Professional Documents
Culture Documents
Tanggapan)
7.1.4 Adanya Asosiasi
Kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas
masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan
pada bidang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai
akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul
adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata
tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau
surat-menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam amplop itu selain
bisa dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang.
Oleh karena itu, dalam kalimat Beri saja amplop maka urusan pasti beres kata
amplop di situ bermakna uang sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat
atu tidak berisi apa-apa, melainkan uang sebagai sogokan.
Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah.
Jadi, menyebut wadahnya yaitu amlop tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu
uang. Selain asosiasi yang berkenaan dengan wadah ada pula asosiasi yang
berkenaan dengan waktu. Misalnya perayaan 17 Agustus maksudnya tentu
perayaan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia karena proklamasi
tersebut terjadi pada tanggal 17 Agustus tersebut. Jadi disini, yang disebut
waktunya tetapi yang dimaksud adalah peristiwanya.
Ada pula perubahan makna akibat asosiasi yang berkenaan dengan tempat.
Yang disebut nama tempat tetapi yang dimaksud adalah hal lain yang berkenaan
dengan tempat itu. Umpamanya peristiwa Madiun, tentu yang dimaksud adalah
peristiwa pemberontakan PKI pada thun 1948 di Madiun.
ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, maka banyak kata yang
memiliki nilai rasa rendah, kurang menyenangkan. Disamping itu ada juga yang
memiliki nilai rasa tinggi atau mengenakkan. Kata-kata yang niainya merosot
menjadi rendah ini lazimdisebut peyoratif, sedangkan yang nilainya baik menjadi
tinggi disebut amelioratif. Misalnya kata bini dianggap sudah peyoratif,
sedangkan kata istri dianggap amelioratif.
Nilai rasa peyoratif dan amelioratif kemungkinan besar bersifat sinkronis.
Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Perkembangan pandangan hidup
biasanya sejalan dengan perkembangan budaya dan kemasyarakatan dapat
memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif atau amelioratif sebuah
kata. Contoh, jamban dulu dianggap bersifat peyoratif, oleh karena it orang tidak
mau menggunakannya dan menggantinya dengan kata kaku atau WC. Tetapi kata
jamban itu telah kehilangan sifat peyoratifnya karena pemerintah DKI secar resmi
menggunakan lagi kata itu sebagai istilah baku seperti dalam frase jamban
keluarga.
Chaer Abdul.2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta . Rineka Cipta.
1.Perubahan Makna Akibat Asosiasi
Selametmuljana dalam Pateda (Semantik Leksikal 2001 : 178)
mengatakan, Yang dimaksud dengan asosiasi adalah hubungan antara makna asli,
makna didalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan
dengan makna yang baru ; yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu
dipindahkan ke dalam pemakaina bahasa. Antara makna lama dan maknanya yang
baru terdapat pertalian erat.
Makna leksikal kata asosiasi, yakni: (i) persatuan antara rekan usaha;
persekutuan dagang; (ii) perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan
bersama; (iii) tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan
hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra
Depdikbud dalam Pateda (Semantik Leksikal 2001 : 179). Makna kata asosiasi
pada bagian ini lebih banyak berhubungan dengan makna (iii) di atas. Contoh,
dalam BI terdapat kata amplop. Kalau kita mengurus sesuatu di kantor dan
kemudian kawan kita Beri Ia amplop. Maka asoaiasi kita bukan lagi amplop
yang berfungsi sebagai sampul surat, tetapi amplop yang berisi uang; uang
pelancar, uang pelican, uang sogok. Secara kasar, kawan kita berkata, Berilah ia
uang agar urusanmu segera selesai.
Makna asosiasi dapat dihubungkan dengan waktu atau peristiwa. Tanggal
17 Agustus adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Namun, kadang-kadang
kita berkata Mari kita bertujuh belasan di Bandung. Di sini yang di maksud
bukan peristiwanya, tetapi bergembira , merayakan peristiwa tersebut.
Makna asosiasi dapat dihubungkan pula dengan tempat atau lokasi. Kalau
ada orang menyebut kata : Senayan, Monas, Banteng Grogol (semuanya ada di
Jakarta), pasti orang mengetahui tempat-tempat itu. Selanjutnya dapat
dihubungkan dengan warnamisalnya hijau, kuning, merah, putih. Misalnya
sebuah kapal yang berlayar mendekat pelabuhan dan di geladak kapal berkibar
bendera kuning, maka petugas pelabuhan segera menyediakan ambulan dan
dokter; karena bendera berwarna kuning mengasosiasikan kita dengan penyakit.
Di sini terjadi perubahan makna, yakni bukan warna kuning, tetapi pesan yang
ditandai oleh bendera warna kuning.
Makna asosiasi dapat pula dihubungkan dengan bunyi, misalnya kalau kita
mendengar bunyi sirine pada mobil ambulans, maka asosiasi berhubungan
dengan; (i) ada orang kecelakaan yang sedang dilarikan kerumah sakit; (ii)ada
orang sakit yang sedang dilarikan kerumah sakit; atau (iii) atau ada orang
meninggal di rumah dibawa kerummah duka atau kuburan dengan menggunakan
mobil ambulans. Kalau sirine itu datangnya dari mobil pemadam kebakaran, maka
asosiasi kita langsung pada peristiwa kebakaran sedangkan kalau sirine itu bersal
dari mobil polisi yang melaju di depan, maka asosiasi kita ada pembesar sedang
lewat.
Makna asosiasi boleh pula dihubungkan dengan lambing-lambang tertentu.
Misalnya jika kita sedang mengudara dan dibawah terlihat palang (+) hijau diatas
warna putih, asosiasi kita berhubungan dengan rumah sakit.
2. Perubahan Makna Akibat Tanggapan Indra
Telah diketahui bahwa indra manusia meliputi indra penciuman, indra
pendengaran, indra penglihatan, indra peraba dan indra perasa. Masing-masing
indra menimbulkan kelompok kata yang dapat dimanfaatkan oleh pemakai
bahasa. Indra penciuman menghasilkan kelompok kata busuk, harum; indra
pendengaran menghasilkan kata keras, lembut, merdu; indra penglihatan
menimbulkan kata gelap, jelas, kabur, terang; indra peraba menimbulkan kata
halus, kasar; sedangkan indra perasa menghasilkan kata benci, jengkel, iba,
kasihan, rindu, sedih.
Akibat pertukaran indra, disebut sinestesi (kata Yunani ; sun =sama dan
aesthetikos = tampak). Pertukaran indra dimaksud, misalnya indra pendengaran
dengan indra penglihatan, indra perasa ke indra penglihatan. Misalnya, kata
terang, seperti telah dikatakan di atas berhubung dengan indra penglihatan, tetapi
kalau orang berkata suaranya terang maka hal itu berhubungan dengan
pendengaran. Makna kata terang yakni ada matahari atau cukup cahaya, berubah
menjadi jelas.
Dalam BI terdapat kata manis. Kata ini berhubungan dengan indra perasa.
Tetapi kalau orang berkata Rupanya manis sekali maka kata manis pada kalimat
tersebut tidak berhubungan dengan indra perasa lagi, tetapi sudah dihubungkan
dengan indra penglihatan. Maknanya tidak berhubungan dengan nilai rasa , tetapi
cantik, menarik, komposisi baju yang cocok.
Selanjutnya kata manis, pedas, pahit, selalu dihubungkan dengan indra
perasa, tetapi kalau orang berkata kata yang manis enak didengar atau
kata2nya sangat pedas kami rasakan maka kata manis, pahit, pdas tidak beleh
dhubungkan dengan makna yang berhubungan dengan indra perasa tetapi makna
yg berhubungan dengan indra pendengaran.
Pateda Mansur. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta. Rineka Cipta.
1.Perubahan Makna akibat Asosiasi