You are on page 1of 69

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sejak tahun 1995, program pemberantasan Tuberkulosis Paru, telah
dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse
chemotherapy) yang direkomendasi oleh WHO. Kemudian berkembang seiring
dengan pembentukan GERDUNAS-TBC, maka pemberantasan penyakit Tuberkulosis
Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis (TBC).
Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan
yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan
yang paling cost-effective.
Dasar kebijaksanaan :
1. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada
April 1994. (Indonesia WHO joint evaluation on National TB Program)
2. Lokakarya Nasional Program P2TBC pada September 1994
3. Dokumen perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994.
4. Rekomendasi Komite Nasional Penanggulangan TBC paru (KOMNAS-TBC, 9
September 1996)
5. Gerdunas-TBC (Gerakan Nasional Penanggulangan Tuberkulosis) 24 Maret 1999
Dengan strategi DOTS, manajemen penanggulangan TBC di Indonesia,
ditekankan pada tingkat kabupaten / kota.
a. Masalah dunia

Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia

Pada tahun 1993, Who mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC,


karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak
terkendali. Ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil
disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).

Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita
baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of tuberculosis,
23

Guidelinesfor

National

Programmers,

1997).

Di

negara-negara

berkembang kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian, yang


sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di
negara berkembang, 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif
(15-50 tahun).

Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan


meningkat.

b. Masalah indonesia
Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat :

Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan


bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian

nomor tiga (3)

setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada


semua kelompok usia, dan nomor satu (1)dari golongan penyakit infeksi.

Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 580.000 kasus baru
TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000. Secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk indonesia terdapat 130 penderita
baru TBC paru BTA positif.

Rendahnya angka cakupan penemuaan suspek tuberkulosis dimasyarakat,


sehingga terjadi peningkatan persentasi pasien yang tertular ataupun
terjangkit tuberkulosis di Indonesia.

Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja. Program


penanggulangan TBC dengan strategi DOTS belum dapat menjangkau
seluruh puskesmas . Demikian juga Rumah Sakit Pemerintah, swasta dan
unit pelayanan kesehatan lainnya.

Tahun 1995-1998, cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS baru


mencapai sekitar 10% dan error rate pemeriksaan laboratorium belum
dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85%.

24

Penatalaksanaan penderita dan sistem pencatatan pelaporan belum


seragam disemua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.

Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap
dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC
terhadap Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistence
(MDR).

c. Masalah di Puskesmas Bangkinang Kota

Cakupan penemuan Suspek TB Paru tidak mencapai target yang


ditentukan, dari 600 suspek yang ditarget hanya bisa dicapai sebanyak

114 suspek (27 %)


Dari 32 kasus TB Paru BTA + yang diobati 32 kasus (100 %) telah
dinyatakan sembuh 13 (40%) , 2 kasus MDR (6,25%) dan 4 kasus pindah
berobat (12,5).

1.2 Analisi Situasi


1.2.1 Administrasi Pemerintahan
UPTD Puskesmas Bangkinang Kota terletak di Ibu Kota
Kabupaten Kampar, bangunan fisiknya berdiri di Kelurahan
Bangkinang, secara administratif berada dalam Kecamatan
Bangkinang Kota. Dipimpin oleh seorang Pejabat Struktural eselon
IV/a dibantu oleh seorang Kepala Sub Bagian Tata Usaha eselon
IV/b. Seluruh staf UPTD Puskesmas Bangkinang Kota bertanggung
jawab langsung kepada Kepala UPTD Puskesmas Bangkinang Kota,
sedangkan Kepala UPTD Puskesmas Bangkinang Kota bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar.
Jumlah
karyawan/karyawati
pada
UPTD
Puskesmas
Bangkinang Kota pada tahun 2014 adalah sebanyak 98 orang, terdiri
dari PNS 56 orang, PTT Pusat 4 orang, Honor Daerah 5 orang,
Tenaga Bantu UGD 13 orang dan TKS 20 orang.
1.2.2 Keadaan Geografis
Wilayah kerja UPTD UPTD Puskesmas Bangkinang Kota
adalah Kecamatan Bangkinang Kota dengan luas wilayah + 177,17
km 2 terdiri dari 2 Kelurahan dan 2 Desa, yaitu:
1.2.2.1.1.1

Kelurahan Bangkinang
25

1.2.2.1.1.2

Kelurahan Langgini

1.2.2.1.1.3

Desa Kumantan

1.2.2.1.1.4

Desa Ridan Permai

Batasan wilayah Kecamatan Bangkinang Kota sebagai berikut


:
1. Sebelah utara berbatasa dengan Kecamatan Bangkinang, dibatasi oleh
sungai kampar.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kampar Kiri.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kampar dan Gunung
Sahilan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Salo.
Kecamatan Bangkinang Kota pada umumnya terdiri dari dataran
rendah, daerah yang berada di dataran sedang adalah desa Ridan Permai yang
struktur tanahnya berada di atas perbukitan. Pada umumnya beriklim tropis,
dimana curah hujan tertinggi berada pada kisaran bulan September sampai
bulan Januari.
Di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bangkinang Kota juga terdapat
satu buah sungai besar di Kabupaten Kampar yaitu Sungai Kampar, yang
terbentang disebelah utara melewati Kelurahan Langgini dan Bangkinang serta
Desa Kumantan.
1.2.3 Keadaan Demografis
1.2.3.1.1 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Bangkinang Kota pada tahun 2014
berjumlah 70.040 jiwa merupakan modal dan objek
pembangunan kesehatan di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Bangkinang Kota, tingkat kepadatan penduduk Kecamatan
Bangkinang Kota 200 jiwa per km 2 .
Kepadatan penduduk di Kecamatan Bangkinang Kota yang
tertinggi pada wilayah Kelurahan Bangkinang merupakan pusat
ibu kota Kabupaten Kampar sebanyak + 576,93 jiwa per km 2 .
Sementara desa Kumantan dengan kepadatan penduduk sebanyak
+ 61,25 jiwa per km 2 .
1.2.3.1.2 Sex ratio

26

Sex ratio adalah suatu angka yang menunjukan perbandingan


jumlah penduduk menurut jenis kelamin. Rasio ini merupakan
perbandingan antara banyak penduduk laki-laki dan perempuan
di suatu daerah tertentu. Sex Ratio penduduk Kecamatan
Bangkinang Kota sebesar 101,38 % artinya menunjukkan dimana
penduduk laki-laki masih tetap lebih banyak di bandingkan
penduduk perempuan.
Table 1
Jumlah Penduduk dan sex ratio Kec. Bangkinang Kota tahun
2014

No

Tahun

2014

Jenis Kelamin
Laki-laki

Perempuan

18.647

18.393

Sex Ratio
101,38 %

1.2.4 Sosial Ekonomi


Uraian keadaan ekonomi secara umum meliputi jenis pekerjaan serta
sarana pendidikan.
1.2.4.1.1 Pekerjaan
Perekonomian di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bangkinang
Kota didukung oleh sector perdagangan, pajak, perkebunan,
pertanian dan swasta. Dilihat dari lapangan usaha penduduk di
Kecamatan Bangkinang Kota rata-rata masyarakat bekerja
sebagai pedagang, bertani, Pegawai Negeri Sipil dan wiraswasta.
1.2.4.1.2 Sarana Pendidikan
Di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bangkiang Kota terdapat
beberapa fasilitas pendidikan mulai dari tingat PAUD, TK, SD,
SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Jumlah fasilitas pendidikan
terdiri atas:
1. PAUD

: 20

2. TK

: 18

3. SD

: 25

4. SLTP

5. SLTA

: 11

6. Perguruan Tinggi

8
3
27

Rata-rata penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas


Bangkinang Kota berpendidikan SMA/SLTA sederajat.
1.2.5 Lingkungan
Sebagai pusat Ibu Kota Pemerintahan Kabupaten Kampar
lingkungan wilayah Uraian keadaan ekonomi secara umum meliputi
jenis pekerjaan serta sarana pendidikan.
1.2.5.1.1 Pekerjaan
Perekonomian di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bangkinang
Kota didukung oleh sector perdagangan, pajak, perkebunan,
pertanian dan swasta. Dilihat dari lapangan usaha penduduk di
Kecamatan Bangkinang Kota rata-rata masyarakat bekerja
sebagai pedagang, bertani, Pegawai Negeri Sipil dan wiraswasta.
1.2.5.1.2 Sarana Pendidikan
Di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bangkiang Kota terdapat
beberapa fasilitas pendidikan mulai dari tingat PAUD, TK, SD,
SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Jumlah fasilitas pendidikan
terdiri atas:
7. PAUD

: 20

8. TK

: 18

9. SD

: 25

10. SLTP

11. SLTA

: 11

12. Perguruan Tinggi

8
3

Rata-rata penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas


Bangkinang Kota berpendidikan SMA/SLTA sederajat.
pasar, industry, dan lain-lain yang sangat rawan dengan polusi
udara, pencemaran lingkungan dan sebagainya. Desa/Kelurahan
yang masih terdapat sedikit hutan dan penghijauan adalah Desa
Ridan Permai dan Desa Kumantan, Sedangkan Kelurahan
Bangkinang dan Langgini didominasi oleh bangunan rumah,
perkantoran, sekolah, pasar, pertokoan dan industry.
1.2.6 PROGRAM PUSKESMAS
Progran upaya kesehatan yang dilakukan UPTD Puskesmas Bangkinang
Kota sebagai berikut :
a. Upaya kesehatan wajib puskesmas (Basic Six)
i.

Upaya Promosi Kesehatan


28

ii.

Upaya Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB

iii.

Upaya Kesehatan Lingkungan

iv.

Upaya Perbaikan gizi

v.
vi.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular


Upaya pengobatan dasar

b. Upaya kesehatan pengembangan puskesmas


i.
ii.

Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)


Upaya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

iii.

Kesehatan Jiwa

iv.

Kesehatan Gigi dan Mulut

v.

Upaya Kesehatan Mata/PB dan Upaya Kesehatan Telinga


(PGP)

vi.
vii.
1.2.7

Upaya Kesehatan Lanjut Usia (Lansia)


Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Data Pendukung Cakupan Program Per Desa Sesuai Sp m

Dalam pelaksanaan kegiatan UPTD Puskesmas Bangkinang Kota selalu


berpedoman kepada Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah
ditetapakan, berikut ini tabel pencapaian kegiatan yang telah dilakukan
sesuai SPM:

29

Tabel 1..

Pada tabel diatas dapat dilihat data pencapaian dari bulan Januari
sampai
Desember
2014,
pemantauan
ini
dilakukan
secara
berkesinambungan dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar.
Untuk lebih jelasnya cakupan pencapaian program sesuai SPM dapat
diamati dalam grafik berikut ini yang dikelompokkan dalam jenis
pelayanan dasar.
1. CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PENDERITA PENYAKIT
(AFP, PNEUMONIA, TBC BTA+, DBD DAN DIARE) PADA UPTD
PUSKESMAS BANGKINANG KOTA TAHUN 2014

30

Grafik 12
CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PENDERITA PENYAKIT (AFP, PNEUMONIA, TBC BTA+, DBD DAN DIARE) PADA UPTD PUSKESMAS BANGKINANG KOTA TAHUN 2014
100
90

75

80
70

62

59

60
50
40
30
20
0

12

5 3
1

10

2 1
0

00 0

00 0

75
0

00

Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit (AFP, Pneumonia, TBC BTA
+, DBD dan Diare) penemuan terbanyak penyakit diare dan rata-rata di seluruh
desa/kelurahan kecamatan Bangkinang Kota, dan semuanya tertangani 100 %
sebagaimana yang diamanatkan SPM.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan skoring PAHO yang telah dilakukan dan komitmen global bahwa
TB Paru merupakan masalah kesehatan nasional serta rendahnya angka cakupan
program TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang Kota maka ditetapkan
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara peningkatan angka cakupan penemuan suspek Tuberkulosis
Paru di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang kota pada tahun 2016 ?
2. Bagaimana cara peningkatan angka cakupan Tuberkulosis Paru BTA (+)
diobati sembuh di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang kota tahun 2016 ?

1.4

Tujuan Kegiatan
31

1.4.1

Tujuan Umum

Meningkatkan hasil capaian program Tuberkulosis Paru di wilayah kerja


Puskesmas Bangkinang kota Tahun 2016.
1.4.2

Tujuan Khusus

Meningkatkan cakupan penemuaan suspek Tuberkulosi Paru diwilayah kerja

Puskesmas Bangkinang kota Tahun 2016


Meningkatkan cakupan kesembuhan pada penderita Tuberkulosis Paru BTA
(+) yang telah di obati diwilayah kerja Puskesmas Bangkinang kota tahun
2016.

1.5

Manfaat Kegiatan

1.5.1 Manfaat Bagi Puskesmas


1. Membantu meningkatkan penemuan kasus baru
2. Membantu upaya tenaga kesehatan untuk memperluas dan meningkatkan
pelayanan kesehatan
3. Menurunkan jumlah kasus tuberkulosis di Puskesmas Bangkinang Kota
1.5.2 Manfaat Bagi Masayrakat
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB, pencegahan dan
pengobatan yang diberikan.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan penularan penyakit TB.
3. Meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat Bangkinang.

1.5.3 Manfaat Bagi Dokter Internsip


1. Merupakan kesempatan untuk menambah pengalaman serta penerapan ilmu
kedokteran terutama Ilmu Kesehatan Masyarakat.
2. Menigkatkan keilmuan mengenai penyakit Tuberkulosis
3. Meningkatkan keterampilan komunikasi di masyarakat juga meningkatkan
kemampuan berpikir analisis dan sistematis dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan.
4. Merupakan kesempatan untuk bersosialisasi di dalam masyarakat.

32

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TUBERKULOSIS
2.1.1. Kuman dan cara penularan
A. Tuberkulosis dan kuman Tuberkulosis

33

Tuberkulosis adalah penyakit menular lansung yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman tuberkulosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA).
Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari lansung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant,
tertidur lama selama beberapa tahun.
B. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman
TBC masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran nafas, atau penyebaran lansung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
C. Risiko Penularan
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah denga ARTI
sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TBC, hanya sekitar
10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TBC.
Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah ARTI 1%,
maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita tuberkulosis setiap tahun.
Dimana 50 penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang
menjadi penderita TBC adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk
atau HIV/AIDS.
2.1.2. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis
34

A. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana.
Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman
TBC kekelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umunya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampumenghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
B. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
2.1.3. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setembat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmonal (Cardio Pulmonary Insufficiency).
35

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
2.1.4. Perjalanan Alamiah TBC Yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita TBC akan meninggal, 25%
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang
tetap menular (WHO, 1996).
2.1.5. Pengaruh Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TBC akan
meningkat, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan meningkat pula.
2.2. DIAGNOSIS PENDERITA TUBERKULOSIS
2.2.1. Gejala-gejala Tuberkulosis
Gejala utama adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau
lebih. Gejala tambahan yang paling sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batu darah,
sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang
lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit selain tuberkulosis. Oleh
sebab itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap
sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TBC, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis lansung.
2.2.2. Penemuan penderita Tuberkulosis
A. Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa

36

Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka


penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.
Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas
kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita.
Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotion case finding (penemuan penderita
secara pasif dengan promosi yang aktif).
Selain itu, semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala sama, harus
diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita
sedini mungkin, meningkat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat menagkibatkan
kematian.
Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
berturut-turut, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
B. Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Anak
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar
diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji
tuberkulin.
2.2.3. Diagnosis Tuberkulosis
A. Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa
Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA
pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila
sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.

Kalau hasil Rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita
TBC BTA positif.

Kalau fasilitas rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya

biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya kotrimoksazol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
37

Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif

Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diangnosis TBC.
Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnois sebagai penderita TBC BTA
negatif rontgen positif
Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen

dada.

Bagan - 1
Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa

38

Di Indonesia, pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan
diagnosis TBC pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi TBC. Suatu uji tuberkulin positif
hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium
tuberculosis. Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut
menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TBC milier dan
morbili.

B. Diagnosis Tuberkulosis Pada Anak


39

Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil
dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biopsi, dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan
jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis,
gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya TBC pada anak kalau terdapat tanda-tanda
yang mencurigakan atau gejala seperti di bawah ini:
1. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis kalau:
Mempunyai sejarah kontak erat (Serumah) dengan penderita TBC BTA positif.
Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (Dalam 3-7 hari).
Terdapat gejala umum TBC.
2. Gejala umum TBC pada anak:
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik

(Failure to thrive).
Nafsu makan tidak ada (Anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak

naik (Failure to thrive) dengan adekuat.


Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (Bukan tifus, malaria atau

infeksi saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.


Pembesaran kelenjer limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multipel,

paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (Inguinal).


Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari
(Setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri

dada.
Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan di abdomen dan tanda-tanda cairan di
abdomen.

3. Gejala spesifik:
Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang,
misalnya:

TBC kulit
TBC tulang dan sendi
Spondilitis, gibbus.
Koksitis, pincang, pembengkakan di pinggul.
Tulang lutut, pincang dan atau bengkak.
Tulang kaki dan tangan.
TBC otak dan saraf:
40

Meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan


kesadaran menurun.
Gejala mata:
Konjungtivitis fliktenularis.
Tuberkel koroid.
Lain-lainnya.
4. Uji tuberkulin (Mantoux)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantoux (Penyuntikan intra kutan)
dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang dipakai adalah
tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan. Diukur diameter transversal dari indurasi yang terjadi. Ukuran
dinyatakan dalam milimeter. Uji tuberkulin positif jika indurasi lebih dari 10 mm
(Pada anak dengan gizi baik) atau lebih dari 5 mm (Anak gizi buruk).
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TBC dan
kemungkinan ada TBC aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif pada
anak TBC berat dengan anergi (Malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian
imunosupresi, dll). Jika hasil uji tuberkulin meragukan dilakukan pengujian ulang.
5. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (Dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi lebih dari 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
6. Foto rontgen dada
Gambaran rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto
biasanya

sulit,

harus

hati-hati,

kemungkinan

bila

overdiagnosis

atau

underdiagnosis.Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar


parahilus atau kelenjar paratrakeal.
Gejala lain dari foto rontgen yang mencurigai TBC adalah:

Milier.
Atelektasis atau kolaps konsolidasi.
Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal.
Konsolidasi (Lobus).
Reaksi pleura atau efusi pleura.
41

Kalsifikasi.
Bronkiektasis.
Kavitas.
Destroyed lung.
Bila ada diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen harus

dicurigai TBC.
Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan posteroanterior dan lateral, tetapi kalau
tidak mungkin posterioranterior saja.
7. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan
dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan BTA secara
biakan memerlukan waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman TBC
dengan menggunakan Polymerase chain reaction atau Bactec masih belum dipakai
dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP,
Mycodot dan lainnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian
dalam klinis praktis.

8. Respon terhadap pengobatan dengan OAT


Dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan menunjang
atau memperkuat diagnosis TBC. Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang
mencurigakan atau gejala-gejala klinis umum tersebut diatas, maka anak tersebut
dianggap TBC dan diberikan pengobatan dengan OAT sambil di observasi selama 2
bulan. Bila menunjukkan perbaikan, maka diagnosis TBC dapat dipastikan dan OAT
diteruskan sampai penderita tersebut sembuh. Bila dalam observasi dengan pemberian
OAT selama 2 bulan tersebut keadaan anak memburuk atau tetap, maka anak tersebut
bukan TBC atau mungkin TBC tapi mengalami kekebalan obat ganda (MDR). Anak
yang tersangka MDR perlu dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan
penatalaksanaan spesialistik.

42

Penting diperhatikan bahwa bila pada anak dijumpai gejala-gejala berupa


kejang, kesadaran menurun, kaku kuduk, benjolan di punggung, maka ini merupakan
tanda-tanda bahaya. Anak tersebut harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
Penjaringan tersangka penderita TBC anak bisa berasal dari keluarga penderita
BTA positif (Kontak serumah), masyarakat (Posyandu), atau dari penderita-penderita
yang berkunjung ke puskesmas maupun yang lansung ke rumah sakit.
Bagan - 2
ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN TBC ANAK
Hal-hal yang mencurigakan TBC:
1.
2.
3.

Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC yang BTA positif.
Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (Dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG.
Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik.
4. Sakit dan demam lama atau berualang, tanpa sebab yang jelas.
5. Batuk-batuk yang lebih dari 3 minggu.
6. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik.
7. Skrofuloderma.
8. Konjungtivitis fliktenularis.
9. Tes tuberkulin yang positif.
10. Gambaran foto rontgen sugestif TBC.

BILA 3 POSITIF

Dianggap TBC

Beri OAT
Observasi 2
bulan

Membaik

TBC
OAT
diteruskan

Memburuk/Tetap

Bukan TBC

43

TBC MDR

Rujuk ke RS
PERHATIAN:
Bila terdapat tanda-tanda bahaya seperti:

Pemeriksaan lanjutan di RS:

Kejang
Kesadaran menurun
Kaku kuduk
Benjolan di punggung
Dan kegawatan lain
Segera rujuuk ke RS.

Gejala klinik
Uji tuberkulin
Foto rontgen paru
Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pmemeriksaan Patologi anatomi

Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai


dengan prosedur di RS yang bersangkutan

C. Diagnosis Tuberkulosis Ekstra Paru


Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung organ yang terkena, misalnya nyeri dada
terdapat pada tuberkulosis pleura, pembesaran kelenjar limfe superfisial pada limfadenitis
TBC dan pembengkakan tulang belakang pada spondilitis TBC.
Diagnosis pasti sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung ketersediaan alatalat diagnostik, misalnya peralatan rontgen, biopsi, sarana pemeriksaan patologi anatomi.
Seorang penderita TBC ekstra paru kemungkinan besar juga menderita TBC paru,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rontgen dada. Pemeriksaan ini
penting untuk penentuan paduan obat yang tepat.

2.2.4. Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgen Dada


Umumnya diagnosis TBC paru ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis, namun pada kondisi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan rontgen.
1. Suspek dengan BTA negatif
Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada perubahan, periksa ulang
dahak SPS. Bila hasilnya tetap negatif lakukan pemeriksaan rontgen dada.
2. Penderita dengan BTA positif
Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif
yang perlu dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, yaitu:
44

1) Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya sesak nafas berat


yang memerlukan penanganan khusus contohnya pneumothorak, pleuritis
eksudativa.
2) Penderita yang sering hemoptisis berat, untuk menyingkirkan kemungkinan
bronkiektasis.
3) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TBC
paru BTA positif.
Catatan:
Tidak ada gambaran foto rontgen dada yang khas untuk TBC paru. Beberapa
gambaran yang patut dicurigai sebagai proses spesifik adalah infiltrat, kavitas,
kalsifikasi dan fibrosis dengan lokasi apeks paru.
Gambaran non spesifik yang ditemukan pada foto rontgen dada pada seorang
penderita yang diduga infeksi paru lain dan tidak memungkinkan perbaikan pada
pengobatan dengan antibiotika, ada kemungkinan adalah TBC.
2.3. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PENDERITA
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu
definisi kasus yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus, yaitu:

Organ tubuh yang sakit, paru atau ekstra paru.


Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, BTA positif atau BTA negatif.
Riwayat pengobatan sebelumnya, baru atau sudah pernah diobati.
Tingkat keparahan penyakit, ringan atau berat.

2.3.1. Tujuan Penentuan Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita


Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
2.3.2. Klasifikasi Penyakit
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
45

Berdasarkan pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi dalam:


a. Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
TBC paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (Misalnya proses Far advance atau millier), dan atau keadaan umum
penderita buruk.
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra paru dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TBC ekstra paru ringan
Misalnya TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(Kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
b. TBC ekstra paru berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC saluran kencing dan alat
kelamin.
Catatan:
Yang dimaksud dengan TBC paru adalah TBC dari parenkim paru. Sebab
itu, TBC pada pleura atau TBC pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan
radiologis paru dianggap sebagai penderita TBC ekstra paru.

46

Bila seseorang penderita TBC paru juga mempunyai TBC ekstra paru,
maka untuk kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat

sebagai penderita TBC paru.


Bila seseorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TBC ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

2.3.3. Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe penderita, yaitu:
1. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobat dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2. Kambuh atau relaps
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pongobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
3. Pindahan (Transfer in)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan disuatu kabupaten lain
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah.
4. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default atau drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut
kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA postif.
5. Lain-lain
a. Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 (Satu bulan sebelum akhir pengobatan atau
lebih).

47

Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA
positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
b. Kasus Kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selasai pengobatan ulang kategori 2.
2.4. PEMERIKSAAN DAHAK SECARA MIKROSKOPIS LANGSUNG
Dalam program penanggulangan TBC, diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung. Diagnosis pasti TBC melalui pemeriksaan kultur atau
biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat
sekitar 6 minggu) dan makal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis
langsung nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan
pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit laboratorium
dapat melaksanakan. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis bersifat spesifik dan cukup
sensitif.
Mycrobacterium tuberculosis

sebagai penyebab TBC, berbentuk batang dan

mempunyai sifat tahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol. Karena itu
disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman baru dapat dilihat di bawah mikroskop bila
jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam satu mili-liter dahak. Dahak yang baik untuk
diperiksa adalah dahak kental dan purulen (mucopurulen) berwarna hijau kekuning-kuningan,
dengan volume 3-5 ml tiap pengambilan.
1. Tujuan Pemeriksaan Dahak
Tujuan pemeriksaan dahak
1. Menegakkan diagnosis dan menunjukkan kalsifikasi/tipe
2. Menilai kemajuan pengobatan
3. Menentukan tingkat penularan.
2. Daftar Tersangka Penderita (Suspek) TBC
Suspek yang diambil dahaknya harus dicatat pada Formulir TB
1. Yang harus dicatat dalam formulir TB, adalah :
1) Nomor urut
2) Nomor identitas sediaan dahak
3) Nama tersangka penderita
4) Umur dan jenis kelamin
5) Alamat lengkap
6) Tanggal dan hasil pemeriksaan dahak
7) Nomor registrasi laboratorium
48

2. Pencatatan dalam TB mempunyai tujuan :


1) Mengetahui jumlah suspek yang diperiksa
2) Mengetahui proporsi penderita BTA Positif diantara suspek yang diperiksa
3) Memudahkan pelacakan bila hasil pemeriksaan dahak yang ppositif dan
penderita tersebut tidak kembali
3. Pengumpulan Dahak
Spesimen dahak dikumpulkan / ditampung dalam pot dahak yang bermulut
lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor. Pot ini harus selalu tersedia di UPK.
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan pemeriksaan 3 spesimen dahak
Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS). Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan.
1. Pelaksanaan pengumpulan dahak SPS
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak hari kedua.
P (pagi) : dahak di kumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
Untuk menghindari resiko penularan, pengambilan dahak dilakukan
ditempat terbuka dan jauh dari orang lain, misalnya dibelakang puskesmas. Jika
keadaan tidak memungkinkan, gunakanlah kamar terpisah yang mempunyai
ventilasi cukup.
2. Untuk memperoleh kuallitas dahak yang baik, petugas laboratorium harus
memperhatikan hal-hal tersebut dibawah ini :
1) Memberikan penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak, baik
pemeriksaan dahak pertama maupun pemeriksaan dahak ulang.
2) Memberikan penjelasan tentang cara batuk yang benar untuk mendapatkan
dahak yang kental dan purulen.
3) Memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak. Dahak yang baik untuk
pemeriksaan adalah bewarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental,
dengan volume 3-5 ml. Bila volumenya kurang, petugas harus meminta agar
penderita batuk lagi sampai volumenya mencukupi.

49

4) Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus
dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman
TBC.
3. Bila seseorang sulit mengeluarkan dahak, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Di rumah : malam hari sebelum tidur, minum satu gelas teh manis atau
menelan tablet gliserin guayakolat 200 mg.
2) Di UPK : melakukan olah raga ringan (lari-lari kecil) kemudian menarik nafas
dalam, beberapa kali. Bila terasa akan batuk, nadas ditahan selama mungkin
lalu disuruh batuk.
4. Cara pengumpilan dahak
Pengumpulan dahak dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1) Beri label pada dinding pot yang memuat nomor identitas sediaan dahak
(TB.06)
2) Buka pot dahak, dengan tutupnya dan berikan pot itu kepada suspek.
3) Berdiri di belakan suspek, minta dia memegang pot itu dekat ke bibirnya dan
membatukkan dahak kedalam pot.
4) Tutup pot dengan erat.
5) Petugas harus cuci tangan dengan sabun dan air.
4. Pemberian Nomor Identitas Sediaan
Kaca sediaan dipegang pada kedua sisinya untuk menghindari sidik jari pada

bahan kaca sediaan.


Setiap kaca sediaan diberi nomor identitas sediaan sesuai dengan identitas

pada pot dahak dengan menggunakan spidol permanen atau pinsil kaca.
Pemberiaan nomor identitas sediaan bertujuan untuk mencegah kemungkinan
tertukarnya sediaan, baik yang bersal dari UPK itu sendiri maupun dari UPK

lain.
Nomor identitas sediaan terdiri dari 3 kelompok angka dan 1 huruf, sebagai
berikut :
Kelompok angka pertama terdiri dari 2 angka, misalnya 02, yang
merupakan nomor urut kabupaten / kota
Kelompok angka kedua juga terdiri dari 2 angka, misalnya 15, yang
merupakan nomor urut UPK 15, yang merupakan nomor urut UPK.
Kelompok angka ketiga terdiri dari 3 angka, misalnya237, yang
merupak nomor urut sediaan. Nomor urut sediaan dimulai dengan
nomor 001 setiap awal tahun.
Huruf A atau B atau C, A menunjukkan dahak sewaktu, B untuk dahak
pagi, dan c untuk dahak sewaktu kedua.
50

Contoh nomor identitas sediaan : 02/15/237 A, 02/15/237 B, 02/15/237


C
5. Pembuatan Dan Penyimpanan Sediaan Hapus Dahak
1. Ambil pot dahak dan kaca sediaan yang beridentitas sama dengan pot dahak.
2. Buka pot dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya droplet (percikan dahak)
3. Buat sediaan hapus dengan ose (sengkelit), dengan urutan sebagai berikut :
1) Panaskan ose diatas nyala api spritus sampai merah dan biarkan sampai
dingin.
2) Ambil sedikit dahak dari bagian yang kental dan kuning kehujau-hijauan
(purulen) menggunakan ose yang telah disterilkan diatas.
3) Oleskan dahak secara merata (jangan terlalu tebal tapi jangan terlalu tipis)
pada permukaan kaca sediaan dengan ukuran 2x3 cm. (menggunakan patron).
4) Masukkan ose ke dalam botol (berukuran 300-500 cc) yang berisi pasir dan
alkohol 70 % (setinggi 3-5 cm di atas pasir), keudian digoyang-goyangkan
untuk melepaskan partikel yang melekat pada ose / sengkelit.
5) Setelah itu dekatkan ose tersebut pada api spritus sampai kering, kemudian di
bakar pada api spritus tersebut sampai membara.
6) Keringkan sediaan di udara terbuka, jangan terkena sinar matahari langsung
atau di atas api, biasanya memerlukan waktu sekitar 15-30 menit, sebelum
sediaan hapus tersebut difiksasi.
7) Gunakan pinget untuk mengambil sediaan yang sudah kering pada sisi yang
berlabel dengan hapusan dahak menghadap ke atas.
8) Lewatkan di atas lampu spritus sebanyak 3 kali (memerlukan waktu sekitar 35 detik) untuk fiksasi (kalau terlalu lama dapat merubah bentuk kuman dan
membuat sediaan pecah).
4. semua sediaan yang sudah difiksasi segera disimpan kedalam kotak sediaan untuk
menghindari risiko pecah atau dimakan serangga.
6. Permohonan Pemeriksaan Dan Pengiriman Sediaan Dahak
Sediaan dahak yang sudah difiksasi disimpan dalam kotak sediaan dan dikirim
ke PRM atau laboratorium pembaca lainnya. Pengiriman dilakukan paling lambat satu
minggu sekali dengan disertai formulir permohonana laboratorium TBC untuk
pemeriksaan dahak TB.05). formulir ini harus diisi lengkap.
Sebelum pengiriman, petugas harus meneliti kembali isi setiap kotak sediaan :
1. Pastikan setiap sediaan dahak yang akan dikirim disertai formulir
TB.05 yang sudah diisi lengkap.
2. Nomor identitas setiap sediaan harus cocok dengan nomor yang ada di
dalam formulir.
51

Petugas di PRM atau dilaboratorium pembaca lainnya, pada waktu menerima


spesimen dari PS atau dari UPK lain yang meminta pemeriksaan, harus meneliti
kembali kesamaan nomor pada formulir permohonan yang ada pada sediaan.
Hasil pemeriksaan atau bacaan sediaan diisi oleh petugs yang membaca
sediaan tersebut dan ditulis pada bagian bawah formulir ini dan dikirim kembali
kepada pemohon.
Sebelum dikirim kepemohon petugas laboratorium harus menulis nomor
regitrasi laboratorium (akan dijelaskan dalam pencatatan hasil pada bab IX halama
78). Hasil pemeriksaan / bacaan dilaporkan dengan menulis positif atau negatif
dan memberi tanda rumput (ceklis) pada kotak yang sesuai dengan tingkat atau
gradasi positif.
7. Pewarnaan Sediaan Dengan Metode Ziehl Neelsen
1. Bahan-bahan yang diperlukan :
1. Botol gelas berwarna coklat berisi larutan Carbol Fuchsion 0,3%
2. Botol gelas berwarna coklat berisi asam alkohol (HCl-alkohol 3%)
3. Botol gelas berwarna coklat berisi larutan Methylene Blue 0,3%
4. Rak untuk pengecatan slide (yang dapat digunakan untuk 12 slide atau lebih)
5. Baskom untuk ditempatkan di bawah rak
6. Corong dengan kertas filter
7. Pipet
8. Pinset
9. Pengukur waktu (timer)
10. Lampu spritus
11. Air yang mengalir berupa air ledeng atau botol berpipet berisi air
12. Pengering
Pewarnaan sediaan yang telah difiksasi, maksimum sekitar 12 slide. Harus ada
jarak antara tiap sediaan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara sediaan.
2. Cara pewarnaan
1) Letakkan sediaan dahak yang telah difiksasi pada rak dengan hapusan dahak
menghadap ke atas.
2) Teteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3 % pada hapusan dahak sampai menutupi
seluruh permukaan sediaan dahak.
3) Panaskan dengan nyala api spritus sampai keluar uap selama 3-5 menit. Zat
warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering maka
Carbol Fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat
seperti kuman TBC.
4) Singkirkan api spritus. Diamkan selama 5 menit.
5) Bila sediaan dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas terbuang.
52

6) Teteskan sediaan dengan asam alkohol (HCl Alkohol 3%) sampai warna
merah fushcin hilang.
7) Bilas dengan air mengalir pelan.
8) Teteskan larutan Methylene Blue 0,3% pada sediaan smpai menutupi seluruh
permukaan.
9) Diamkan 10-20 detik.
10) Bilas dengan air mengalir pelan.
11) Keringan sediaan datas rak pengering di udara terbuka (jangan di bawah sinar
matahari langsung)
3. Pembacaan Hasil
Sediaan yang telah diwarnai dab sudah kering diperiksa dibawah mikrskop
binokuler.
pembacaan sediaan dahak :
1) Cari lebih dahulu lapang pandang dengan objektif 10x
2) Teteskan satu tetes minyak emersi diatas hapusan dahak
3) Periksa dengan menggunakan lensa okuler 10x dan objektif 100x
4) Carilah Basil Tahan Asam (BTA) yang berbentuk batang berwarna merah
5) Periksa paling sedikit 100 lapang pandang atau dalam waktu kurang lebih 10
menit, dengan cara menggeserkan sediaan menurut arah seperti gambar di
bawah ini.

Catatan :
Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan
harus diulang dengan spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya
6)tetap
Sediaan
telah diperiksa
kemudian
direndam
dalam xylol4-9
selama
1-3dahak
BTA,yang
hasilnya
dilaporkan
negatif.
Bila ditemukan

15-30 menit, lalu disimpan dalam kotak sediaan. Bila menggunakan anisol,
sediaan dahak tidak perlu direndam dalam xylol.
Pembacaan hasil
Pembacaan

hasil

pemeriksaan

sediaan

dahak

dilakukan

dengan

menggunakan skala IUATLD sebagai berikut :


1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
53

3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +atau (1+)
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+).
5) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ atau (3+)
Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan
penyakit dan tingkat penularan penderita tersebut.
8. Pencatatan Hasil Pembacaan
Hasil bacaan harus dicatat dalam buku register laboratorium (TB.04). Tiap
catatan hasil pembacaan, diberi nomor register laboratorium sesuai urutan tanggal
pemeriksaan. Alasan pemeriksan (apakan untuk diagnosis atau untuk follow-up
pengobatan) penting untuk dicantumkan. Hasil pemeriksaan dengan memasukkan 1+,
2+, atau 3 + sesuai gradasi hasil pembacaan ditulis dengan tanda rumput pada kotak
yang sesuai.
9. Penyimpanan Sediaan Untuk Di Cross Check
Dalam menjaga mutu pemeriksaan dahak, perlu dilakukan pemerikasaan cross
check dari sediaan yang sudah diperiksa. Sebab itu, semua sediaan (untuk diagnosis
dan follow up)nyang sudah selesai diperiksa, naik sediaan yang BTA positif maupun
yang sediaan BTA negatif, harus disimpan dengan baik dalam suatu kotak sediaan.
Sediaan positif harus disimpan terpsah dari sediaan yang negatif. Sekali setiap
triwulan, pada waktu melakukan supervisi, petugas kabupaten / kota akan mengambil
satu sediaan untuk setiap penderita dari semua pendarita BTA positif dan satu sediaan
untuk setiap penderita dari 10% penderita BTA negatif. Sediaan tersebut diambil
secara acak untuk di cross check ke Balai Laboratorium Kesehatan atau laboratorium
rujukan lain yang ditunjuk.setelah pengambilan sampel untuk di cross check, sisa
sediaan dapat dimusnahkan dengan memperhatikan prosedur keamaan dan
keselamatan kerja. Tata cara pelaksanaan cross check akan diterangkan dalam bab
tersendiri.
10. Pembuangan Limbah Laboratorium
Pot dengan sisa-sisa dahak yang sudah selesai diperiksa (tutup pot harus
dilepas) dan bahan- bahan lain yang sudah terkontaminasi dengan dahak harus
direndam kedalam suatu tempat penampungan(ember) yang telah berisi larutan
sodium hipoklorit 5% atau larutan fenol 5% selama semalam. Alkohol tidak dapat
mengganti fungsi dari sodium hipoklorit atau fenol tersebut diatas. Bila tersedia
54

otoklaf, bahan-bahan tersebut selanjutnya dimasukan kedalam otoklaf dan steril pada
suhu 121 derajat celcius selama 15 menit. Bila tidak tersedia otoklaf, bahan-bahan
tersebut direbus sampai mendidih selama 60 menit. Selanjutnya dibakar atau dikubur.
Kaca sediaan yang telah dipakai tidak dapat dapat dipakai ulang, harus dibuang yaiu
dengan dikubur.
11. Keamanan Kerja Di Laboratorium
Spesimen dahak dan bahan kimia lainnya, misalnya reagens, bila tidak
dikelola dengan benar, akan memnpunyai risiko terhadap gangguan kesehatan atau
penyakit bagi petugas dan masyarakat sekitar laboratorium tersebut.
Untuk menghindari dan mencegah terjadinya risiko tersebut, maka setiap
petugas harus melaksanakan ketentuan dan prosedur keamanan kerja di laboratorium
dengan taat, baik dan benar, mulai dari pengumpulan dahak, pembuatan sediaan dan
pembuangan sisa dahak.
Ketentuan penting yang harus diperhatikan petugas laboratorium :

Pakailah jas laboratorium saat berada dalam ruang pemeriksaan atau ruang
laboratorium. Tinggalkan jas laboratorium di ruangan laboratorium setelah
selesai bekerja.

Semua specimen dahak harus dianggap infeksius (sumber penular), oleh


karena itu harus ditangani dengan sangat hati-hati.

Semua bahan kimia harus dianggap berbahaya, oleh karena itu harus ditangani
dengan hati-hati

Dilarang makan, minum dan merokok dalam ruang laboratorium

Dilarang menyentuh mulut dan mata pada saat sedang bekerja

Dilarang memipet dengan mulut. Gunakan alat bantu pipet (pipette bulb) atau
pipet otomatis

Bersihkan semua alat bekas pakai dengan desinfektan setiap kali selesai
bekerja

55

Desinfektan yang sangat baik untuk membunuh mikroorganisme adalah


sodium hipoklorit dengan konsentrasi umum : 1-5 gram per liter zat chlor aktif

Hindari terjadinya tumpahan aerosol atau percikan bila sedang bekerja.


Droplet dapat terjadi saat membuka pot dahak, membuat hapusan sediaan,
membakar ose dan membuang pot dahak bekas

Bersihkan meja kerja dengan desinfektan setiap kali selesai bekerja

Cuci tangan dengan sabun atau desinfektan setiap selesai bekerja.

12. Pemantapan Mutu Laboratoirum


Untuk menjamin ketepatan dan ketelitian hasil pemeriksaan sediaan hapus
dahak, harus dilakukan berbagai kegiatan yang meliputi :

Pendidikan dan pelatihan

Pelaksanaan dan pemantapan mutu internal:

1) Persiapan penderita
2) Pengambilan dan penanganan specimen
3) Pemeliharaan alat / mikroskop
4) Uji kualitas reagen/ larutan pewarna
5) Penyusunan prosedur tetap
6) Pencatatan serta pelaporan.
Melakukan validasi hasil pemeriksaan / cross check
Melaksanakan audit
Mengikuti kegiatan pemantapan mutu eksternal mikroskopis BTA
Melaksanakan praktek laboratorium yang benar
melaksanakan praktek pembuatan reagen Ziehl Neelsen yang benar.

13. Pemeliharaan Mikroskop


Mikroskop merupakan alat diagnostik utama dalam penanggulangan TBC.
Oleh sebab itu perlu penanganan dan pemeliharaan yang baik, terutama lensanya,
yang merupakan bagian terpenting.
Hal hal yang perlu diperhatikan:
1) Letakkan dan simpan mikroskop pada tempat yang kering, bebas debu dan bebas
getaran
56

Getaran dapat merusak mikroskop. Jangan meletakkan mikroskop satu

meja dengan alat sentrifusi (centrifuge) atau diatas lemari es (refrigerator).


Hindari mikroskop dari sinar matahari langsung
Bila mikroskop tidak digunakan tutuplah dengan kain/plastik penutupnya

atau masukkan kedalam kotaknya supaya terhindar dari debu


Jangan menyimpan mikroskop ditempat yang lembab, sebab lensa dapat
berjamur sehingga mengganggu pandangan. Keadaan lembab juga dapat
menimbulkan karatan (korosif) pada bagian mikroskop yang tebuat dari

logam
Simpan mikroskop di dalam kontak penyimpan mikroskop, dengan cahaya
lampu 5 watt atau serbuk pengering (silica gel) dalam jumlah yang cukup.
Perlu diingat bubuk pengering tersebut berwarna biru bila masih kering
(masih aktif bekerja) dan akan menjadi warna merah muda bila basah
(tidak aktif lagi). Oleh karena itu, begitu silica gel tersebut berwarna
merah muda, segera ganti dengan silica gel yang baru panaskan sampai

berwarna biru kembali.


2) Jagalah supaya mikroskop dari lensanya tetap bersih
Selalu bersihkan miroskop dengan kertas pembersih lensa sebelum dan

sesudah digunakan.
Selalu bersihkan lensa objektif 100 x dari oli emersi setelah selesai

digunakan
Jangan gunakan alcohol atau spritus untuk membersihkan lensa, sebab

lensa dapat rusak


Jangan menyentuh lensa objektif 100 x pada kaca sediaan
Bersihkan semua lensa dengan kertas pembersih lensa. Bila perlu, kertas
pembersih lensa tersebut dapat dibasahkan dengan xylol. Jangan bersihkan
lensa dengan kain biasa.

2.5. PENGOBATAN TUBERKULOSIS


A. Tujuan Pengobatan Tuberkulosis
1.1
Menyembuhkan penderita
1.2
Mencegah kematian
1.3
Mencegah kekambuhan
1.4
Menurunkan tingkat penularan
B. Jenis dan Dosis Obat
1. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid , dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap
57

kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis
harian yang dianjurkan 5mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis10mg/kgBB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant(persister)yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10mg/kgBB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
3. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
susasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kgBB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35mg/kgBB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15mg/kgBB sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita
yang berumur tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
5. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15mg/kgBB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis
30mg/kgBB.
C. Prinsip Pengobatan
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dinunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC
akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada
akhir pengobatan intensif.

58

Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah


terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
D. Paduan OAT di Indonesia
WHO dan IUATLD (International Union Againts Tuberculosis Disease)
merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :
Kategori 1
2HRZE / 4H3R3
2HRZE / 4HR
2HRZE / 6HE
Kategori 2

2HRZES / HRZE / 5H3R3E3


2HRZES / HRZE / 5HRE

Kategori 3

2HRZ / 4H3R3
2HRZ / 4HR
2HRZ / 6HE

Program Naisonal Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT :


Kategori 1

: 2HRZE / 4H3R3

Kategori 2

: 2HRZES / HRZE / 5R3H3E3\

Kategori 3

: 2HRZ / 4H3R3

Disamping kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)


Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak, denagn tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa
pengobatan.

59

A. KATEGORI-1 (2HRZE / 4H3R3)


Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan(2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H),
Rifampisin(R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru TBC Paru BTA Positif.
Penderita TBC Paru BTA negative Rontgen Positif yang sakit berat dan
Penderita TBC Ekstra Paru berat.
Tabel 10 : Paduan OAT Kategori 1.
Tahap

Lamanya

Dosis per hari / kali

Pengobata

Pengobata

Tablet

Kaplet

Tablet

Tablet

hari

isoniazi

Rifampisi

Pirazinami

Etambuto

kali

menela

d @300 n
mg

Jumlah
/

n obat
@450 mg

@500 mg

@250 mg

Tahap
intensif

2 bulan

60

4 bulan

54

(dosis
harian)

Tahap
lanjutan
(dosis 3 x
seminggu)
Keterangan : Dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg
B. KATEGORI 2 (HRZES / HRZE /5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniazid(H), Rifampisin(R), Pirazinamid(Z), Etambutol(E) dan suntikan Streptomisin
setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid(H), Rifampisin(R),
60

Pirazinamid(Z), Etambutol(E) setiap hari. Sete;ah itu diteruskan dengan tahap


lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu
diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita menelan obat.
Obat ini diberikan untuk:

Penderita kambuh (relaps)


Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
Tabel 11 : Paduan OAT Kategori 2

Tahap

Lamany

Tablet

Kaplet

Tablet

Etambutol

Streptomi Jumla

Isonia

Rifampi

Pirazina

Tabl

Tabl

sin

h Hari

Pengoba

zid

sin

mid

et

et

injeksi

/ kali

@300

@450

@500 mg

@25

@50

mg

mg

2 bulan

1 bulan

5 bulan

tan

Tahap

menel
an

0 mg 0 mg
-

obat
0,75 gr

60

30

66

Intensif
(dosis
harian)
Tahap
Lanjuta
n
(dosis 3

x
seming
gu)
Keterangan :dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90
blister HRZE untuk tahap intensif, dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan, masingmasing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu,

61

disediakan 30 vial streptomisin @1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan
aquabidest) untuk tahap intensif.
C. KATEGORI 3 (2HRZ / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan(2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu(4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan


Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis
eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
Tabel 12: Paduan OAT Kategori 3.

Tahap

Lamanya

Tablet

Kaplet

Tablet

Jumlah hari

Pengobatan

Pengobatan

Isoniazid

Rifampisin

Pirazinamid

menelan

@300mg

@450mg

@500mg

2 bulan

60

4 bulan

54

Tahap Intensif

obat

(dosis harian)
Tahap
Lanjutan
(dosis

seminggu)
Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 kg
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masingmasing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.
D. OAT SISIPAN (HRZE)

62

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak BTA masih positif, diberikan obat sisipan(HRZE) setiap hari
selama 1 bulan.
Tabel 13 : Paduan OAT Sisipan
Tahap

Lama

Tablet

Kaplet

Tablet

Tablet

Jumlah

Pengobatan

Pengobatan

Isoniazid

Rifamfisin

Pirazinamid

Ethambutol

hari/kali

@ 300mg

@ 450 mg

@ 500 mg

@ 250 mg

menelan
obat

Tahap
intensif
(dosis

1 bulan

30

harian)
Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.
E. Pemantauan Kemajuan Hasil Pengobatan TBC Pada Orang Dewasa
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak dapat dipakai
untuk memantau kemajuan pengobatan.
Untuk memantau kemajuan pen gobatan dilakukan pemeriksaan specimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila
ke-2 specimen tersebut negatif, maka hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada :
1. Akhir tahap intensif
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan penderita baru
BTA positif dengan katagori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 3
pengobatan ulang penderita BTA positif dengan katagori 2
63

Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif dilakukan untuk mengetahui


apakah telah terjadi konversi dahak, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi
negatif.
Pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori -1 :
Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar (seharusnya >80%) dari
penderita dahaknya sudah BTA negatif (konversi). Penderita ini dapat
meneruskan pengobatan dengan tahap lanjutan. Jika pemeriksaan ulang dahak
pada akhir bulan ke 2 hasilnya masih BTA positif, pengobatan masih
diteruskan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Setelah pakaet sisipan satu
bulan selesai, dahak diperiksa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap
diberikan meskipun hasil pemeriksaan ulang dahak BTA masih tetap positif.
Pengobatan ulang penderita BTA positif dengan katagori-2 :
Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 masih positif,
tahap intensif harus diteruskan lagi selama 1 bulan dengan OAT sisipan.
Setelah satu bulan diberi sisipan dahak periksa kembali. Pengobatan tahap
lanjutan tetap diberikan meskipun hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif.
Bila memungkinkan spesimen dahak penderita dikirm untuk dilakukan biakan
dan uji kepekaan obat (sensitivity test).sementara pemeriksaan dilakukan,
penderita meneruskan pengobatan tahap lanjutan. Bila hasil uji kepekaan obat
menunjukan bahwa kuman sudah resisten terhadap 2 atau lebih jenis OAT,
maka penderita tersebut dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang dapat
menangani kasus resisten. Bila tidak mungkin, maka pengobatan dengan tahap
lanjutan diteruskan sampai selseai.
Pengobatan penderita BTA negatif rontgen positif dengan kategori 3 (ringan)
atau kategori 1 (berat):
Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif, baik dengan
pengobatan kategori 3 ( ringan) atau kategori 1 (berat), tetap dilakukan
pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2. Bila hasil pemeriksaan
ulang dahak BTA positif, maka ada 2 kemugkinan :
a. Suatu kekeliruan pada pemeriksaan pertama (pada saat diagnosis
sebenarnya adalh BTA positif tapi dilaporkan sebagai BTA negatif).
b. Penderita berobat tidak teratur. Seorang penderita yang di diagnose
sebagai penderita BTA negatif dan diobati dengan kategori 3, yang
hasil pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 adalah BTA
64

psoitif, harus didaftarkan kembali sebagai penderita gagal BTA positif


dan mendapatkan pengobatan dengan kategori 2 mulai dari awal.
Bila pemeriksaan ulang dahak akhir tahap intensif pada penderita baru
dan penderita baru dan penderita pengobatan ulang BTA positif, dahak
menjadi BTA negatif, pengobatan diteruskan ke tahap lanjutan.
Bila pada pemeriksaan ulang dahak pada tahap akhir intensif penderita
BTA negatif rontgen positif dahak menjadi BTA positif, penderita dianggap
gagal dan dimulai pengobatan dari permulaan dengan kategori 2
2. Sebulan sebelum akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan penderita baru
BTA positif dengan kategori

1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 7

pengobtan ulang penderita BTA positif, dengan kategori 2.

3. Akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan pada penderita
baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 8
pengobatan ulang BTA positif, dengan kategori 2.
Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir
pengobatan (AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (sembuh, atau
gagal).
Penderita

dinyatakan

sembuh

bila

penderita

telah

menyelesaikan

pengobatannya secara oengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling
sedikit 2 (dua)kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan
sebelum AP, dan satu pemeriksaan follow-up sebelumnya).
Contoh :
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP), pada

sebulan sebelum AP, dan akhir intensif.


Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhir intensif
(pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak sebulan

sebelum AP tidak diketahui penyebabnya.


Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada setelah sisipan
(pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak
pada sebulan AP tidak diketahui hasilnya.

65

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada
akhir intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang

dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.


Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada
setelah sisipan (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang

dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.


Bila penderita menyelesaikan pengobatan lengkap,tapi tidak ada hasil
pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif, tapi tidak ada hasil

dinyatakan sembuh, tetapi dinyatakan sebagai pengobatan lengkap.


Bila BTA masih positif pada sebulan sebelum AP, penderita dinyatakan gagal
dan pengobatannya diganti. Bila penderita gagal setelah pengobatan dengan
kategori 1, pengobatannya diganti dengan kategori 2 mulai dari awal. Bila
penderita gagal setelah pengobatan dengan kategori 2, penderita dianggap
sebagai kasus kronik. Kalau fasilitas laboratorium memungkinkan,
dilakukan uji kepekaan atau penderita tersebut dirujuk ke UPK spesialistik.
Bila tidak mungkin, kepada penderita diberikan tablet isoniazid (INH) seumur
hidup.
Untuk jelasnya lihat tabel 14 berikut ini :
Tabel 14 : TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN ULANG
DAHAK
Tipe Penderita

Uraian

Hasil BTA

Tindak Lanjut

Negatif

Tahap lanjutan

TBC
Akhir tahap

dimulai.

Intensif

Dianjurkan

Penderita baru

Positif

dengan OAT

BTA positif

sisipan selama

dengan

1bulan.Jika

pengobatan

setelah sisipan

kategori 1

masih tetap
positif, tahap
lanjutan tetap
diberikan
66

Sebulan sebelum
Akhir
Pengobatan
Atau
Akhir

Negatif

Sembuh

keduanya
Gagal, diganti
Positif

pengobatan
(AP)

dengan OAT
kategori 2 mulai
dari awal.

Negatif

Teruskan
pengobatan

Akhir Intensif

dengan tahap
lanjutan
Beri sisipan 1

Penderita BTA
Positif

positif dengan

bulan. Jika
setelah sisipan

pengobatan ulang

masih tetap

kategori 2

positif, teruskan
pengobatan tahap
lanjutan . jika ada
fasilitas, rujuk
untuk uji
kepekaan obat.
Negatif
Sebulan sebelum
Akhir
pengobatan
Atau
Akhir
pengobatan

Sembuh

keduanya
Belum ada
Positif

pengobata,
disebut kasus
kronik, jika
mungkin, rujuk
kepada unit
pelayanan
spesialistik. Bila
tidak mungkin,
bari INH seumur

67

hidup.
Penderita BTA (-)
& Ro (+) dengan

Negatif

Terus ke tahap

Akhir Intensif

lanjutan

pengobatan

Ganti dengan
Positif

kategori 3

kategori 2 mulai

(ringan) atau

dari awal.

kategori 1 (berat).

F. Hasil Pengobatan Dan Tindak Lanjut


Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai : Sembuh,
Pengobatan Lengkap, Meninggal, Pindah (Transfer Out), Defaulter (lalai)/DO dan
gagal.
a) Sembuh
Penderita

dinyatakan

sembuh

bila

penderita

telah

menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling
sedikit 2 (dua) kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan
sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya).
Contoh
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP),
pada sebulan sebelum AP, dan pada akhir Intensif.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhir
intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang
dahak pada sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada setelah
sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun pemeriksaan
ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan
pada setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun
pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.

68

Tindak lanjut : Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya


memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
b) Pengobatan lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif. Tindak
lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri
dengan mengikuti prosedur tetap. Seharusnya terhadap semua penderita BTA positif
harus dilakukan pemeriksaan ulang dahak.
c) Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena
sebab apapun.
d) Pindah
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain. Tindak
lanjut : Penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah (form TB.09) dan
bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan penderita dikirm
kembali ke UPK asal, dengan formulir TB10.
e) Defaulted atau Drop Out.
Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
Tindak lanjut : lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan pentingnya
berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan lakukan
pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori 2 ; bila negatif sisa
pengobatan kategori 1 lanjutkan.
f) Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau akhir
pengobatan.
Tindak lanjut : Penderita BTA positif baru dengan kategori
kategori 2 mulai dari awal.

69

1 diberikan

Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke UPK


spesialistik atau berikan INH seumur hidup.
Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2
menjadi positif.
Tindak lanjut : berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
G. Tatalaksana Penderita Yang Berobat Tidak Teratur
Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa
pengobatan selesai. Hal ini dapat terjadi karena penderita belum memahami
bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas
kesehatan harus mengusahakan agar penderita yang putus berobat kembali ke
UPK. Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe penderita, lamanya
pengobatan sebelumnya, lamanya

putus

berobat,

dan bagaimana

hasil

pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat. Untuk jelasnya lihat pada tabel6 dan tabel-7 berikut.
Tabel :15
PENGOBATAN PENDERITA TBC BARU BTA POSITIF
YANG BEROBAT TIDAK TERATUR
Lama

Lama

Perlu

Hasil

Dicatat

Tindakan

pengobatan

pengobatan

tidaknya

pemeriksaa

kembali

pengobatan

sebelumnya

terputus

pemeriksaa

n dahak

sebagai

---

---

n dahak
< 2 minggu

Tidak

Kat-1

Kurang Dari
1 bulan

Lanjutkan

2 8 minggu

Tidak

---

---

Mulai

Lagi

Kat-1

Dari

Awal
Positif
> 8 minggu

---

Ya

Mulai

Lagi

Kat-1

Dari

Awal
Negatif

---

Lanjtukan
Kat-1

< 2 minggu

Tidak

--70

---

Lanjutkan

Kat-1
1 2 bulan

Positif
2 8 minggu

---

Ya

Tambahkan 1
Bulan
Sisipan

Negatif

---

Lanjutkan
Kat-1

Positif
Ya
> 8 minggu
Negatif

Pengobatan

Mulai

setelah

Dengan Kat-

default

2 Dari Awal

Pengobatan

Lanjutkan

setelah

Kat-1

default
< 2 minggu

Tidak

---

---

Lanjutkan
Kat-1

Positif
>

2 8 minggu

---

Dengan Kat-

Ya

2bula

Mulai
2 Dari Awal

Negatif

---

Lanjutkan
Kat-1

Positif
>

8 Ya

mingg
Negatif

Pengobatan

Mulai

setelah

Dengan Kat-

default

2 Dari Awal

Pengobatan

Lanjutkan

setelah

Kat-1

default

Tabel : 16
PENGOBATAN PENDERITA TBC DENGAN KATEGORI 2
YANG BEROBAT TIDAK TERATUR
Lama

Lama

Perlu

Hasil

Dicatat

Tindakan

pengobatan

pengobatan

tidaknya

pemeriksaa

kembali

pengobatan

71

sebelumnya

terputus

pemeriksaa

n dahak

sebagai

---

---

n dahak
< 2 minggu

Tidak

Kat-2

Kurang Dari
2 8 minggu

1 bulan

Lanjutkan

Tidak

---

---

Mulai

Lagi

Kat-2

Dari

Awal
Positif
> 8 minggu

---

Ya

Mulai

Lagi

Kat-2

Dari

Awal
Negatif

---

Lanjtukan
Kat-2

< 2 minggu

Tidak

---

---

Lanjutkan
Kat-2

1 2 bulan

Positif
2 8 minggu

---

Ya

Tambahkan 1
Bulan
Sisipan

Negatif

---

Lanjutkan
Kat-2

Positif
Ya
> 8 minggu
Negatif

Pengobatan

Mulai

setelah

Dengan Kat-

default

2 Dari Awal

Pengobatan

Lanjutkan

setelah

Kat-2

default
< 2 minggu

Tidak

---

---

Lanjutkan
Kat-2

Positif
>
2bula
n

2 8 minggu

---

Mulai
Dengan Kat-

Ya

2 Dari Awal
Negatif
72

---

Lanjutkan

Kat-2
Positif
>

8 Ya

mingg
Negatif

Pengobatan

Mulai

setelah

Dengan Kat-

default

2 Dari Awal

Pengobatan

Lanjutkan

setelah

Kat-2

default
H. Pengawas Menelan Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO
1) Persyaratan PMO
Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan
dihormati oleh penderita
Seorang yang ditinggal dekat dengan penderita
Bersedia membantu penderita dengan sukarela
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan penderita
2) Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di
Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru imunisasi, dan lain-lain. Bila
tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari
kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya
atau anggota keluarga.
3) Tugas seorang PMO
Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktuwaktu yang telah ditentukan.
73

Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang


mempunyai

gejala-gejala

tersangka

TBC

untuk

segera

memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.


Catatan :
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban
penderita mengambil obat dari unit pelayann kesehatan.
4) Informasi penting yang perlu difahami PMO untuk disampaikan.
o TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan.
o TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur
o Tata laksana pengobatan penderita pada tahap intensif dan lanjutan,
o Pentingnya berobat secara teratur, karena itu pengobatan perlu diawasi,
o Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek
samping tersebut.
o Cara penularan dan mencegah penularan.
2.6. PENGOBATAN TBC PADA ANAK
Prinsip dasar pengobatn TBC pada anak tidak berbeda dengan pada orang dewasa,
tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian :
Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari
Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak
Susunan panduan obat TBC anak adalah 2HRZ/4HR :
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) selama 2
bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).

Tabel 17 :
JENIS DAN DOSIS OBAT TBC ANAK
Jenis Obat

BB
< 10 kg

BB
10 20 kg

BB
20 33 kg

Isoniasid

50 mg

100 mg

200 mg

Rifampisin

75 mg

150 mg

300 mg

Pirasinamid

150 mg

300 mg

600 mg

Berdasar rekomendasi IDAI


Catatan :
74

Penderita yang berat badannya kurang dari 5 kg harus dirujuk.


Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dapat dilihat antara lain dengan
terjadinya perbaikan klinis, naiknya berat badan, dan anak menjadi lebih aktif
dibanding dengan sebelum pengobatan.
2.6.1

PENGOBATAN PENCEGAHAN UNTUK ANAK


Semua anak yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TBC
BTA positif beresiko lebih besar untuk terinfeksi. Infeksi pada anak ini, dapat
berlanjut menjadi penyakit tuberculosis. Sebagian menjadi penyakit yang lebih serius
(misalnya meningitis dan milier) yang dapat menimbulkan kematian.
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
dengan penderita TBC BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan :

Bila anak mempunyai gejala-gejala seperti TBC harus dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut sesuai dengan alur deteksi dini TBC anak.


Bila anak balita tidak mempunyai gejala-gejala seperti TBC, harus diberikan
pengobatan pencegahan dengan isoniasid (INH) dengan dosis 5 mg per kg berat
badan per hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi BCG, perlu diberi BCG setelah pengobatan pencegahan dengan INH
selesai.

2.7. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS


Wanita Hamil
Pada prinsipnya pengobatan TBC pada wanita hamil tidak berbeda dengan
pengobatan TBC pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuali
streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada wanita hamil karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini akan
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkannya. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat
berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar dari kemungkinan
penularan TBC.

75

Ibu menyusui dan bayinya


Pada prinsipnya pengobatan TBC pada ibu meyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu
menyusui yang menderita TBC harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman
TBC kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebuat dapat
terus menyusu. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut
sesuia dengan berat badannya.
Wanita penderita TBC pengguna kontrasepsi.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB. Suntikan KB,
susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
wanita penderita TBC seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal, atau
kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
Penderita TBC dengan infeksi HIV/AIDS
Prosedur pengobatan TBC pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah
sama seperti penderita TBC lainnya. Obat TBC pada penderita HIV/ AIDS sama
efektifnya.
Penderita TBC dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita TBC dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembiuhan. Pada keadaan
dimana pengobatan TBC sangat diperlukan dapat diberikan Streptomisin (S) dan
Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan
dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

Penderita TBC dengan kelainan hati kronik


Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TBC. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT
76

harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat


diteruskan dengan pongawasan ketat. Penderita dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z)
tidak boleh digunakan. Paduan obat yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
Penderita TBC dengan gangguan ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini
dapat diberikan dengan dosis normal pada penderita-penderita dengan gangguan
ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaannya pada penderita dengan gangguan ginjal. Paduan OAT yang paling
aman untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah 2RHZ/6HR. Apabila sangat
diperlukan, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dosis yang sesuai faal
ginjal dengan pengawasan fungsi ginjal.
Penderita TBC dengan Diabetes Melitus
Diabetesnya

harus

dikontrol.

Perlu

diperhatikan

bahwa penggunaan

Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena
mempunyai komplikasi terhadap mata.
Penderita-penderita TBC yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa penderita seperti :

Meningitis
TBC milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis
TBC Pleuritis eksudativa
TBC Perikarditis konstriktiva.

Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan


secara bertahap 5-10 mg. lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.
Indikasi operasi
77

Penderita-penderita yang perlu mendapat tindakan operasi, yaitu:


1. Untuk TBC paru:
Penderita batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
2. Untuk TBC ekstra paru:
Penderita TBC ekstra paru dengan komplikasi, misalnya penderita TBC tulang
yang disertai kelainan neurologis.
2.8 EFEK SAMPING OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Sebagian besar penderita TBC dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek-samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek-samping sangat penting dilakukan selama
pengobatan.
Pemantauan efek samping obat dilakukan dengan cara :

Menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping.


Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil OAT.

Efek samping OAT.

Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam
kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera

dirujuk ke UPK spesialistik.


Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak.
Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik atau
obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama
pengobatan. Dalam hal ini, pemberian OAT dapat diteruskan.

Isoniasid (INH)
Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5%
penderita. Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus membaik. Bila
tanda-tanda hepatitis-nya berat maka penderita harus dirujuk ke UPK spesialistik.
Efek samping INH yang ringan dapat berupa:
78

Tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan nyeri otot atau gangguan
kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (vitamin B6

dengan dosis 5 10 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks)


Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin (syndrome pellagra)
Kelainan kulit yang bervariasi, antara lain gatal-gatal.

Bila terjadi efek samping ini pemberian OAT dapat diteruskan sesuai dosis.
Rifampisin
Rifampisin bila diberikan sesuai dosis yang dianjurkan, jarang menyebabkan
efek samping, terutama pada pemakaian terus-menerus setiap hari. Salah satu efek
samping berat dai Rifampisin adalah hepatitis, walaupun ini sangat jarang terjadi.
Alkoholisme, penyekit hati yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat hepatotoksis
yang lain secara bersamaan akan meningkatkan resiko terjadinya hepatitis. Bila terjadi
ikterik (kuning) maka pengobatan perlu dihentikan. Bila hepatitisnya sudah
hilang/sembuh pemberian Rifampisin dapat diulang lagi.
1. Efek samping Rifampisin yang berat tapi jarang terjadi adalah :
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas, kadang-kadang disertai
dengan kolaps atau renjatan (syok). Penderita ini perlu dirujuk ke UPK

spesialistik karena memerlukan perawatan darurat.


Purpura, anemia haemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi meskipun gejalanya sudah menghilang. Sebaiknya segera dirujuk ke UPK

spesialistik.
2. Efek samping Rifampisin yang ringan adalah :
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Sindrom flu berupa demam, menggigil, nyeri tulang
Sindrom perut berupa nyeri perut, mual, muntah, kadang-kadang diare.
Efek samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat
sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik. Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Hal ini harus
diberitahukan kepada penderita agar penderita tidak jadi khawatir. Warna merah
tesebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
Pirazinamid
79

Efek samping utama dari penggunaan Pirasinamid adalah hepatitis. Juga dapat
terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout
yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang

terjadi

reaksi

hipersensitas

misalnya

demam,

mual,

kemerahan dan reaksi kulit yang lain.


Streptomisin
Efek samping utama dari Streptomisin adalah kerusakan syaraf kedelapan
yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut
akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita. Kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama
dengan

tanda-tanda

telinga

mendenging

(tinitus),

pusing

dan

kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi dengan 0,25 gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Risiko
ini terutama akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Reaksi hipersensitas kadang-kadang terjadi berupa demam yang timbul tibatiba disertai dengan sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Hentikan pengobatan
dan segera rujuk penderita ke UPK spesialistik.
Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi setempat pada bekas
suntikan, rasa kesemutan pada sekitar mulut dan telinga yang mendengimg dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu (jarang terjadi) maka dosis
dapat dikurangi dengan 0,25 gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.
Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian,
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai.

80

Efek samping jarang terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB per hari atau 30
mg/Kg BB yang diberikan tiga (3) kali seminggu.
Setiap penderita yang menerima Etambutol harus diingatkan bahwa bila
terjadi gejala-gejala gangguan penglihatan supaya segera dilakukan pemeriksaan
mata. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi pada anak-anak, maka
etambutol sebaiknya tidak diberikan pada anak.
Tabel 9 dan table 10 berikut, menjelaskan efek samping dengan pendekatan gejala.
Tabel 9 untuk efek samping ringan, sedangkan tabel 10 untuk efek samping berat.
Tabel 18:
Efek samping ringan dari OAT
Efek Samping

Penyebab

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit


perut
Nyeri Sendi

Rifampisin
Pirasinamid

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

Warna kemerahan pada air seni


(urine)

INH

Penanganan
Obat diminum malam sebelum
tidur
Beri Aspirin
Beri vitamin B6 (piridoxin)
100mg per hari
Tidak perlu diberi apa-apa tapi

Rifampisin

perlu penjelasan kepada


penderita.

Tabel 19:
Efek samping berat dari OAT
Efek Samping

Penyebab

Gatal dan kemerahan kulit

Semua jenis OAT

Tuli

Streptomisin

81

Penatalaksanaan
Ikuti petunjuk penatalaksanaan
dibawah *).
Steptomisin dihentikan, ganti
Etambutol.

Steptomisin dihentikan, ganti

Gangguan keseimbangan

Streptomisin

Ikterus tanpa penyebab lain

Hampir semua OAT

Bingung dan muntah-muntah


(permulaan ikterus karena obat)

Etambutol.

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT sampai


ikterus menghilang.
Hentikan semua OAT, segera
lakukan tes fungsi hati.

Gangguan penglihatan

Etambutol

Hentikan Rifampisin.

Purpura dan renjatan (syok)

Rifampisin

Hentikan Rifampisin.

*) Penatalaksanaan penderita dengan efek samping gatal dan kemerahan


kulit:
Jika seorang penderita dalam pengobatan dengan OAT mulai mengeluh gatal-gatal,
singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil
meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gtal tersebut pada sebagian
penderita hilang, namun pada sebagian penderita malahan terjadi suatu kemerahan
kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, kepada penderita
tersebut perlu diberikan kortokosteroid dan/atau tindakan suportif lainnya (infuse) di
UPK perawatan.
Kalau jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian
kembali OAT harus dengan cara drug challenging dengan maksud untuk
menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut. Untuk
maksud tersebut, sebaiknya penderita dirujuk ke unit pelayanan spesialistik.
Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya
Pirasinamid atau Etambutol atau Streptomisin, maka pengobatan TBC dapat diberikan
lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain.
Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan
risiko

terjadinya

kambuh.

Kadang-kadang

pada

penderita

timbul

reaksi

hipersensitivitas (kepekaan) terhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini


merupakan jenis OAT yang paling ampuh sehingga merupakan obat utama (paling
penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila penderita dengan reaksi
82

hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negative, mungkin


dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi pada penderita
TBC dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat.
Karena sangat kompleksnya proses desensitisasi ini, maka harus dilakukan di unit
pelayanan spesialistik.
2.9. STRATEGI DOTS
Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan badan Kesehatan Dunia
(WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang
menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi
penanggulangan TB di Indonesia. Yang kemudian disebut sebagai STRATEGI DOTS sejak
itu dimulailah era baru pemberantasan TB di Indonesia.
Istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) dapat diartikan sebagai
pengawasan lansung menelan obat jangka pendek. Setiap hari oleh Pengawa Menelan Obat
(PMO).
Tujuannya mencapai angka kesembuhan yang tinggi, mencegah pututs berobat,
mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi.
Sebelum pengobatan pertama kali dimulai DOTS harus dijelaskan kepada pasien
tentang cara dan manfaatnya. Seorang PMO harus ditentukan dan dihadirkan di poliklinik
untuk diberi penerangan tentang DOTS dan tugas-tugasnya. PMO haruslah seseorang yang
mampu membantu pasien sampai sembuh selama 6 bulan dan sebaiknya merupakan anggota
keluarga pasien yang diseganinya.

Ada lima kunci utama dalam strategi DOTS yaitu :


1. Komitmen Politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopik yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang terstandar bagi semua kasus TB, dengan
penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk pengawasan lansung pengobatan
4. Jaminan ketersediaan obat anti tuberkulosis (OAT) yang bermutu
83

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap


hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Hasil evaluasi pada tahun 1998 menggambarkan bahwa cakupan penemuan penderita
baru mencapai 9,8% dengan angka keberhasilan mencapai 89%, sehingga WHO
menggolongkan kita sebagai negara dengan penyelenggara program yang baik tetapi ekspansi
sangat lambat. Kajian data ini mendapatkan dari Puskesmas pelaksana program DOTS yang
baru mencapai lebih kurang 40% dari 7000 Pusekesmas dan Rumah Sakit yang ada.

BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.

Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah :

Populasi penghuni Lapas


Bangkinang suspek TB paru

84

Penghuni Lapas positif


TB paru

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian


3.2.

Definisi Operasional

A.

Populasi penghuni lapas sespek TB paru


Sejumlah orang yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Bangkinang yang

mempunyai gejala seperti : batuk lebih dari 3 minggu, demam hilang timbul, penurunan berat
badan, dan keringat pada malam hari.
B.

Penghuni lapas positif TB Paru

Adalah Sejumlah orang yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Bangkinang yang


mempunyai hasil pemeriksaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu positif pada pembacaan
mikroskop.

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.

Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan rancangan studi survey untuk
melihat jumlah prevalensi penghuni lapas Bangkinang yang positif TB Paru.

4.2.

Waktu dan Tempat Penelitian

85

Penelitian akan dilakukan pada bulan September-Oktober 2016. Lokasi penelitian


ini adalah Lembaga Pemasyarakatan Bangkinang yang berada diwilayah kerja
Puskesmas Bangkinang kota
4.3.
Populasi dan sampel
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni lapas Bangkinang
4.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi, yaitu penghuni lapas yang mempunyai
gejala seperti yang disebutkan diatas
Kriteria Inklusi:
1. Penghuni lapas yang sudah berada di lapas minimal 1 tahun
2. Bersedia menjadi sampel
3. Memiliki minimal 2 dari gejala : batuk lebih dari 3 minggu, demam hilang
timbul, penurunan berat badan, dan keringat pada malam hari
Kriteria Eklusi:
1.Penghuni lapas yang positif TB Paru sebelumnya dan sedang dalam pengobatan
TB Paru.

4.4.

Teknik Pengumpulan Data

4.4.1.

Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah
data yang diperoleh langsung dari sampel melalui anamnesis dan pemeriksaan
sputum SPS.

4.4.2.

Instrumen Penelitian
Instrumen berupa Pot untuk menampung dahak, objek glass, seperangkat alat
pewarnaan BTA dan mikroskop.

86

4.4.3.

Metode Pengukuran
a. cara pengambilan dahak
pemeriksaan sputum dahak berfungsi untuk menegakkan diagnose, dengan
cara mengumpulkan 3 bahan dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan, yang dikenal dengan konsep Sewaktu Pagi Sewaktu.
Sewaktu: dahak dikumpulkan pada waktu kunjungan pertama.
Pagi : dahak dikumpulkan pada hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Sewaktu : dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat pasien menyerahkan dahak
pagi hari.
b. cara pewaraan sedia BTA
- gunakan masker
- siapkan alat dan bahan yang digunakan
- ambil objek glass yang bersih
- nyalakan lampu spritus dan ose dipanaskan
- dengan menggunakan ose steril ambil bagian sputum, lalu letakkan di objek
glass, sputum diratakan.
- letakkan ose berdekatan dengan spritus, setelah kering bakar sampai pijar
- keringkan sediaan pada suhu kamar, jangan dikeringkan diatas api. Sediaan
dilewatkan diatas nyala api lampu spritus sebanyak 3 x selama 3-5 detik
- letakkan sediaan diatas rak pewarnaan dengan apusan menghadap k eats
- tuangkan carbol fuchsin sampai menutupi seluruh permukaan kaca sediaan
- panaskan kaca sediaan secara hati-hati dengan cara melewatkan nyala api pada
bagian bawah keca sehingga keluar uap (jangan sampai mendidih) selama 3 menit.
- sediaan dibiarkan hingga dingin selama 5 menit
- sediaan dicuci dengan air mengalir
- tuangkan asam alcohol 70% di atas kaca sediaan sampai warna merah dari
fuchsin hilang
- sediaan dicuci dengan air mengalir
- tuangkan larutan methylin blue 0,3% diatas sediaan dan biarkan selama 10-20
detik atau larutan methylin blue 0,1% selama 1 menit
- Sediaan dicuci dengan air mengalir dan keringkan pada suhu kamar.
c. cara membaca dibawah mikroskop
- sediaan yang sudah kering diperiksa dibawah mikroskop
- carilah basil tahan asam (BTA) yang berwarna merah dengan latar belakang biru.
87

- periksa paling sedikit 100 lapangan pandang dengan cara menggeser sediaan dari
kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri pada garis lurus.
Pembacaan hasil dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : negative
- ditemukan 1-9 BTA/100 lapangan pandang : + (+1)
- ditemukan 10-99 BTA/100 lapangan pandang :++ (+2)
- ditemukan 1-10 BTA/1 lapangan pandang : +++ (+3)
- ditemukan > 10 BTA/1 lapangan pandang : ++++ (+4)
4.5.

Metode Analisa Data


Pengolahan data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan table dan dihitung

secara manual jumlah prevalensi yang positif TB Paru.

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian dapat dilihat pada table dibawah ini:


No Nama

Umur Alamat

1
2
3
4
5
6

46
21
53
37
53
25

Suwarman
Rinto
Eka saputra
Zulkifli
Bakri
Ridho

Hasil Sputum BTA


Sewaktu
Pagi
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
+++
+++
+
+

Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
88

7
8
9
10
11
12
13
14

Buyung
Jek waldesan
Susanto
Suyitno
Andes
Jeki
Aris J
Reza

35
33
38
65
30
25
35
30

Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas
Lapas

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

15

Sucipto

38

Lapas

Negatif

Negatif

16

Hariyadi

26

Lapas

Negatif

Negatif

17

Zen

27

Lapas

Negatif

Negatif

18

Dedi k 10

37

Lapas

Negatif

Negatif

19

Fadli

28

Lapas

Negatif

Negatif

20

Amin Mahmud

46

Lapas

Negatif

Negatif

21

Fauzan

35

Lapas

Negatif

Negatif

22

Suyono

58

Lapas

Negatif

Negatif

23

Rudi

35

Lapas

Negatif

Negatif

24

Joko

28

Lapas

Negatif

Negatif

25

Johan

30

Lapas

+++

+++

26

Gimun

45

Lapas

Negatif

Negatif

27

Roberto

53

Lapas

++

28

Usuf

36

Lapas

Negatif

Negatif

29

Dedi

23

Lapas

Negatif

Negatif

30

Lutus

48

Lapas

Negatif

Negatif

31

Heriawan

38

Lapas

++

Berdasarkan kegiatan penjaringan suspek TB paru di Lembaga Pemasyarakatan


Bangkinang Kota pada tanggal 28 - 29 2016 maka telah dilakukan pemeriksaan dahak
terhadap 31 orang yang dicurigai menderita TB paru. Dari hasil penjaringan suspek tersebut
dijumpai sebanyak lima orang dengan BTA (+) yaitu Bakri (53 th) dengan hasil pemeriksaan
BTA (+3). Ridho (25thn) dengan hasil pemeriksaan BTA (+1), Johan (30thn) dengan hasil
pemeriksaan (3+), Roberto (53thn) dengan hasil pemeriksaan BTA ((2+) dan heriawan (38
thn) dengan hasil BTA (2+)
89

5.1.1. Deskripsi Karakteristik Sampel


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, responden dalam penelitian ini berjumlah 31
orang.Adapun karakteristik responden meliputi umur. Hal ini dapat dilihat pada rincian
berikut ini:
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Umur
Umur
Frekuensi
Persentase (%)
21 30
8
25.8
31 40
11
35.4
41 50
4
12.9
>50
8
25.8
Total
31
100.0
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa karakteristik responden menurut umur lebih
banyak pada umur 31 40 tahun sebanyak 11 orang (35.4%), dan jumlah yang paling sedikit
41- 50 tahun sebanyak 4 orang (12.9%).
5.1.2. Prevalensi TB Paru positif di Lapas Bangkinang
Berdasarkan data pada penelitian dijumpai prevalensi :
Prevalensi suspek = suspek TB Paru
x 100%
Seluruh jumlah penghuni Lapas Bangkinang
Prevalensi suspek = 31 x 100%
700
= 4,46 %
Prevalensi positif TB Paru = Pasien positif TB Paru
x 100%
Total sampel yang diperiksa
Prevalensi positif TB Paru = 5 x 100%
31
= 16,12%
5.2.

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi suspek TB Paru tergolong rendah
(4,46%) karena hanya dijumpai 31 suspek TB Paru yang mempunyai gejala seperti :
batuk lebih dari 3 minggu, demam hilang timbul, keringat malam, penurunan berat
badan.
Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi positif TB Paru tergolong tinggi
(16,12%), karena dijumpai 5 positif TB Paru dari 31 suspek TB Paru di Lapas
90

Bangkinang. Hal ini bisa meningkatkan penyebaran kepada penghuni Lapas lain,
karena berdasarkan teori kuman Micobacterium Tuberculosis sangat mudah
berkembang di dalam lingkungan yang lembab dan tidak terkena sinar matahari
langsung seperti di lingkungan Lapas.

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
(1) Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi suspek TB Paru tergolong rendah
(4,46%) karena hanya dijumpai 31 suspek TB Paru di Lapas Bangkinang.
(2) Berdasarkan hasil penelitian, angka prevalensi positif TB Paru tergolong tinggi
(16,12%), karena dijumpai 5 positif TB Paru dari 31 suspek TB Paru di Lapas
Bangkinang.
6.2. Saran
(1) Diharapkan kepada petugas Puskesmas Bangkinang Kota untuk memberikan penyuluhan
tentang TB Paru secara bertahap.
(2) Membentuk pengawasan minum obat untuk pasien yang telah dinyatakan positif TB
Paru.

91

You might also like