklasifikasikan atas 2 :
1. Suspek demam tifoid (Suspect Case)
Dengan anamnesa, pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran
cerna dan petanda gangguan kesadaran jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap.
Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Demam tifoid klinis (Probable Case)
Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.
Diagnosa Banding
Pada tahap diagnosis klinis, beberapa penyakit dapat emnjadi diagnose banding
demam tifoid, diantaranya: dengue, pneumonia, hepatitis akut, influenza, tuberculosis,
leptospirosis, dll
5.8.2. Diagnosa Etiologik
*Syok septik
Penderita dengan sindrom tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat.
Didapatkan gejala gangguan hemodinamik seperti tensi turun, nadi lemah dan cepat,
berkeringat, dan akral yang dingin.
Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota masyarakat tidak
tertular oleh basil salmonella. Ada 3 pilar strategis yang menjadi program pencegahan:
1. Mengobati secara sempurna pasien dan karier tifoid
2. Mengatasi faktor-faktor yang berperan terhadap rantai penularan
3. Perlindungan diri agar tidak tertular
Pengendalian adalah kegiatan yang bersifat mengelola, mengatur, dan mengawasi agar
tifoid tidak bermasalah lagi bagi masyarakat. Aspek pencegahan dan pengendalian tifoid
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.
3.
4.
5.
6.
Pemakaian antibiotika oleh dokter yang tanpa pedoman dan tanpa kontrol
Pilihan antibiotika lini pertama yang kurang tepat
Dosis yang tidak tepat
Lama pemberian yang kurang tepat
Ada penyakit lain yang menurunkan imunitas serta kelainan yang merupakan
predisposisi untuk karier tifoid
Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga rates tersebut
mempunyai arti.
Macam rates yang dipakai dalam surveilans demam tifoid adalah insiden. Insiden adalah jumlah
kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok populasi tertentu dalam kurun
waktu tertentu pula.
Pada sarana kesehatan yang dapat dilakukan hanya menghitung proporsi yaitu jumlah kasus yang
ada dibandingkan dengan jumlah pasien yang dirawat dalam kurun waktu yang sama. Dengan
membandingkan data kasus suspek, kasus probable, dan kasus pasti dengan proporsi kasus
biakan positif terhadap jumlah sampel yang diperiksa maka dapat didapatkan gambaran tifoid
yang sebenarnya di masyarakat.
Data tersebut dapat digunakan untuk :
1. Membandingkan insiden menurut wilayah domisili pasien
2. Membandingkan insiden menurut waktu
3. Menentukan adanya kejadian luar biasa (KLB) atau wabah
Diseminasi Pelaporan
Demam tifoid tercantum dalam undang-undang No.6 tahun 1962 tentang wabah, oleh
karena itu tifoid wajib dilaporkan ke pusat dalam hal ini Departemen Kesehatan RI. Konsekuensi
dari peraturan ini sebenarnya setiap unit pelayanan kesehatan harus melaksanakan diagnosis
pasti setiap kasus suspek tifoid dengan pemeriksaan mikrobiologis (kultur), sehingga tahu secara
pasti berapa angka prevalensi atau insiden penyakit ini didaerah pelayanan kesehatan tersebut.
Deo