Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Letkol CKM dr. Dadiya, Sp.B.
Oleh :
Annisa Rahim
(01.210.6082)
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ILEUS OBSTRUKTIF DENGAN PERITONITIS TB
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Disusun oleh :
Annisa Rahim
(01.210.6082)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Ileus Obstruktif dengan
Peritonitis TB.
Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Ileus Obstruktif dan Peritonitis TB dan merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing, Letkol CKM dr. Dadiya, Sp.B. yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan
kasus ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan
kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang
akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................
ii
KATA PENGANTAR...................................................................................
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1
1.2 Tujuan
...................
1
1.3 Manfaat
............
1
dan
Fisiologi
23
3.2 Ileus
30
3.3 Peritonitis TB
36
DAFTAR
PUSTAKA
45
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase
usus. Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik sedangkan ileus paralitik adalah
hilangnya peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah
abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus
akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Penyebab yang paling sering
dari obstruksi ileus adalah adhesi intraperitoneal.
Adhesi intraperitoneal didefinisikan sebagai jaringan fibrosa yang
menghubungkan antara dinding rongga abdomen bagian dalam dengan
permukaan visera abdomen atau antarsesama visera abdomen dimana
dalam keadaan normal jaringan tersebut tidak ada. Banyak faktor yang
menimbulkan adhesi, salah satunya peritonitis TB. Peritonitis TB
merupakan jenis abdominal TB, yaitu peradangan peritoneum yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Biasanya merupakan
kelanjutan proses tuberkulosis di tempat lain, terutama paru-paru. Penyakit
ini merupakan tuberkulosis yang jarang, namun demikian merupakan salah
satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan penyakitnya
perlahan-lahan, serta sering tanpa keluhan atau gejalanya yang tidak jelas,
maka sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan, sehingga
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
1.2. Tujuan
Mengetahui dan menambah wawasan tentang ileus obstruktif dan
peritonitis TB, dapat menegakkan diagnosis serta penatalaksanaannya.
1.3. Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk mempersiapkan para
calon dokter untuk menangani pasien di lapangan.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Bowan, RT 04, RW 12, Tempuran, Tanggulrejo,
Magelang
Pekerjaan
: Swasta
Status Perkawinan
: Kawin
Tanggal Masuk RS : 11 September 2014
Bangsal
: Edelweis A2
II.
ANAMNESIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik di IGD
Pasien datang dengan keluhan sakit perut, tidak dapat kentut dan BAB
sejak 3 hari SMRS. Perut terasa panas dan keras. BAK menurun,
sedikit-sedikit, makan minum +/+.
-
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: sedang
Kesadaran
: composmentis
Vital sign
: Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 78x/menit
Suhu
: 37,5o C
RR
: 24x/menit
Kepala/leher
: Conjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/-
Thorax
Abdomen
Extremitas
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan EKG
Diagnosis
Ileus Osbtruktif
Terapi/Tindakan
2
Infus RL 18 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 x 1
Inj. Ranitidin 2 x 1
Inj. Antrain 3 x 1
Cateter
NGT
Rencana Operasi Besok
ANAMNESIS DI BANGSAL
Keluhan Utama
Nyeri perut
sakit sampai
Riwayat serupa
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
Riwayat operasi
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
Riwayat hepatitis
: disangkal
Riwayat Kebiasaan :
Merokok
III.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
: Normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah
dicabut.
Mata
Hidung
Leher
Thorax :
Paru
o Inspeksi
jejas (-).
o Palpasi
taktil (n/n).
o Perkusi
o Auskultasi
: Sonor
: SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
o
o
o
o
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
o Inspeksi
sikatrik (-).
o Auskultasi
o Palpasi
lapang abdomen
o Perkusi
: hipertimpani.
Ekstremitas
:
o Ekstremitas superior :
Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedem (-/-) capillary refill < 2
detik.
o Ekstremitas inferior :
Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedem (+/-), capillary refill < 2
detik
o NGT
Hepar
duktus bilier
Pancreas
: ukuran dbn, batu (-), tak tampak pelebaran duktus bilier
Lien
: ukuran dbn, parenkim dbn, nodul (-)
Renal bilateral : ukuran dbn, echostructure parenkim dbn, batas
Kesan
Kesan
-
Bronchitis
Cardiomegali ringan
Sistema tulang intak
X Foto BNO 2 Posisi
Kesan
- Radiologi tak tampak tanda-tanda ileus maupun pneumoperitoneum
- Fecal material prominen
- Spondylosis lumbalis
Hasil pemeriksaan Labotaorium
Parameter
Hemoglobin
Albumin
Hasil
11,8
4,5
Range
11-15
3,8-5,1
6
Trombosit
Glukosa
Urea
Kreatinin
SGOT
SGPT
226
122 mg/dl
34 mg/dl
1,4 mg/dl
31 U/L
15 U/L
IV.
ASSESSMENT
Ileus Paralitik
V.
PLANNING
150-450
70-110
8-50
0-1,3
3-35
8-41
- Ceftriaxon 1 g
- Metronidazol 500 mg/8 jam
- Ranitidin 1 amp/12 jam
- Alinamin 1 amp/8 jam
- Antrain
- Puasa
- Infus RL 24 tpm
VI.
Respirasi
Suhu
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
: 20 x/menit
: 370C
:
: tampak lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi abdomen, peristaltik jauh, nyeri
tekan, hipertimpani.
BNO fecal >>
NGT cairan hitam, keruh.
Assesment
Planning
: Ileus Paralitik
:
- Ceftriaxon 1 g
- Metronidazol 500 mg/8 jam
- Ranitidin 1 amp/12 jam
- Alinamin 1 amp/8 jam
- Antrain
- Puasa
- Infus RL 24 tpm
hipertimpani
RT: ampulla tidak kolaps, massa (-)
Assessment
Planning
: ileus paralitik
:
USG abdomen
terapi lanjut
coba minum
Respirasi
Suhu
: 20 x/menit
: 36,70C
o Status Generalis
:
Keadaan umum : lemah
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: distensi, BU , nyeri tekan, hipertimpani
o NGT cairan warna hijau (+), DC urin seperti teh (+) 100 cc
Assessment
: ileus paralitik
Planning
: terapi lanjut, masih puasa, rencana USG.
Assessment
Planning
:
: tampak lemah
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU , nyeri tekan, hipertimpani
: ileus paralitik
:
USG abdomen
Terapi lanjut
Coba minum
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
:
: lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU, nyeri tekan, hipertimpani
10
prostat
Assessment
Planning
: ileus paralitik
:
Aff NGT
Diet bubur
Terapi lanjut
11
Respirasi
Suhu
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
-
Assessment
Planning
: 20 x/menit
: 36,70C
:
: tampak lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU, nyeri tekan, hipertimpani
: ileus paralitik
:
mobilisasi
terapi lanjut
Assessment
Planning
:
: lemas
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi, BU, nyeri tekan, hipertimpani
: ileus paralitik
:
Puasa
NGT
Terapi lanjut
o Vital sign :
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu
: 110/80 mmHg
: 80x/menit
: 22x/menit
: 36,70C
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
:
: lemah
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: distensi abdomen, BU, nyeri tekan (+),
Assessment
Planning
: ileus paralitik
:
Pro laparotomi explorasi
Persetujuan keluarga
Konsul anestesi
Konsul jantung
Terapi lanjut
: ileus obstruktif
: ileus obstruktif ec adhesi dengan TB usus
: Laparotomi eksplorasi
Laporan operasi
Pasien dilakukan spinal anestesi, antiseptik
Insisi median lapis demi lapis
Identifikasi usus, tampak nodul-nodul kecil warna putih menyelimuti
13
Abdomen
Assesment
Planning
o Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
:
: sedang
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: perban +hipafix (+),BU (+), nyeri
Assesment
Planning
15
o Aff drain
o Terapi lanjut
Follow up Post-operasi (23 September 2014)
- Subjektif
: nyeri luka operasi, BAB (-)
- Objektif
:
o Vital sign :
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 86x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Suhu
: 36,70C
o Status Generalis
:
Keadaan umum : sedang
Kesadaran
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: perban+hipafix (+), BU (+), supel, nyeri
NGT (+)
Assesment
Planning
Assesment
Planning
: post op H + V
:
16
o
o
o
o
Aff NGT
Aff DC
Diet cair
Terapi lanjut
Assesment
usus
Planning
:
: sedang
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: perban+hipafix (+), supel, BU (+)
: post laparotomi ileus H+VI, TB
:
o Diet bubur
o Mobilisasi
o Terapi lanjut
17
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala/Leher
Thorax
Abdomen
Assesment
usus
Planning
: sedang
: kompos mentis/ GCS : E4V5M6
: dbn
: dbn
: perban+hipafix (+), supel, BU (+), nyeri
: post laparotomi ileus H+VII, TB
:
o
o
o
o
Rawat jalan
GV
Cyprofloxacin 2 x 1
Asam Mefenamat 3 x 1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
ABDOMEN
Abdomen terdapat antara thorax dan pelvis. Cavitas abdominis berisi
peritoneum, organ cerna terbanyak (gaster, intestinum, hepar, vesica biliaris,
dan pancreas), lien, kedua ren, glandula suprarenalis, dan kedua ureter.
Dinding Abdomen Ventrolateral
Dinding abdomen terdiri atas beberapa lapisan jaringan, urutan dari
superficial ke profunda adalah:
18
e. Fascia profunda
19
f. Jaringan ekstraperitoneal
PERITONEUM
Peritoneum merupakan membran serosa tipis yang membatasi
dinding abdomen dan rongga pelvis dan meliputi visera abdomen dan
pelvis. Peritoneum parietal melapisi dinding bagian dalam rongga abdomen,
diafragma dan organ retroperitoneum. Sedangkan peritoneum visceral yang
melekat pada organ-organ dalam abdomen. Organ yang dibungkus oleh
peritoneum kira-kira lebih dari 2/3 bagiannya disebut organ intraperitoneal,
sedangkan yang kurang dari 2/3 bagiannya disebut sebagai organ
ekstraperitoneal.
Ruang potensial diantara peritoneum parietal dan visceral disebut
rongga atau cavitas peritonealis. Pada laki-laki cavitas ini merupakan ruang
tertutup, tetapi pada perempuan terdapat hubungan dengan dunia luar
melalui tuba uterina, uterus, dan vagina. Rongga peritoneal dibagi menjadi
dua bagian, yaitu kantong besar dan kantong kecil (bursa omentalis).
Kantong besar merupakan ruang utama rongga peritoneal dan terbentang di
seluruh luas abdomen, dan dari diafragma sampai pelvis. Kantong kecil
adalah ruang yang lebih kecil dan terletak di belakang lambung, sebagai
divertikulum dari kantong besar. Kantong kecil bermuara melalui suatu
jendela oval yang disebut foramen epiploicum Winslow.
20
tetap
licin
dan
mempermudah
pergerakan
bebas
21
usus
halus,
mesocolon
transversum,
dan
mesocolon
22
permukaan
bawah
hati.
Omentum
(ligamentum)
gastroduodenale
besar
>
2/3
23
b.
Hepar
Vesica fellea
Lien
Cauda pancreas
Organ retroperitoneal: organ yang sebagain kecil (< 1/3 permukannya
ditutupi oleh peritoneum visceral)
1) Organ retroperitoneal primer: sejak embrio terletak pada
retroperitoneal
Ren
Ureter
Vesica urinaria
VCI
Aorta abdominalis
Ductus thoracicus
2) Organ retroperitoneal sekunder: semula intraperitoneal kemudian
menjadi retroperitoneal
Bagian lain duodenum (pars ascenden, descendens, horizontal)
Colon ascendens
Colon descendens
Rectum
Bagian lain pancreas (caput, collum, corpus)
INTESTINUM
1.
Intestinum Tennue
Terdiri dari duodenum, jejunum, ileum
1) Duodenum
Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm,
menghubungkan antara lambung dan jejunum, melengkung disekitar
caput pancreas, terdiri dari pars superior, descendens, horizontal, dan
pars ascendens.
Gb. 2. Duodenum
2) Jejunum dan Ileum
24
Panjangnya sekitar 6-7 meter pada dewasa, dan 4 meter pada anakanak. Membentang dari flexura duodenojejunalis sampai ke junctura
ileocaecal.
2.
Intestinum Crassum
Terbentang dari terminal ileum sampai ke anus. Fungsi utamanya
adalah untuk mengabsorbsi air dan eletrolit dan menyimpan bahan yang
tidak dicerna atau sisa dalam bentuk feses.Terdiri dari caecum (terdapat
appendix vermiformis), colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, colon sigmoid, rectum, dan canalis analis (anus).
Ciri-ciri intestinum crassum:
Taenia coli, merupakan agregasi stratum longitudinal tunica
muscularis yang menyerupai pita.
Haustra coli, pelipatan taenia pada tempat-tempat tertentu yang
mengalami sacculasi (membentuk kantong).
Appendix epiploica, sepanjang antimesenterica membentuk kantongkantong kecil yang berisi lemak dan vasa limpatica.
Caecum
Terletak di regio inguinal dextra, merupakan kantong buntu.
Dipisahkan dari ileum terminal oleh Valvula ileocaecalis (katup
Bauhin), yang berfungsi untuk mencegah aliran balik fekal dari
colon ke dalam usus halus. Appendix vermiformis juga berhubungan
dengan rongga caecum melalui ostium appendicis vermiformis.
b. Colon
1) Colon Ascendens
Panjang 13-20 cm. Membentang dari caecum sampai ke
permukaan inferior lobus hepatis dextra, kemudian membelok ke
kiri membentuk flexura coli dextra atau flexura hepatica
kemudian menjadi colon transversum.
2) Colon transversum
Panjang kira-kira 38 cm, berjalan menyilang abdomen dari
flexura hepatica kemudian menggantung oleh mesocolon
transversum dan berjalan ke atas sampai flexura lienalis atau
flexura coli sinistra.
3) Colon Descendens
25
26
Prognosis
Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit primernya dapat diatasi.
ILEUS OBSTRUKTIF
Ileus obstruktif disebut juga ileus mekanis (ileus dinamik), keadaan
dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan
dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
vascularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen
usus tersebut.
Etiologi
Ileus obstruksi sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal
biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme:
a. blokade intralumen:
1) Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian jejunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi
untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
2) Tumpukan sisa makanan
Dijumpai pada orang yang pernah mengalami gasterektomi, biasanya
terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi lain yang jarang
ditemukan, dapat terjadi seteleh makan banyak sekali buah-buahan
yang mengandung banyak serat sehingga terjadi obstruksi ileum
terminal, seperti serat buah jeruk atau biji buah tertentu yang banyak
ditelan sekaligus.
3) Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari
saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan
batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
b. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus:
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma
27
28
1. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering
dapat ditemukan penyebabnya, misal berupa adhesi dalam
perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.
Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan disekitar
umbilikus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik
dirasakan di sekitar suprapubik.
Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijauan
dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi:
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour
(gambaran kontur usus), maupun darm steifung (gambaran
gerakan usus), biasanya nampak jelas saat penderita
mendapat serangan kolik yang disertai mual muntah dan pada
ileus obstruktif yang berat. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik.
2) Auskultasi
Adanya hiperperistaltik usus. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus proksimal
telah berdiatasi, maka aktivitas peristaltik bisa tidak ada atau
menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitik atau ileus obstruktif strangulata.
3) Palpasi dan perkusi
29
30
c.
d.
e.
f.
g.
3. Penanganan
Pemasangan pipa nasogastrik, penderita dipuasakan; Tujuannya
adalah untuk mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan jangan
sampai usus terus menerus meregang akibat tertelannya udara
(mencegah distensi abdomen).
Rehidrasi intravena, perbaikan kadar elektrolit: Bertujuan untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dan memperbaiki
keadaan umum pasien. Monitor urin dengan pemasangan kateter
urin.
Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar
temuan adanya translokasi bakteri pada obstruksi intestinal.
Pada obstruksi partial atau karsinomatosis abdomen:
pemantauan dan konservatif
Tindak bedah bila: strangulasi, obstruksi lengkap, hernia
inkarserata, tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif.
4. Komplikasi
Komplikasi meliputi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan,
serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan
peritonitis, sepsis, dan kematian.
5. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulasi adalah 5-8% jika operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan
pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya
akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35-40%. Prognosis
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
3.3. PERITONITIS TB
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi membran serosa yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya dan
merupakan penyakit berbahaya dalam bentuk akut maupun kronis.
Peritonitis TB merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau
visceral yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
31
32
Dinler, 2008
(9 pasien)
55,5%
100%
33,3%
44,4%
33,3%
33,3%
33
Patofisiologi
34
35
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang sering dijumpai adalah asites, demam,
pembengkakan perut, nyeri perut, pucat, dan kelelahan.
b. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas; sering
dijumpai anemia penyakit kronik, leukosit meningkat, kadang-kadang >
20.000/UL, trombositosis meningkat menunjukkan hemikonsentrasi, dan
sering laju endap darah yang meningkat.
Sebagian pasien mungkin negatif uji tuberkulin. Pemeriksaan
cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein > 3% g/dl.
Karakteristik cairan asites TB peritoneal
Variabel
Karakteristik
Tampilan makroskopis
Cairan bisa jernih, keruh, hemoragik atau chylous
Berat jenis
Bervariasi, > 1,061 (50%)
Protein
> 25 g/L (50%)
Eritrosit (> 10.000/L) 7%
Leukosit
>1000 /L (70%), biasanya 70% limfosit
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat dilihat adanya cairan dalam
rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantongkantong). Selain itu juga dapat ditemukan penebalan peritoneal dan
36
PCR
dapat
digunakan
untuk
mendeteksi
DNA
Rifampisin
(R)
Pirazinamid
(Z)
Etambutol
(E)
Setiap hari
5 mg/kg
Maks. 300mg
10 mg/kg
Maks. 600mg
15-30 mg/kg
Maks. 2 g
15-30 mg/kg
Maks. 2,5 g
dosis
2x/minggu
15 mg/kg
Maks. 900mg
10 mg/kg
Maks. 600mg
50-70 mg/kg
Maks. 4 g
50 mg/kg
3x/minggu
15 mg/kg
Maks. 900mg
10 mg/kg
Maks. 600mg
50-70 mg/kg
Maks. 3 g
25-30 mg/kg
Efek samping
Streptomisin
(S)
15 mg/kg
Maks. 1 g
25-30 mg/kg
Maks. 1,5 g
25-30 mg/kg
Maks. 1 g
Neuropati
perifer
(dicegah dg vit
B6)
hepatotoksik
hepatotoksik
Ganggual
faal
hepar
Ketajaman
penglihatan
menurun
Kemampuan
membedakan
warna menurun
Nefrotoksis
Ototoksik
Neurotoksis
dengan
gejala
paresthesia
disekitar mulut
Hipersensitifita
s, sampai shok
Komplikasi
Komplikasi Peritonitis TB antara lain adhesi usus yang dapat menyebabkan
obstruksi usus, fistula, defisiensi nutrisi, sepsis, syok sepsis.
Prognosis
Prognosis TB peritoneal cukup baik bila diagnosa dapat ditegakkan dan
biasanya akan sembuh dengan pengobatan antituberkolosis yang adekuat.
38
DAFTAR PUSTAKA
Atzori, S., Gianpaolo V., Giuseppe D., 2012, Case Report Usefulness of
Ultrasound in the Diagnosis of Peritoneal Tuberculosis, Italy, Journal
Infect Dev Ctries.
Djumhana, A., Ileus Paralitik, Bandung, Sub Bagian GastroenteroHepatologi, Bagian IPD FK Unpad / RS dr. Hasan Sadikin.
Dizerega, G. S., 2000, Peritoneal Surgery, Los Angeles, Springer.
39
40