You are on page 1of 111

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini perkembangan teknologi berkembang dengan sangat cepat.
Perkembangan ini berbanding lurus dengan kebutuhan hidup manusia
dengan memperhatikan kualitas material. Oleh karena itu, banyak penemuan
para ahli yang baru untuk menciptakan hal dengan teknologi canggih dan
dapat bersaing dengan teknologi baru yang lain.
Perkembangan dalam hal mekanik juga dapat berkembang dengan
pesat. Berbagai rekayasa telah dilakukan agar kebutuhan manusia dapat
terpenuhi, contoh: transportasi. Salah satu aspek penting pada bidang
rekayasa mekanik adalah menekankan pada material. Penggunakan yang
tidak tepat akan berujung pada rendahnya efisiensi, gangguan pemakaian,
rendahnya usia pakai dan kegagalan.
Oleh karena itu diperlukan adanya pengujian material yang akan
digunakan sebelum diputuskan layak atau tidaknya material tersebut untuk
digunakan untuk kebutuhan. Namun, harus diperhatikan juga pengujian
secara fisik dan kimia.
Pada kenyataannya, suatu bahan memiliki sifat tertentu yang sesuai
dengan keinginan dan memiliki sifat lain yang tidak sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan, misalnya baja yang kuat tetapi mudah berkarat
atau baja yang ulet tetapi mudah aus. Suatu bahan dapat diberikan perlakuan
atau dipadu dengan bahan lain sehingga sifat buruk akan hilang dan sifat
baik akan muncul. Salah satu perlakuan yang dilakukan pada material
adalah perlakuan panas. Pada umumnya, perlakuan panas ini dilakukan pada
baja, baja merupakan logam yang paling sering digunakan pada komponen
mesin. Karena itu analisis-analisis panas terhadap sifat mekanik baja yang
perlu diperhatikan.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum Teknik Pengujian Logam yaitu:
1. Memahami prinsip pengujian logam;
2. Memahami perbedaan destructive test (DT) dan non-destructive
test (NDT);
3. Memahami standar yang digunakan pada pengujian logam;
4. Menganalisis sifat dan parameter yang ditunjukkan pada
pengujian logam;
5. Mengolah data hasil pengujian logam;
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan pada Praktikum Teknik Pengujian
Logam yaitu:
1. Bab II Pengujian Tarik
- Spesimen uji yang digunakan yaitu baja ST37;
- Standar yang digunakan yaitu ASTM E8M-04;
- Mesin uji tarik yang digunakan yaitu Universal Testing
Machine (UTM)
2. Bab III Pengujian Kekerasan
- Pengujian kekerasan yang digunakan yaitu pengujian
-

kekerasan metode Brinell dan metode Rockwell skala C;


Standar yang digunakan untuk pengujian kekerasan

Brinell yaitu ASTM E10;


Standar yang digunakan untuk pengujian kekerasan

Rockwell skala C yaitu ASTM E18;


Spesimen uji yang digunakan untuk pengujian kekerasan

Brinell yaitu Al 7XXX;


Spesimen uji yang digunakan untuk pengujian kekerasan

Rockwell skala C yaitu Nickel based dan AISI P420;


Pengujian Brinell dilakukan pada 3 (tiga) titik;
Pengujian Rockwell skala C dilakukan pada 5 (lima) titik.

3. Bab IV Pengujian Impak


- Metode pengujian impak yang digunakan yaitu metode
-

pengujian Charpy;
Standar yang digunakan yaitu ASTM E-23;
Spesimen uji yang digunakan yaitu baja ST37 dan mika;
Massa pendulum yang digunakan untuk spesimen uji baja

ST37 sebesar 10 kg;


Massa pendulum yang digunakan untuk spesimen uji mika
sebesar 5 kg;

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Spesimen memiliki takikan dengan jenis v-notch.

4. Bab V Pengujian Bengkok


- Standar yang digunakan yaitu ASTM E-290;
- Spesimen uji yang digunakan yaitu baja ST37;
- Alat uji yang digunakan adalah Universal Testing
-

Machine (UTM);
Pengujian menggunakan prinsip three points bending.

5. Bab VI Pengujian Mulur


- Standar yag digunakan yaitu ASTM E-139 11;
- Spesimen uji yang digunakan yaitu baja ST37;
- Alat uji yang digunakan adalah alat uji mulur;
- Temperatur operasi yang digunakan yaitu 700oC;
- Beban yang digunakan yaitu 5.84 kg.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

6. Bab VII Pengujian Dye Penetrant Test


- Standar yang digunakan yaitu ASTM E-165 dan ASME V
-

part 6;
Spesimen uji yang digunakan yaitu spesimen hasil las;
Proses pre-cleaning menggunakan cairan thinner;
Penetran yang digunakan adalah visible penetrant;
Teknik pengaplikasian penetran yang digunakan adalah

spraying;
Dwell time penetrasi selama 15 menit;
Dwell time development selama 7 menit.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

1.4 Tempat Praktikum


Dosen Teknik Pengujian Logam
Asisten Laboratorium
Teknisi
Hari, Tanggal
Waktu
Tempat
Jurusan
Fakultas
Universitas Jenderal Achmad Yani

: Sutarno, Ir., MT.


: Dindin Eka Rohdyana
: Bapak Joko Purwanto
: Kamis, 7 Mei 2015
Selasa, 12 Mei 2015
: 08.00 WIB
: Laboratorium Logam
: Teknik Metalurgi
: Teknik

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian
Logam ini sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, tujuan, batasan masalah,
tempat praktikum dan sistematika penulisan Praktikum Teknik
Pengujian Logam.
2. Bab II Pengujian Tarik
Bab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, skema
proses, penjelasan skema proses, pengumpulan data, pengolahan
data, analisis dan kesimpulan praktikum pengujian tarik.
3. Bab III Pengujian Kekerasan
Bab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, skema
proses, penjelasan skema proses, pengumpulan data, pengolahan
data, analisis dan kesimpulan praktikum pengujian kekerasan.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

4. Bab IV Pengujian Impak


Bab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, skema
proses, penjelasan skema proses, pengumpulan data, pengolahan
data, analisis dan kesimpulan praktikum pengujian impak.
5. Bab V Pengujian Bengkok
Bab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, skema
proses, penjelasan skema proses, pengumpulan data, pengolahan
data, analisis dan kesimpulan praktikum pengujian bengkok.
6. Bab VI Pengujian Mulur
Bab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, skema
proses, penjelasan skema proses, pengumpulan data, pengolahan
data, analisis dan kesimpulan praktikum pengujian mulur.
7. Bab VII Pengujian Dye Penetrant
Bab ini berisi tujuan, teori dasar, alat dan bahan, skema
proses, penjelasan skema proses, pengumpulan data, pengolahan
data, analisis dan kesimpulan praktikum pengujian dye
penetrant.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

BAB II
PENGUJIAN TARIK
2.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian tarik;
2. Memahami dan menganalisis kurva mesin pengujian tarik;
3. Mendapatkan data-data hasil pengujian tarik;
4. Mengolah data-data hasil pengujian tarik;
5. Memahami sifat-sifat mekanik yang didapatkan dari pengujian tarik;
6. Memahami prinsip kerja Universal Testing Machine (UTM).
2.2 Teori Dasar
Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk
menentukan respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan
fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini
akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan
ketergantungan atas fenomena atomik maupun mikroskopis dan bukan
dipengaruhi bentuk atau ukuran benda uji) dari material terhadap
pembebanan tersebut. Di antara semua pengujian mekanis tersebut,
pengujian tarik merupakan jenis pengujian yang paling banyak dilakukan
karena mampu memberikan informasi representatif dari perilaku mekanis
material.
Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik
dengan beban kontinyu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang
didapat berupa perubahan panjang dan perubahan beban yang selanjutnya
ditampilkan

dalam

bentuk

grafik

tegangan-regangan,

sebagaimana

ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Data-data penting yang diharapkan didapat


dari pengujian tarik ini adalah: perilaku mekanik material dan karakteristik
perpatahan.
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam
dan nonlogam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap
mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis.
Informasi penting yang bisa didapat adalah:
a. Batas proporsionalitas (proportionality limit)
Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan
mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan


regangan secara proporsional dalam hubungan linier = E
(bandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili
tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope
kemiringan dari modulus kekakuan). Titik P pada Gambar 2.1 di
bawah ini
menunjukkan batas proporsionalitas dari kurva teganganregangan.

Gambar 2.1 Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet

b. Batas elastis (elastic limit)


Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada
panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah
proporsionalitas merupakan bahagian dari batas elastik ini.
Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari
luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga
bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata
lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu
titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan
terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya.
Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir
berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)


Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus
mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban.
Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan
mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik
luluh ditunjukkan oleh titik Y pada Gambar 1.2 di atas. Gejala
luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dngan
struktur Kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid
solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen dan oksigen.
Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan
baja ulet eperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower
yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya
tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan
kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu
metode yang dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini
kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai tegangan
dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/ deviasi
tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada
Gambar 2.2 di bawah ini garis offset OX ditarik paralel dengan
OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan
memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis
offset OX diambil 0.1 0.2% dari regangan total dimulai dari
titik O.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Gambar 2.2 Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari
bahan getas

Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran


kemampuan bahan menahandeformasi permanen bila digunakan
dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan
mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain,
batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam)
dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti
proses rolling, drawing, stretching dan sebagainya. Dapat
dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
-

Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in

service)
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming

process)
d. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh
material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai
kekuatan tarik maksimum uts ditentukan dari beban maksium.
Fmaks dibagi luas penampang awal Ao. Pada bahan ulet
tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar 2.1)
dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B.
Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda
dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan
(titik B pada Gambar 2.2). Dalam kaitannya dengan penggunaan
struktural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan
maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh
dilewati.
e. Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat
benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal Ao.
Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M
terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B
maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat
adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum


sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan
kekuatan maksimumnya.
f. Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan

suatu

sifat

yang

menggambarkan

kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya


perpatahan. Sifat ini, dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki
oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling,
bending,

stretching,

sebagainya.

Pengujian

drawing,
tarik

hammering,
memberikan

cutting
dua

dan

metode

pengukuran keuletan bahan yaitu:


- Persentase perpanjangan (elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah
perpatahan terhadap panjang awalnya.
Elongasi, (%) = [(Lf-Lo)/Lo] x 100% (1.2)
dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari
-

benda uji.
Persentase

pengurangan/reduksi

penampang

(Area

Reduction)
Diukur sebagai pengurangan luas penampang (crosssection) setelah perpatahan terhadap luas penampang
awalnya.
Reduksi penampang, R (%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100% (1.3)
dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas
penampang awal.
g. Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran
kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka
semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat
pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut
semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan (Gambar
2.1 dan 2.2), modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari
slope kemiringan garis elastis yang linier, diberikan oleh:
E = / atau E = tan (1.4)

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

dimana adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva


tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh
energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak
dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan.
Sebagai
contoh diberikan oleh Gambar 2.3 di bawah ini yang menunjukkan
grafik tegangan-regangan beberapa jenis baja:

Gambar 2.3 Grafik tegangan-regangan beberapa baja yang memperlihatkan


kesamaan modulus kekakuan

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

h. Modulus kelentingan (modulus of resilience)


Mewakili kemampuan material untuk menyerap energi dari luar
tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari
luas segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram teganganregangan pada Gambar 2.1.
i. Modulus ketangguhan (modulus of toughness)
Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi hingga
terjadinya perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari
luas area keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil
pengujian tarik seperti Gambar 2.1. Pertimbangan disain yang
mengikut sertakan modulus ketangguhan menjadi sangat penting
untuk

komponen-komponen

yang

mungkin

mengalami

pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material dengan


modulus ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang
besar karena pembebanan berlebih, tetapi hal ini tetap disukai
dibandingkan material dengan modulus yang rendah dimana
perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.
j. Kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi
awal (luas area dan panjang) dari benda uji, sementara untuk
mendapatkan

kurva

tegangan-regangan

sesungguhnya

diperlukan
luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat
terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlampau besar pada
regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang
terjadinya pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah
titik luluh terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi
demikian besar di dalam daerah necking. Pada kurva teganganregangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara
aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal
Ao bernilai konstan pada saat penghitungan tegangan = P/Ao.
Sementara pada kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

area actual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan dan


benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena =
P/A. Gambar 2.4 di bawah ini memperlihatkan contoh kedua
kurva
tegangan-regangan tersebut pada baja karbon rendah (mild
steel).

Gambar 2.4. Perbandingan antara kurva regangan-tegangan rekayasa dan


sesungguhnya dari baja karbon rendah (mild steel)

Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan


perpatahan seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.5 di bawah ini:

Gambar 2.5 Ilustrasi penampang samping bentuk perpatahan benda uji tarik sesuai
dengan tingkat keuletan/kegetasasan

Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan


gelap (dull), sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan
patahan yang berbutir (granular) dan terang. Perpatahan ulet umumnya
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan
peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan Pengamatan kedua
tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjang
maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil
dimungkinkan
dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope).
a. Perpatahan Ulet
Gambar 2.6 di bawah ini memberikan ilustrasi skematis
terjadinya perpatahan ulet pada suatu spesimen yang diberikan
pembebanan tarik:

Gambar 2.6. Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik: (a)
Penyempitan awal; (b) Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity); (c)
Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan; (d) Perambatan retak;
(e) Perpatahan geser akhir pada sudut 45.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet diberikan oleh Gambar


2.7 berikut:

Gambar 2.7 Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam yang
ditandai dengan lubang-lubang dimple sebagai suatu hasil proses penyatuan
rongga-rongga kecil (cavity) selama pembebanan berlangsung

b. Perpatahan Getas
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi
pada material
2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang
kristalin membelah atom-atom material (transgranular).
3. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse-grain)
maka dapat dilihat pola-pola yang dinamakan chevrons or
fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal
kegagalan.
4. Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak
memiliki pola-pola yang mudah dibedakan.
5. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan
patahan yang bercahaya dan mulus.
Contoh perpatahan getas dari suatu benda uji berbentuk pelat
diberikan oleh Gambar 2.8 di bawah ini

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

.
Gambar 2.8. Perpatahan getas pada dua sampel logam berpenampang lintang
persegi panjang (pelat)

Sedangkan hasil foto SEM sampel dengan perpatahan getas


diberikan oleh Gambar 2.9 pada halaman berikut ini:

Gambar 2.9. Foto SEM sampel dengan perpatahan getas. Perhatikan bentuk
perambatan retak yang menjalar (a) memotong butir (transgranular fracture)
dan (b) melalui batas butir material (intergranular fracture)

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

2.3 Tata Cara Praktikum


2.3.1.....................................................................................................Skem
a Proses
Menyiapkan spesimen sesuai standar ASTM E8M - 04

Mengukur dimensi awal spesimen uji

Memasang spesimen uji pada mesin UTM

Memasang milimeter blok pada mesin UTM

Menghidupkan mesin UTM

Memberikan pembebanan secara kontinyu hingga spesimen


patah

Mencatat F maksimal

Melakukan pengukuran dimensi akhir spesimen uji

Melakukan pengolahan data dan kurva

Analisis dan pembahasan

Kesimpulan
Gambar 2.10 Skema Proses Pengujian Tarik

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

2.3.2.....................................................................................................Penje
lasan Skema Proses
1. Mempersiapkan spesimen uji yang sesuai dengan standar ASTM
E8M-04;
2. Mengukur dimensi awal gauge length, tebal dan diameter
spesimen uji ST37;
3. Memasang spesimen uji pada mesin Universal Testing Machine
(UTM);
4. Memasang millimeter blok pada mesin uji;
5. Menghidupkan mesin uji UTM;
6. Memberikan pembebanan secara kontinyu hingga spesimen uji
patah;
7. Mencatat F maksimal saat spesimen uji patah;
8. Melakukan pengukuran dimensi akhir spesimen uji saat patah;
9. Melakukan pengolahan data;
10. Melakukan analisis dan pembahasan;
11. Membuat kesimpulan.
2.4 Alat dan Bahan
2.4.1.....................................................................................................Alat
1. Universal Testing Machine (UTM);
2. Jangka sorong;
3. Kamera;
4. Penggaris.
2.4.2.....................................................................................................Baha
n
1. Spesimen uji ST37 sesuai standar ASTM E8M-04;
2. Milimeter blok.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

2.5 Data Pengamatan


2.5.1.....................................................................................................Peng
umpulan Data
- Standar Pengujian : ASTM E8M-04
- Data Sebelum Penarikan
Tabel 2.1 Tabel Data Sebelum Penarikan
No.
1

Jenis Material

ST37

Panjang Awal (lo)

44 mm

Diamater Awal (do)

6.30 mm

Data

Luas Penampang
Awal (Ao)

Keterangan

31.1566 mm

Panjang gauge length


awal
Diameter gauge length
awal
Ao = do2

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Data Setelah Penarikan


Tabel 2.2 Tabel Data Setelah Penarikan
No.

Data

F max

Skala

= 1960 kg
= 21 kotak
1 kotak = 93.33
kg

Keterangan
Diperoleh dari hasil
pengujian pada mesin
Skala
Tentukan posisi Fy dari

Fy

= 17 kotak
= 1586.61 kg

Panjang Akhir (lf)

= 53.05 mm

Diameter Akhir (df)

= 6.10 mm

Luas Penampang
Akhir (Af)
Perubahan Panjang
(l)

= 29.20985 mm2

= 9.04 mm
= 15 kotak

kurva mesin lalu hitung


bebannya
Panjang gauge length
akhir
Diameter gauge length
akhir
A f = df 2
l = lf - lo
Lalu bandingkan
skalanya pada kurva
mesin

8
9
10
11

Kekuatan Tarik
(u)
Kekuatan Luluh
(y)
Keuletan ()
Modulus Elastisitas
(E)

= 62.9079kg/mm2
= 629.079 MPa
=50.9236kg/mm2
= 509.236 MPa
= 20.5454%
= 2.4591 kg/mm2
=24.691 MPa
=0.24691 GPa

u = Fmax / Ao
y = Fy / Ao
= l / lo x 100%
E = y /

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Kurva Mesin
Kurva Mesin Uji Tarik
2200
2000
1800
1600
1400
1200
F (kg) 1000
800
600
400
200
0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
l (mm)

Gambar 2.11 Kurva Mesin Uji Tarik

Kurva Teknis
Kurva Teknis Uji Tarik
70

60

50

40
(kg/mm2)
30

20

10

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

(mm)

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

0.14

0.16

0.18

0.2

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Gambar 2.12 Kurva Teknis Uji Tarik

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

2.5.2.....................................................................................................Peng
olahan Data
- Luas Penampang Awal (Ao)
Diketahui : do
= 6.30 mm
Ditanyakan : Ao?
Jawab
:
1
1
A o = d o2= x 3.14 x (6.30 mm)2 =31.15665 mm 2
4
4
-

Skala
Diketahui : Fmax = 1960 kg
Fmax = 21 kotak
Ditanyakan : skala?
Jawab
:
1960 kg
Skala=
=93.33 kg/kotak
21 kotak

Luas Penampang Akhir (Af)


Diketahui : df
= 6.10 mm
Ditanyakan : Af?
Jawab
:
1
1
A f = d f 2= x 3.14 x( 6.10 mm)2=29.20985m m2
4
4

Perubahan Panjang (l)


Diketahui : lf
= 53.05 mm
lo
= 44 mm
Ditanyakan : l?
Jawab
:
l=l f l 0=53.05mm44 mm=9.04 mm

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Kekuatan Tarik (u)


Diketahui : Fmax = 1960 kg
Ao
= 31.15665 mm2
Ditanyakan : u?
Jawab
:
Fmax
1960 kg
kg
u=
=
=62.9079
2
Ao
31.15665 mm
m m2
u =629.079 MPa

Kekuatan Luluh (y)


Diketahui : Fy = 1586.61 kg
Ao
= 31.15665 mm2
Ditanyakan : y?
Jawab
:
Fy
1586.61kg
kg
y= =
=50.9236
A o 31.15665 m m2
mm 2
y =509.236 MPa

Keuletan ()
Diketahui : l
= 9.04 mm
lo
= 44 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l
9.04 mm
= x 100 =
x 100 =20.5454
lo
44 mm

Modulus Elastisitas (E)


Diketahui : y
= 509.236 Mpa

= 20.5454%
Ditanyakan : E?
Jawab
:
y 509.236 MPa
E= =
=24.78 MPa=0.2478GPa

20.5454

2.6 Analisa dan Pembahasan


Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan logam untuk
diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik,
struktur dan komposisi unsur-unsur didalamnya. Salah satu proses pengujian
logam adalah pengujian tarik. Pengujian tarik adalah pengujian yang
bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik logam antara lain kekuatan

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

tarik (tensile strength), kekuatan luluh (yield strength), modulus elastisitas,


elongasi dan reduksi penampang.
Pada praktikum pengujian tarik ini diuji material ST37 yang
bentuknya sesuai dengan standar ASTM E8M-04 yang kemudian diuji
dengan menggunakan mesin uji tarik Universal Testing Machine.
Spesimen uji diukur terlebih dahulu sebelum diuji tarik. Hal ini dilakukan
untuk membandingkan ukuran spesimen awal dan akhir. Pengukuran
panjang spesimen dilakukan pada bidang gauge, karena pengujian fokus
pada bidang ini serta pada bidang inilah akan terjadi konsentrasi tegangan
yang akan menyebabkan patahan. Setelah dilakukan pengujian tarik dan
spesimen patah, maka didapatkan beban maksimal pada saat spesimen patah
dan kurva mesin. Selanjutnya dilakukan analisis hasil pengujian yang dapat
dilakukan berdasarkan cara peninjauan yaitu ditinjau dari kurva mesin, hasil
perhitungan dan hasil patahan spesimen.
Berdasarkan kurva mesin, kurva mesin yang diperoleh dari mesin
UTM ini adalah kurva mesin antara beban, F (kg) berbanding dengan
perubahan panjang, l (mm). pada kurva ini dapat dilihat adanya perubahan
F yang terjadi serta pertambahan l. Melalui kurva ini dapat diketahui beban
maksimal, Fmax (kg) dan beban luluh. Fy (kg). Fmax diperoleh dari titik
tertinggi pada kurva ini. Fmax didefinisikan sebagai beban maksimal yang
dapat ditahan material sebelum patah. Fy pada kurva ini tidak dapat
terdefinisi dengan jelas sehingga diperoleh dengan metode 0.2% offset.
Pada kurva mesin ini pun menunjukkan perubahan panjang selama
proses pengujian yang dibuktikan dengan perubahan dimensi spesimen uji
saat diukur setelah pengujian. Hasil pengukuran menunjukkan terjadinya
perubahan dimensi panjang dan diameter gauge. Panjang gauge akhir lebih
panjang 9.04 mm dari panjang gauge akhir, sedangkan diameter akhir lebih
kecil dibanding diameter awal. Fenomena ini menunjukkan adanya necking
yang terjadi pada spesimen ketika di uji tarik.
Necking adalah pengecilan luas permukana pada batas penampang.
Necking terjadi pada saat terjadi beban mencapai batas maksimum pada
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

spesimen uji sehingga terjadi pengecilan penampang setempat dan


pertambahan panjang akan terjadi. Necking hanya terjadi apda material yang
ulet sebagai peringatan akan terjadinya patahan karena terjadi penyerapan
energi yang tinggi sebelum patah, sedangkan pada patahan material getas
akan terjadi tanpa peringatan atau secara tiba-tiba karena rendahnya energi
yang diserap. Luas penampang setelah pengujian akan lebih kecil dibanding
luas penampang awal. Hal ini menunjukkan adanya reduksi penampang
(reduction in area, RA) yang terjadi.
Berdasarkan pengolahan data dari kurva mesin dan perubahan ukuran
spesimen uji, maka dapat ditentukan sifat mekanik lainnya melalui
perhitungan, antara lain:
1. Kekuatan tarik, u (kg/mm2) yaitu kekuatan atau tegangan
maksimal yang dapat ditahan oleh spesimen uji sebelum patah.
Kekuatan tarik ini terdefinisi dari beban maksimal, Fmax (kg) per
luas penampang, Ao (mm2). Semakin besar Fmax hasil pengujian,
maka semakin besar u. Kekuatan tarik spesimen uji hasil
pengujian sebesar 629.079 MPa.
2. Kekuatan luluh, y (kg/mm2) yaitu ketahanan material terhadap
deformasi plastis. Kekuatan luluh ini terdefinisi dari beban
luluh, Fy (kg) per luas penampang awal, Ao (mm2). Kekuatan
luluh spesimen uji hasil pengujian sebesar 509.236 MPa.
3. Keuletan yaitu sifat yang menggambarkan kemampuan
spesimen uji menahan deformasi hingga terjadinya patahan.
Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan
suatu spesimen uji yaitu elongasi dan reduksi luas penampang.
Nilai elongasi spesimen uji sebesar 20.5454%.
4. Modulus Elastisitas, E (kg/mm2) yaitu ukuran kekakuan suatu
material. Semakin besar harga E maka material tersebut semakin
kaku. E spesimen uji hasil pengujian yaitu sebesar 24,78 MPa.
Berdasarkan spesimen hasil pengujian dapat dianalisis karakteristik
material tersebut melalui tampilan patahan spesimen pengujian. Spesimen
uji memberikan ilustrasi patahan yang berkarakteristik serabut dan gelap
sehingga dapat termasuk ke dalam jenis material patah ulet. Perpatahan ulet

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

pun memiliki skema perpatahan yang disebut sebagai cup and cone
fracture mechanism. Mekanisme ini menjelaskan mekanisme terjadinya
patah ulet pada spesimen uji ini yaitu:
1. Terjadinya penyempitan awal;
2. Terjadinya pembentukan rongga-rongga kecil (cavity);
3. Terjadinya penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan;
4. Terjadinya perambatan retak;
5. Terjadinya perpatahan geser akhir pada sudut 45o.
Seharusnya, hasil u yang dihasilkan dari hasil pengujian material
ST37 adalah minimal 37 kg/mm2 atau 370 MPa. Tetapi, hasil pengujian
material uji ST37 menunjukkan u sebesar 62.9079 kg/mm2 atau 629.079
MPa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ukuran diameter dan gauge
length yang tidak sesuai standar ASTM E8M-04. Ukuran diameter spesimen
uji seharusnya sebesar 9.0 0.1 mm sedangkan spesimen uji sebenarnya
berukuran 6.30 mm. Ukuran gauge spesimen uji seharusnya sebesar 45.0
0.1 mm sedangkan spesimen uji sebenarnya berukuran 44 mm.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

2.7 Kesimpulan
- Pengujian tarik adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
sifat-sifat mekanik yang dimiliki logam yaitu kekuatan tarik (tensile
strength, u), kekuatan luluh (yield strength, y), modulus elastisitas
(elasticity modulus, E), elongasi (elongation, ) dan reduksi
-

penampang (reduction in area, RA).


Pengujian tarik mengacu pada standar ASTM E8M 04.
Berdasarkan kurva mesin yang diperoleh dari Universal Testing

Machine (UTM) dapt diketahui adanya Fmax, Fy dan l.


Berdasarkan pengolahan data kurva mesin dan pengukuran dimensi
dapat diketahui adanya:
1. u sebesar 629.079 MPa
2. y sebesar 509.236 MPa
3. Keuletan terdefinisi melalui reduksi luas penampang dan

elongasi. Elongasi sebesar 20.5454 MPa


4. E sebesar 24.78 MPa
Berdasarkan spesimen hasil pengujian, patahan merupakan patahan
ulet. Mekanisme patah dapat dikethui sebagai mekanisme perpatahan

cup and cone fracture mechanism.


Spesimen uji dapat dikatakan sebagai spesimen yang ulet karena

mengalami necking dan hasil perpatahan yang berserabut.


Terjadi perbedaan hasil pengujian dengan hasil yang standar.
Kemudian disebabkan oleh ukuran spesimen yang tidak sesuai
standar.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

BAB III
PENGUJIAN KEKERASAN
3.1 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar pengujian kekerasan Brinell
dan Rockwell C;
2. Mengetahui kekerasan dari suatu spesimen uji;
3. Membandingkan prosedur dan prinsip pengujian kekerasan Brinell
dan Rockwell C;
3.2 Teori Dasar
Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain,
ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh
pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis
seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban
yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut.
Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika
memilih bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung
memilih bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih
tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan
dengan logam lunak. Meskipun demikian, logam yang keras biasanya
cenderung lebih rapuh dan sebaliknya, logam lunak cenderung lebih ulet
dan elastis.
Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka
kekerasan logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan
untuk melihat apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat
kekerasan logam berdasarkan pada standar satuan yang baku. Karena itu,
prosedur pengujian kekerasan pun diatur dan diakui oleh standar industri di
dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang baku itu disepakati melalui
tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan, goresan, dan dinamik.
Tabel 3.1 Logam Ferro Dan Pemakaiannya

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Nama
Baja lunak

Komposisi
Campuran ferro dan

Sifat
Ulet dan dapat

Pemakaian
Pipa, mur, baut dan

(mild steel)
Baja karbon

karbon (0.1-0.3%)

ditempa dingin

sekrup

sedang (medium
carbon steel)
Baja karbon
tinggi (high
carbon steel)

Baja kecepatan
tinggi (high
carbon steel)

Campuran ferro dan


karbon (0.4 0.6%)

Lebih ulet

Poros, rel baja dan


peron
Perlengkapan mesin

Campuran ferro dan

Dapat ditempa dan

perkakas, kikir,

karbon (0.7 1.5%)

disepuh

gergaji, pahat, tap,

Baja karbon tinggi


ditambah dengan nikel/
krom/ kobalt/ tungsten/
vanadium

Getas, dapat
disepuh keras,
dimudakan dan
tahan terhadap
suhu tinggi

penitik dan stempel


Alat potong yang
digunakan adalah
pahat bubut, pisau
fris, mata bor dan
perlengkapan mesin
perkakas

Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh


industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat
dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan
dengan metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan
cara ini terdiri dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode
Rockwell, Brinell, dan Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing, serta perbedaan dalam
menentukan angka kekerasannya. Metode Brinell dan Vickers misalnya,
memiliki prinsip dasar yang sama dalam menentukan angka kekerasannya,
yaitu menitikberatkan pada perhitungan kekuatan bahan terhadap setiap
daya luas penampang bidang yang menerima pembebanan tersebut.
Sedangkan metode Rockwell menitikberatkan pada pengukuran kedalaman
hasil penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk berkasnya
(indentasi) pada benda uji.
Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga
berbeda. Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing
sesuai dengan proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar
internasional. Perbedaan satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

hasil pengujiannya. Berikut ini merupakan uraian terperinci mengenai


masing-masing metode pengujian.
1. Metode Pengujian Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur
berdasarkan standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan
metode pengujian Rockwell ditunjukkan pada tabel sebagai
berikut :
Tabel 3.2 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell

Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat


dikelompokkan menurut jenis indentor yang digunakan pada
masing-masing skala. Dalam metode Rockwell ini terdapat dua
macam indentor yang ukurannya bervariasi, yaitu:
a. Kerucut intan dengan besar sudut 120 dan disebut sebagai
Rockwell Cone.
b. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai
Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu
menentukan dan memilih ketentuan angka kekerasan maksimum
yang boleh digunakan oleh skala tertentu. Jika pada skala
tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akurat, maka kita
dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka
kekerasan yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini
memiliki standar atau acuan, dimana acuan dalam menentukan

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui tabel


sebagai berikut:
Tabel 3.3 Skala Kekerasan Dan Pemakaiannya

Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode


Rockwell diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut
beban minor dan tahap kedua (beban utama) disebut beban
mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg sedangkan beban
mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan.
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor
dengan suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan
bersih dari suatu logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya
tekan dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan dijadikan
dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil
pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan,tetapi justru
dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan
metode Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian
kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu
HRA, HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

singkatan kekerasan Rockwell atau Rockwell Hardness Number


dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja.
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor
terlebih dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan,
yaitu indentor bola baja atau kerucut intan. Setelah indentor
terpasang, penguji meletakkan specimen yang akan diuji
kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang
akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui
nilai kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang
terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer.
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain:
a. Benda uji.
b. Operator.
c. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu:
a. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
b. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
c. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell,
yaitu :
a. Tingkat ketelitian rendah.
b. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
c. Penekanan bebannya tidak praktis.
2. Metode Pengujian Brinell
Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola
baja yang terbuat dari baja krom yang telah dikeraskan dengan
diameter tertentu oleh suatu gaya tekan secara statis ke dalam
permukaan logam yang diuji tanpa sentakan. Permukaan logam
yang diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan
dan bola baja dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter
paling atas dari lekukan tersebut diukur secara teliti, yang
kemudian dipakai untuk menentukan kekerasan logam yang
diuji dengan menggunakan rumus:

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

(D d )
D

D
2P
BHN =
dimana :
P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D = diameter indentor yang digunakan
d = diameter bekas lekukan
Kekerasan ini disebut kekerasan Brinell, yang biasa disingkat
dengan HB atau BHN (Brinell Hardness Number). Semakin
keras logam yang diuji, maka semakin tinggi nilai HB. Bahanbahan atau perlengkapan yang digunakan untuk uji kekerasan
Brinell adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mesin uji kekerasan Brinell.


Bola baja untuk Brinell (Brinell Ball).
Mikroskop pengukur.
Stopwatch.
Mesin gerinda.
Ampelas kasar dan halus.
Benda uji (test specimen).

Apabila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang
terbuat dari baja krom yang telah disepuh atau cermentite
carbide. Bola Brinell ini tidak bolehberdeformasi sama sekali di
saat proses penekanan ke permukaan logam uji. Standar dari
bola Brinell yaitu mempunyai 10 mm atau 0,3937 in, dengan
penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang
telah distandarkan di atas, terdapat juga bola-bola Brinell
dengan diameter lebih kecil ( 5 mm, 2,5 mm, 2 mm,
1,25 mm, 1 mm, 0,65 mm) yang juga mempunyai toleransitoleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3
mm
adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm
adalah 0,004 mm, dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah
0,005 mm. Penggunaannya bergantung pada gaya tekan P dan

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

jenis logam yang diuji, maka penguji harus dapat memilih


iameter bola yang paling sesuai.
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk
menguji kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :
a. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap
untuk diuji.
b. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai
untuk menguji.
c. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola
baja yang digunakan, dan alat pengukur waktu.
d. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari
lekukan lalu memasang alat optis untuk melihat bekas
yang kemudian mengukur diameter bekas sebelumnya
secara

teliti

dengan

mikrometer

pada

mikroskop.

Pangukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan


dua kali secara bersilang tegak lurus dan baru dari dua
nilai diameter yang diperoleh, diambil rata-ratanya.
Kemudian dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk
memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
e. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga
diperoleh nilai ratarata dari uji kekerasan Brinell tersebut.
f. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat
lekukan baik dari tepi specimen maupun dari tepi lekukan
lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter lekukannya.
3. Metode Pengujian Vickers
Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya
tekan tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond
terbalik dengan sudut puncak 136 ke permukaan logam yang
akan diuji kekerasannya, dimana permukaan logam yang diuji
ini harus rata dan bersih.
Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan
pyramid diamond dikeluarkan dari bekas yang terjad, maka
diagonal segi empat bekas teratas diukur secara teliti, yang
digunakan sebagai kekerasan logam yang akan diuji. Permukaan
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

bekas merupakan segi empat karena pyramid merupakan


piramida sama sisi. Nilai kekerasan yang diperoleh disebut
sebagai kekerasan Vickers, yang biasa disingkat dengan Hv atau
HVN (Vickers Hardness Number). Untuk memperoleh nilai
kekerasan Vickers, maka hasil penekanan yang diperoleh
dimasukkan ke dalam rumus berikut ini :
Hv=

2 Fsin 2
D

1.8554 F
D2

Bahan-bahan atau perlengkapan yang biasa digunakan untuk uji


kekerasan Vickers adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mesin percobaan kekerasan Vickers


Mesin gerinda.
Indentor pyramid diamond
Ampelas kasar dan halus.
Mikroskop pengukur diagonal bekas.
Benda uji (test specimen).
Stopwatch.

Hal terpenting yang harus dipelajari dalam pengujian Vickers


adalah bagaimana menggunakan alat uji kekerasan Vickers
dalam hal memasang indentor pyramid diamond, meletakkan
specimen di tempatnya, menyetel beban yang akan dipakai,
melihat dan mengukur diagonal persegi empat teratas dari bekas
yang terjadi
seteliti mungkin.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

3.3 Tata Cara Praktikum


3.3.1 Skema Proses
- Uji Kekerasan Brinell
Menyiapkan spesimen uji Al 7XXX

Memasang spesimen uji pada mesin uji keras Brinell

Mengatur beban sebesar 62.5 kg

Tunggu 10 detik (dwell time)

Ulangi langkah tersebut sebanyak 3 kali pada tempat yang


berbeda

Memasang spesimen di mikroskop optik

Menentukan ukuran diameter hasil indentasi

Menentukan nilai kekerasan Brinell

Melakukan analisis dan pembahasan

Kesimpulan
Gambar 3.1 Skema Proses Uji Kekerasan Brinell

Uji Kekerasan Rockwell C

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Menyiapkan spesimen uji


a. Spesimen uji Nickel Based b. Spesimen uji AISI P420

Memasang spesimen uji pada alat uji keras Rockwell

Loading beban minor 10 kg

Memasang jarum pembaca pada titik 'C'

Loading beban mayor 150 kg

Menunggu 10 detik (dwell time)

Mencatat angka HRC yang ditunjukkan

Unload beban minor

Ulangi langkah diatas pada 5 lokasi yang berbeda

Lepas spesimen uji (a)

Mengulangi langkah tersebut pada spesimen uji (b)

Melakukan analisis dan pembahasan

Membuat kesimpulan
Gambar 3.2 Skema Proses Uji Kekerasan Rockwell C

3.3.2 Penjelasan Skema Proses


- Uji Kekerasan Brinell

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Menyiapkan spesimen uji Al 7XXX;


Memasang spesimen uji pada mesin uji keras Brinell;
Mengatur beban sebesar 62.5 kg;
Loading beban 62.5 kg;
Tunggu 10 detik (dwell time);
Unload beban;
Ulangi langkah tersebut sebanyak 3 kali pada lokasi yang

berbeda;
8. Memasang spesimen di mikroskop optik;
9. Menentukan ukuran diameter hasil indentasi;
10. Menentukan nilai HB;
11. Melakukan analisa dan pembahasan;
12. Membuat kesimpulan;
-

Uji Kekerasan Rockwell


1. Menyiapkan spesimen uji
a. Spesimen uji Nickel Based
b. Spesimen uj AISI P420;
2. Memasang spesimen uji (a) pada alat uji keras Rockwell;
3. Memasang jarum pembaca pada titik C;
4. Loading beban minor 10 kg;
5. Loading beban mayor 150 kg;
6. Menunggu 10 detik (dwell time);
7. Ulangi langkah diatas pada 5 lokasi yang berbeda;
8. Lepas spesimen uji (1);
9. Mengulangi langkah diatas pada spesimen uji (b);
10. Melakukan analisis dan pembahasan;
11. Membuat kesimpulan.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1 Alat
1. Alat uji kekerasan Brinell;
2. Alat uji kekerasan Rockwell;
3. Mikroskop.
3.4.2 Bahan
1. Material uji Nickel Based;
2. Material uji AISI P420;
3. Material uji Al 7XXX.
3.5 Data Pengamatan
3.5.1 Pengumpulan Data
- Uji Kekerasan Brinell
Tabel 3.4 Data Uji Kekerasan Brinell

Metode Pengujian Kekerasan


Jenis Mesin Pengujian Kekerasan
Standard Pengujian
Jenis Indentor
Beban
Dwell Time
Material Uji

Indentasi
Brinell
ASTM E10
Bola Baja
62.5 kg
10 s
Al 7XXX

Tabel 3.5 Data Pengamatan Diameter Indentasi Brinell

No.
1
2

Spesimen Uji
Al 7XXX ke 1
Al 7XXX ke 2
Rata-rata (m)
Rata-rata (mm)

Diameter, Pengamatan ke- (m)


1
2
3
756.2
759.9
773.2
784.3
763.4
770.0
770.25
761.65
771.6
0.770
0.761
0.771

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Tabel 3.6 Konversi Diameter Hardness Brinell Number

No.
1
-

Spesimen

HBN
2
135

1
131

Uji
Al 7XXX

Rata3
131

Rata
132.33

Uji Kekerasan Rockwell C


Tabel 3.7 Data Uji Kekerasan Rockwell C

Metode Pengujian Kekerasan


Jenis Mesin Pengujian Kekerasan
Standard Pengujian
Jenis Indentor
Beban Mayor
Beban Minor
Dwell Time
Material Uji

Indentasi
Rockwell C
ASTM E18
Diamond Cone
150 kg
10 kg
10 s
a. Nickel Base
b. AISI P420

Tabel 3.8 Data Nilai Kekerasan Rockwell C

No.
1.
2.

Spesime
n Uji
Nickel
Based
AISI
P420

Nilai Kekerasan
2
3
4

Rata5

Rata

30

27

20.5

19

27

24.7

23.5

24.5

25.5

28

28

25.9

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

3.5.2 Pengolahan Data


- Uji Kekerasan Brinell
1. Diameter Rata-Rata (1)
Diketahui
: d1
= 756.2 m
d2
= 784.3 m
Ditanyakan
: 1?
Jawab
:
+ 756.2+784.3
1= 1 2 =
=770.25
2
2
1=0.770 mm
2. Diameter Rata-Rata (2)
Diketahui
: d3
= 759.9 m
d4
= 763.4 m
Ditanyakan
: 2?
Jawab
:
3 + 4 759.9+763.4
2=
=
=761.65
2
2
2=0.761 mm
3. Diameter Rata-Rata (3)
Diketahui
: d5
= 773.2 m
d6
= 770.0 m
Ditanyakan
: 3?
Jawab
:
5 + 6 773.2+770.0
3=
=
=771.6 m
2
2
3=0.771 mm
4. Konversi Diameter HBN
1 = 0.770 mm = 131 HBN
2 = 0.760 mm = 135 HBN
3 = 0.771 mm = 131 HBN
5. Rata-Rata HBN
Diketahui
: HBN1 = 131 HBN
HBN2 = 135 HBN
HBN3 = 131 HBN
Ditanyakan
: HBN rata-rata?
Jawab
:
HBN 1+ HBN 2+ HBN 3 131+135+131
HBN =
=
3
3
HBN =132.33 HBN

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Uji Kekerasan Rockwell


1. HRC Rata-Rata Spesimen Nickel Based
Diketahui
: HRC1 = 30
HRC2 = 27
HRC3 = 20.5
HRC4 = 14
HRC5 = 27
Ditanyakan : HRC rata-rata?
Jawab
:
HRC1 + HRC 2 + HRC 3+ HRC 4 + HRC 5
HRC=
5
HRC=

30+27+20.5+14 +27
=24.7 HRC
5

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

2. HRC Rata-Rata Spesimen AISI P420


Diketahui
: HRC1 = 23.5
HRC2 = 24.5
HRC3 = 25.5
HRC4 = 28
HRC5 = 28
Ditanyakan : HRC rata-rata?
Jawab
:
HRC1 + HRC 2 + HRC 3+ HRC 4 + HRC 5
HRC=
5
HRC=

23.5+24.5+25.5+28+28
=25.9 HRC
5

3.6 Analisa dan Pembahasan


Pengujian kekerasan adalah pengujian yang ketahanan material
terhadap gaya gores yang dilakukan material lain yang lebih keras.
Pengujian kekerasan dapat dilakukan dengan berbagai metode (metode
gores, metode pantul dan metode indentasi)dan alat uji.
Pada

praktikum

ini

dilakukan

pengujian

kekerasan

dengan

menggunakan alat uji Rockwell C dan Brinell. Kedua alat uji tersebut
merupakan pengujian kekerasan metode indentasi yang prinsipnya adalah
penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu
indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh
kedalaman atau luas area indentasi yang dihasilkan, bergantung kepada jenis
pengujian dan jenis indentor yang digunakan. Standar pengujian dengan
Brinell adalah ASTM E10, sedangkan standar pengujian Rockwell C adalah
ASTM E-18. Pada praktikum ini, spesimen yang diuji dengan metode
Brinell adalah material Al 7XXX serta spesimen yang diuji dengan metode
Rockwell C adalah material Nickel Base dan AISI P420.
Pada pengujian Brinell, indentor yang digunakan adalah bola baja
dengan beban sebesar 65 kg dan dwell time (waktu penekanan) selama 10
detik. Hasil pengujian berbentuk lingkaran bulat yang kemudian diukur
diameternya dibawah mikroskop. Diameter ini yang kemudian dikonversi
menjadi Hardness Brinell Number (HBN) baik melalui tabel konversi
maupun perhitungan. Hasil rata-rata HBN spesimen uji Aluminum Alloys
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

7XXX adalah sebesar 132.33 HBN. Hasil ini masih termasuk kedalam
spesifikasi HBN Aluminum Alloys 7XXX yaitu sebesar 20-210 HBN
(Sumber: Website MatWeb Material Property Data).
Metode Rockwell merupakan pengujian kekerasan dengan pembacaan
langsung, berbeda dengan metode Brinell dimana kekerasan suatu bahan
dinilai dari diameter jejak indentasi yang dihasilkan. Perbedaan tipe-tipe
Metode Rockwell terletak pada jenis indentor dan beban yang digunakan
serta berpengaruh kepada tipe material yang akan diuji. Pada pengujian
Rockwell skala C, beban mayor yang digunakan adalah 150 kg dan beban
minor yang digunakan adalah 10 kg, dengan jenis indentor diamond cone
serta lazimnya digunakan untuk menguji material baja yang dikeraskan dan
baja atau paduan yang dikeraskan.
Hasil pengujian material Nickel Based Alloy memiliki Hardness
Rockwell C sebesar 24.7 HRC. Nilai ini jauh dibawah nilai kekerasan Nickel
Based Alloy sebesar 50 HRC (Nickel Development Institute). Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh:
1. Alat uji yang belum dikalibrasi
2. Kesalahan pada praktikum
3. Adanya perlakuan tambahan yang diberikan kepada spesimen uji.
Hasil pengujian Rockwell C untuk material AISI P420 adalah sebesar
25.9 HRC. Nilai ini sesuai dengan kekerasan material AISI p420 yang
mengalami hardening pada suhu 950-1020oC dan tempering pada suhu 600750oC yang berkisar antara 24-29 HRC (Sumber: Website Interlloy
Engineering Steels and Alloy)

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

3.7 Kesimpulan
- Pengujian kekerasan adalah pengujian ketahanan material terhadap
-

deformasi plastis;
Hasil pengujian material Al 7XXX dengan metode Brinell yaitu

132.33 HBN;
Hasil pengujian material Nickel Based dengan metode Rockwell C

yaitu 24.7 HRC;


Hasil pengujian material AISI P420 dengan metode Rockwell C yaitu

25.9 HRC;
Metode Brinell menggunakan indentor bola baja dengan beban 62.5;
Metode Rockwell C menggunakan indentor diamond cone dengan
beban minor 10 kg dan beban mayor 150 kg.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

BAB IV
PENGUJIAN IMPAK
4.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian impak;
2. Memahami tujuan pengujian impak;
3. Memahami perbedaan pengujian impak metode Charpy dan Izod;
4. Menganalisis bentuk perpatahan (fraktografi) hasil uji impak;
5. Menganalisis hasil uji impak berbagai material dan karakteristik
perpatahan yang dihasilkan;
6. Memahami sifat yang dihasilkan dari pengujian impak.
4.2 Teori Dasar
Uji impact charpy digunakan untuk mengetahui kegetasan atau
keuletan suatu bahan (specimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan
secara tiba-tiba terhadap benda yang akan diuji secara statik. Benda uji
dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar JIS Z2202 dan hasil
pengujian benda tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
seperti bengkokan atau patahan esuai dengan keuletan atau kegetasan
terhadap benda uji tersebut.
Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak
suatu beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe
dan bentuk konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari
jenis konvensional sampai dengan sistem digital yang lebih maju. Dalam
pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi kalau bahan
diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar deformasi
yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan laju
regangan beberapa kali lipat. Patah getas menjadi permasalahan penting
pada baja dan besi. Pengujian impact charpy banyak dipergunakan untuk
menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang
mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Mesin uji impact
charpy dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Gambar 4.1 Mesin Uji Impact Charpy

Gambar 4.2 Benda Uji Impact Charpy Bentuk V

Pada pengujian ini adalah suatu bahan uji yang ditakik, dipukul oleh
pendulum (godam) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui
sifat kegetasan suatu bahan. Cara ini dapat dilakukan dengan charpy atau
cara izod. Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy,
pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan
pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada
jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum.
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus
takik. Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu JIS Z .

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Gambar 4.3 Sistem Uji Impact Charpy dan Izod

Gambar 4.4 Benda Uji Standar JIS Z 2202

Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,


maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2
yang juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum
mengayun bebas. Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha
lebih dari 0,05 kilogram meter (kg m) pada saat pendulum mencapai
kedudukan 4. Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan
pendulum dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan
selanjutnya pendulum akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian
h2. Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau usaha
yang diserap benda uji sampai patah dapat diketahui melalui rumus sebagai
berikut :
W1 = G x h1 (kgm)
Atau dapat juga diselesaikan dengan menggunakan rumus berikut ini:
W1 = G x (1 cos) (kgm)
dimana :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi awal pendulum
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut :
W2 = G x h2 (kgm)
Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:
W2 = G x (1-cos) (kgmm)

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

dimana:
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi akhir pendulum
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat
diketahui melalui rumus sebagai berikut :
W = W1 W2 (kgm)
Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai
berikut:
W = G x (cos cos ) (kg m)
dimana:
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
= jarak lengan pengayun (m)
cos = sudut posisi awal pendulum
cos = sudut posisi akhir pendulum
Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini :
K = W/Ao\
dimana :
K = nilai impact (kg m/mm2)
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Gambar 4.5 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

4.3 Tata Cara Praktikum


4.3.1 Skema Proses
Mempersiapkan spesimen uji (a) ST37

Mengukur dimensi spesimen uji

Memasang spesimen uji pada mesin uji impak Charpy Ferrous

Mengatur jarum pembaca sudut pada titik 150oC

Melepaskan pendulum

Menahan pendulum setelah mengenai spesimen

Mencatat sudut pantul yang dihasilkan

Mengulangi langkah diatas untuk spesimen uji (2) Mika dengan mesin
untuk non-Ferrous

Melakukan analisis dan pembahasan

Membuat kesimpulan.
Gambar 4.6 Skema Proses Pengujian Impak

4.3.2 Penjelasan Skema Proses


LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mempersiapkan spesimen uji (a) ST37;


Mengukur dimensi spesimen uji (tebal, panjang, tinggi, takikan)
Memasang spesimen uji pada mesin uji impak Charpy Ferrous;
Mengatur jarum pembaca sudut pada titik 150oC;
Melepaskan pendulum;
Menahan pendulum setelah mengenai spesimen;
Mencatat sudut pantul yang dihasilkan;
Mengulangi langkah diatas untuk spesimen uji (2) Mika dengan

mesin untuk non-Ferrous;


9. Melakukan analisis dan pembahasan;
10. Membuat kesimpulan.
4.4 Alat dan Bahan
4.4.1 Alat
1. Alat uji impak metode Charpy untuk material Ferrous;
2. Alat uji impak metode Charpy untuk material non-Ferrous;
3. Jangka sorong
4.4.2 Bahan
1. Spesimen uji ST37;
2. Spesimen uji Mika.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

4.5 Data Pengamatan


4.5.1 Pengumpulan Data
Tabel 4.1 Data Pengujian Impak

Data
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Tebal (mm)
Kedalaman Takikan (mm)
Luas Penampang (mm)
Metode Pengujian
Temperatur Uji (oC)
Massa Pendulum (kg)
Panjang Pendulum (m)
Sudut Awal (o)
Sudut Pantul (o)
Energi Impak (J)
Harga Impak (J/mm2)
Percepatan Gravitasi (m/s2)

ST37
130.20
9.30
25.00
1.00
1074.15
Charpy
25
10
1
150
-15
179.53
0.1671
9.8

4.5.2 Pengolahan Data


1. Spesimen Uji ST37
- Luas Penampang (A)
Diketahui
: l = 130.20 mm
t = 9.25 mm
Kedalaman takikan = 1 mm
Ditanyakan : A?
Jawab
:
A ST 37 =l ST 37 x ( t ST 37kedalamantakikan )
A ST 37 =130.20 mm x ( 9.25 mm1 mm )
A ST 37 =1074.15 mm2

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Mika
65
9.30
10
1.00
585
Charpy
25
5
0.5
150
110
12.84
0.0219
9.8

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Energi Impak (EI)


Diketahui
: m = 10 kg
g = 9.8 m/s2
= - 15o
= 150oC
R=1m
Ditanyakan : EI?
Jawab
:

cos cos
EI =m x g x R
(150)
cos (15 ) cos
m
EI =10 kg x 9.8 2 x 1 m
s
EI =179.53 J

Harga Impak (HI)


Diketahui
: EI = 179.53 J
A = 1074.15 mm2
Ditanyakan : HI?
Jawab
:
EI
179.53 J
2
HI= =
=0.1671 J /mm
2
A 1064.15 mm

2. Spesimen Uji Impak


- Luas Penampang (A)
Diketahui
: l = 65 mm
t = 10mm
Kedalaman takikan = 1 mm
Ditanyakan : A?
Jawab
:
A Mika=l Mika x ( t Mika kedalaman takikan )
A Mika=65 mm x ( 10 mm1mm )
A Mika=985 m m2

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Energi Impak (EI)


Diketahui
: m = 5kg
g = 9.8 m/s2
= 110o
= 150oC
R = 0.5 m
Ditanyakan : EI?
Jawab
:

cos cos
EI =m x g x R
(150)
cos ( 110 ) cos
m
EI =5 kg x 9.8 2 x 0.5 m
s
EI =12.84 J

Harga Impak (HI)


Diketahui
: EI = 12.84 J
A = 585 mm2
Ditanyakan : HI?
Jawab
:
EI 12.84 J
2
HI= =
=0.0219 J /m m
2
A 585 mm

4.6 Analisa dan Pembahasan


Pengujian impak adalah pengujian yang mengukur ketahanan material
terhadap beban kejut. Pengujian impak mampu menunjukkan ketangguhan
suatu material. Dasar pengujian impak adalah penyerapan energi potensial
dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan
menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.
Pada praktikum ini dilakukan pengujian impak dengan menggunakan
alat uji impak Charpy. Pada alat uji impak Izod, benda uji diletakkan secara
mendatar dan bidang yang bertakik dihadapkan dengan arah datangnya
pendulum beban. Sedangkan pada alat uji impak Charpu, benda uji
diletakkan dengan bidang yang bertakik berlawanan arah dengan arah
pendulum beban. Takik berbentuk V dengan sudut 45 o. Penggunaan takik
bertujuan untuk membuat konsentrasi tegangan sehingga perpatahan

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

diharapkan terjadi pada bagian yang bertakik tersebut. Pada praktikum ini,
spesimen uji impak berupa baja ST37 dan Mika. Pada umumnya, uji Charpy
dilakukan pada berbagai temperatur untuk mengetahui temperatur transisi,
tetapi pada praktikum ini hanya dilakukan pada temperatur 25oC atau
temperatur ruang. Temperatur transisi berfungsi untuk mengetahui
perubahan sifat keuletan dan kekakuan yang akan terjadi pada suatu material
ketika temperatur tertentu.
Sudut pantul dari ST37 lebih besar dari sudut pantul mika, karena
energi yang diserap oleh ST37 lebih besar. Pada pengujian impak, melalui
perhitungan dapat diketahui nilai energi impak yaitu energi yang mampu
diserap. Nilai EI pada spesimen ST37 sebesar 179.53 Joule, sedangkan nilai
EI pada spesimen Mika sebesar 12.84 Joule. Selain nilai EI, melalui
perhitungan pun dapat diketahui nilai Harga Impak suatu material. Nilai HI
pada spesimen ST37 sebesar 0.1671 J/mm2 sedangkan nilai HI pada
spesimen mika sebesar 0.0219 J/mm2.
Pengukuran lain yang dapat dilakukan pada pengujian impak Charpy
adalah pengamatan permukaan patahan untuk menentukan jenis patahan
yang terjadi. Pada umumnya, jenis patahan yang terjadi digolongkan
menjadi 3 jenis, yaitu patah berserat, patah granular dan perpatahan
campuran. Pada spesimen uji ST37, perpatahan yang terjadi adalah
perpatahan berserat atau fibrous fracture. Perpatahan ini melibatkan
pergeseran bidang-bidang Kristal dalam bahan logam yang ulet. Perpatahan
ini ditandai dengan permukaan patahan berserat yang mampu menyerap
cahaya dan berpenampilan buram. Sedangkan pada spesimen uji mika,
perpatahan yang terjadi adalah perpatahan granular atau kristalin.
Perpatahan ini dihasilkan oleh mekanisme pembelahan pada butir-butir
material yang getas. Perpatahan ini ditandai dengan permukaan patahan
yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi.
Namun, pada material uji Mika, patahan yang terjadi tidak terbagi
menjadi dua, namun menjadi 4 bagian yang tidak beraturan. Hal ini

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

disebabkan kemungkinan oleh ketidakpasan penempatan takikan pada mesin


uji impak, sehingga pendulum tidak mengenai takikan dengan pas.
4.7 Kesimpulan
- Pengujian impak adalah pengujian yang mengukur ketahanan material
-

terhadap beban kejut;


Metode yang digunakan adalah metode Charpy;
Energi Impak dan Harga Impak spesimen uji ST37 yaitu 179.53 J dan

0.1671 J/mm2;
Energi Impak dan Harga Impak spesimen uji Mika yaitu 12.84 J dan

0.0219 J/mm2;
Perpatahan pada material ST37 adalah perpatahan berserat sedangkan

pada material Mika adalah perpatahan kristalin;


Penggunaan takik bertujuan untuk membuat konsentrasi tegangan
sehingga perpatahan diharapkan terjadi pada bagian yang bertakik
tersebut.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

BAB V
PENGUJIAN BENGKOK
5.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian bengkok;
2. Menganalisis hasil uji bengkok suatu material;
3. Memahami sifat mekanik bahan apabila menerima beban tekan;
4. Memahami hal-hal yang mempengaruhi pengujian bengkok;
5. Menghitung modulus elastisitas, momen inersia, momen bending dan
defleksi bending.
5.2 Teori Dasar
Uji Bending (pengujian lengkung) merupakan salah satu pengujian
sifat mekanik bahan yang dilakukan terhadap spesimen dari bahan baik
bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi atau komponen yang akan
menerima pembebanan lengkung maupun proses pelengkungan dalam
pembentukan. Pelengkuan (bending) merupakan proses pembebanan
terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari bahan yang
ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan akan mengalami
deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat yang
bersmaan. Gambar dibawah ini memperlihatkan prilaku bahan uji selama
pembebanan lengkung.

Gambar 5.2 Pembebanan dan Pengaruhnya dalam Uji Bending

Pada pengujian ini secara bersamaan mulai terbentuk tegangan tarik,


tekan, dan geser. Beban tersebut akan maksimum pada permukaan
spesimen, serta bernilai nol pada neutral axis-nya. Secara umum pengujian
dilakukan dengan menggunakan dua tipe pembebanan, yakni: 3 point
bending dan 4 point bending. Berikut ini merupakan skema pengujian
keduanya beserta diagram gaya geser serta momen lenturnya.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Gambar 5.2 Skema Uji Bending (3 point dan 4 point)

Uji Bending bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek kemampuan


bahan uji dalam menerima pembebanan lengung, yakni :
1. Kekuatan atau tegangan lengkung
2. Lenturan atau defleksi (f) Sudut yang terbentuk oleh lenturan
atau sudut defleksi dan
3. Elastisitas (E)
Saat material diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul
tegangan pada penampang melintang sebagai akibat dari momen lentur.
=

Mc
I

dimana :
= flexural strength
M = momen lentur di penampang melintang yang ditinjau
c = jarak dari neutral axis ke elemen yang ditinjau
I = momen inersia penampang

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Perhitungan untuk spesimen berbeda penampang akan ditunjukkan


pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.1 Perhitungan untuk penumpang berbeda bentuk

Pemberian beban tersebut mengakibatkan defleksi pada daerah elastis


penampang.Persamaan defleksi adalah:
F L3
=
48 EI
Dimana:
F = beban maksimum
L = jarak antar penumpu
b = lebar spesimen
d = tebal spesimen
R = jari jari
Persamaan defleksi tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai
E (modulus elastisitas).Kurva hasil pengujian menunjukkan nilai P (beban
yang bekerja) terhadap (defleksi) :
Gambar
5.3 Kurva

Hasil

Pengujian

Mulur

Maka
diperoleh
gradien y

+ B. Nilai

merupakan F/. Persamaan


dimodifikasi sehingga diperoleh :

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Ax

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Keakuratan dari nilai modulus elastisitas tersebut bergantung pada


orientasi spesimen terhadap arah pengerolan, besar butir, tegangan sisa,
sejarah regangan sebelumnya, persiapan spesimen dan dimensinya, orientasi
butir terdeformasi terhadap arah tegangan normal, serta kondisi pengujian
(temperatur, peralatan, dan standarisasi). Mesin uji bending untuk material
terdiri atas beberapa bagian, Bagian atas disebut sebagai Crosshead, atau
bagian yang bergerak yang menekan benda uji, Sepasang ulir cylinder akan
membawa atau menggerakan bagian crosshead. Sementara itu di bagian
bawah di buat static. dibagian crosshead terdapat sensor loadcell yang akan
mengukur besarnya pembebanan, sedangkan untuk mengukur defleksi
digunakan extensometer.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

5.3 Tata Cara Praktikum


5.3.1 Skema Proses
Menyiapkan spesimen uji

Mengukur dimensi spesimen uji


Memasang spesimen uji ditengah tumpuan pada Universal Testing Machine
(UTM)
Mengatur beban yang akan digunakan

Mengukur jari-jari dan jarak tumpuan dengan jangka sorong dan penggaris

Mengatur pembebanan hingga beban pas menyentuh material uji

Mencatat skala awal


Memberikan pembebanan hingga material uji bengkok dan menyentuh bagian
dasar bidang uji
Menahan pembebanan

Mencatat skala akhir dan mengukur sudut awal menggunakan busur derajat

Melepaskan pembebanan

Mengukur sudut akhir

Melakukan pengolahan data

Membuat analisis dan pembahasan

Membuat kesimpulan.
Gambar 5.1 Skema Proses Pengujian Bengkok

5.3.2 Penjelasan Skema Proses

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

1. Menyiapkan spesimen uji;


2. Mengukur dimensi spesimen uji;
3. Memasang spesimen uji ditengah tumpuan pada Universal
Testing Machine (UTM);
4. Mengatur beban yang akan digunakan;
5. Mengukur jari-jari dan jarak tumpuan dengan jangka sorong dan
penggaris;
6. Mengatur pembebanan hingga beban pas menyentuh material
uji;
7. Mencatat skala awal;
8. Memberikan pembebanan hingga material uji bengkok dan
menyentuh bagian dasar bidang uji;
9. Menahan pembebanan;
10. Mencatat skala akhir dan mengukur sudut awal menggunakan
busur derajat;
11. Melepaskan pembebanan;
12. Mengukur sudut akhir;
13. Melakukan pengolahan data;
14. Membuat analisis dan pembahasan;
15. Membuat kesimpulan.
5.4 Alat dan Bahan
5.4.1 Alat
1. Universal Testing Machine (UTM);
2. Jangka sorong;
3. Penggaris;
4. Busur derajat.
5.4.2 Bahan
1. Spesimen uji ST37.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

5.5 Data Pengamatan


5.5.1 Pengumpulan Data
Tabel 5.1 Data Pengamatan Pengujian Bengkok
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Data Pengamatan
Jenis Material
Panjang (p)
Lebar (l)
Tebal (t)
Luas Penampang (A)
Jari-Jari Tumpuan (r)
Jarak Tumpuan (L)
Skala Awal
Skala Akhir

10
11
12
13

Skala Beban
Sudut Awal
Sudut Akhir
Sudut Springback

14
15
16

Momen Inersia (I)


Momen Bending (M)
Kekuatan
Bending

17
18

()
Regangan Bending
Modulus Elastisitas

19

(E)
Defleksi ()

Perolehan Data
ST37
150.46 mm
19.80 mm
3.68 mm
72.86 mm2
23.2 mm
140 mm
381 mm
467 mm

Keterangan

L = 2r + 3t t/2
Defleksi = skala akhir
skala awal

2700 kg
55o
70o
15o

Sudut springback = sudut

82.2294 mm4
80500 kgmm
1801.3022 kg/mm2
18013.022 MPa

akhir sudut awal


I = (2l(1/3 t)3)/3
M = PL/4
= M (1/2 t)/I, atau
= 3LP/2lt2

0.001597
1127928,7414
kg/mm2
1.4676 mm

e = 1 / (L/T)+1
E= PL3/48I, atau
E = /e
= PL3/48EI

5.5.2 Pengolahan Data


- Luas Penampang (A)
Diketahui : l = 19.80 mm
t = 3.68 mm
Ditanyakan : A?
Jawab
:
A=l x t=19.80 mm x 3.68 mm=72.86 m m2

Sudut Springback
Diketahui : Sudut awal = 55o
Sudut akhir = 70o
Ditanyakan : Sudut springback?
Jawab
:
Sudut springback=sudut akhirsudut awal
Sudut springback=70 o55o =15o

Momen Inersia (I)


Diketahui : l = 19.80 mm

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

t = 3.68 mm
Ditanyakan : I?
Jawab
:
3
1 3
1
2l t
2 x 19.80 x x 3.68
2
2
I=
=
=82.2294 mm4
3
3

( )

Momen Bending (M)


Diketahui : P = 2300 kg
L = 140 mm
Ditanyakan : M?
Jawab
:
P x L 2300 kg x 140 mm
M=
=
=80500 kgmm
4
4

Kekuatan Bending ()
Diketahui : M = 80500 kgmm
I = 82.2294 mm4
T = 3.68 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
1
1
M x t 80500 kgmm x x 3.68 mm
2
2
=
=
4
I
82.2295 m m
=1801.3022

kg
=18013.022 MPa
mm2

Regangan Bending (e)


Diketahui : L = 140 mm
T = 3.68 mm
Ditanyakan : e?
Jawab
:
1
1
e=
=
=0.0256
L
140mm
+1
+1
T
3.68mm

Modulus Elastisitas (E)


Diketahui : = 1801.3022 kg/mm2
= 0.001597
Ditanyakan : E?
Jawab
:
1801.3022 kg/m m2
E= =
=1127928.741 kg /mm2

0.001597

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

E=11279287.41 MPa=11279.28741 GPa

Defleksi
Diketahui : P = 2300 kg
L = 140 mm
E = 1127928.741 kg/mm2
I = 82.2294 mm4
Ditanyakan : ?
Jawab
:
3
PL
2300 kg x 1403 mm
=
=
=0.1849 mm
48 EI
kg
48 x 1127928.741
x
82.2294
2
mm

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

5.6 Analisa dan Pembahasan


Pengujian bending adalah pengujian sifat mekanik material yang
dilakukan terhadap spesimen dari bahan yang akan digunakan untuk
konstruksi atau komponen yang menerima pembebanan bending atau proses
pelengkungan dalam pembentukan. Prinsip pengujian bending adalah proses
pengujian dengan pembebanan terhadap suatu material pada suatu titik
ditengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan
ini bahan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang
berlawanan pada saat yang bersamaan.
Pada

praktikum

ini

dilakukan

pengujian

bending

dengan

menggunakan alat universal testing machine terhadap material ST37.


Dimensi spesimen uji diukur terlebih dahulu sebelum diuji bending, untuk
membandingkan dimensi awal dan akhir spesimen setelah dilakukan
pengujian.
Aspek-aspek kemampuan material uji pada pengujian bending yaitu:
1. Kekuatan bending
Kekuatan bending adalah parameter mekanik pada uji bending
terutama untuk material yang getas. Kekuatan bending
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material menahan
beban dan mempertahankan bentuknya hingga patah. Saat
mmaterial diberi beban pada daerah elastis, maka akan timbul
tegangan pada penampang melintang sebagai akibat dari momen
lentur. Kekuatan bending dipengaruhi oleh momen bending dan
momen inersia. Semakin besar momen bending maka semakin
besar kekuatan bending. Semakin besar momen inersia suatu
benda maka semakin kecil kekuatan bending. Besar kekuatan
bending material uji yaitu 18013.022 MPa
2. Defleksi
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y
akibat adanya pembebanan vertical yang diberikan kepada
balok. Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi adalah:
a. Kekakuan batang

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Semakin kaku batang, maka semakin kecil defleksi yang


terjadi
b. Gaya
Semakin besar gaya yang diberikan, maka semakin besar
defleksi yang terjadi
c. Jenis tumpuan yang diberikan
d. Jenis beban yang terjadi pada batang
Defleksi yang terjadi pada spesimen uji yaitu sebesar 0.1849
mm.
3. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas dipengaruhi oleh kekuatan bending dan
regangan bending. Modulus elastisitas hasil pengujian sebesar
11279,28741 GPa, sedangkan modulus elastisitas dari literature
sebesar 205 GPa. Terdapat perbedaan nilai modulus elastisitas
yang sangat besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kesalahan prosedur praktikum atau ketidak telitian praktikan pada
pengamatan yang dilakukan manual. E berbanding lurus dengan
kekuatan bending, namun berbanding dengan momen inersia.
Pengujian bending dapat dilaksanakan dengan prinsip 3 point bending
dan 4 point bending. Pada praktikum ini, pengujian bending yang
dilaksanakan mengacu pada prinsip 3 point bending. Pada 3 point bending,
momen maksimum hanya terbentuk pada satu titik. Sedangkan pada 4 point
bending, momen maksimum terbentuk sepanjang jarak antara titik
pembebanan satu dengan titik pembebanan yang lain. Dengan demikian,
pengujian yang lebih baik adalah dengan prinsip 4 point bending karena
daerah pengujian yang lebih panjang sehingga lebih mudah diamati.
Spesimen yang digunakan adalah ST37. Setelah pengujian, spesimen
menekuk namun tanpa retakan dan patah. Pada spesimen uji terjadi
springback yaitu perubahan sudut tekukan menjadi lebih besar. Hal ini
dikarenakan pada spesimen uji masih terdapat sisa deformasi elastis.
5.7 Kesimpulan

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Pengujian bending adalah pengujian sifat mekanik material yang


menerima pembebanan bending dalam pembentukan;
Aspek-aspek kemampuan bending yaitu:
1. Kekuatan bending sebesar 18013.022 MPa
2. Defleksi sebesar 0.1849 m
3. Modulus Elastisitas sebesar 11279.2871 GPa
Pengujian yang lebih baik adalah dengan prinsip 4 point bending
karena daerah pengujian yang lebih panjang sehingga lebih mudah

diamati;
Springback yaitu perubahan sudut tekukan menjadi lebih besar
dikarenakan pada spesimen uji masih terdapat sisa deformasi plastis.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

BAB VI
PENGUJIAN MULUR
6.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pengujian mulur;
2. Memahami dan menganalisis kurva pengujian mulur;
3. Mendapatkan data hasil uji mulur;
4. Mengolah data hasil uji mulur.
6.2 Teori Dasar
Creep adalah deformasi plastis yang berjalan tergantung dengan
waktu. Parameter yang digunakan untuk fenomena mulur / creep adalah
tegangan (), Temperatur (T), dan waktu (t). Untuk mengetahui tentang laju
creep pada material di lakukan creep test, dimana material diberi
pembebanan konstan dalam jangka waktu yang lama yang kemudian
hasilnya diplot dalam bentuk kurva uji creep

Gambar 6.1 Kurva Creep

Terdapat tiga daerah creep yaitu, daerah I merupakan daerah dimana


laju creep tinggi, daerah II disebut juga daerah steady state yang
menunjukkan daerah stabil dan merupakan daerah keseimbangan terjadinya
proses pengerasan dan pelunakan material (kurva berbentuk linier), daerah
III merupakan daerah tertier yaitu daerah dimana material mulai mengalami
rupture atau dalam keadaan tidak aman.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Dari creep test didapat kurva creep pada pembebanan dan tegangan
konstan sebagai berikut:

Gambar 6.2 Kurva Creep dengan pembebanan dan tegangan konstan

Kurva diatas didapat dari creep test yang memiliki kelemahan dalam
pengerjaannya yaitu waktu yang lama (10000 jam), beban rendah, sulit
mendapatkan kurvanya karena tiap kali pengecilan penampang perlu
penurunan tegangan. Untuk itu agar creep lebih mudah di amati maka
dilakukan creep rupture test yang menggunakan beban yang besar dan
waktu yang singkat.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Creep dapat dipetakan menjadi beberapa bagian pada daerah


homologous temperature sebagai berikut:

Gambar 6.3 Peta mekanisme creep

a. Difusional creep (Nabarro-herring creep) adalah daerah creep


yang di control oleh tegangan dan difusi atom. Pada difusional
creep terjadi migrasi vacancy dan atom kearah berlawanan
sesuai perubahan bentuk benda kerja akibat deformasi sehingga
benda kerja menjadi memanjang.
b. Coble creep adalah daerah creep yang menunjukkan adanya
creep akibat difusi atom tetapi peristiwa ini lebih sensitive
dibandingkan nabarro-hering creep (ukuran butir lebih halus).
c. Dislocation creep adalah daerah dimana creep terjadi pada
temperature yang lebih tinggi 0.5Tm.
d. Dislocation glide adalah daerah creep yang dipengaruhi oleh
aktivasi termal pada tegangan tinggi.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Untuk menentukan laju creep dan umur benda kerja biasanya di


gunakan metode Larson-Miller dengan menggunakan persamaan berikut:
H / R = T (C + log t)
Dimana:
H = energi aktivasi creep
R = konstanta gas
C = konstanta Larson-Miller
T = Temperatur
t

= rupture life

Dari perhitungan tersebut kemudian di plot dalam bentuk diagram


Larson Miller sehingga di dapat umur material berdasarkan tegangan kerja
yang di terima material.

Gambar 6.4 Contoh kurva Larson Miller untuk paduan Besi S 590

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Pada intinya logam untuk temperature tinggi memiliki resiko untuk


creep dan korosi. Fenomena creep yang utama adalah difusi creep dan
dislokasi creep. Untuk menghindari terjadinya difusi creep di pilih logam
yang laju difusinya rendah (material FCC) misalnya Ni dan Co. Pada
prosesnya di lakukan perlakuan untuk memperbesar ukuran butir dan
mengatur besar butir dan jika dimungkinkan menggunakan single crystal.
Sedangkan untuk menghindari dislokasi creep di gunakan material dengan
presipitat yang dapat menghambat gerakan dislokasi,sehingga dilakukan
proses precipitation hardening (menghasilkan presipitat) atau dispersion
hardening (menghasilkan fasa dispersi). Korosi temperature tinggi dapat
dihindari dengan menambahkan chrom dalam jumlah besar

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

6.3 Tata Cara Praktikum


6.3.1 Skema Proses
Mempersiapkan spesimen uji

Melakukan pengukuran dimensi spesimen uji dengan menggunakan jangka


sorong

Memasang spesimen uji pada mesin uji mulur

Melakukan pengujian mulur

Melakukan pengamatan

Membuat analisa dan pembahasan

Membuat kesimpulan
Gambar 6.5 Skema Proses Pengujian Creep

6.3.2 Penjelasan Skema Proses


1. Mempersiapkan spesimen uji
2. Melakukan pengukuran dimensi
3.
4.
5.
6.
7.

spesimen

menggunakan jangka sorong


Memasang spesimen uji pada mesin uji mulur
Melakukan pengujian mulur
Melakukan pengamatan
Membuat analisa dan pembahasan
Membuat kesimpulan

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

uji

dengan

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

6.4 Alat dan Bahan


6.4.1 Alat
1. Alat uji mulur
2. Jangka sorong
3. Waterpass
4. Dial Indicator
6.4.2 Bahan
1. Material ST-37
6.5 Data Pengamatan
6.5.1 Pengumpulan Data
Tabel 6.1 Pengumpulan Data Pengujian Mulur

Temperatur (oC)
Beban (kg)
Panjang Awal (mm)
Panjang Akhir (mm)
Diameter Awal (mm)
Diameter Akir (mm)
Jenis Material

700oC
5.84 kg
32 mm
41.8 mm
5.0 mm
4.34 mm
ST37

Tabel 6.2 Data Pengamatan Pengujian Mulur

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Waktu
(t)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95

l
3.62
4.60
4.16
4.19
4.20
4.17
4.20
4.21
4.23
4.25
4.25
4.25
4.24
4.25
4.28
4.29
4.29
4.29
4.29
4.31

Reganga
n
0.11
0.14
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62

100
105
110
115
120
125
130
135
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
205
210
215
220
225
230
235
240
245
250
255
260
265
270
275
280
285
290
295
300
305

4.33
4.34
4.34
4.34
4.35
4.40
4.40
4.40
4.39
4.30
4.42
4.43
4.44
4.44
4.45
4.46
4.48
4.49
4.49
4.49
4.51
4.52
4.54
4.55
4.55
4.56
4.59
4.60
4.61
4.60
4.61
4.65
4.67
4.68
4.68
4.68
4.71
4.73
4.75
4.74
4.75
4.76

0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.13
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.14
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104

310
315
320
325
330
335
340
345
350
355
360
365
370
375
380
385
390
395
400
405
410
415
420
425
430
435
440
445
450
455
460
465
470
475
480
485
490
495
500
505
510
515

4.78
4.83
4.82
4.82
4.84
4.86
4.87
4.88
4.88
4.89
4.91
4.93
4.96
4.99
5.03
5.07
5.10
5.15
5.19
5.23
5.26
5.30
5.35
5.38
5.41
5.45
5.48
5.51
5.54
5.57
5.59
5.61
5.63
5.65
5.67
5.69
5.72
5.75
5.79
5.58
5.86
5.89

0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.15
0.16
0.16
0.16
0.16
0.16
0.16
0.16
0.16
0.16
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.17
0.18
0.18
0.18
0.18
0.18
0.18
0.18
0.18
0.17
0.18
0.18

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146

520
525
530
535
540
545
550
555
560
565
570
575
580
585
590
595
600
605
610
615
620
625
630
635
640
645
650
655
660
665
670
675
680
685
690
695
700
705
710
715
720
725

5.92
5.96
6.00
6.04
6.10
6.13
6.16
6.20
6.25
6.30
6.36
6.42
6.48
6.52
6.52
6.55
6.60
6.68
6.70
6.70
6.70
6.70
6.75
6.75
6.75
6.75
6.75
6.75
6.75
6.76
6.76
6.78
6.78
6.79
6.78
6.80
6.81
6.83
6.84
6.84
6.84
6.88

0.19
0.19
0.19
0.19
0.19
0.19
0.19
0.19
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.22

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188

730
735
740
745
750
755
760
765
770
775
780
785
790
795
800
805
810
815
820
825
830
835
840
845
850
855
860
865
870
875
880
885
890
895
900
905
910
915
920
925
930
935

6.89
6.90
6.89
6.89
6.89
6.92
6.92
6.92
6.92
6.92
6.95
6.97
6.97
6.98
7.00
7.01
7.02
7.02
7.04
7.08
7.08
7.08
7.11
7.12
7.12
7.12
7.12
7.13
7.16
7.16
7.16
7.16
7.18
7.21
7.21
7.22
7.22
7.26
7.26
7.26
7.26
7.26

0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.22
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230

940
945
950
955
960
965
970
975
980
985
990
995
1000
1005
1010
1015
1020
1025
1030
1035
1040
1045
1050
1055
1060
1065
1070
1075
1080
1085
1090
1095
1100
1105
1110
1115
1120
1125
1130
1135
1140
1145

7.3
7.31
7.31
7.31
7.31
7.34
7.35
7.35
7.35
7.35
7.4
7.4
7.4
7.4
7.4
7
7.4
7.42
7.42
7.42
7.46
7.48
7.48
7.48
7.48
7.48
7.48
7.48
7.48
7.5
7.52
7.53
7.53
7.53
7.54
7.55
7.56
7.56
7.56
7.56
7.56
7.56

0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.23
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272

1150
1155
1160
1165
1170
1175
1180
1185
1190
1195
1200
1205
1210
1215
1220
1225
1230
1235
1240
1245
1250
1255
1260
1265
1270
1275
1280
1285
1290
1295
1300
1305
1310
1315
1320
1325
1330
1335
1340
1345
1350
1355

7.58
7.58
7.59
7.59
7.59
7.6
7.63
7.64
7.65
7.66
7.67
7.67
7.67
7.68
7.68
7.68
7.69
7.69
7.7
7.75
7.76
7.76
7.76
7.78
7.79
7.79
7.8
7.8
7.81
7.81
7.82
7.82
7.82
7.82
7.82
7.83
7.84
7.84
7.84
7.84
7.85
7.85

0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314

1360
1365
1370
1375
1380
1385
1390
1395
1400
1405
1410
1415
1420
1425
1430
1435
1440
1445
1450
1455
1460
1465
1470
1475
1480
1485
1490
1495
1500
1505
1510
1515
1520
1525
1530
1535
1540
1545
1550
1555
1560
1565

7.85
7.85
7.86
7.86
7.86
7.86
7.87
7.87
7.87
7.87
7.88
7.88
7.88
7.89
7.89
7.9
7.91
7.92
7.93
7.93
7.94
7.94
7.94
7.94
7.94
7.95
7.95
7.95
7.95
7.95
8.31
8.31
8.33
8.35
8.35
8.36
8.36
8.38
8.38
8.38
8.38
8.39

0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356

1570
1575
1580
1585
1590
1595
1600
1605
1610
1615
1620
1625
1630
1635
1640
1645
1650
1655
1660
1665
1670
1675
1680
1685
1690
1695
1700
1705
1710
1715
1720
1725
1730
1735
1740
1745
1750
1755
1760
1765
1770
1775

8.40
8.41
8.41
8.41
8.44
8.45
8.45
8.45
8.47
8.49
8.49
8.48
8.48
8.52
8.53
8.53
8.53
8.53
8.57
8.58
8.58
8.57
8.59
8.63
8.63
8.63
8.63
8.64
8.68
8.68
8.68
8.68
8.67
8.72
8.73
8.73
8.73
8.73
8.76
8.77
8.76
8.78

0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.26
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

357
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398

1780
1785
1790
1795
1800
1805
1810
1815
1820
1825
1830
1835
1840
1845
1850
1855
1860
1865
1870
1875
1880
1885
1890
1895
1900
1905
1910
1915
1920
1925
1930
1935
1940
1945
1950
1955
1960
1965
1970
1975
1980
1985

8.82
8.84
8.84
8.84
8.83
8.87
8.87
8.87
8.86
8.88
8.91
8.92
8.91
8.91
8.93
8.96
8.97
8.96
8.96
8.95
8.98
9.01
9.02
9.01
9.01
9.02
9.05
9.06
9.05
9.05
9.06
9.08
9.09
9.09
9.09
9.1
9.12
9.12
9.12
9.12
9.16
9.17

0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.28
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440

1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
2025
2030
2035
2040
2045
2050
2055
2060
2065
2070
2075
2080
2085
2090
2095
2100
2105
2110
2115
2120
2125
2130
2135
2140
2145
2150
2155
2160
2165
2170
2175
2180
2185
2190
2195

9.17
9.16
9.16
9.21
9.22
9.21
9.21
9.21
9.21
9.21
9.25
9.27
9.26
9.25
9.26
9.3
9.32
9.32
9.31
9.3
9.34
9.36
9.36
9.35
9.35
9.39
9.41
9.41
9.39
9.4
9.43
9.45
9.45
9.43
9.44
9.48
9.51
9.5
9.49
9.48
9.53
9.55

0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.29
0.30
0.30
0.29
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482

2200
2205
2210
2215
2220
2225
2230
2235
2240
2245
2250
2255
2260
2265
2270
2275
2280
2285
2290
2295
2300
2305
2310
2315
2320
2325
2330
2335
2340
2345
2350
2355
2360
2365
2370
2375
2380
2385
2390
2395
2400
2405

9.54
9.53
9.53
9.57
9.59
9.59
9.58
9.58
9.61
9.64
9.63
9.62
9.63
9.67
9.69
9.69
9.67
9.67
9.71
9.73
9.74
9.72
9.72
9.75
9.78
9.77
9.76
9.77
9.81
9.83
9.83
9.82
9.82
9.85
9.87
9.87
9.87
9.87
9.9
9.93
9.32
9.91

0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.29
0.31

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524

2410
2415
2420
2425
2430
2435
2440
2445
2450
2455
2460
2465
2470
2475
2480
2485
2490
2495
2500
2505
2510
2515
2520
2525
2530
2535
2540
2545
2550
2555
2560
2565
2570
2575
2580
2585
2590
2595
2600
2605
2610
2615

9.91
9.94
9.97
9.96
9.94
9.95
9.95
10.01
10.01
10
10
10.03
10.05
10.06
10.04
10.04
10.08
10.1
10.09
10.08
10.08
10.14
10.13
10.11
10.13
10.17
10.18
10.17
10.16
10.17
10.21
10.22
10.21
10.2
10.22
10.25
10.26
10.25
10.24
10.25
10.26
10.3

0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.31
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566

2620
2625
2630
2635
2640
2645
2650
2655
2660
2665
2670
2675
2680
2685
2690
2695
2700
2705
2710
2715
2720
2725
2730
2735
2740
2745
2750
2755
2760
2765
2770
2775
2780
2785
2790
2795
2800
2805
2810
2815
2820
2825

10.31
10.3
10.29
10.31
10.35
10.36
10.35
10.34
10.37
10.4
10.41
10.39
10.39
10.42
10.45
10.46
10.45
10.44
10.48
10.51
10.52
10.5
10.5
10.53
10.58
10.58
10.55
10.55
10.6
10.63
10.63
10.61
10.6
10.64
10.67
10.68
10.66
10.67
10.69
10.73
10.73
10.73

0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.32
0.33
0.33
0.32
0.32
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.33
0.34
0.34
0.34

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608

2830
2835
2840
2845
2850
2855
2860
2865
2870
2875
2880
2885
2890
2895
2900
2905
2910
2915
2920
2925
2930
2935
2940
2945
2950
2955
2960
2965
2970
2975
2980
2985
2990
2995
3000
3005
3010
3015
3020
3025
3030
3035

10.72
10.75
10.78
10.78
10.77
10.76
10.8
10.82
10.82
10.8
10.8
10.84
10.86
10.87
10.85
10.85
10.88
10.91
10.92
10.9
10.9
10.94
10.98
10.96
10.95
10.97
10.99
11.02
11.01
10.98
11.02
11.05
11.05
11.05
11.05
11.06
11.08
11.1
11.11
11.1
11.9
11.12

0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.34
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.37
0.35

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

609
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633
634
635
636
637
638
639
640

3040
3045
3050
3055
3060
3065
3070
3075
3080
3085
3090
3095
3100
3105
3110
3115
3120
3125
3130
3135
3140
3145
3150
3155
3160
3165
3170
3175
3180
3185
3190
3195

11.15
11.2
11.23
11.25
11.27
11.29
11.31
11.31
11.38
11.43
11.44
11.44
11.44
11.45
11.51
11.69
11.71
11.72
11.77
11.86
11.95
11.98
12.04
12.11
12.17
12.21
12.24
12.26
12.3
12.34
12.34
13.34

0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.36
0.36
0.36
0.36
0.36
0.36
0.36
0.37
0.37
0.37
0.37
0.37
0.37
0.37
0.38
0.38
0.38
0.38
0.38
0.38
0.38
0.39
0.39
0.42

6.5.2 Pengolahan Data


1. Diketahui : l= 3.62 mm
lo= 32 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 3.62 mm
1= =
=0.1131
lo
32 mm
2. Diketahui : l= 4.83 mm
lo= 32 mm
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 4.83 mm
2 = =
=0.1509
lo
32 mm
3. Diketahui : l= 6.75 mm
lo= 37 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 6.75 mm
3 = =
=0.219
lo
37 mm
4. Diketahui : l= 7.23 mm
lo= 23 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 7.23 mm
4= =
=0.2259
lo
23 mm
5. Diketahui : l= 7.79 mm
lo= 23 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 7.79 mm
5 = =
=0.2434
lo
23 mm
6. Diketahui : l= 8.45 mm
lo= 32 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 8.45 mm
1= =
=0.2831
lo
32 mm
7. Diketahui : l= 9.06 mm
lo= 32 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 9.06 mm
1= =
=0.2831
lo
32 mm
8. Diketahui : l= 0.58 mm
lo= 32 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

1=

l 0.58 mm
=
=0.2993
lo
32 mm

9. Diketahui : l= 10.17 mm
lo= 32 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 10.17 mm
1= =
=0.3178
lo
32 mm
10. Diketahui : l= 13.34 mm
lo= 32 mm
Ditanyakan : ?
Jawab
:
l 13.34 mm
1= =
=0.4168
lo
32 mm

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Kurva Hasil Pengujian Mulur


Stage I

Stage II

Stage III

0.45

0.40

0.35

0.30

0.25
REGANGAN

STRAIN ()
0.20

0.15

0.10

0.05

0.00

Time (Menit)
Gambar 6.6 Kurva Hasil Pengujian Mulur

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

6.6 Analisa dan Pembahasan


Pada praktikum ini dilakukan pengujian mulur pada spesimen uji baja
ST37. Pengujian mulur adalah pengujian terhadap deformasi permanen dari
material ketika material ketika mengalami beban konstan atau tekanan
konstan pada waktu tertentu. Pengujian mulur ini mirip dengan pengujian
tarik, namun pada pengujian mulur dipengaruhi oleh temperatur tinggi. Pada
praktikum ini, temperatur equicohesive adalah 700oC. Material yang
dgunakan adalah baja ST37 yang ulet (baja karbon renda) sehingga pada
pengujian ini membutuhkan waktu yang lama hingga spesimen uji patah.
Namun pada praktikum ini, spesimen yang diuji tidak patah.
Pada pengujian ini didapatkan kurva hasil pengujian creep. Pada kurva
ini memiliki 3 (tiga) daerah yaitu daerah primary (stage I), secondary (stage
II) dan tertiary (stage III). Stage I yaitu tahap dimana spesimen uji
mengalami peningkatan regangan plastis dengan menurunnya laju regangan
terhadap waktu. Pada tahap ini spesimen uji mengalami perpanjangan yang
sangat cepat. Tahap ini merupakan tahap dimana terjadi initial crack. Stage
II yaitu kondisi kesetimbangan antara mekanisme work hardening dan
recovery. Pada tahap ini spesimen uji tetap berada dibawah pembebanan dan
tetap bertambah panjang, namun tidak secepat tahap pertama. Laju mulur
akan turun terhadap waktu hingga keadaan semakin seimbang. Tahap ini
bergantung kepada temperatur dan tingkat pembebanan pada benda uji.
Semakin besar beban dan semakin tinggi temperatur, maka pertambahan
panjang dari benda uji akan semakin besar. Stage III adalah tahap
pertambahan panjang benda uji secara cepat menuju perpatahan. Pada tahap
ini terjadi pengurangan luas penampang akibat adanya necking yang
mengakibatkan bertambahnya tegangan dalam beban yang kostan sehingga
menambah peningkatan deformasi.
Pada kondisi creep, patah akan terjadi apabila creep strain telah
mengakibatkan regangan mencapai regangan maksimal. Karena creep rate
akan meningkat dengan naiknya tegangan dan/ atau temperatur, maka umur
hidup atau masa kerja sampai patah akan menurun bila tegangan dan/atau
temperatur dinaikkan. Pada praktikum ini, spesimen uji tidak patah.
Kemungkinan disebabkan oleh kurangnya tegangan dan temperatur yang

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

bekerja pada spesimen uji. Namun, tetap terjadi perubahan dimensi awal
dan akhir. Panjang spesimen uji awal yaitu 32 mm dan diameter awal yaitu
5 mm, sedangkan panjang spesimen uji akhir yaitu 41.18 mm dan diameter
akhir yaitu 4.34 mm.
6.7 Kesimpulan
- Pengujian mulur adalah pengujian terhadap deformasi permanen dari
material ketika material ketika mengalami beban konstan atau tekanan
-

konstan pada waktu tertentu


Terdapat 3 (tiga) daerah pada kurva uji mulur, yaitu daerah primary
(Stage I), daerah secondary (stage II) dan daerah tertiary (stage III).
Daerah primary terjadi pada: = 0.13 0.20
t(m)= 0 500 m
Daerah secondary terjadi pada: =0.20 0.35 t(m)= 500 3000 m
Daerah tertiary terjadi pada: = 0.35 0.43
t(m)= >3000 m
Panjang spesimen uji awal yaitu 32 mm dan diameter awal yaitu 5
mm, sedangkan panjang spesimen uji akhir yaitu 41.18 mm dan
diameter akhir yaitu 4.34 mm.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

BAB VII
PENGUJIAN DYE PENETRANT
7.1 Tujuan
1. Memahami prinsip dasar non-destructive test;
2. Memahami prinsip dasar non-destructive test dye penetrant;
3. Menganalisis cacat dengan menggunakan non-destructive test dye
penetrant.
7.2 Teori Dasar

Dye penetrant merupakan salah satu metode pengujian jenis NDT


(Non Destructive Test) yang relatif mudah dan praktis untuk dilakukan.
Pemeriksaan dengan penetrant ini dilakukan untuk cacat permukaan (cacat
retak/retak halus), dapat digunakan untuk material metal atau non metal, dan
tidak bisa diperiksa dengan spot check. Uji liquid penetran, berfungsi untuk
mengetahui discontinuity halus pada permukaan seperti retak, berlubang
atau kebocoran. Prinsip kerja loquid penetrant testing, yaitu: cairan
penetrant akan masuk ke dalam defect dipermukaan berdasarkan aksi
kapilaritas.
Discontinuity yang mampu dideteksi dengan pengujian ini adalah
discontinuity yang bersifat mikro yaitu discontinuity yang tidak dapat
diamati dengan mata telanjang. Deteksi discontinuity dengan cara ini tidak
terbatas pada ukuran, bentuk dan arah discontinuity, struktur bahan maupun
komposisinya.
Jenis penetrant dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Tipe Penetrant
a. Visible Dye Penetrant
Berisi cairan penetrant biasanya berwarna merah. Proses
ini tidak membutuhkan pencahayaan ultra violet, tetapi
membutuhkan

cahaya

putih

yang

cukup

untuk

pengamatan.
b. Fluorescent Penetrant
Cairan berwarna hijau muda terang (dengan bantuan
cahaya ultraviolet). Liquid penetrant ini adalah yang dapat

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

berkilau bila disensivitas fluorescent penetrant bergantung


pada kemampuannya untuk menampilkan diri terhadap
cahaya ultra violet yang lemah pada ruangan yang gelap.
c. Dual Sensitivity Penetrant
Berisi kombinasi cairan visible dan fluorescent. Pada
system ini, specimen yang telah mengalami pengujian,
untuk mengetahui cacat di permukaannya dengan cara
dilihat melalui bantuan cahaya lampu dengan kekuatan
minimal 100 Fc. Tetapi apabila dengan cara itu tidak
ditemukan cacat permukaan maka dilihat di dalam ruang
gelap dengan bantuan sinar ultraviolet.
2. Berdasarkan Cara Pembersihan Cairan Penetrant
a. Water Washable Penetrant (Visible dan Fliorescent)
Cairan penetrant di benda uji dibersihkan dengan air.
Sistem liquid penetrant ini dapat berupa fluorescent.
Proses pengerjaannya cepat dan efisien. Pembilasan harus
dilakukan secara hati-hati, karena liquid penetran dapat
terhapus habis dari permukaan yang discontinuity.
b. Post Emulsifiled Penetrant (Visible dan Flourescent)
Cairan penetrant di benda uji diberikan dulu emulsifier
untuk membuat penetrant dapat dibersihkan dengan air.
Biasa digunakan untuk menyelidiki keretakan yang sangat
kecil, menggunakan penetrant yang tidak dapat dibasuh
dengan air. Penetrant jenis ini dilarutkan dengan oli dan
membutuhkan langkah tambahan pada saat penyelidikan
yaitu pembubuhan emulsifier yang dibiarkan pada
permukaan spesimen.
c. Solvent Removable Penetrant (Visible dan Fliorescent)
Cairan penetrant di benda uji dibersihkan dengan
solvent/cleaner. Solvent removable sistem digunakan pada
saat pre cleaning dan pembasuhan penetrant. Penetrant
jenis ini larut dalam oli. Pembersihan penetrant secara
optimum dapat dicapai dengan cara mengelap permukaan
LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

benda kerja dengan lap yang telah dilembabkan dengan


solvent. Tahap akahir dari pengelapan dilakukan dengan
menggunakan kain kering.
Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan penetrant test, yaitu :
1. Penetran fluoresen, yaitu pengujian penetran test yang dilakukan
dengan bantuan sinar ultraviolet. Cairan ini berwarna hijau yang
mengandung zat warna yang akan berfluorensi bila disinari
dengan sinar ultraviolet. Sama halnya dengan phosphor apabila
kena cahaya makin bersinar atau menimbulkan cahaya yang
akan menunjukan letak retakkan material. Cara ini biasanya
digunakan untuk material atau barang-barang yang lebih
membutuhkan sensitifitas lebih tinggi, misal: baling-baling
pesawat.
2. Penetran non Fluoresen yaitu pengujian ini dapat dilakukan
langsung secara visual langsung tanpa bantuan sinar ultraviolet.
Cairan ini berwarna merah yang mengandung zat warna yang
memiliki sifat kontras yang tinggi pada ruangan terang. Dan
cara kedua ini yang paling banyak digunakan karena dalam
pemakaiannya paling mudah dan efisien.
Kelebihan Liquid Penetrant Testing adalah:
1.
2.
3.
4.

Portable, mudah dibawa kemana saja


Murah
Efisien
Tidak merusak.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Kekurangan Liquid Penetrant Testing adalah:


1. Hanya mendeteksi permukaan benda uji saja
2. Harus membersihkan permukaan benda uji dengan teliti terlebih
dahulu
3. Tidak bersih, menimbulkan kotoran
4. Dipengaruhi
dilangsungkan

oleh

variabel

seperti

selama
suhu,

proses

pengujian

permukaan

spesimen,

pencahayaan dan kondisi lingkungan sekitar.


Syarat-syarat cairan penetrant:
1. Mampu masuk lubang/bukaan yang sangat halus
2. Mampu menempel /tinggal pada bukaan/lubang yang dangkal
3. Tidak mudah menguap
4. Mudah dibersihkan dari permukaan
5. Tahan terhadap pemucatan
6. Tidak bersifat korosif
7. Tidak berbau
8. Tidak beracun
9. Stabil selama disimpan
10. Mampu tampil dengan cepat dari lubang ke permukaan setelah
diberikan developer
Peralatan yang digunakan untuk Liquid Penetrant Testing, yaitu:
1. Cleaner (pembersih)
2. Liquid Penetrant (ada yang berwarna merah atau berpendar /
fluorescent pada cahaya lampu ultraviolet)
3. Developer (berbentuk cairan)
4. Kain majun (putih)

Pemilihan Tipe Penetrant atau Sistem Penetrant terbaik tergantung


pada:
1.
2.
3.
4.

Sensitivitas yang diperlukan


Jumlah benda uji
Kondisi permukaan benda uji
Bentuk benda uji

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

5. Ketersediaan kelengkapan yang diperlukan, seperti : air,


kompresor, listrik, dll.
Tujuh langkah dalam proses inspeksi dengan menggunakan penetrant
test yaitu:
1. Pembersihan (cleaning) permukan part benda uji yang akan
2.
3.
4.
5.
6.
7.

diinspeksi
Pengeringan (pengeringan)
Pemberian penetran (penetrant application)
Pembersihan penetran (penetrant removal)
Pemberian developer (developer application)
Evaluasi subjek yang diinspeksi
Pembersihan akhir dari subjek yang diinspeksi

Ada 2 jenis developer :


1. Wet Developer
- Sangat baik untuk diaplikasikan untuk permukaan yang
halus (jika menggunakan developer kering tidak akan
-

menempel di permukaan yang halus)


Untuk menemukan cacat yang lebar dan dangkal,
developer basah akan memberikan lapisan developer yang

merata
- Bisa diterapkan pada benda uji yang posisinya tidak datar
2. Dry Developer
- Cocok diaplikasikan pada permukaan benda uji yang
kasar, memiliki sudut tajam, berulir dan posisinya datar
Caranya dengan memberikan cairan berwarna terang (Liquid
Penetrant) pada permukaan yang di inspeksi. Cairan ini harus memiliki daya
penetrasi yang baik dan viskositas yang rendah agar dapat masuk pada cacat
dipermukaan material. Selanjutnya penetrant yang tersisa di permukaan
material disingkirkan. Cacat akan tampak jelas jika perbedaan warna
penetrant dengan latar belakang cukup kontras. Sesuai inspeksi, penetrant
yang tertinggal dibersihkan dengan pemberian developer.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Gambar 7.1 Proses Penetrant Dye Test

Keterangan gambar 7.1


A = Pada gambar A terlihat bahwa material yang sudah dibersihkan
disemprot secara merata dengan penetran dipermukaan materian
tersebut, biarkan penetran masuk kedalam celah material biarkan
selama 5 -10 menit (Dwell Time).
B = Setelah itu bersihkan penetran dengan kain, namun semprotkan
terlebih dahulu cleaner pada kain agar penetran yang menempel pada
permukaan lebih bersih. Jadi penetran yang tersisa hanya pada celah
apabila terdapat retak.
C = Kemudian setelah itu semprotkan developer pada permukaan
material tersebut dan diamkan beberapa saat.
D =Apabila terdapat indikasi keretakan maka cairan penetran yang
yang masuk kedalam celah tersebut akan terlihat dikarenakan daya
kapilaritas, dalam hal ini berat jenis developer lebih ringan dari pada
penetran jadi cairan developer akan mengisi pada celah tersebut
sedangkan cairan penetran akan naik keatas permukaan Penggunaan
uji liquid penetrant ini sangat terbatas

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

7.3 Tata Cara Praktikum


7.3.1 Skema Proses
Mempersiapkan spesimen uji

Melakukan pre-cleaning

Menyemprotkan cairan penetrant

Menunggu dwell time 15 menit

Membersihkan sisa zat penetrant dengan lap kering

Menyemprotkan developer

Mengamati perubahan yang terjadi

Melakukan analisis dan pembahasan

Membuat kesimpulan
Gambar 7.2 Skema Proses Non-Destructive Test Dye Penetrant

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

7.3.2 Penjelasan Skema Proses


1. Mempersiapkan spesimen uji;
2. Melakukan pre-cleaning pada permukaan material uji dengan
thinner;
3. Menyemprotkan cairan penetrant secara merata pada permukaan
4.
5.
6.
7.
8.
9.

material uji;
Menunggu dwell time 15 menit;
Membersihkan sisa zat penetrant dengan lap kering;
Menyemprotkan developer;
Mengamati perubahan yang terjadi;
Melakukan analisis dan pembahasan;
Membuat kesimpulan.

7.4 Alat dan Bahan


7.4.1 Alat
1. Lap;
2. Kamera.
7.4.2 Bahan
1. Thinner;
2. Penetrant;
3. Developer;
4. Material uji hasil las.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

7.5 Data Pengamatan


7.5.1 Pengumpulan Data
Tabel 7.1 Data Pengujian Non-Destructive Test Dye Penetrant

Jenis NDT
Standar Pengujian
Tipe
Teknik Pengaplikasian
Preparasi Permukaan
Dwell Time

Dye Penetrant
ASTM E165-02
Visible
Spray
Hasil Las
15 menit

Foto Interpretasi Cacat

7.6 Analisa dan Pembahasan


Pada praktikum ini, dilakukan pengujian Non-Destructive Test atau
pengujian tidak merusak dengan metode Dye Penetrant pada spesimen uji
hasil las. Metode pengujian hasil las dapat diklasifikasikan menjadi
pengujian merusak dan pengujian tidak merusak. Dalam pengujian merusak,
maka spesimen dipotongkan dari daerah las dengan dirusak untuk
mengetahui sifat mekanik dan penampilan daerah las tersebut. Sedangkan
dalam pengujian Non-Destructive Test, hasil pengelasan diuji tanpa
perusakan untuk mendeteksi kerusakan hasil las dan cacat dalam.
Pada praktikum ini, pengujian yang akan dilakukan adalah pengujian
NDT dengan metode dye penetrant. Prinsip dari Non-Destructive Test
Liquid Penetrant Test adalah pemanfaatan kemampuan cairan penetrant
untuk memasuki celah discontinuity atau kapilaritas, serta kerja developer
untuk mengangkat kembali cairan yang meresap pada retakan, sehingga
cacat dapat terdeteksi. Prosedur pemeriksaannya yaitu:
1. Pre-cleaning

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Pre-cleaning bertujuan untuk membersihkan permukaan benda


uji dari sesuatu yang menutup permukaan benda uji seperti
debu, cat, kerak dan sebagainya. Beberapa bahan dapat
digunakan pada proses ini seperti detergen, solven dan
sebagainya. Pada praktikum ini, bahan yang digunakan adalah
thinner.
2. Penetrasi
Pada tahap ini diberikan cairan penetrant pada permukaan hasil
las yang diperiksa. Kemudian ditunggu beberapa saat (dwell
time), sehingga cairan dapat masuk ke dalam celah retakan. Pada
praktikum ini dwell time yang digunakan yaitu 15 menit.
Terdapat dua jenis zat penetrant yang biasa digunakan yaitu
visible dan fluorescent. Hasil pengujian dengan cairan penetrant
visible dapat dilihat langsung sedangkan fluorescent akan
memancarkan sinar hijau muda apabila disinari dengan sinar
ultraviolet. Pada praktikum ini, cairan yang digunakan adalah
cairan penetrant visible dengan teknik pengaplikasian spray.
3. Removal of excess penetrant
Pembersihan cairan penetrant dapat menggunakan air, pelarut
atau dilap. Pada praktikum ini cairan penetrant dibersihkan
dengan dilap. Pembersihan tidak boleh berlebihan, karena dapat
menyebabkan penetrant yang meresap akan terbilas semua.
4. Development
Developer disemprotkan pada permukaan spesimen uji dengan
tujuan developer akan menyerap cairan penetrant kembali ke
permukaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tegangan
permukaan antara cairan penetrant dan developer. Developer
harus berwarna terang dan kontras dengan penetrant untuk
memudahkan

pengamatan.

Penggunaan

developer

pada

praktikum ini diaplikasikan dengan teknik spray dengan


developer berwarna putih. Dwell tipe developer adalah waktu
yang dibutuhkan untuk development, mulai dari pemberian
developer hingga diperbolehkan untuk evaluasi. Menurut ASTM

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

E-165 dan ASME V part 6, maka dwell time developer adalah 7


menit.
5. Interpretasi Cacat
Tahap interpretasi dilakukan jika dwell time developer telah
terpenuhi dengan melihat bentuk, ukuran dan lokasi indikasi.
Jika indikasi cacat berwarna merah tua, maka indikasi telah
benar dan tidak ada kesalahan dalam pemberian developer. Jika
indikasi cacat berwarna merah muda dan warna background
tidak ada, maka hal ini menunjukkan terjadinya over wash atau
developer terlalu tebal.
Spesimen uji yang digunakan pada praktikum ini adalah spesimen
hasil pengelasan. Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam
menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan atau dapat
juga didefinisikan sebagai sebagai ikatan metalurgi yang ditimbulkan oleh
gaya tarik menarik antar atom. Cacat las adalah keadaan dimana terjadi
penurunan kualitas hasil las. Kualitas hasil las yang dimaksud adalah berupa
turunnya kekuatan dibandingkan dengan kekuatan dasar base metal, tidak
baiknya tampilan hasil las atau dapat juga berupa tingginya kekuatan hasil
las sehingga tidak sesuai dengan tuntutan kekuatan suatu konstruksi.
Secara umum, jenis-jenis cacat las yaitu retakan (cracks), porositas,
inklusi, lack of fusion (kurangnya fusi) dan imperfect shape. Bentuk cacat
retak yaitu retakan memanjang (longitudinal) dan retakan melintang
(transversal). Pada spesimen uji ini terjadi cacat retak melintang atau tegak
lurus atau transversal crack yang ditunjukkan dengan warna merah pada
hasil uji penetrant. Cacat imperfect shape dapat terjadi dengan bentuk
undercut, underfill, overlap, excessive reinforcement dan lain-lain. Pada
spesimen uji ini terjadi cacat imperfect shape dalam bentuk undercut yang
ditunjukkan dengan warna merah pada daerah based metal yang terkikis.

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Undercut

Transversal
Crack

Gambar 7.3 Intrepretasi Cacat Hasil Las

7.7 Kesimpulan
- Pengujian Non-Destructive Test Liquid Penetrant memiliki prinsip
yaitu

pemanfaatan

cairan

penetrant

untuk

memasuki

celah

discontinuity atau kapilaritas, serta kerja developer untuk mengangkat


cairan kembali yang meresap pada retakan sehingga cacat dapat
-

terdeteksi;
Prosedur pemeriksaan yaitu pre-cleaning, penetrasi, removal of excess

penetrant, development dan interpretasi cacat;


Pre-cleaning bertujuan untuk membersihkan permukaan benda uji;
Penetrasi bertujuan untuk memasukkan cairan penetran ke celah

retakan;
Removal of excess penetrant bertujuan untuk membersihkan sisa

penetrant di permukaan;
Development bertujuan untuk developer menyerap cairan penetrant

kembali ke permukaan;
Cacat yang terjadi pada spesimen uji hasil las yaitu imperfect shape
dalam bentuk undercut dan cacat retak transversal.

DAFTAR PUSTAKA
Yuwono, Akhmad Herman. 2009. Buku Panduan Praktikum Karakterisasi
Material I Pengujian Merusak (Destructive Testing). Depok: Departemen
Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Yunus, Asyari D. Struktur dan Sifat Material. Jakarta: Universitas Darma Persada

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

Laporan Akhir Praktikum Teknik Pengujian Logam

Anonim. Modul Praktikum Metalurgi (Logam). Surakarta: Fakultas Teknik Mesin


Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ramha, Anita. Memeriksa Crack Hasil Las pada Material dengan Metode NDT
Dye Penetrant Testing. [Online] (http://www.api-iws.org/pdf/pemeriksaancrack-pada-material-dengan-metode-ndt-dye-penetran-testing.pdf)

LABORATORIUM LOGAM TEKNIK METALURGI UNJANI 2014/2015

You might also like