You are on page 1of 44

LAPORAN KASUS

ILEUS OBSTRUKTIF DENGAN PERITONITIS TB


Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Pembimbing :
Letkol CKM dr. Dadiya, Sp.B.
Oleh :
Annisa Rahim
(01.210.6082)

ILMU BEDAH RST DR.SOEDJONO TINGKAT II MAGELANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
ILEUS OBSTRUKTIF DENGAN PERITONITIS TB
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :
Annisa Rahim
(01.210.6082)

Telah disetujui dan disahkan oleh :


Dokter Pembimbing

Letkol CKM dr. Dadiya, Sp.B.

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Ileus Obstruktif dengan
Peritonitis TB.
Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Ileus Obstruktif dan Peritonitis TB dan merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing, Letkol CKM dr. Dadiya, Sp.B. yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan
kasus ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan
kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang
akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.

Magelang, Oktober 2014

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................

ii

KATA PENGANTAR...................................................................................

iii

DAFTAR ISI ................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar

Belakang
1

1.2 Tujuan

...................
1

1.3 Manfaat

............
1

BAB II LAPORAN KASUS....

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Anatomi

dan

Fisiologi

23
3.2 Ileus
30
3.3 Peritonitis TB
36
DAFTAR

PUSTAKA
45

iv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase
usus. Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik sedangkan ileus paralitik adalah
hilangnya peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah
abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus
akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Penyebab yang paling sering
dari obstruksi ileus adalah adhesi intraperitoneal.
Adhesi intraperitoneal didefinisikan sebagai jaringan fibrosa yang
menghubungkan antara dinding rongga abdomen bagian dalam dengan
permukaan visera abdomen atau antarsesama visera abdomen dimana
dalam keadaan normal jaringan tersebut tidak ada. Banyak faktor yang
menimbulkan adhesi, salah satunya peritonitis TB. Peritonitis TB
merupakan jenis abdominal TB, yaitu peradangan peritoneum yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Biasanya merupakan
kelanjutan proses tuberkulosis di tempat lain, terutama paru-paru. Penyakit
ini merupakan tuberkulosis yang jarang, namun demikian merupakan salah
satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan penyakitnya
perlahan-lahan, serta sering tanpa keluhan atau gejalanya yang tidak jelas,
maka sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan, sehingga
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
1.2. Tujuan
Mengetahui dan menambah wawasan tentang ileus obstruktif dan
peritonitis TB, dapat menegakkan diagnosis serta penatalaksanaannya.
1.3. Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk mempersiapkan para
calon dokter untuk menangani pasien di lapangan.
BAB II
LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Bowan, RT 04, RW 12, Tempuran, Tanggulrejo,
Magelang
Pekerjaan
: Swasta
Status Perkawinan
: Kawin
Tanggal Masuk RS : 11 September 2014
Bangsal
: Edelweis A2

II.

ANAMNESIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik di IGD
Pasien datang dengan keluhan sakit perut, tidak dapat kentut dan BAB
sejak 3 hari SMRS. Perut terasa panas dan keras. BAK menurun,
sedikit-sedikit, makan minum +/+.
-

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: sedang
Kesadaran
: composmentis
Vital sign
: Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 78x/menit
Suhu
: 37,5o C
RR
: 24x/menit
Kepala/leher
: Conjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/-

Thorax

: simetris, Suara Dasar Vesikuler +/+, Rhonki -/-,


Wheezing -/: Distensi, hipertimpani (+), Bising Usus menurun
: akral hangat (+), capillary refill < 2

Abdomen
Extremitas

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan EKG
Diagnosis
Ileus Osbtruktif
Terapi/Tindakan
2

Infus RL 18 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 x 1
Inj. Ranitidin 2 x 1
Inj. Antrain 3 x 1
Cateter
NGT
Rencana Operasi Besok

ANAMNESIS DI BANGSAL
Keluhan Utama
Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah. Nyeri


sudah dirasakan sejak 3 hari SMRS. Nyeri seperti terplintir-plintir,
awalnya

hilang timbul, semakin hari semakin

sakit sampai

mengganggu aktivitas dan perut terasa keras. Pasien merasa enakan


jika berbaring. Pasien juga merasa kembung dan badannya panas.
Tidak ada pusing, mual dan muntah disangkal. Batuk, sesak nafas, dan
keringat malam juga disangkal. Keluhan lain yang dirasakan pasien
adalah nafsu makan menurun, berat badan juga dirasakan berkurang,
belum bisa kentut dan BAB sejak 3 hari SMRS, BAK masih bisa tapi
sedikit, warna biasa.
-

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
Riwayat operasi
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat batuk lama
: disangkal
Riwayat hepatitis
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat serupa

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat trauma

: disangkal

Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat batuk lama

: disangkal

Riwayat hepatitis

: disangkal

Riwayat Kebiasaan :
Merokok

III.

: pernah, tapi sudah berhenti 4 bulan yang


lalu
Minum Alkohol
: disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Status pasien Jamsostek
PEMERIKSAAN
- Status Generalis
:
o Keadaan umum
: tampak lemas
o Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
o Vital Sign
:
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 85/menit , isi cukup, reguler
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 370C
-

Pemeriksaan Fisik
Kepala
: Normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah
dicabut.
Mata

: Pupil bulat isokor +/+ 3mm/3mm, konjungtiva anemis


(-/-), sclera ikterik (-/-), cekung.

Hidung
Leher

: Deviasi septum (-).


: Jejas (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-).

Thorax :
Paru
o Inspeksi

: Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-/-),

jejas (-).
o Palpasi

: Pengembangan paru yang tertinggal (-), fremitus

taktil (n/n).
o Perkusi
o Auskultasi

: Sonor
: SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung

o
o
o
o

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: iktus cordis tampak.


: iktus cordis kuat angkat.
: Tidak terdapat pelebaran batas jantung.
: BJ 1-BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :
o Inspeksi

: agak cembung, distensi, massa (-), jejas (-),

sikatrik (-).
o Auskultasi
o Palpasi

: Bising usus menurun


: defens muskular (+), nyeri tekan (+) seluruh

lapang abdomen
o Perkusi
: hipertimpani.
Ekstremitas
:
o Ekstremitas superior :
Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedem (-/-) capillary refill < 2
detik.
o Ekstremitas inferior :
Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedem (+/-), capillary refill < 2
detik
o NGT

: (+) warna hijau kehitaman

Hasil pemeriksaan USG (UGD RSUD Tidar 22-8-2014)

Hepar

permukaan rata, sudut lancip, tak tampak nodul, V. Porta/hepatica normal


Vesica felea
: ukuran dbn, dinding dbn, batu (-), tak tampak pelebaran

duktus bilier
Pancreas
: ukuran dbn, batu (-), tak tampak pelebaran duktus bilier
Lien
: ukuran dbn, parenkim dbn, nodul (-)
Renal bilateral : ukuran dbn, echostructure parenkim dbn, batas

kortikomedular tegas, SPC tak melebar, tak tampak batu


VU
: dinding tak menebal, reguler, batu (-), massa (-)
Tampak cairan bebas intraabdomen terutama perivesica urinaria.

Kesan

: ukuran normal, echostructure parenchyma normal,

: obs. Ada tanda-tanda peritonitis.

Hasil X Foto Thorax AP

Kesan
-

Bronchitis
Cardiomegali ringan
Sistema tulang intak
X Foto BNO 2 Posisi

Kesan
- Radiologi tak tampak tanda-tanda ileus maupun pneumoperitoneum
- Fecal material prominen
- Spondylosis lumbalis
Hasil pemeriksaan Labotaorium
Parameter
Hemoglobin
Albumin

Hasil
11,8
4,5

Range
11-15
3,8-5,1
6

Trombosit
Glukosa
Urea
Kreatinin
SGOT
SGPT

226
122 mg/dl
34 mg/dl
1,4 mg/dl
31 U/L
15 U/L

IV.

ASSESSMENT
Ileus Paralitik

V.

PLANNING

150-450
70-110
8-50
0-1,3
3-35
8-41

- Ceftriaxon 1 g
- Metronidazol 500 mg/8 jam
- Ranitidin 1 amp/12 jam
- Alinamin 1 amp/8 jam
- Antrain
- Puasa
- Infus RL 24 tpm
VI.

RIWAYAT RAWAT INAP


Follow up Pre-operasi (12 September 2014)
- Subjektif
: nyeri perut, kembung, flatus (-), tidak bisa BAB
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 85 x/menit

Respirasi
Suhu

o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen

: 20 x/menit
: 370C
:
: tampak lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi abdomen, peristaltik jauh, nyeri

tekan, hipertimpani.
BNO fecal >>
NGT cairan hitam, keruh.

Assesment
Planning

: Ileus Paralitik
:
- Ceftriaxon 1 g
- Metronidazol 500 mg/8 jam
- Ranitidin 1 amp/12 jam
- Alinamin 1 amp/8 jam
- Antrain
- Puasa
- Infus RL 24 tpm

Follow up Pre-operasi (13 September 2014)


- Subjektif
: nyeri perut, kembung, flatus (-), BAB (-)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84/menit
Respirasi
: 22/menit
Suhu
: 370C
o Status Generalis
:
Keadaan umum : tampak lemah
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: distensi, peristaltik menurun, nyeri tekan,

hipertimpani
RT: ampulla tidak kolaps, massa (-)

Assessment
Planning

: ileus paralitik
:
USG abdomen
terapi lanjut
coba minum

Follow up Pre-operasi (14 September 2014)


- Subjektif
: nyeri perut, kembung, flatus (-), BAB (-)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit

Respirasi
Suhu

: 20 x/menit
: 36,70C

o Status Generalis
:
Keadaan umum : lemah
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: distensi, BU , nyeri tekan, hipertimpani
o NGT cairan warna hijau (+), DC urin seperti teh (+) 100 cc
Assessment
: ileus paralitik
Planning
: terapi lanjut, masih puasa, rencana USG.

Follow up Pre-operasi (15 September 2014)


- Subjektif
: nyeri perut, kembung, flatus (-), BAB (-)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 85x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,70C
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
-

Assessment
Planning

:
: tampak lemah
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU , nyeri tekan, hipertimpani

: ileus paralitik
:
USG abdomen
Terapi lanjut
Coba minum

Follow up Pre-operasi (16 September 2014)


- Subjektif
: nyeri perut , BAB 2 x,
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36,70C

o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen

:
: lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU, nyeri tekan, hipertimpani

Hasil pemeriksaan USG

10

USG Abdomen dengan klinis Ileus Paralitik,


kesan :
-

Ascites (cairan ++)


Tak tampak jelas gambaran dilatasi sistema usus
Tak tampak kelainan pada liver, lien, VF, pancreas, kedua ren, VU dan

prostat
Assessment
Planning

: ileus paralitik
:
Aff NGT
Diet bubur
Terapi lanjut

Follow up Pre-operasi (17 September 2014)


- Subjektif
: nyeri perut, kembung (+)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Nadi
: 84 x/menit

11

Respirasi
Suhu
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
-

Assessment
Planning

: 20 x/menit
: 36,70C
:
: tampak lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU, nyeri tekan, hipertimpani

: ileus paralitik
:
mobilisasi
terapi lanjut

Follow up Pre-operasi (18 September 2014)


- Subjektif
: nyeri perut, kembung
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 85x/menit
Respirasi
: 22x/menit
Suhu
: 36,60C
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
-

Assessment
Planning

:
: lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU, nyeri tekan, hipertimpani

: ileus paralitik
:
Puasa
NGT
Terapi lanjut

Follow up Pre-operasi (19 September 2014)


- Subjektif
: nyeri perut, kembung. BAB (-), flatus (-)
- Objektif
:
12

o Vital sign :
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu

: 110/80 mmHg
: 80x/menit
: 22x/menit
: 36,70C

o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen

:
: lemah
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi abdomen, BU, nyeri tekan (+),

defense muscular (+), hipertimpani


-

Assessment
Planning

: ileus paralitik
:
Pro laparotomi explorasi
Persetujuan keluarga
Konsul anestesi
Konsul jantung
Terapi lanjut

Laporan Operasi (19 September 2014)


-

Diagnosa pra bedah


Diagnosa pascabedah
Tindakan

: ileus obstruktif
: ileus obstruktif ec adhesi dengan TB usus
: Laparotomi eksplorasi

Laporan operasi
Pasien dilakukan spinal anestesi, antiseptik
Insisi median lapis demi lapis
Identifikasi usus, tampak nodul-nodul kecil warna putih menyelimuti

peritoneum dan usus, tampak adhesi.


Dilakukan suction cairan peritonitis
Cuci cavum abdomen
Pasang drain
Jahit luka lapis demi lapis

Dokumentasi Saat Operasi

13

Instruksi post operasi


-

Awasi keadaan umum dan vital sign


Infus RL 20 tpm
Cyprofloxacin 0,2 g/12 jam
Ketorolax 30 mg/8 jam
Antrain /8 jam
Ranitidin / 12 jam
Alinamin /8 jam

Follow up Post-operasi (20 September 2014)


- Subjektif
: nyeri luka operasi, BAB (-)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 86x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
:36,8 0C
o Status Generalis
:
Keadaan umum : lemas
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
14

Abdomen

Assesment
Planning

: perban+hipafix (+), BU , nyeri tekan


: post laparotomi H I
:
o Coba minum
o Terapi lanjut

Follow up Post-operasi (21 September 2014)


- Subjektif
: nyeri luka operasi, flatus (+)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 85 x/menit
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
: 36,70C
o Status Generalis
:
Keadaan umum : sedang
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: perban+hipafix (+), BU (+), nyeri
- Assesment
: post op H II
- Planning
: terapi lanjut
Follow up Post-operasi (22 September 2014)
- Subjektif
: nyeri luka operasi
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,70C

o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen

:
: sedang
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: perban +hipafix (+),BU (+), nyeri

Assesment
Planning

: post op HIII peritonitis TB


:
o Raber paru
o Klem NGT coba minum

15

o Aff drain
o Terapi lanjut
Follow up Post-operasi (23 September 2014)
- Subjektif
: nyeri luka operasi, BAB (-)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 86x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,70C
o Status Generalis
:
Keadaan umum : sedang
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: perban+hipafix (+), BU (+), supel, nyeri

NGT (+)

Assesment
Planning

: post laparotomi explorasi H+IV


:
o Klem NGT
o Diet cair
o Terapi lanjut

Follow up Post-operasi (24 September 2014)


- Subjektif
: nyeri luka operasi
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 86x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,70C
o Status Generalis
:
Keadaan umum : sedang
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: perban+hipafix (+), BU (+), supel
-

Assesment
Planning

: post op H + V
:
16

o
o
o
o

Aff NGT
Aff DC
Diet cair
Terapi lanjut

Follow up Post-operasi (25 September 2014)


- Subjektif
: nyeri luka operasi
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,70C
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
-

Assesment

usus
Planning

:
: sedang
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: perban+hipafix (+), supel, BU (+)
: post laparotomi ileus H+VI, TB
:
o Diet bubur
o Mobilisasi
o Terapi lanjut

Follow up Post-operasi (26 September 2014)


- Subjektif
: nyeri luka operasi
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,70C
o Status Generalis
:

17

Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen

Assesment

usus
Planning

: sedang
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: perban+hipafix (+), supel, BU (+), nyeri
: post laparotomi ileus H+VII, TB
:
o
o
o
o

Rawat jalan
GV
Cyprofloxacin 2 x 1
Asam Mefenamat 3 x 1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
ABDOMEN
Abdomen terdapat antara thorax dan pelvis. Cavitas abdominis berisi
peritoneum, organ cerna terbanyak (gaster, intestinum, hepar, vesica biliaris,
dan pancreas), lien, kedua ren, glandula suprarenalis, dan kedua ureter.
Dinding Abdomen Ventrolateral
Dinding abdomen terdiri atas beberapa lapisan jaringan, urutan dari
superficial ke profunda adalah:

18

Fig. 811 Abdominal muscles, Mm. abdominis; horizontal sections.


a above the umbilicus; b at the level of the umbilicus; c below the
umbilicus and the arcuate line
a. Cutis
b. Subcutis. Ada dua lapis: bagian superficial disebut fascia camper,
dan bagian profunda disebut fascia scarpa.
c. Fascia superficialis
d. Musculi abdominis

e. Fascia profunda

19

f. Jaringan ekstraperitoneal
PERITONEUM
Peritoneum merupakan membran serosa tipis yang membatasi
dinding abdomen dan rongga pelvis dan meliputi visera abdomen dan
pelvis. Peritoneum parietal melapisi dinding bagian dalam rongga abdomen,
diafragma dan organ retroperitoneum. Sedangkan peritoneum visceral yang
melekat pada organ-organ dalam abdomen. Organ yang dibungkus oleh
peritoneum kira-kira lebih dari 2/3 bagiannya disebut organ intraperitoneal,
sedangkan yang kurang dari 2/3 bagiannya disebut sebagai organ
ekstraperitoneal.
Ruang potensial diantara peritoneum parietal dan visceral disebut
rongga atau cavitas peritonealis. Pada laki-laki cavitas ini merupakan ruang
tertutup, tetapi pada perempuan terdapat hubungan dengan dunia luar
melalui tuba uterina, uterus, dan vagina. Rongga peritoneal dibagi menjadi
dua bagian, yaitu kantong besar dan kantong kecil (bursa omentalis).
Kantong besar merupakan ruang utama rongga peritoneal dan terbentang di
seluruh luas abdomen, dan dari diafragma sampai pelvis. Kantong kecil
adalah ruang yang lebih kecil dan terletak di belakang lambung, sebagai
divertikulum dari kantong besar. Kantong kecil bermuara melalui suatu
jendela oval yang disebut foramen epiploicum Winslow.

20

Cairan peritoneum terdiri dari eksudat serous (rata-rata 10 cc), yang


jumlahnya tergantung dari kondisi fisiologis (siklus menstruasi) atau
kondisi patologis (ascites). Cairan ini berfungsi memelihara permukaan
peritoneum

tetap

licin

dan

mempermudah

pergerakan

bebas

antarvisera.Cairan peritoneum normal mengandung protein plasma,


protein aktif seperti sitokin dan chemokin (interleukin, TGF, TNF), selsel makrofag, sel-sel free floating mesothel, limfosit dan sel PMN. Sel-sel
mesotel peritoneum melapisi jaringan ikat yang mengandung pembuluh
darah, kolagen, limfosit, fibroblas, makrofag, sel plasma, dan sel mast. Sel
mesotel akan mensekresikan IL-1, IL 6, IL 8, TGF, TNF. Tempat
pertama terjadinya adhesi adalah pada permukaan peritoneum. Permukaan
peritoneum yang sangat mudah rusak dan kecepatan remesoteliasasi

21

adalah faktor penting pembentukan adhesi. Cedera atau inflamasi pada


peritoneum akan memulai serangkaian reaksi yang diawali dengan
pelepasan berbagai mediator kimia pada daerah yang mengalami cedera.

Daerah-daerah khusus dari Peritoneum:


a. Mesenterium, merupakan lipatan peritoneum berlapis ganda yang
melekatkan bagian usus ke dinding posterior abdomen, dan terdiri dari
mesenterium

usus

halus,

mesocolon

transversum,

dan

mesocolon

sigmoideum. Mesenterium memungkinkan usus dapat mudah bergerak


dalam rongga abdomen.
b. Omentum, adalah lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekatkan
lambung dengan organ berongga lainnya. Omentum majus melekat pada
curvatura major lambung dan tergantung seperti tirai pada ruang antara
lekukan-lekukan usus halus dan dinding anterior abdomen. Omentum majus
melipat kembali dan melekat pada pinggir bawah colon transversum.
Omentum minus menghubungkan curvatura minor lambung dengan

22

permukaan

bawah

hati.

Omentum

(ligamentum)

gastroduodenale

menghubungkan lambung dengan duodenum.


c. Ligamentum peritoneal, yang merupakan lipatan peritoneum berlapis
ganda yang melekatkan visera padat yang kurang dapat bergerak ke dinding
abdomen (mereka tidak mempuntai jaringan padat fibrosa seperti yang
ditemukan pada ligamentum yang berhubungan dengan tulang). Hati,
misalnya, dikaitkan dengan ligamentum falciforme ke dinding anterior
abdomen dan ke permukaan bawah hati.
Mesenterium, omentum dan ligamentum peritoneal memungkinkan
pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf mencapai berbagai organ visera.
Peritoneum parietal peka terhadap rasa nyeri, suhu, raba, dan tekan.
Peritoneum parietal dipersyarafi oleh enam nervi thoracici bagian bawah
dan nervus lumbalis l yaitu syaraf yang meyarafi kulit dan otot-otot yang
ada diatasnya. Bagian sentra peritoneum diaphragmatika dipersarafi oleh
nervus phrenicus. Sedangkan di perifer, peritoneum diaphragmatika
dipersarafi oleh enam nervi thoracici bagian bawah. Peritoneum parietal
didalam pelvis terutama dipersararafi oleh nervus obturatorius, sebuah
cabang plexus lumbalis.
Peritoneum visceral hanya peka terhadap regangan atau robekan, dan
tidak peka terhadap rasa raba, tekan, dan suhu. Peritoneum visceral
dipersarafi oleh saraf aferen otonom yang mensarafi visceral atau yang
berjalan melalui mesenterium. Peregangan yang berlebihan dari organ
berongga menimbulkan rasa nyeri.
a.

Organ intraperitoneal dan retroperitoneal:


Organ intraperitoneal: organ yang sebagian
permukaannya) diliputi peritoneum visceral
Gaster
Duodenum pars superior
Jejunum
Ileum
Caecum
Appendix vermiformis
Colon transversum
Colon sigmoid

besar

>

2/3

23

b.

Hepar
Vesica fellea
Lien
Cauda pancreas
Organ retroperitoneal: organ yang sebagain kecil (< 1/3 permukannya
ditutupi oleh peritoneum visceral)
1) Organ retroperitoneal primer: sejak embrio terletak pada
retroperitoneal
Ren
Ureter
Vesica urinaria
VCI
Aorta abdominalis
Ductus thoracicus
2) Organ retroperitoneal sekunder: semula intraperitoneal kemudian
menjadi retroperitoneal
Bagian lain duodenum (pars ascenden, descendens, horizontal)
Colon ascendens
Colon descendens
Rectum
Bagian lain pancreas (caput, collum, corpus)
INTESTINUM

1.

Intestinum Tennue
Terdiri dari duodenum, jejunum, ileum
1) Duodenum
Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm,
menghubungkan antara lambung dan jejunum, melengkung disekitar
caput pancreas, terdiri dari pars superior, descendens, horizontal, dan
pars ascendens.

Gb. 2. Duodenum
2) Jejunum dan Ileum

24

Panjangnya sekitar 6-7 meter pada dewasa, dan 4 meter pada anakanak. Membentang dari flexura duodenojejunalis sampai ke junctura
ileocaecal.
2.

Intestinum Crassum
Terbentang dari terminal ileum sampai ke anus. Fungsi utamanya
adalah untuk mengabsorbsi air dan eletrolit dan menyimpan bahan yang
tidak dicerna atau sisa dalam bentuk feses.Terdiri dari caecum (terdapat
appendix vermiformis), colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, colon sigmoid, rectum, dan canalis analis (anus).
Ciri-ciri intestinum crassum:
Taenia coli, merupakan agregasi stratum longitudinal tunica
muscularis yang menyerupai pita.
Haustra coli, pelipatan taenia pada tempat-tempat tertentu yang
mengalami sacculasi (membentuk kantong).
Appendix epiploica, sepanjang antimesenterica membentuk kantongkantong kecil yang berisi lemak dan vasa limpatica.

Gb. 3. Karakteristik Usus Besar


a.

Caecum
Terletak di regio inguinal dextra, merupakan kantong buntu.
Dipisahkan dari ileum terminal oleh Valvula ileocaecalis (katup
Bauhin), yang berfungsi untuk mencegah aliran balik fekal dari
colon ke dalam usus halus. Appendix vermiformis juga berhubungan
dengan rongga caecum melalui ostium appendicis vermiformis.
b. Colon
1) Colon Ascendens
Panjang 13-20 cm. Membentang dari caecum sampai ke
permukaan inferior lobus hepatis dextra, kemudian membelok ke
kiri membentuk flexura coli dextra atau flexura hepatica
kemudian menjadi colon transversum.
2) Colon transversum
Panjang kira-kira 38 cm, berjalan menyilang abdomen dari
flexura hepatica kemudian menggantung oleh mesocolon
transversum dan berjalan ke atas sampai flexura lienalis atau
flexura coli sinistra.
3) Colon Descendens

25

Panjang sekitar 20-25 cm, terbentang dari flexura lienalis sampai


ke pelvis dan melanjut sebagai colon sigmoid.
4) Colon Sigmoid
Terletak di pelvis dextra, bentuk seperti huruf S, memiliki
penggantung mesocolon sigmoidea.
c. Rectum
Panjang sekitar 12-13 cm. Bagian bawah rectum yang melebar
membentuk ampulla recti.
d. Canalis analis
Panjang sekitar 4 cm, berjalan ke bawah belakang ampulla recti
sampai anus.
3.2. ILEUS
Ileus berasal dari bahasa Yunani, artinya tergulung; hambatan pasase
isi usus. Ileus terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus
paralitik dan ileus obstruktif.
ILEUS PARALITIK
Ileus paralitik atau adinamic ileus merupakan keadaan dimana
usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya.
Etiologi
- Neurogenik: Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan
timbal
- Metabolik: gangguan keseimbangan elektrolit
- Obat-obatan: narkotik, antikolinergik
- Infeksi: pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis
- Iskemia usus
Gejala dan Tanda
- Gangguan pada siklus buang air besar, perut kembung, muntah, badan
meriang
- Distensi abdomen, meteoristik, bising usus menurun bahkan
menghilang
- Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.
Terapi
Terapi ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat.

26

Prognosis
Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit primernya dapat diatasi.
ILEUS OBSTRUKTIF
Ileus obstruktif disebut juga ileus mekanis (ileus dinamik), keadaan
dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan
dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vascularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen
usus tersebut.
Etiologi
Ileus obstruksi sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal
biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme:
a. blokade intralumen:
1) Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian jejunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi
untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
2) Tumpukan sisa makanan
Dijumpai pada orang yang pernah mengalami gasterektomi, biasanya
terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi lain yang jarang
ditemukan, dapat terjadi seteleh makan banyak sekali buah-buahan
yang mengandung banyak serat sehingga terjadi obstruksi ileum
terminal, seperti serat buah jeruk atau biji buah tertentu yang banyak
ditelan sekaligus.
3) Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari
saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan
batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
b. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus:
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma

27

ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal


ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di
mesenterium yang menekan usus.
c.

kompresi lumen atau kontriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal.


1) Hernia inkarserata
Obstruksi ini pada anak bisa dikelola secara konservatif dengan
posisi tidur Trendelenburg, jika tidak berhasil dalam 8 jam harus
dilakukan herniotomi segera.
2) Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum
akibat peritonitis setempat atau umum atau pascaoperasi. Ileus
karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
3) Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering
bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon
ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini
dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi
dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
4) Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri,
maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase
makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi.

Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma,


terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
Patofisiologi

28

1. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering
dapat ditemukan penyebabnya, misal berupa adhesi dalam
perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.
Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan disekitar
umbilikus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik
dirasakan di sekitar suprapubik.
Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijauan
dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi:
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour
(gambaran kontur usus), maupun darm steifung (gambaran
gerakan usus), biasanya nampak jelas saat penderita
mendapat serangan kolik yang disertai mual muntah dan pada
ileus obstruktif yang berat. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik.
2) Auskultasi
Adanya hiperperistaltik usus. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus proksimal
telah berdiatasi, maka aktivitas peristaltik bisa tidak ada atau
menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitik atau ileus obstruktif strangulata.
3) Palpasi dan perkusi

29

Didapatkan distensi abdomen dan perkusi timpani


yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan
mencari adanya tanda iritasi peritoneum atau nyeri tekan,
yang mencakup defense muscular involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dan eletrolit, Blood Urea
Nitrogen, kreatinin, dan serum amylase. Obstruksi
intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan
perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini
tak akan banyak membantu untuk diagnosis obstruksi
intestinal sederhana. Pemeriksaan eletrolit dan tes fungsi
ginjal
dapat
mendeteksi
adanya
hipokalemia,
hipokhloremia, dan azotemia pada 50% pasien.
2) Pemeriksaan Radiologi
a) USG ABDOMEN
Dapat memberikan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan usus halus. Pada
pasien dengan ileus obstruksi, USG dapat dengan jelas
memperlihatkan
usus
yang
distensi,
akurat
menunjukkan lokasi usus yang distensi, dapat
memperlihatkan peristaltik, membantu membedakan
obstruksi mekanik atau ileus paralitik. Pemeriksaan
USG lebih murah dan mudah, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%.
b) FOTO POLOS ABDOMEN
Ileus obstruktif termasuk salah satu keadaaan yang
dapat menimbulkan abdomen akut, yaitu keadaan
mendadak di dalam rongga abdomen yang memerlukan
tindakan segera.
Pada kasus abdomen akut dewasa, sebaiknya
dilakukan pemotretan polos abdomen > 2 posisi
(supine, erect/semierect, LLD).
2. Diagnosis Banding
a. Ileus paralitik
b. Appendicitis akut

30

c.
d.
e.
f.
g.

Kolesistitis, kolelitiasis, dan kolik bilier


Konstipasi
Dysmenorrhoe, endometriosis, dan torsio ovarium
Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
Pancreatitis akut

3. Penanganan
Pemasangan pipa nasogastrik, penderita dipuasakan; Tujuannya
adalah untuk mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan jangan
sampai usus terus menerus meregang akibat tertelannya udara
(mencegah distensi abdomen).
Rehidrasi intravena, perbaikan kadar elektrolit: Bertujuan untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dan memperbaiki
keadaan umum pasien. Monitor urin dengan pemasangan kateter
urin.
Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar
temuan adanya translokasi bakteri pada obstruksi intestinal.
Pada obstruksi partial atau karsinomatosis abdomen:
pemantauan dan konservatif
Tindak bedah bila: strangulasi, obstruksi lengkap, hernia
inkarserata, tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif.
4. Komplikasi
Komplikasi meliputi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan,
serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan
peritonitis, sepsis, dan kematian.
5. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulasi adalah 5-8% jika operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan
pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya
akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35-40%. Prognosis
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
3.3. PERITONITIS TB
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi membran serosa yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya dan
merupakan penyakit berbahaya dalam bentuk akut maupun kronis.
Peritonitis TB merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau
visceral yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini

31

sering mengenai seluruh peritoneum dan alat-alat sistem gastrointestinal,


mesenterium, serta organ genital interna.
TB peritoneal dapat terjadi melalui beberapa cara:
a. Melalui penyebaran hematogen melalui paru-paru.
b. Melalui dinding usus yang terinfeksi.
c. Dari kelenjer limfe mesenterium.
d. Melalui tuba fallopi yang terinfeksi.
Klasifikasi
Diketahui tiga bentuk tuberkulosis peritoneal
a. Bentuk eksudatif
Dikenal dengan bentuk basah atau bentuk asites yang banyak. Gejala
yang menonjol adalah perut yang membesar dan berisi cairan
asites. Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai.
Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuningkuningan. Nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh
yang berada di rongga peritoneum. Bentuk ini paling banyak
dijumpai.
Disamping pertikel yang kecil-kecil dijumpai tuberkel yang lebih
besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi
jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat
terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum
sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, cairan ascites
kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga
mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat
terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolah tumor.
b. Bentuk adhesif
Dikenal juga dengan bentuk kering atau plastik dimana cairan asites
tidak banyak dibentuk. Usus yang dibungkus oleh peritoneum dan
omentum yang mengalami reaksi fibrosis. Pada bentuk ini terdapat
perleketan antara peritoneum dan omentum. Perlengketan yang
luas antara peritoneum dan usus sering memberi gambaran seperti
tumor, kadang-kadang terbentuk fistel karena adanya perlengketanperlengketan. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus
obstruksi. Tuberkel-tuberkelnya biasanya lebih besar.
c. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang disebut bentuk kista. Pembentukan kista terjadi
melalui proses eksudasi dan adhesi bersama-sama sehingga
terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlekatan tersebut.

32

Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih


bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi
bentuk eksudatif dan kemudian adhesif.
Pada histopatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan
jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel
datia langerhans, dan perkejuan pada umumnya ditemukan.
Gejala Klinis
Gejala klinis TB peritoneal bervariasi. Pada umumnya keluhan dan
gejala timbul perlahan-lahan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini.
Pada lebih 70% kasus ditemukan keluhan yang berlangsung lebih dari 4
bulan. Keluhan yang paling sering adalah adanya nyeri perut,
pembengkakan perut, tidak nafsu makan, batuk, demam, kelemahan, berat
badan menurun dan distensi abdomen.
Gejala klinis dalam % menurut beberapa penelitian
Keluhan
Uzunkoy, 2004
Baloch, 2008
(11 pasien)
(86 pasien)
Sakit perut
72%
86%
Pembengkakan
63%
70%
perut
Batuk
Demam
52%
Keringat malam
36%
Anoreksia
45%
Kelelahan
81%
Berat badan
81%
46%
menurun

Dinler, 2008
(9 pasien)
55,5%
100%
33,3%
44,4%
33,3%
33,3%

33

Patofisiologi

34

35

Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang sering dijumpai adalah asites, demam,
pembengkakan perut, nyeri perut, pucat, dan kelelahan.
b. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas; sering
dijumpai anemia penyakit kronik, leukosit meningkat, kadang-kadang >
20.000/UL, trombositosis meningkat menunjukkan hemikonsentrasi, dan
sering laju endap darah yang meningkat.
Sebagian pasien mungkin negatif uji tuberkulin. Pemeriksaan
cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein > 3% g/dl.
Karakteristik cairan asites TB peritoneal
Variabel
Karakteristik
Tampilan makroskopis
Cairan bisa jernih, keruh, hemoragik atau chylous
Berat jenis
Bervariasi, > 1,061 (50%)
Protein
> 25 g/L (50%)
Eritrosit (> 10.000/L) 7%
Leukosit
>1000 /L (70%), biasanya 70% limfosit
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat dilihat adanya cairan dalam
rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantongkantong). Selain itu juga dapat ditemukan penebalan peritoneal dan

36

limfadenopati. USG merupakan metode yang mudah untuk mendeteksi


cairan dan limfadenopati. Oleh karena itu, USG dapat digunakan untuk
step awal investigasi untuk mendiagnosaTB peritoneal.
2) CT-scan
Tidak ada gambaran yang khas, secara umum ditemukan gambaran
peritoneum yang berpasir. Alat ini memiliki sensitivitas 69% . CT-scan
lebih baik dari USG dalam menggambarkan densitas asites dan nekrosis
dari limfa nodes.
3) Peritoneoskopi
Gambaran yang dapat dilihat berupa tuberkel kecil ataupun besar
pada dinding peritoneum atau organ di dalam rongga peritoneum, Selain
itu juga dapat dilihat adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen
usus, penebalan omentum, lengketan diantara usus, omentum, hati,
kendung empedu, dan peritoneum, penebalan peritoneum, dan adanya
cairan eksudat mungkin purulen atau bercampur darah.
4) Laparoskopi
Penebalan peritoneum, bercak keputihan dari tuberkel, asites, dan
perlengketannya dapat dilihat dengan menggunakan laparoskopi.
Laparoskopi memiliki sensitivitas 82%.
5) Biopsi
Peritonium biopsi merupakan gold standar diagnosa TB peritoneal.
Peritonium biopsi lebih reliable, cepat, aman untuk mendiagnosa TB
peritoneal. Biopsi memiliki sensitivitas 97%.
Gambaran patologi hasil biopsi berupa tuberkulum yang biasanya
besarnya 1 sampai 3 mm, terbentuk sebagai reaksi radang di sekitar
sekelompok basil TBC. Sebagian besar terdiri atas sel epiteloid yang
berasal dari histiosit dan makrofag. Beberapa sel itu akan membesar dan
berinti banyak dan terjadi nekrosis keju, sedangkan lapisan luarnya
terdiri atas sel limfosit.
6) Tes serologi
Serologi tes bertujuan untuk mendeteksi antibodi spesifik untuk
bakteri Mycobacterium tuberculosis. ELISA dapat mendiagnosa dengan
cepat komponen IgG yang mempunyai spesifik tinggi untuk TB
peritoneal.

PCR

dapat

digunakan

untuk

mendeteksi

DNA

mycobacterium. Selain itu terdapat cara baru yaitu dengan luciferase


37

reseptor assay, restrintion fragment length polymorphism, dan tes T.spot


(untuk melihat reaksi T-helper). Cara-cara tersebut mempunyai
sensitivitas 98% dan spesifik 97%.
Penatalaksanaan
Obat
Isoniazid
(INH)

Rifampisin
(R)
Pirazinamid
(Z)
Etambutol
(E)

Setiap hari
5 mg/kg
Maks. 300mg

10 mg/kg
Maks. 600mg
15-30 mg/kg
Maks. 2 g
15-30 mg/kg
Maks. 2,5 g

dosis
2x/minggu
15 mg/kg
Maks. 900mg

10 mg/kg
Maks. 600mg
50-70 mg/kg
Maks. 4 g
50 mg/kg

3x/minggu
15 mg/kg
Maks. 900mg

10 mg/kg
Maks. 600mg
50-70 mg/kg
Maks. 3 g
25-30 mg/kg

Efek samping

Streptomisin
(S)

15 mg/kg
Maks. 1 g

25-30 mg/kg
Maks. 1,5 g

25-30 mg/kg
Maks. 1 g

Neuropati
perifer
(dicegah dg vit
B6)
hepatotoksik
hepatotoksik
Ganggual
faal
hepar
Ketajaman
penglihatan
menurun
Kemampuan
membedakan
warna menurun
Nefrotoksis
Ototoksik
Neurotoksis
dengan
gejala
paresthesia
disekitar mulut
Hipersensitifita
s, sampai shok

Komplikasi
Komplikasi Peritonitis TB antara lain adhesi usus yang dapat menyebabkan
obstruksi usus, fistula, defisiensi nutrisi, sepsis, syok sepsis.
Prognosis
Prognosis TB peritoneal cukup baik bila diagnosa dapat ditegakkan dan
biasanya akan sembuh dengan pengobatan antituberkolosis yang adekuat.

38

DAFTAR PUSTAKA

Atzori, S., Gianpaolo V., Giuseppe D., 2012, Case Report Usefulness of
Ultrasound in the Diagnosis of Peritoneal Tuberculosis, Italy, Journal
Infect Dev Ctries.
Djumhana, A., Ileus Paralitik, Bandung, Sub Bagian GastroenteroHepatologi, Bagian IPD FK Unpad / RS dr. Hasan Sadikin.
Dizerega, G. S., 2000, Peritoneal Surgery, Los Angeles, Springer.

39

Johnson C, Baldessarre J, Levison M. Peritonitis: Update on


Pathophysiology, Clinical Manifestations, and Management. Clinical
Infectious Disease 1997;24:1035-47
Laboratorium Anatomi FK Unissula, 2011, Diktat Anatomi Situs Abdominis,
Semarang.
Malangoni MA : Peritonitis the Western experience. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1 : 25.
Moore, K L., Agur, A. M. R., 2002, Anatomi Klinis Dasar, Jakarta,
Hipokrates.
Paulsen, F., dan Waschke, 2012, Atlas Anatomi Manusia-Sobotta, edisi 23,
EGC, Jakarta.
Price, S. A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi, volume 1, edisi 6, EGC,
Jakarta
Sjamsuhidayat, R., Wim, D.J., 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 3, EGC,
Jakarta.

40

You might also like