You are on page 1of 21

TUGAS KELOMPOK 2

Hak Atas Tanah Bagi Warga Negara Asing (WNA)


Dalam Perspektif Hukum di Indonesia

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.

MONIKA INDRA DEWI


LILI SURYANI
NURMARIANI
DILA FITRI

: 1574201149
: 1574201116
: 1574201117
: 1574201110

Dosen Pengampu

: Devie Rachmad Ali Hasan Rivai,SH M.Kn

Matkul

: HUKUM AGRARIA

KELAS IIIB
FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2016

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Hak atas Tanah bagi Warga Negara Asing (WNA) dalam Perspektif Hukum
di Indonesia ini.
Tujuan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan serta agar pembaca lebih memahami arti
Pancasila sehingga diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Hukum Agraria, Devie Rachmad
Ali Hasan Rivai,SH M.Kn yang telah membimbing kami dalam belajar dan juga pembuatan makalah ini.
Akhir kata, semoga Makalah Hak atas Tanah bagi Warga Negara Asing (WNA) dalam
Perspektif Hukum di Indonesia ini bermanfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
meridhoi segala usaha kami.

Pekanbaru, 12 November 2016

DAFTAR ISI
2

Kata Pengantar I
Daftar Isi ..

II

BAB I Pendahuluan 1
1.1
Latar Belakang... 1
1.2
Rumusan Masalah... 1
1.3
Tujuan Penulisan 1
BAB II Pembahasan. 2
2.1

Selayang Pandang Tentang Perkembangan Transmigrasi .. 2

2.2.

Sejarah Transmigrasi Pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. 3

BAB III Hubungan antara hak pengelolaan tanah (HPL) dengan Program
Transmigrasi8
3.1.

Definisi Dan Pengertian Hak Pengelolaan Tanah

3.2.

Dasar Hukum Hak Pengelolaan (HPL)... 8

BAB IV Penutup ..

13

4.1

Kesimpulan ..........

13

4.2

Kritik dan Saran 13

Daftar Pustaka .... 14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya
sebagai sarana untuk mencari penghidupan yaitu sebagai pendukung mata pencaharian diberbagai bidang
seperti, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industry, maupun yang dipergunakan sebagai tempat
untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.
Ketentuan Yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terhadap Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, merupakan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan
3

air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hokum tanah, banyak tersebar dalam berbagai
peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
atas Tanah. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah dan lain-lain.
Dalam ruang lingkup agrarian, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah
dimaksudkan dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam
pengertian Yuridis yang disebut Hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam pasal 4 ayat (1)
UUPA.
1.2. Rumusan masalah
1. Siapa saja yang boleh memiliki hak penguasaan tanah?
2. Apakah Warga Negara Asing boleh memiliki hak atas tanah di Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
Agar pembaca makalah ini dapat memahami tentang Hak atas Tanah Untuk Warga Negara Asing.
Sehingga dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama di bidang Hukum Agraria.

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGUASAAN HAK MILIK ATAS
TANAH MILIK WARGA NEGARA INDONESIA OLEH WARGA
NEGARA ASING

2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Milik Atas Tanah


Adanya berbagai macam hak atas tanah diatur dalam UUPA yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 16 ayat (1), dan Pasal 53. Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA menjelaskan bahwa atas dasar
menguasai dari Negara maka ditentukan adanya berbagai Hak Atas Tanah. Pasal 4 ayat (1) UUPA berbunyi,
4

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macammacam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orangorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.
Hak-hak atas tanah tersebut kemudian memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA. Hak atas tanah dijelaskan sebagai hak yang
memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihakinya.381 Kata menggunakan mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk
kepentingan mendirikan bangunan, misalnya rumah, toko, hotel, kantor, pabrik. Kata mengambil manfaat
mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan
peternakan, perkebunan.39 2Menurut Sudikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak
atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Wewenang umum
Yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh
bumi, air dan ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah tersebut dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan lain yang lebih tinggi.
2. Wewenang khusus
Pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak
atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian
dan/untuk mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah tanah hanya untuk
mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah
menggunakannya hanya untuk kepentingan usaha di bidang pertanian,perikanan, peternakan dan
perkebunan3
Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud oleh Pasal 4 UUPA kemudianditegaskan dalam Pasal 16
ayat (1) UUPA yang bunyinya sebagai berikut :
(1) Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

hak milik
hak guna usaha
hak guna bangunan
hak pakai
hak sewa
hak membuka tanah
hak memungut hasil hutan
hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akanditetapkan dengan undangundang serta hak-hak yang sifatnya

sementara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53. Selain itu ada pula hak-hak atas tanah yang
sifatnya sementara sebagaimana ditentukan oleh Pasal 53 UUPA, yaitu :
a. Hak Gadai;
b. Hak Usaha Bagi Hasil;
c. Hak Menumpang;
d. Hak Sewa Tanah Pertanian.

1Sudiko Mertokusumo, 1988, Hukum dan Politik Agraria, Karunika- Universitas Terbuka, Jakarta (selanjutnya disebut
Sudikno Mertokusumo II),hal. 4.

2Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah,Kencana Prenada Group, Jakarta, hal. 49 .
3Sudikno Mertokusumo II, op.cit., hal. 45.
5

Khusus mengenai Hak Milik diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 20 sampai dengan Pasal 27
UUPA. Menurut ketentuan dalam Pasal 50 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa, Ketentuan lebih lanjut
mengenai Hak Milik diatur dengan undang-undang.
Oleh karena undang-undang yang dimaksud belum terbentuk, maka digunakan ketentuan peralihan Pasal
56 UUPA yaitu, selama undang-undang mengenai hak milik yang ditunjuk dalam Pasal 50 ayat (1) belum
terbentuk, maka yang diberlakukan ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan
lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang
dimaksud dalam Pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA.
Pengertian Hak Milik ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA yaitu,Hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Turun temurun
artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya
meninggal dunia maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat
sebagai subyek hak milik. Sedangkan terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas
tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan
tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling
luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain,
tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan
hak atas tanah yang lain.
Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Milik merupakan hak yang paling kuat atas tanah,
yang memberikan kembali suatu hak lain di atas bidang tanah Hak Milik yang dimilikinya tersebut (dapat
berupa Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan pengecualian Hak Guna Usaha) yang hampir sama
dengan kewenangan Negara (sebagai penguasa) untuk memberikan hak atas tanah kepada warganya. 4 Hak
ini, meskipun tidak mutlak sama, tetapi dapat dikatakan mirip dengan eigendom atas tanah menurut KUH
Perdata yang memberikan kewenangan paling luas pada pemiliknya, dengan ketentuan harus memperhatikan
ketentuan Pasal 6 UUPA yang menyatakan bahwa, Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.5
Subjek Hak Milik yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut UUPA adalah perseorangan maupun
badan hukum. Perorangan yang dapat mempunyai tanah Hak Milik hanya Warga Negara Indonesia
sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (1) UUPA. Hal ini berarti bahwa perseorangan yang bukan Warga
Negara Indonesia tidak dapat mempunyai Hak Milik atas tanah.Selain perorangan, badan hukum juga dapat
mempunyai hak milik atas tanah sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (2) UUPA yang berbunyi, Oleh
pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya.
Menurut ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 (selanjutnya disebut PP 38/1963)
tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan, badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah adalah :
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara.
b. Perkumpulan-perkumpulan yang didirikan oleh Koperasi Pertanian yangdidirikan berdasarkan atas
Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958Nomor 139.
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agrariasetelah mendengar Menteri
Agama.
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian setelahmendengar Menteri Kesejahteraan
Sosial.
Dengan demikian tidak ada pihak lain yang dapat mempunyai Hak Milikatas tanah. Ini berarti setiap
orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Milik atas tanah tidak begitu saja dapat melakukan
pengalihan Hak Milik atas tanah yang dikuasainya tersebut. Hak Milik atas tanah hanya dapat dialihkan
kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau kepada badan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh PP
38/1963. Peralihan Hak Milik atas tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada orang asing,
kepada seseorang yang mempunyai dwi kewarganegaraan atau kepada badan hukum yang tidak ditunjuk
4Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Hak-Hak Atas Tanah,Kencana Prenada Group, Jakarta, hal. 30.
5Ibid
6

oleh pemerintah adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, artinya tanahnya kembali
menjadi tanah yang langsung dikuasai Negara.
Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 UUPA, yaitu :
a. Hak Milik atas tanah yang terjadi Menurut Hukum Adat;
b. Hak Milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah;
c. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-Undang.
Hak milik yang terjadi menurut hukum adat yaitu hak milik yang terjadi karenan pembukaan tanah
(pembukaan hutan) atau karena timbulnya lidah tanah. Yang dimaksud dengan pembukaan tanah adalah
pembukaan tanah yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin ketua
adat melalui 3 (tiga) sistem penggarapan, yaitu matok sirah matok galeng, matok sirah gilir galeng, dan
sistem bluburan.6
Hak Milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah bermula dari tanah Negara yang dimohonkan
hak kepemilikannya oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang ditetapkan oleh Badan
Pertanahan Negara (BPN).
Apabila permohonan tersebut dikabulkan, maka BPN menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak
(SKPH) yang wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan
diterbitkan Sertipikat Hak Milik atas tanah.7Hak Milik atas tanah yang terjadi karena Undang-Undang karena
diciptakan oleh Undang-Undang. Sebagaimana diatur dalam Pasal I, Pasal II, dan Pasal VII ayat (1)
Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA. Terjadinya Hak Milik atas tanah atas dasar ketentuan konversi
(perubahan) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960 semua hak atas tanah
yang ada harus dirubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.8
Apabila Hak Milik atas tanah dapat terjadi, maka Hak Milik atas tanahdapat juga terhapuskan. Hapusnya
Hak Milik atas tanah diatur dalam Pasal 27 UUPA yang menyebutkan bahwa;Hak miliknya hapus bila :
a. Tanahnya Jatuh kepada Negara :
1)
2)
3)
4)
5)

Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;


Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
Karena ditelantarkan;
Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2);
Tanahnya musnah.

Menurut Boedi Harsono, untuk ketertiban administrasi dan kepastianhukum bagi pihak-pihak yang
bersangkutan, hapusnya hak atas tanah harus dinyatakan dengan surat keputusan oleh pejabat yang
berwenang. Bagi hapusnya hak karena hukum, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26
ayat (2) UUPA, surat keputusan tersebut hanya bersifat deklarator, yaitu hanya sebagai pernyataan tentang
hapusnya hak yang merupakan pembatalan. Surat keputusan tersebut bersifat konstitutif, artinya hak yang
bersangkutan baru menjadi hapus dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut.9

2.2. Pengertian Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing


Warga Negara sesuai dengan definisi Pasal 1 angka 1 UUKewarganegaraan adalah Warga suatu
negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan WNI, maka Pasal 26
6Urip Santoso, op.cit, hal. 94.
7 Urip Santoso, op.cit
8 Urip Santoso, op.cit, hal 95.
9 Boedi Harsono, op.cit, hal. 331.
7

ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian direpetisi di dalam
Pasal 2 UU Kewarganegaraan menetapkan bahwa, Yang menjadi WNI adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara.
Dengan demikian, maka WNI dapat didefinisikan sebagai orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orangorang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai WNI.
Pengertian WNI juga terdapat dalam Pasal 4 UU Kewarganegaraan yang secara rinci menyebutkan
Bahwa Warga Negara Indonesia adalah :
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian
Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah
menjadi Warga Negara Indonesia;
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WargaNegara Indonesia dan ibu warga
negara asing;
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negaraasing dan ibu Warga
Negara Indonesia;
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga NegaraIndonesia, tetapi ayahnya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukumnegara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anaktersebut;
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelahayahnya meninggal dunia dari
perkawinan yang sah dan ayahnya WargaNegara Indonesia;
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh
seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara RepublikIndonesia selama ayah dan ibunya
tidak diketahui;
k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahuikeberadaannya;
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dariseorang ayah dan ibu Warga
Negara Indonesia yang karena ketentuan darinegara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraankepada anak yang bersangkutan;
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonankewarganegaraannya, kemudian
ayah atau ibunya meninggal duniasebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Status sebagai WNI mengandung hak dan kewajiban tersendiri yang harus dipatuhi. Hak dan kewajiban
Warga Negara Indonesia tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, yaitu :
a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. (Pasal 27 ayat (2) UUD1945);
b. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan. (Pasal 28 A UUD1945);
c. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melaluiperkawinan yang sah. (Pasal 28
B ayat (1) UUD 1945);
d. Hak untuk meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidupmanusia. (Pasal 28 C ayat (1)
UUD 1945);
e. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya. (Pasal 28C ayat (2) UUD 1945);
f. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yangadil serta perlakuan yang
sama di depan hukum. (Pasal 28 D ayat (1) UUD1945); Hak untuk mempunyai hak milik pribadi,
hak untuk hidup, hak untuk tidakdisiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak
untuktidak diperbudak;
g. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidakdituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusiayang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(Pasal 28 I ayat (1)UUD 1945).
8

Selain memiliki hak, WNI juga dibebani dengan berbagai kewajiban. Adapun kewajiban WNI adalah
sebagai berikut :
a. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Hal ini diatur dalam Pasal 27ayat (1) UUD 1945 yang
berbunyi, Segala warga negara bersamaankedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjunghukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
b. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Hal ini diatur dalamPasal 27 ayat (3) UUD 1945
yang menyatakan bahwa, Setiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.
c. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28 ayat (1)menyatakan bahwa, Setiap orang
wajib menghormati hak asasi manusiaorang lain.
d. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam Pasal 28 J ayat
(2) yang berbunyi, Dalam menjalankanhak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasanyang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjaminpengakuan serta
penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untukmemenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilainilaiagama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakatdemokratis.
e. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Hal inidiatur dalam Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945 yang berbunyi, Tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanannegara.
Sementara itu, pengertian Warga Negara Asing (WNA) terdapat dalamPasal 1 angka 17 UU Nomor 20
Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yaitu, Orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara Asing.
Sedangkan menurut Penjelasan Undang-Undang Kewarganegaraan, Warga Negara Asing adalah
Orang/Badan Hukum Asing yang berstatus Kewarganegaraan Asing dan tidak pernah mengajukan
permohonan sehingga ia tidak pernah ditetapkan menjadi Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum
Indonesia, serta tidak disebabkan karena kehilangan Kewarganegaraan Indonesia menurut ketentuan
Undang- Undang Kewarganegaraan di Indonesia. Sehubungan dengan pengertian tersebut Pasal 7 UU
Kewarganegaraan menyebutkan bahwa, Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan
sebagai orang asing.
Berdasarkan UU Kewarganegaraan orang asing pun dapat menjadi WNIsetelah memenuhi syarat dan tata
cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 8 UU Kewarganegaraan menyebutkan bahwa,
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan. Pewarganegaraan
adalah suatu tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui
permohonan. Namun status WNI, tidak hanya dapat diperoleh dengan permohonan. Menurut Gatot
Supramono ada tiga cara agar orang asing memperoleh status WNI, yaitu dengan naturalisasi, perkawinan,
dan dengan pemberian oleh pemerintah RI.10
Cara memperoleh status WNI oleh orang asing melalui naturalisasi disebutjuga dengan
pewarganegaraan. Caranya adalah dengan mengajukan permohonan naturalisasi di Indonesia. Permohonan
diajukan secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang dibuat di atas kertas bermaterai cukup
(Rp. 6000) kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM.11
Permohonan Pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon apabila telah memenuhi persyaratan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 UU Kewarganegaraan, yaitu :
a. Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayahNegara Republik Indonesia
paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turutatau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
c. sehat jasmani dan rohani;
10 Gatot Supramono, 2012, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 4.
11Ibid.
9

d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancamdengan pidana penjara 1
(satu) tahun atau lebih;
f. Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidakmenjadi berkewarganegaraan
ganda;
g. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap;
h. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Permohonan harus ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai. Keputusan akhir atas
permohonan adalah ada pada tangan Presiden. Bila dikabulkan oleh Presiden, maka status WNI dinyatakan
berlaku efektif sejak pemohon mengucapkan sumpah atau janji setia kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Selain melalui proses naturalisasi, orang asing di Indonesia dapat pulamemperoleh kewarganegaraan
melalui perkawinan dengan WNI. Pasal 19 ayat (1) UU Kewarganegaraan menyebutkan bahwa, Warga
Negara Asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan
pejabat.Pernyataan tersebut dapat dilakukan dihadapan pejabat Kementerian Hukum dan HAM, apabila
yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun
berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut kecuali dengan perolehan
kewarganegaraan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.12
Sementara itu , terkait dengan kewarganegaraan pemberian pemerintahRepublik Indonesia, ketentuan
Pasal 20 UU Kewarganegaran dapat dijadikan acuan pembahasan. Pasal 20 UU Kewarganegaraan
menetapkan :
Orang asing yang telah berjasa kepada Negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan
negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut
mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.
Adapun kriteria orang asing untuk mendapatkan kewarganegaraan menurut Gatot Suparmono, yaitu :
a. Orang asing yang telah berjasa kepada Republik Indonesia adalah orangasing yang karena
prestasinya yang luar biasa di bidang kemanusiaan, ilmupengetahuan, teknologi, kebudayaan,
lingkungan hidup serta keolahragaantelah memberikan kemajuan dan keharuman nama Bangsa
Indonesia;
b. Orang asing yang diberi kewarganegaraan karena alasan kepentinganNegara adalah orang asing yang
dinilai oleh Negara telah dan dapatmemberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan
memantapkankedaulatan Negara dan untuk meningkatkan kemajuan, khusunya di
bidangperekonomian Indonesia.13
Apabila orang asing dapat memperoleh kewarganegaraan, maka WNIdapat pula kehilangan
kewarganegaraannya. Pasal 23 UU Kewarganegaraan mengatur sebab-sebab kehilangan kewarganegaraan
Indonesia, yaitu :
a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkanorang yang bersangkutan
mendapat kesempatan untuk itu;
c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden ataspermohonannya sendiri, apabila yang
bersangkutan sudah berusia 18tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan
dengandinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpakewarganegaraan;
d. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu olehpresiden;
12Ibid, hal. 8.
13Ibid.
10

e. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalamdinas semacam itu di Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturanperundangan hanya dapat dijabat oleh WNI;
f. Secara suka rela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepadanegara asing atau bagian
dari negara asing tersebut;
g. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yangbersifat ketatanegaraan untuk suatu
negara asing;
h. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atausurat yang dapat diartikan
sebagai tanda kewarganegaraan yang masihberlaku dari negara lain atas namanya;
i. Bertempat tinggal di luar NKRI selama 5 tahun terus menerus bukandalam rangka dinas negara,
tanpa alasan yang sah dan dengan sengajatidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI
kepadaperwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yangbersangkutan.
Selain ditentukan dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan, kehilangan kewarganegaraan juga diatur dalam
Pasal 26 UU Kewarganegaraan, yang menyebutkan bahwa;
a. Perempuan WNI yang kawin dengan laki-laki WNA kehilangankewarganegaraannya, jika menurut
hukum negara asal suaminyakewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai
akibatperkawinan tersebut;Laki-laki WNI yang kawin dengan perempuan WNA
kehilangankewarganegaran RI, jika menurut hukum asal istrinya kewarganegaraansuami mengikuti
kewarganegaraan istri sebagai akibat dari perkawinantersebut.
b. Laki-laki WNI yang kawin dengan perempuan WNA kehilangan kewarganegaran RI, jika menurut
hukum asal istrinya kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat dari
perkawinan tersebut.

BAB III
PENGATURAN KEABSAHAN PENGUASAAN HAK MILIK ATAS
TANAH MILIK WARGA NEGARA INDONESIA OLEH WARGA
NEGARA ASING
3.1. Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Menurut UUPA
Pengertian penguasaan dan menguasai dapat dipakai dalam arti fisik dan yuridis. Selain itu
kedua konsep di atas tersebut juga dapat memiliki aspek perdata dan aspek publik. Menurut Boedi Harsono,
penguasaan secara yuridis dilandasi hak yang dilindungi hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada
pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan secara yurudis,
yang biarpun memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tetapi pada
kenyataannya penguasaan fisiknya
dilakukan pihak lain.14
Dalam hukum tanah dikenal juga penguasaan yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik. Kreditor pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak
penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan tetapi penguasaan secara fisik ada pada yang empunya
tanah.15 Pengertian penguasaan dan menguasai yang diuraikan diatas digunakan dalam aspek perdata.
Pengertian penguasaan dan menguasai dalam aspek publik dapat dilihat pada UUD 1945 dan UUPA.
Khusus dalam UUPA, penguasaan dan menguasai dalam aspek publik terlihat dalam Pasal 2 UUPA.
Secara mendasar Pasal 2 ayat (1) UUPA menetapkan negara menguasai bumi, air dan ruang angkas
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hak menguasai memberi wewenang pada negara untuk
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang
angkasa tersebut. Negara juga berwenang menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
14Boedi Harsono, op.cit, hal. 23.
15Boedi Harsono, loc.cit.
11

hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa
sebegai ditentukan oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA. Wewenang yang bersumber dari hak menguasai dari Negara
harus digunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat sebagai ditentukan oleh Pasal 2 ayat (3) UUPA.
Dengan demikian Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik,juga dalam arti yuridis. Selain
itu Juga beraspek privat dan publik. Penguasaaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak,
yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk
menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat
dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada juga penguasaan yuridis, yang biarpun
memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataanya penguasaan
fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya
sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh
pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah.
Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang
bersangkutan secara fisik, misalnya kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak
penguasaan tanah secara yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik
penguasaan tetap ada pada pemilik tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah tersebut diatas dipakai
dalam aspek privat atau keperdataan sedang penguasaan yuridis yang beraspek publik dapat dilihat pada
penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.
Dapat disimpulkan bahwa penguasaan tanah dapat diartikan dalam dua halyaitu kewenangan untuk
menguasai hak secara fisik dan penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai
tanah yangbersangkutan secara fisik. Hak milik atas tidak selalu berarti penguasaan terhadapfisik tanah yang
dimilikinya. Demikian sebaliknya hak penguasaan tidak selalu berasal dari hak memiliki. Penguasaan adalah
kewenangan untuk menguasaisecara fisik sedangkan hak milik menurut Pasal 20 UUPA adalah hak
turunmenurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Dalam hal ini disebutkan sifatsifat daripada hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya.
Hak milik adalah hukum yang "terkuat dan terpenuh" yang dapat dipunyai orang atas tanah. Terkuat
artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lainnya, tidak mempunyai
batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lainnya dan tidak mudah hapus. Terpenuh
artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak
atas tanahyang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih
luasbila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.
Bukti kepemilikan hak atas suatu bidang tanah dibuktikan dengan adanya sertipikat tanah sebagimana
ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA Jo. Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 24/1997). Sertipikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat
pembuktian yang kuat serta memberikan rasa aman dan tentram bagi pemiliknya, segala sesuatu akan mudah
diketahui yang sifatnya pasti, bahkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Sertipikat adalah bukti
hak milik dalam lingkup hukum publik. Selain itu terdapat pula bukti hak milik berupa perjanjian dalam
lingkup hukum perdata atau hukum privat, dalam arti bukti hak milik tersebut timbul akibat hukum yang
mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitikberatkan pada
kepentingan perorangan.
Sementara itu dari ketentuan Pasal 2 UUPA dapat disimpulkan bahwahak penguasaan atas tanah yang
paling tertinggi merupakan hak bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam
wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi
hak pula dari bangsa Indonesia, baik secara perorangan selaku Warga Negara Indonesia maupun secara
keseluruhan sebagai kesatuan utuh.
Hak-hak atas tanah sebagaimana ketentuan Pasal 4 dan Pasal 16 ayat (1)UUPA merupakan hubungan
hukum antara Warga Negara dengan tanah yang secara tegas ditentukan dalam Pasal 9 ayat (1) UUPA yang
berbunyi Hanya
Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa
dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 ayat 2. Bunyi Pasal 1 ayat (2) UUPA tersebut merupakan perwujudan
12

dari prinsip nasionalitas hak-hak atas tanah di Indonesia, artinya dalam hal pemilikan tanah, maka Warga
Negara Indonesia sebagai pihak yang diberikan tempat untuk mendapatkan hak sepenuhnya atas tanah di
Indonesia.16 Prinsip kenasionalan sangat erat terkait dengan asas hanya Warga Negara Indonesia yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah sebagaimana tercermin dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UUPA, yang
masing-masing berbunyi, (1) Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik; (2) Oleh
Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
Tetapi UUPA tidak hanya menganut prinsip atau asas kenasionalan danasas hanya Warga Negara
Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.Adapun asas-asas lain yang dianut UUPA, yaitu :
a. Asas kenasionalan;
b. Asas pada tingkatan tertinggi bumi, air dan ruang angkasa dan kekayaan alamyang terkandung di
dalamnya dikuasi Negara;
c. Asas mengutamakan kepentingan Nasional dan Negara berdasarkan ataspersatuan bangsa dari pada
kepentingan perseorangan dan golongan;
d. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial;
e. Asas hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atastanah;
f. Asas persamaan bagi setiap Warga Indonesia;
g. Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara arif olehpemiliknya sendiri dan
mencegah cara-cara yang bersifat pemerasan;
h. Asas tata guna tanah/penggunaan tata secara terencana.17
Prinsip kenasionalan dan prinsip hanya Warga Negara Indonesia yangdapat mempunyai hak milik
merupakan jiwa dari larangan untuk memindahkan hak milik atas tanah kepada Warga Negara Asing (WNA)
sebagaimana ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, yang berbunyi :
Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada
seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing
atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat
(2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwahak-hak pihak
lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak
dapat dituntut kembali.
Tetapi prinsip kenasionalan yang dikandung UUPA bukan hal yangmutlak, karena UUPA masih
membuka kesempatan bagi Warga Negara Asing untuk memiliki penguasaan tanah di Indonesia. Penguasaan
tanah oleh Warga
Negara Asing diatur dalam Pasal 42 UUPA dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah No.
40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna\Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah (selanjutnya
disebut PP 40/1996). Kedua peraturan perundangan tersebut memberi kemungkinan pada WNA untuk
memiliki penguasaan tanah melalui hak pakai.
Penguasaan hak atas tanah yang dilakukan oleh orang asing hanyadapat dilakukan melalui hak pakai
karena hak pakai merupakan hubungan yang tidak sepenuhnya antara subjek hak dengan objek tanahnya.
Hubungan sepenuhnya antara bumi, air dan rung angkasa hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia
sebagaimana ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPA.
Sebagaimana pendapat Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis : Apabila prinsip
nasionalitas dijadikan ukuran maka jelas terlihat bahwa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
hanya dimungkinkan subjeknya hanya Warga Negara Indonesia dan badan Hukum Indonesia sehingga untuk
hak ini tidak dapat dipunyai oleh Warga Negara Asing. Ketiga hak ini menunjukkan hubungan sepenuhnya
antara subyek hak dengan objek tanahnya sehingga hanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia bukan
Warga Negara Asing. Hak pakai menurut Pasal 41 ayat (1) UUPA bukan merupakan sewamenyewa atau
perjanjian pengelolaan tanah. Untuk lebih jelasnya Pasal 41 ayat (1) UUPA menyebutkan :Hak pakai adalah
hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusanpemberiannya
16Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahin Lubis, op.cit, hal. 24.
17 Muchsin, Imam Koeswahyono dan Soimin, 2010, Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, Refika Aditama, Bandung, hal. 54 .
13

oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan ketentuan Undang-Undang ini.
Adapun pihak-pihak yang dapat memperoleh Hak Pakai ini menurut Pasal42 UUPA adalah sebagai
berikut :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
d. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia.
Sementara itu, menurut Pasal 39 PP 40/1996 pihak-pihak yang bolehmemperoleh Hak Pakai
disebutkan secara lebih terinci, yaitu :
Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia;
c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan PemerintahDaerah;
d. Badan-badan keagamaan dan sosial;
e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
g. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
Terjadinya Hak Pakai berdasarkan asal tanahnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Hak Pakai Atas Tanah Negara
Hak Pakai atas tanah Negara diputuskan dengan pemberian hak olehBadan Pertanahan Nasional (BPN).
Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian Hak Pakai didaftarkan kepada Kepala KantorPertanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti
haknya.
2. Hak Pakai Atas Tanah Pengelolaan
Hak Pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh BPNberdasarkan usul pemegang Hak
Pengelolaan. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian Hak Pakai didaftarkan kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat
sebagai tanda bukti haknya.
3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik
Hak Pakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanahdengan akta PPAT. Akta PPAT ini wajib
didaftarkan ke KantorPertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan
diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Bentuk akta PPAT ini dimuat dalam Lampiran Permen
Agraria/Kepala BPN No. 3Tahun 1997.18
Mengenai jangka waktu Hak Pakai, UUPA tidak menentukan secara tegas.Dalam Pasal 41 UUPA
hanya menyebutkan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu. Ketentuan yang lebih tegas mengenai jangka watu tersebut diatur dalam Pasal 45 sampai dengan
Pasal 49 PP 40/1996. Jangka waktu Hak Pakai adalah berbeda-beda sesuai dengan asal tanahnya :
1. Hak Pakai Atas Tanah Negara
Hak Pakai atas tanah Negara berjangka waktu paling lama 25 tahun,dapat diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama 20 tahun dan dapatdiperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 Tahun. Khusus
hak Pakai yang dipunyai Departemen, Lembaga Pemerintah Non- Departemen, badan-badan keagamaan
dan sosial, perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional diberikan untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
2. Hak Pakai Atas Tanah Pengelolaan

18Urip Santoso, op.cit, hal. 116


14

Hak Pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahundan dapat diperpanjang selama
20 tahun dan dapat diperbaharui untukjangka waktu paling lama 25 tahun.
3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik
Hak Pakai ini diberikan untuk jangka waktu 25 tahun dan tidak dapatdiperpanjang. Namun apabila ada
kesepakatan antara pemilik tanah danpemegang Hak Pakai dapat diperbarui dengan pemberian Hak Pakai
baru dengan akta yang dibuat PPAT.19
Sekalipun UUPA yang merupakan salah satu sumber Hukum Tanah Nasional melarang orang asing
mempunyai Hak Milik atas tanah, tetapi sistemhukum pertanahan di Indonesia memungkinkan WNA
mempunyai kepemilikanrumah tinggal atau hunian. Bagaimanapun juga harus dipahami bahwa selain dalam
UUPA, Hukum Tanah diatur dalam peraturan pelaksanaan. 20Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996
Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
(selanjutnya disebut PP 41/1996) sebagai peraturan pelaksana UUPA dalam Pasal 1 dan 2 menentukan
bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau
hunian di atas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan
pemegang hak atas tanah yang dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Untuk jelasnya
bunyi Pasal 1 dan 2 PP 41/1996 adalah sebagai berikut :
Pasal 1
(1) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuahrumah untuk tempat tinggal atau
hunian dengan hak atas tanah tertentu.
(2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang asing
yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.
Pasal 2
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asingsebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 adalah :
1. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah :
a.Hak Pakai atas tanah Negara;
b.Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemengang hak atastanah.
2. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah Negara.
Dalam penjelasan atas Pasal 1 ayat (1) PP 41/1996 tersebut diuraikanyang dimaksud dengan hak atas
tanah tertentu dalam Peraturan Pemerintah ini adalah hak pakai. Selain itu kepemilikan rumah tersebut tetap
dibatasi pada satu buah rumah. Tujuan pembatasan ini adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan
tersebut tidak menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar bagi
penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di Indonesia. Dengan demikian jelas bahwa orang asing hanya
dapat memperolah
kepemilikan atas satu buah rumah.
Selanjutnya dalam Penjelasan atas Pasal 1 ayat (2) PP 41/1996 dijelaskanketentuan orang asing yang
kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional dimaksudkan bahwa pemilikan
rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing tersebut tidak boleh dilihat semata-mata dari kepentingan
orang asing yang bersangkutan, tetapi lebih dari itu kehadirannya di Indonesia harus memberikan manfaat

19Urip Santoso, op.cit, hal. 117


20 0Effendi Perangin, 1994, Hukum Agraria Di Indonesia : Suatu Telaah DaribSudut Pandang Praktisi
Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 193.

15

atau kontribusi terhadap pembangunan nasional. Dengan ini berarti orang asing yang tidak memberi manfaat
bagi pembangunan
nasional tidak dapat mempunyai hak milik untuk tempat tinggal atau hunian. Secara lengkap regulasi untuk
kepemilikan rumah atau hunian oleh orang asing adalah sebagai berikut :
a. Dalam UUPA, yaitu:
1). Pasal 42 UUPA yang menyatakan bahwa;Yang dapat mempunyai hak pakai ialah:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia;
d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
2). Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal yang bersangkutan disebutkan bahwa;
orang-orang dan badan-badan hukum asing dapat diberi hak pakai,karena hak ini hanya memberi
wewenang yang terbatas.
3). Pasal 45 UUPA yang menyebutkan bahwa;Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia;
d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
4). Penjelasan Umum Angka Romawi II butir 5 UUPA menyebutkan bahwa;
a. Sesuai dengan azas kebangsaan tersebut dalam Pasal 1, maka menurutPasal 9 jo. Pasal 21 ayat (1)
hanya warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Hak Milik kepada
orang asing dilarang (Pasal 26 ayat (2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai
yang luasnya terbatas.
b. Dalam PP 40/1996 yaitu Pasal 39 disebutkan bahwa :Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah :
(1) WNI;
(2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia;
(3) Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan PemerintahDaerah;
(4) Badan-badan Sosial dan Keagamaan;
(5) Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia;
(6) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
(7) Perwakilan Negara Asing dan perwakilan badan internasional.
c. Dalam PP 41/ 1996 yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 tentang Rumah Susun dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman dan juga terkait dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 berkaitan dengan
statuspemilikan Hak Pakai Atas Tanah Negara.
Dalam PP 41/1996 secara garis besar mengatur ketentuan-ketentuansebagai berikut :
Pada prinsipnya orang asing yang berkedudukan di Indonesiadiperkenankan memiliki satu
(sebuah) rumah tempat tinggal, bisa berupa rumah yang berdiri sendiri atau satuan rumah
susun yangdibangun di atas tanah Hak Pakai;
Rumah yang berdiri sendiri dapat dibangun di atas tanah Hak Pakaiatas Tanah Negara
(HPTN) atau Hak Pakai yang berasal dari Tanah Hak Milik yang diberikan oleh Pemegang
Hak Milik dengan AktaPPAT;
Perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik wajib dicatatdalam Buku Tanah dan
Sertipikat Hak Milik yang bersangkutan.Jangka waktu HP di atas HM sesuai kesepakatan
dalam perjanjian,tetapi tidak boleh lebih lama dari 25 tahun. Jangka waktu Hak Pakai tersebut
tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui untuk jangka waktu 20 tahun, atas dasar
kesepakatan yang dituangkan dalamperjanjian yang baru, dengan catatan bahwa orang asing
tersebut masihberkedudukan di Indonesia.
Apabila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas HakPakai di atas Tanah
Negara, atau berdasarkan perjanjian denganpemegang hak tidak berkedudukan lagi di
16

Indonesia, dalam jangkawaktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak
atasrumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Apabila dalam jangka waktu tersebut hak atas tanah belum dilepaskanatau dialihkan kepada
pihak lain yang memenuhi syarat, makaterhadap rumah yang dibangun diatas Hak Pakai atas
Tanah Negara(HPTN) rumah beserta tanah yang dikuasai WNA dilelang. Apabilarumah
tersebut dibangun di atas Hak Pakai atas tanah Hak Milik, makarumah tersebut menjadi milik
pemegang Hak Milik.

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 tentangPersyaratan Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing.
e. Peraturan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 8 Tahun 1996tentang Perubahan
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal AtauHunian Oleh Orang Asing.
f. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentangPelimpahan
Kewenangan Pemberian Dan Pembatalan Keputusan PemberianHak Atas Tanah Negara.
g. Pasal 45 sampai dengan Pasal 65 Peraturan Menteri Negara Agraria/KepalaBPN Nomor 9 Tahun
1999 tentang Tata cara Pemberian Dan Pembatalan HakAtas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan.
h. Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 110-2871 tertanggal8 Okotber 1996
tentang Pelaksanaan PP Nomor 41 Tahun 1996 tentangPemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau
Hunian Oleh Orang Asing YangBerkedudukan Di Indonesia.
b. Dalam Surat Edaran tersebut ditegaskan :
1) Bahwa yang dimaksud dengan orang asing dari segi kedudukanya dapatdibagi dalam 2 (dua)
golongan, yaitu :
a. orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap(penduduk Indonesia
dibuktikan dengan Izin Tinggal Tetap); dan
b. orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap, melainkanhanya sewaktuwaktu berada di Indonesia, dibuktikan dengan Izin Kunjungan atau Izin Keimigrasian
lainnya berbentuk tanda yang diterakan pada Paspor atau dokumen kimigrasian lainnya
yang dimiliki orang asing yang bersangkutan.
2) Jumlah rumah hunian yang boleh dimiliki atau dibeli maksimal sebuah atausatu rumah saja.
Untuk memastikan hal tersebut kapada orang asing yang akan membeli rumah di Indonesia
hendaknya diminta untuk membuat Surat Pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki
rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan hukum
pembelian/penguasaan rumah hunian.
3) Rumah Hunian yang diperbolehkan dimiliki oleh orang asing dikecualikan atau tidak termasuk
dalam kategori /klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana.
Adapun pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Membeli tanah Hak Pakai atas Tanah Negara berikut rumah yang ada diatasnya dengan membayar
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(BPHTB) untuk tanah dan bangunan yang bersangkutan
sesuai ketentuanyang ada.
b. Membeli tanah Hak Pakai atas Tanah Negara dengan membayar BPHTBtanah dan kemudian
membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syaratmengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
membayar PajakPertambahan Nilai (PPN) bangunan.
c. Membeli Tanah Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dari pemegang HakPakai (setelah memperoleh ijin
tertulis dari pemegang Hak Milik) berikutrumah yang ada di atasnya dengan membayar BPHTB
tanah danbangunan.
d. Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai(setelah memperoleh ijin
tertulis dari pemegang Hak Milik) denganmembayar BPHTB tanah dan kemudian membangun
sendiri rumah diatasnya, dengan syarat mengurus IMB dan PPN bangunan.
e. Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milikberdasarkan perjanjian,
berikut rumah yang ada di atasnya denganmembayar BPHTB tanah dan bangunan.
17

f. Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milikberdasarkan perjanjian,
dengan membayar BPHTB tanah dan kemudianmembangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat
mengurus IMB danmembayar PPN Bangunan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Hak Pakai tidak sama denganHak Sewa. Keduanya
mempunyai sifat-sifat khusus dan diatur tersendiri. Hak Sewa hanya disediakan untuk bangunan-bangunan
bukan untuk bidang tanah
sebagimana halnya Hak Pakai. Dalam Pasal 44 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa, seseorang atau suatu
badan hukum memiliki Hak Sewa atas tanah apabila ia berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan dengan melakukan pembayaran kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
Berbeda dengan Hak Pakai yang dapat terjadi di atas tanah negara atau tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk
Bangunan (HSUB) hanya dapat terjadi di atas tanah Hak Milik. Disebabkan tanah Hak Milik merupakan hak
terkuat dan terpenuh sehingga dapat dipakai sebagai dasar pemberian hak atas tanah lain, termasuk Hak
Sewa Untuk Bangunan.
Adapun tujuan Pemerintah menerbitkan PP 41/1996 yang mengaturtentang pemilikan rumah tempat
tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia adalah untuk mengatur lebih lanjut
ketentuan Pasal 42
UUPA yang terkait dengan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi WNA. Di samping itu secara
tidak langsung untuk mencegah terjadinya upaya penyelundupan hukum yang seringkali terjadi dalam
pemilikan rumah tempat tinggal oleh WNA di Indonesia.
Selain itu, implementasi PP 41/1996 diperlukan dalam upaya memberikankesempatan bagi WNA
untuk mempunyai Hak Pakai atas tanah beserta bangunan yang digunakan untuk hunian maupun bukan
hunian sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam implementasi PP 41/ 1996 dapat dilihat
dari dua sisi yang mencakup aspek keadilan. Pada satu sisi, WNA diberi kesempatan untuk mempunyai hak
atas tanah beserta bangunan. Namun di sisi lain, agar tidak mengurangi perlindungan yang diberikan oleh
Pemerintah kepada warga
negaranya sendiri, terutama mereka yang secara ekonomis masih perlu dibantu, maka diberikan berbagai
persyaratan bagi WNA dan badan hukum asing untuk mempunyai hak atas tanah beserta bangunan, misalnya
dalam hal klasifikasi bangunan yang boleh dibeli, dan pembatasan dalam bentuk-bentuk lain.
Selain aspek keadilan, aspek kemanfaatan dari Peraturan PemerintahNomor 41 Tahun 1996, juga
dapat dilihat baik dari sisi WNA maupun Pemerintah. Bagi WNA, dibuka kemungkinan untuk mempunyai
hak atas tanah beserta bangunan sebagai salah satu unsur pemenuhan kebutuhannya untuk bertempat tinggal
maupun menjalankan usahanya. Bagi Pemerintah, PP 41/1996 ini diharapkan dapat memberi manfaat
ekonomis melalui investasi di bidang properti oleh WNA yang antara lain dapat memberikan pemasukan
pada keuangan negara dalam bentuk pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.21
3.2. Dasar Pemikiran Larangan Pemindahan Hak Milik Atas Tanah Kepada Warga Negara Asing
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menunjukan bahwa Negara Indonesia adalahnegara yang
mengamanatkan penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya dan menggunakannya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut
maka Hukum Tanah Nasional harus sesuai dengan kepentingan rakyat. Sebagaimana dikatakan oleh Boedi
Harsono : Hukum Tanah Nasional sudah barang tentu harus sesuai dengan kepentingan rakyat, artinya rakyat
Indonesia. Bukan hanya rakyat orang-seorang atau golongan-golongan, apalagi rakyat asing. Hukum Tanah
Nasional tidak diadakan untuk menjamin kepentingan orang-orang asing atau modal asing,seperti Agrarische
Wet dulu.22

21 Maria. S.W. Sumardjono, 2007, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta
Bangunan Bagi Warga Negara Asing Dan Badan Hukum Asing, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
(selanjutnya disebut Maria S.W Sumardjono I), hal. 52
22Boedi Harsono, op.cit, hal. 167.
18

Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 itu kemudian dijabarkan dalamPasal 2 UUPA yang
menegaskan bahwa hak menguasai dari negara Indonesia yang merupakan organisasi kekuasaan seluruh
rakyat Indonesia. Hak menguasai dari Negara melahirkan wewenang untuk memanfatkan bumi, air, ruang
angkasa dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, untuk kemakmuran seluruh Rakyat
Indonesia. UUPA sebagai salah satu sumber dari Hukum Tanah Nasional secara tegas menghindari
kesesuaian dengan orang asing melalui penerapan prinsip atau asas kenasionalan yang tercermin dalam
ketentuan Pasal 21 ayat (1) UUPA. Pasal tersebut berkesesuaian dengan kepentingan rakyat
Indonesia karena hanya mengijinkan WNI yang mempunyai hak milik atas tanah.Hak penguasaan
Bangsa Indonesia sebagai hak penguasaan tertinggi diatur dalam Pasal 1 UUPA, yang bunyinya sebagai
berikut :
1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyatIndonesia yang bersatu
sebagai Bangsa Indonesia;
2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yangterkandung didalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia, sebagaikarunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang
angkasabangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional;
3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasatermaksud dalam ayat (2) pasal
ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
Dengan demikian UUPA mengamanatkan bahwa seluruh bumi, air danruang angkasa, termasuk
kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah kekayaan nasional. Kekayaan nasional berarti kekayaan
seluruh rakyat Indonesia. Karena merupakan kekayaan milik rakyat Indonesia, maka hak milik atas bumi, air
dan ruang angkasa Indoesia berada di tangan rakyat Indonesia. Dengan demikian orang asing tidak dapat
mempunyai hak milik atas bumi, air dan ruang angkasa Negara Indonesia.
Hanya saja Hukum Tanah Nasional harus pula memenuhi perkembanganjaman yang oleh Boedi Harsono
disebut sebagai permintaan jaman. Dikatakan lebih lanjut bahwa, Hukum Tanah Nasional bukan saja
memenuhi keperluan92 keperluan dewasa ini tetapi juga harus memberikan kemungkinan untuk menampung
atau menyelesaikan persoalan-persoalan hari depan.23Adanya keperluan untuk menampung persoalanpersoalan dikemudian hari itulah yang membuat UUPA tidak menganut prinsip kenasionalan secara kaku.
UUPA sebagaimana telah diuraikan sebelumnya tetap membuka kemungkinan agar WNA dapat memiliki
hak penguasaan atas tanah, sekalipun dalam bentuk yang sangat terbatas, yaitu Hak Pakai. Berbeda dengan
Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai bukanlah merupakan hubungan yang
penuh antara hak tersebut dan objek yang dihaki.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka Hak Milik atas tanah yang menjadi monopoli WNI tidak dapat
dipindahkan kepada WNA. Sekalipun ada ketentuan mengenai kepemilikan rumah oleh orang asing
sebagaimana diatur oleh PP 41/1996, namun hal itu tidak menunjukan adanya pemberian Hak Milik atas
bumi, air atau ruang angkasa. Kepemilikan rumah oleh orang asing sesungguhnya sangat terbatas dimana
batasannya antara lain :
a. Rumah tersebut harus dibangunan di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara.
b. Apabila bukan di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, harus tegas dibuat dalam bentuk perjanjian
dengan pemegang hak atas tanahnyadengan akta PPAT dan harus dicatat dalam buku tanah/sertifikat.
c. Orang asing tersebut berkedudukan di Indonesia yang kehadirannyabermanfaat bagi pembangunan
nasional.Jenis bangunan rumah yang dibeli oleh orang asing bukan RumahSederhana dan Rumah
Sangat Sederhana.24

BAB IV
23Boedi Harsono, loc.cit.
24Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, op.cit, hal. 26.
19

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Subjek hukum yang memiliki hak pengolaan, khususnya yaitu hak milik adalah Warga Negara
Indonesia, badan hukum nasional yang diberi kewenangan oleh undang-undang. Adapun Warga Negara
Asing dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia juga mendapatkan hak penguasaan
tanah yang diatur dalam pasal 41 dan 42 UUPA. Lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40
tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah jo PP Nomor 41 tahun
1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Warga Negara Asing yang berkedudukan
di Indonesia. Pasal 21 ayat 3 UUPA juga menentukan, bahwa Warga Negara Asing yang sesudah tanggal 24
September 1960 memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena
perkawinan juga mendapatkan hak milik yang bersifat sementara yang setelahnya harus diserahkan kembali
pada Negara. Cara-cara yang disebutkan seperti diatas adalah cara memperoleh hak tanpa melakukan sesuatu
tindakan positif yang sengaja ditujukan pada terjadinya peralihan hak yang bersangkutan.

4.2 Saran
Bertitik tolak dari kesimpulan pembahasan dalam makalah ini, maka kami menyarankan beberapa hal,
yaitu dengan kondisi globalisasi yang sedang terjadi saat ini , maka seharusnya pemerintah membuat aturan
yang bias mempermudah orang asing untuk tinggal supaya nantinya bias berinvestasi dengan mudah dan
tidak terganggu dengan aturan yang mempersulit. Adapun pelanggaran-pelanggaran atas aturan dengan
pencaloan hak atas penguasaan tanah yang dilakukan antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara
asing harus ditindak dengan tegas dan juga pemerintah membuat aturan preventif supaya persengkolan
antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing tidak terjadi. Kemudian pemerintah juga
diharapkan memperbaharui kembali aturan Yuridis mengenai hukum agrarian di Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA
Literatur Buku :
Soebekti. 2004. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Harsono, Boedi. 2004. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta : Penerbit Djambatan
Ruchiyat, Eddy. 2004. Politik Pertanahan Nasional sampai Orde Reformasi. Bandung : Alumni

Perundang-undangan :
UUD 1945 Republik Indonesia
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak pakai atas tanah
PP Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang asing

Sumber Internet :

20

21

You might also like