You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa
dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemunduran, misalya kemunduran secara fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang
jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak
proporsial.
Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu
sekitar 19,3 juta jiwa (9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025,
Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut
usia setelah RRC, India dan Amerika Serikat dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun.
Jumlah lansia di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai lebih dari 629 juta jiwa
( satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025, lanjut usia akan
mencapai 1,2 milyar.
Sering kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai
beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong semakin
berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin banyaknya
masalah kesehatan yang dialami oleh lanjut usia. Lanjut usia cenderung dipandang
masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang sakit-sakitan. Persepsi ini muncul
karena memandang lanjut usia hanya dari kasus lansia yang sangat ketergantungan dan
sakt-sakitan. Persepsi negatif seperti itu tentu saja tidak semuanya benar. Banyak pula
lanjut usia yang justru berperan aktif, tidak saja dalam keluarganya, tetapi juga dalam
masyarakat masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, lanjut usia harus dipandang sebagai
individu yang memiliki kebutuhan intelektual, emosional dan spiritual selain kebutuhan
yang bersifat biologis.
Kurangnya perhatian yang memadai terhadap populasi lanjut usia ini menciptakan
ruang kosong, yang kemudian diisi oleh dunia kedokteran atau medis. Di satu sisi,

Page 1

perhatian besar dari kalangan kedokteran ini harus disambut secara positif oleh dunia
keperawatan sehingga masalah kesehatan lanjut usia dapat teratasi. Kesehatan merupakan
aspek sangat penting yang perlu diperhatikan pada kehidupan lanjut usia. Semakin tua
seseorang, cenderung semakin berkurang daya tahan fisik mereka. Dalam kaitan ini, kajian
terhadap keperawatan lanjut usia perlu ditingkatkan.
B. Tujuan
1. Mengenal masalah kesehatan lansia.
2. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
3. Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia.
4. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga dapat
meningkatkan kesehatan lansia.
5. Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).

BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Lansia
Page 2

Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui,
ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan
fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia
yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah
seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000)
sedangkan menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia)
adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia
lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia
digolongkan menjadi 4, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik
yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi
bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang
sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas
Page 3

dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia
bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang
berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua
dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga
lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara
kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini
menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat
proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap
orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke
atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan
pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia
55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium
pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan
berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan
dalam hidupnya.
B. Ciri-ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut
usia,yaitu:
1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada
lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika
memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti:

lansia

lebih

senang

mempertahankan

pendapatnya

dari

pada

mendengarkan pendapat orang lain.


3. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan
atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Page 4

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia


Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk.
C. Teori Proses Menua
1. Teori Biologis
a) Teori genetic clock. Teori ini merupakan teori intrinsic yang menjelaskan
bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah
terprogram secara genetic untuk spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti
selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut
replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati.
b) Teori mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya
mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan
dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan
terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau
penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh
yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel (Suhana, 1994; Constantinides, 1994).

2. Teori Nongenetik
a) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory). Mutasi yang
berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal
inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia
(Goldstein, 1989). Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan
kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi
kelainan auto-imun.

Page 5

b) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory). Teori radikal
bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses
metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas
merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
electron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau
molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam
tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
oksidasi oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi (Halliwel, 1994). Radikal
bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi sel.
Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor,
asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet yang
mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
c) Teori menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan dalam berbagai
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan
asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur
(Bahri dan Alem, 1989; Boedhi Darmojo, 1999).
d) Teori rantai silang (cross link theory). Teori ini menjelaskan bahwa menua
disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul
kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan
yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada
proses menua.
e) Teori Fisiologis. Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri
atas teori oksidasi stress, dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di sini
terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah dipakai
(regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kstabilan lingkungan
eksternal).
D. Perubahan Biologis Pada Lansia
1. Sel
a) Jumlah sel menurun/menjadi sedikit.
b) Ukuran sel lebih besar.
c) Berkurangnya cairan tubuh dan cairan intra seluler.
d) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati.
e) Jumlah sel otak menurun.
f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g) Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%.
Page 6

h) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.


2. Sistem Respirasi
a) Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan
menjadi kaku.
b) Aktivitas silia menurun.
c) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman bernafas
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)

menurun.
Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang.
Berkurangnya elastisitas bronkus.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
Karbondioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.
Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang.
Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.
Sering terjadi emfisema senilis.
Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun
seiring pertambahan usia.

3. Sistem Kardiovaskuler
a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
b) Elastisitas dinding aorta menurun
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun
(frekuensi denyut jantung maksimal= 200-umur)
d) Curah jantung menurun.
e) Kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk
(duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi
65mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
g) Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer, sistol normal 170 mmHg, diastol normal 95 mmHg.
4. Sistem Persarafan
a) Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun.
b) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap
harinya).
c) Mengecilnya saraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon
penglihatan dan pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih
sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah.
d) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
e) Defisit memori.
5. Sistem Pencernaan

Page 7

a) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi


setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang
buruk.
b) Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indra
pengecap (80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa
manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam,
dan pahit.
c) Esofagus melebar.
d) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun,
motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f) Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu, terutama karbohidrat).
g) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang.
6. Sistem Genitourinaria
a) Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui
urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari
ginjal yang disebut nefron (tepatnya di gromerulus). Mengecilnya nefron
akibat atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi
tubulus berkurang. Akibatnya, kemampuan mengonsentrasi urine menurun,
berat jenis urine menurun, proteinuria (biasanya +1), BUN (blood urea
nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat. Keseimbangan elektrolit dan asam lebih mudah terganggu bila
dibandingkan dengan usia muda. Renal plasma flow (RPF) dan glomerular
filtration rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30
tahun. Jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.
b) Vesika urinaria. Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml
atau menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria lanjut usia,
vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine
meningkat.
c) Pembesaran prostat. Kurang lebih 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
7. Sistem Muskuloskeletal
a) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.
b) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.
c) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata, pergelangan, dan
d)
e)
f)
g)

paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut.
Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus.
Kifosis.
Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
Gangguan gaya berjalan.
Page 8

h)
i)
j)
k)
l)

Kekakuan jaringan penghubung.


Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).
Persensian membesar dan menjadi kaku.
Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban,
otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit

dipahami).
m) Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak,
kolagen, dan jaringan parut).
n) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
o) Otot polos tidak begitu berpengaruh.
8. Sistem Penglihatan
a) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang.
b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, susah melihat dalam gelap.
e) Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia,
seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.
f) Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang.
g) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala.
9. Sistem Pendengaran
a) Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
d) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan/stress.
e) Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah,
bisa terus menerus atau intermitten).
f) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar).
10. Sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi karena beberapa faktor
yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain:
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis 350C ini akibat
metabolisme yang menurun.
b) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula
menggigil, pucat, dan gelisah.
c) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
Page 9

11. Sistem Reproduksi


a) Wanita
1) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.
2) Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi.
3) Atrofi payudara.
4) Atrofi vulva.
5) Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
b) Pria
1) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan
secara berangsur-angsur.
2) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi
kesehatannya baik.
12. Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang
memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam
pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme organ tubuh. Yang
termasuk hormon kelamin adalah:
a) Estrogen, progesterone, dan testosterone yang memelihara alat reproduksi
dan gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan.
b) Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam
pengaturan gula darah).
c) Kelenjar adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang
berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam
tubuh yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan
baik, dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah. Kegiatan
kelenjar adrenal ini berkurang pada lanjut usia.
d) Produksi hampir semua hormon menurun.
e) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
f) Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di
dalam pembuluh darah; berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan
LH.
g) Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat
menurun.
h) Produksi aldosteron menurun.
i) Sekresi hormon kelamin, misalnya

progesterone,

estrogen,

dan

testosterone menurun.
13. Sistem Integumen
a) Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat kehilangan jaringan lemak
b) Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan
proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis).
Page 10

c) Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata


pada permukaan kulit sehingga tampak berbintik-bintik atau noda cokelat.
d) Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di
ujung mata akibat lapisan kulit menipis.
e) Respons terhadap trauma menurun.
f) Mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun, produksi
vitamin D menurun, pigmentasi kulit terganggu.
g) Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.
h) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
i) Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
j) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
k) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
l) Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
m) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
n) Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
E. Penyakit-Penyakit Pada Lansia
1. Sistem Pernapasan
a) Emfisema
Emfisema dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan struktur paruparu dalam bentuk pelebaran saluran napas di ujung akhir bronkus disertai
dengan kerusakan dinding alveolus. Penyakit ini termasuk dalam penyakit
paru obstruktif kronik yang menimbulkan kesulitan pengeluaran udara
pernapasan. Penyakit ini bersifat progresif dan biasanya diawali dengan sesak
napas. Gejala emfisema dapat berupa batuk yang disertai dahak berwarna
putih atau mukoid, dan jika terdapat infeksi, sputum tersebut menjadi purulen.
Badan terlihat lelah, nafsu makan berkurang, dan berat badan pasien menurun.
b) Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang
menyebabkan hiperresponsivitas jalan napas. Penyakit asma ditandai dengan 3
hal, antara lain penyempitan saluran napas, pembengkakan, dan sekresi lendir
yang berlebih di saluran napas. Secara umum gejala asma adalah sesak napas,
batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi wheezing, yang biasanya
timbul secara episodic pada pagi hari menjelang waktu subuh karena pengaruh
keseimbangan hormone kortisol yang kadarnya rendah saat pagi hari dan
berbagai faktor lainnya.
c) Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting
pada lansia. Penyakit ini menduduki peringkat keempat penyebab kematian
dan infeksi paru dan sering merupakan penyakit terminal yang dialami lansia.
Pneumonia pada lansia dapat bersifat akut atau kronis. Gejala pneumonia
Page 11

bermacam-macam bergantung pada kondisi tubuh dan jenis kuman penyebab


infeksi. Beberapa tanda dan gejala pneumonia meliputi demam, batuk, napas
pendek, berkeringat, menggigil, dada terasa berat dan nyeri saat bernapas
(pleuritis), nyeri kepala, nyeri otot dan lesu. Pada lansia, gejala dan tandatanda ini lebih ringan, bahkan suhu tubuh dapat lebih rendah dari nilai normal.
d) Bronkitis
Bronkitis merupakan peradangan membran mukosa yang melapisi
bronkus dan/atau bronkiolus, yaitu jalan napas dari trakea ke paru-paru.
Bronkitis dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut dan kronis. Bronkitis
akut ditandai dengan batuk dengan atau tanpa sputum, terdiri atas mucus yang
diproduksi di saluran napas. Sedangkan bronkitis kronis merupakan satu dari
penyakit paru obstruktif kronis dengan batuk produktif yang berlangsung
sampai 3 bulan atau lebih setiap tahunnya selama 2 tahun.
2. Sistem Kardiovaskuler
a) Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan
tekanan darah baik secara lambat atau mendadak (akut). Hipertensi menetap
(tekanan darah yang tinggi yang tidak menurun) merupakan faktor risiko
terjadinya stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal, dan
aneurisma. Meskipun peningkatan tekanan darah relative kecil, hal tersebut
dapat menurunkan angka harapan hidup. Biasanya penyakit ini tidak
memperlihatkan gejala, meskipun beberapa pasien melaporkan nyeri kepala,
lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang terasa panas atau telinga
mendenging.
b) Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Serangan jantung biasanya terjadi jika bekuan darah menutup aliran darah
di arteri coronaria, yaitu pembuluh darah yang menyalurkan makanan ke otot
jantung. Penghentian suplai darah ke jantung akan merusak atau mematikan
sebagian jaringan otot jantung. Gejala yang sering muncul pada serangan
jantung dapat berupa rasa tertekan, rasa penuh atau nyeri yang menusuk di
dada dan berlangsung selama beberapa menit. Nyeri tersebut juga dapat
menjalar dari dada ke bahu, lengan, punggung dan bahkan dapat juga ke gigi
dan rahang. Episode ini dapat semakin sering dan semakin lama. Kadangkadang, gejala yang timbul berupa sesak napas, berkeringat (dingin), rasa
cemas, pusing, atau mual sampai muntah. Pada perempuan, gejala-gejala
Page 12

tersebut dirasa kurang menonjol. Namun, gejala tambahan dapat timbul,


berupa nyeri perut seperti terbakar, kulit dingin, pusing, rasa ringan di kepala,
dan terkadang disertai rasa lesu yang luar biasa tanpa sebab yang jelas.
c) Gagal Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada umur 65 tahun atau lebih, dan insiden
meningkat pada lansia yang berumur lebih dari 70 tahun. Keadaan ini
merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah sesuai kebutuhan
fisiologis. Angka rawat inap gagal jantung pada pasien lansia semakin
bertambah dalam 20 tahun terakhir. Gagal jantung pada usia tua biasanya
disebabkan hipertensi arterial yang memengaruhi pemompaan darah yang
akhirnya menyebabkan gagal jantung atau terjadi akibat PJK. Hipertensi dan
PJK juga mengganggu curah jantung. Kelainan katup menyebabkan gangguan
ejeksi, pengisisan dan preload kronis yang diakhiri dengan gagal jantung.
3. Sistem Persaraf
a) Penyakit Alzheimer
Penyakit ini merupakan bagian dari demensia. 50-60% demensia
ditimbulkan

penyakit

Alzheimer.

Istilah

demensia

digunakan

untuk

menggambarkan sindrom klinis dengan gejala penurunan daya ingat dan


kemunduran fungsi intelektual lainnya. Pasien mengalami kemunduran fungsi
intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada sedikitnya 3
dari 5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi berbahasa,
mengingat, melihat, emosi, dan memahami.
b) Stroke
Stroke terjadi bila aliran darah ke otak mendadak terganggu atau jika
pembuluh darah di otak pecah sehingga darah mengalir keluar ke jaringan otak
disekitarnya. Sel-sel otak akan mati jika tidak mendapatkan oksigen dan
makanan atau akan mati akibat perdarahan yang menekan jaringan otak
sekitar. Stroke dapat dibagi atas 2 kategori besar, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Yang pertama terjadi akibat penyumbatan aliran darah
sedangkan yang kedua karena pecahnya pembuluh darah. Delapan puluh
persen kasus stroke disebabkan oleh iskemia dan sisanya akibat perdarahan.
c) Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit saraf dengan gejala utama
berupa tremor, kekakuan otot, dan postur tubuh yang tidak stabil. Penyakit ini
terjadi akibat sel saraf (neuron) yang mengatur gerakan mengalami kematian.
Ciri penyakit Parkinson merupakan kelompok gejala yang tergabung dalam
kelainan gerakan. Empat gejala utama Parkinson adalah tremor atau gemetar
Page 13

di tangan, lengan, rahang, atau kepala; kekakuan di otot atau ekstremitas;


bradikinesia, atau perlambatan gerakan; postur tubuh yang tidak stabil atau
gangguan keseimbangan. Gejala biasanya timbul secara perlahan dan semakin
lama semakin parah. Pada taraf gejala maksimal, pasien tidak dapat berjalan,
berbicara, atau bahkan melakukan suatu pekerjaan yang sederhana. Penyakit
ini bersifat menahun, progresif, tidak menular, dan tidak diturunkan.
4. Sistem Pencernaan
a) Inkontinensia Alvi
Keadaan ketika seseorang kehilangan kontrolnya dalam mengeluarkan
tinja, yaitu pasien mengeluarkan tinja tidak pada waktunya, tidak dapat
menahannya atau terjadi kebocoran produk ekskresi tersebut. Mereka dengan
keluhan ini dalam pergaulan merasa tersisihkan dan rendah diri yang akhirnya
dapat menimbulkan gangguan jiwa.
b) Diare
Keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan frekuensi BAB lebih
dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang cair, terkadang terdapat
ampas dan lendir. Hal ini terjadi karena fungsi fisiologis sistem pencernaan
lansia yang sudah mulai menurun dan juga disebabkan oleh bakteri dan faktor
psikologis.
5. Sistem Perkemihan
a) Gagal Ginjal Akut
Terjadi penurunan mendadak fungsi ginjal dalam membuang cairan dan
ampas darah ke luar tubuh. Jika ginjal tidak mampu menyaring darah, cairan
dan ampas tersebut akan menumpuk dalam tubuh. Keadaan ini dapat pulih
kembali dan jika kondisi pasien cukup baik fungsi ginjal dapat kembali normal
dalam beberapa minggu, misalnya akibat penyakit kronis seperti PJK, stroke,
infeksi berat ataupun penyakit penyerta lainnya. Tanda dan gejalanya dapat
berupa penurunan jumlah pengeluaran urine meskipun sesekali pengeluaran
masih dapat terjadi, retensi air yang dapat menimbulkan edema tungkai,
mengantuk, sesak napas, lesu, bingung, kejang atau koma pada kasus berat,
dan nyeri dada akibat perikarditis. Biasanya pasien tidak memperhatikan
tanda/gejala awal ini tetapi lebih terfokus pada keluhan penyakit penyerta.
b) Gagal Ginjal Kronis
Terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan tanda/gejala yang
minimal. Banyak pasien yang tidak menyadari timbulnya keadaan tersebut
sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25%. Penyebabnya adalah diabetes dan
Page 14

hipertensi. Beberapa tanda dan gejala yang mungkin dapat diketahui adalah
hipertensi, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia, mual dan
muntah, lesu dan gelisah, kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas,
penurunan daya ingat, kedutan dan kram otot, BAB berdarah, kulit
kekuningan, dan rasa gatal.
c) BPH (Benign Prostat Hiperplasia/Hipertropi)
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain:
jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan
uretra pars prostatika. Gejala klinik terjadi oleh karena 2 hal, yaitu
penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih dan Retensi air
kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Gejala klinik dapat berupa frekuensi
berkemih bertambah, berkemih pada malam hari, kesulitan dalam hal memulai
dan menghentikan berkemih, air kemih masih tetap menetes setelah selesai
berkemih, rasa nyeri pada waktu berkemih.
d) Inkontinensia Urine
Terjadinya pengeluaran urine secara spontan pada sembarang waktu di luar
kehendak. Keadaan ini umum dijumpai pada lansia. Dari segi medis,
inkontinensia mempermudah timbulnya ulkus dekubitus, infeksi saluran
kemih, sepsis, gagal ginjal, dan peningkatan angka kematian.
6. Sistem Muskuloskeletal
a) Osteoartritis
Pada penyakit ini, rasa kaku biasanya timbul pada pagi hari setelah tidur,
dan sendi terasa nyeri jika digerakkan, tetapi dapat menghilang beberapa saat
setelah digerak-gerakan. Rasa nyeri dan kaku dapat timbul secara bergantian
selama beberapa bulan atau tahun. Peradangan ini paling bersifat asimetris.
Osteoartritis terjadi akibat ausnya sendi, yang merusak tulang rawan pada
lapisan terluar sendi karena penggunaan sendi yang berulang-ulang. Tulang
yang berdekatan akan saling bergeser sehingga menimbulkan rasa nyeri.
Penyakit ini biasanya mengenai daerah lutut dan punggung.
b) Artritis rheumatoid (arthritis simetris)
Pada penyakit ini, kaku pada pagi hari tidak mereda setelah 1 atau 2 jam.
Kadang-kadang kaku merupakan tanda awal penyakit ini. Peradangan sendi
lain dapat berupa nyeri dan keletihan yang semakin berat. Pembengkakan
sendi pada beberapa bagian tubuh seperti tangan, kaki, siku, pergelangan

Page 15

kanan-kiri yang terpapar secara simetris juga dimasukkan dalam criteria


arthritis rheumatoid.
c) Ankylosing spondylitis
Penyakit ini paling sering mengenai tulang belakang atau bagian lain,
seperti bahu, tangan, dan kaki, biasanya secara asimetris.
d) Psoriatic arthritis
Hingga 30% pengidap psoriasis juga akan mengalami psoriatic arthritis.
Kelainan ini biasanya bersifat asimetris, tetapi juga dapat timbul secara
simetris, menyerupai arthritis rheumatoid.
e) Pirai (gout)
Jenis arthritis ini menimbulkan nyeri yang cukup hebat dengan terjadinya
penumpukan asam urat di sendi-sendi. Keadaan ini biasanya pertama kali
mengenai ibu jari kaki sampai berwarna kemerahan dan bengkak, tetapi juga
dapat mengenai sendi lainnya. Rasa nyeri tersebut dapat cepat berkembang.
f) Artritis pada lupus
Artritis dapat terjadi pada lupus eritematosus, yaitu penyakit peradangan
kronis jaringan ikat yang terjadi karena sistem imunitas tubuh menyerang
jaringan atau organ pasien sendiri. Inflamasi terlihat pada berbagai sistem
tubuh yang berbeda, mencakup sendi, kulit, ginjal, sel darah, jantung, dan
paru.
g) Peradangan sendi
Keparahan penyakit ini dinilai berdasarkan derajat ketidakmampuan
pergerakan yang ditimbulkannya. Bagi seseorang dengan fisik yang aktif,
gangguan arthritis ringan sudah dianggap sebagai suatu bencana.
h) Osteoporosis
Keadaan ini merupakan kondisi tulang yang keropos, rapuh, atau mudah
patah. Penyebabnya adalah perubahan kadar hormon, kekurangan kalsium dan
vitamin D, dan/atau kurangnya aktivitas fisik. Osteoporosis merupakan
penyebab utama fraktur orang dewasa terutama pada kaum perempuan.
7. Sistem Penglihatan
Katarak
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa
mata. Katarak yang tidak mendapatkan penanganan dapat menyebabkan glaucoma
fakomorfik. Lensa mata yang menua pada katarak dengan zonula siliaris yang
lemah dapat tergeser ke depan atau ke belakang sehingga persepsi cahaya yang
memasuki mata menjadi terganggu dan mengaburkan penglihatan seseorang.
Katarak pada lansia ditandai dengan kekeruhan lensa mata, pembengkakan lensa
yang berakhir dengan pengerutan dan kehilangan sifat transparansinya. Pada
keadaan lain katarak akibat usia lanjut ini, kapsul lensa akan mencair membentuk
Page 16

cairan kental putih yang menimbulkan peradangan hebat jika kapsul lensa
mengalami rupture dan cairan tersebut keluar, yang disebut katarak Morgagni.
8. Sistem Pendengaran
Presbiakusis
Presbiakusis merupakan istilah kedokteran untuk gangguan pendengaran
pada lansia. Keadaan ini biasanya terjadi pada usia 55 tahun atau lebih. Penyebab
gangguan pendengaran lainnya pada orang berusia tua antara lain karena infeksi
atau kerusakan di telinga dalam. Kemunduran pendengaran ini muncul bertahap
dalam beberapa tahun, yang mungkin tidak disadari pada awalnya. Gangguan
tersebut baru diketahui ketika pasien mengalami kesulitan mendengar suara orang
menelepon atau mengikuti pembicaraan pada kumpulan orang ramai. Teman atau
anggota family dapat terkejut karena pasien menyetel televisi terlalu keras atau
meminta pengulangan pertanyaan berkali-kali. Gangguan pendengaran ini dapat
menimbulkan keterasingan dan ketidakmampuan mendengar tanda bahaya.
9. Sistem Endokrin
Diabetes
Seseorang disebut mengidap diabetes jika terdapat kenaikan kadar gula
darah yang menetap. Penyakit ini terjadi pada segala umur, walaupun umumnya
lebih sering dijumpai pada lansia sebagai suatu penyakit kronis, yaitu sekitar 18%
pada kelompok individu berumur 65 tahun dan 25% di atas 85 tahun. Umumnya
terdapat 5 tanda gejala awal, yaitu peningkatan frekuensi berkemih, rasa haus,
bertambahnya nafsu makan, infeksi atau luka yang sukar sembuh, dan lesu.
Kadang-kadang gejala terawal berupa penglihatan yang kabur.
10. Sistem Reproduksi
Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi berarti kegagalan terjadinya dan ketidakmampuan
mempertahankan ereksi pada 50% usaha penetrasi pada persetubuhan. Disfungsi
ereksi dapat terjadi dari waktu ke waktu pada berbagai tingkat umur setelah
dewasa. Walaupun insiden disfungsi ereksi meningkat seiring pertambahan usia,
prevalensinya mencapai sekitar 52% pada umur antara 40-70 tahun dan meningkat
pada orang yang lebih tua, yaitu hampir mencapai 95% pada pria berumur >70
tahun, terutama dengan penyakit penyerta seperti diabetes. Disfungsi ereksi dapat
timbul akibat gangguan vascular, neurogenik, endokrin, kelainan struktur penis,
efek samping obat, dan stress psikologis.
F. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul
Berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam
penatalaksanaan untuk menanggulangi gangguan biologis pada lansia:
Page 17

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum,


2)
3)
4)
5)

penyempitan jalan napas.


Ketidakefektifan pola napas b.d. edema paru, bronkokontriksi.
Gangguan pertukaran gas b.d. kerusakan alveolus.
Nyeri akut b.d. peningkatan tekanan vascular serebral.
Inkontinensia alvi/urine b.d. menurunnya fungsi fisiologis otot-otot sfingter

karena penuaan.
6) Kelebihan volume cairan b.d. kerusakan fungsi ginjal.
7) Defisit volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan karena diare.
8) Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan,
distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
9) Konstipasi b.d. imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus).
10) Kerusakan mobilitas fisik b.d. nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan beban
berat badan, deformitas skeletal.
11) Gangguan citra tubuh b.d. perubahan kemampuan untuk melakukan tugastugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan
mobilitas.
12) Kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi/tirah baring yang lama.
13) Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang.
14) Defisit perawatan diri b.d. kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan,
daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi
15) Gangguan pola tidur b.d. nyeri, fibrosistis.
16) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan pengobatan
akibat kurang mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
17) Ansietas b.d. kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai
perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
18) Risiko cidera b.d. kerusakan penglihatan, kesulitan keseimbangan.
19) Nyeri b.d. trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah.
20) Peningkatan kadar gula darah b.d. kerusakan insulin.
21) Risiko tinggi infeksi b.d. perawatan luka gangren yang tidak adekuat.
22) Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan suplai darah ke daerah perifer.
23) Gangguan pola seksual b.d. nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan
kurang adekuat lubrikasi.
24) Ketidakberdayaan b.d. perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.
G. Rencana Keperawatan
Berikut ini adalah contoh rencana keperawatan yang bisa diberikan untuk
beberapa diganosa keperawatan di atas:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum,
penyempitan jalan napas.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas
klien efektif dengan kriteria hasil:
a) Klien menyatakan perasaan lega.
b) Keluarnya sputum/sekret.
Page 18

c) Klien mampu melakukan batuk efektif dan menyatakan strategi untuk


menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Keperawatan:
a) Jelaskan pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
b)
c)
d)
e)

terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.


Ajarkan pasien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma.
Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan

batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.


f) Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
g) Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas

sekresi:

mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan


1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
h) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
i) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dengan dokter, radiologi

dan

fisioterapi.
j) Pemberian expectoran.
k) Pemberian antibiotika.
2. Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan,
distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau
terkontrol dengan kriteria hasil:
a) Klien menyatakan perasaan nyaman.
b) Klien menunjukkan raut wajah lega.
c) Klien menyatakan skala nyeri berkurang.
Rencana Keperawatan:
a) Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta catat lokasi dan intensitas, faktor-faktor
yang mempercepat, dan respon rasa sakit nonverbal.
b) Berikan matras/kasur keras, bantal. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
c) Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
d) Tempatkan atau pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokanter,
bebat atau brace.
e) Anjurkan klien untuk sering merubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, serta hindari
gerakan yang menyentak.
Page 19

f) Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk
kompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan
sebagainya.
g) Berikan masase yang lembut.
h) Dorong penggunaan teknik manajemen stress, misal relaksasi progresif,
sentuhan terapeutik, biofeedback, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis
diri, dan pengendalian napas.
i) Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
j) Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai
dengan petunjuk.

3. Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang


Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami
fraktur baru dengan kriteria hasil:
a) Mempertahankan postur tubuh yang bagus.
b) Mempergunakan mekanika tubuh yang baik.
c) Mengonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D.
d) Rajin menjalankan latihan pembebanan berat badan.
e) Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari.
f) Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah.
g) Menciptakan lingkungan rumah yang nyaman.
Rencana Keperawatan:
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Dorong klien untuk latihan memperkuat otot, mencegah atrofi, dan
menghambat demineralisasi tulang progresif.
c) Latihan isometrik, untuk memperkuat otot batang tubuh.
d) Jelaskan kepada klien pentingnya menghindari membungkuk mendadak,
melenggok, dan mengangkat beban lama.
e) Berikan informasi bahwa aktivitas di luar rumah penting untuk memperbaiki
kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.

Page 20

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling
berkaitan. Fungsi masing-masing organ pada usia lanjut menurun secara kualitatif dan
kuantitatif, dan ini sudah dimulai sejak usia 30 tahun. Telah diuraikan berbagai
penyakit

yang

mungkin

timbul

pada

lansia

dengan

pencegahan

dan

penatalaksanaannya. Bagaimana menjaga kebugaran pada lansia dengan olahraga dan


pedoman umum gizi seimbang. Menjadi tua adalah proses alamiah, tetapi tentu saja
setiap orang mendambakan untuk tetap sehat di usia tua. Hal ini sesuai dengan slogan
Tahun Usia Lanjut WHO: do not put years to life but life into years, yang artinya usia
panjang tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan bahagia, mandiri sejauh mungkin
dengan mempunyai kualitas hidup yang baik.

Page 21

DAFTAR PUSTAKA

Maryam,R.S.2011.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba Medika


Stanley dan Beare.2007.Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Jakarta : ECG

Page 22

You might also like