You are on page 1of 12

Ari Ariyanto

Kajian Budaya
180720140509

Gender, Seksualitas dan Hegemoni Kebudayaan


Konstruksi Gender Perempuan Sebagai Maung Geulis, dan Bonita dalam
Dunia Sepak Bola Indonesia

Berbicara mengenai sepak bola, maka tidak akan terlepas dari supremasi maskulinitas
yang dibangun dan mengakar kuat bagi kaum laki-laki. Sepak bola seolah-olah olahraga
yang hanya bisa dilakukan oleh laki-laki melalui laki-laki dan untuk laki-laki. Olahraga
yang membuat seorang lelaki tampak lebih lelaki. Atau apa pun istilah yang dapat
menggambarkan maskulinitas sepak bola, yang jelas ikut campurnya ''yang bukan lelaki''
dianggap sebagai sesuatu yang unik, aneh, disambut berlebihan, bahkan tak jarang
dipandang sebelah mata.Perspektif itu menjadi salah satu dasar kuat bagaimana sepak
bola sepertinya ditakdirkan untuk laki-laki. Namun bagaimana jika kita melihat sisi lain
dari sepak bola? Peran perempuan dalam sepak bola, baik sebagai pemain ataupun
suporter. Dari sinilah timbul ketertarikan saya untuk membicarakan sepak bola dari sisi
perempuan sebagai suporter. Kehadiran suporter olahraga merupakan dampak atas
munculnya suatu klub olahraga. Kehadiran suporter dalam pertandingan olahraga dapat
memberikan motivasi moral kepada pemain yang berlaga di lapangan pertandingan.
Dalam industri olahraga, kehadiran suporter berarti potensi pasar yang mampu
mendatangkan penghasilan bagi klub yang bersangkutan. Menurut Hansen dan Gauthier
dalam Neale dan Funk (2005), memahami perilaku dan motivasi suporter untuk
meningkatkan kehadiran suporter dalam pertandingan adalah kunci sukses bagi klub
olahraga profesional. Salah satu olahraga yang dikenal memiliki suporter fanatik adalah
sepak bola. Sebagai olahraga yang paling digemari di dunia, kehadiran suporter
merupakan faktor pendukung penting terhadap hidupnya kompetisi sepak bola. Dewasa
ini suporter sepak bola tidak hanya di didominasi oleh kaum laki-laki tetapi juga
perempuan. Adanya fenomena yang menarik dimana hampir disetiap pertandingan
sepak bola semakin sering ditemui kehadiran suporter perempuan dan jumlahnya
semakin meningkat dari waktu ke waktu.

2
Fenomena merebaknya suporter perempuan tidak hanya terjadi di berbagai negara
dengan kultur sepak bola yang kuat, namun fenomena merebaknya suporter perempuan
juga dirasakan di dalam negeri. Kehadiran suporter perempuan mulai ramai menghiasi
persepak bolaan Indonesia. Ini menjadi bahasan menarik untuk saya selanjutnya dengan
memilih objek Bonita dan Maung Geulis sebagai suporter sepak bola klub Persebaya dan
Persib.Bagaimana kontstruksi sosial yang terbentuk, Benarkah Bonita dan Maung
Geulis Wujud Maskulinitas dalam Penamaan Suporter Sepak bola? bagaimana peran dan
tanggung jawab suporter sebagai perempuan, yang selanjutnya akan menghasilkan isuisu penting dan menarik untuk dibahas. Peran perempuan seolah-olah masih dianggap
tabu dalam dunia sepak bola. Padahal seiringperkembangan jaman sepak bola pun bisa
dilakukan oleh perempuan, walau memang pada kenyatannya masih sangat terbatas.
Saya mencoba mengkaji fenomena tersebut. Lebih khusus membahas konstruksi gender
perempuan sebagai Bonita, dan Maung Geulis sebagai suporter klub Persebaya dan
Persib.

Sepak bola sangat identik dengan kekuatan fisik yang tangguh, membutuhkan power
yang akan sangat cocok dimainkan oleh laki-laki. David Gauntlett dalam bukunya Media,
Gender and Identity: An Introduction (2002) menyebutkan bahwa istilah maskulin
berimplikasi being a man bagi laki-laki, dan sebaliknya kata feminim berimplikasi
being a woman bagi perempuan (Gauntlett, 2002 : 9-10). Ketika perempuan harus
being a woman, maka serempak stereotype akan melekat pada perempuan, yaitu
bahwa mereka harus mau tunduk pada dunia maskulin. Sangat terlihat jelas bahwa ada
keinginan perempuan untuk menunjukan kesetaraan gender dengan adanya penamaan
Bonita dan Maung Geulis sebagai suporter sepak bola perempuan. Secara umum gender
dapat didefinisikan sebagai perbedaan peran, kedudukan dan sifat yang dilekatkan pada
kaum laki-laki maupun perempuan melaui konstruksi secara sosial maupun kultural
(Nurhaeni, 2009). Sedangkan menurut Oakley (1972) (dalam Fakih 1999), gender adalah
perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial,
yakni perbedaan yang bukan kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan
oleh manusia melalui proses sosial dan kultural. Baik Bonita maupun Maung Geulis,
keduanya berusaha menempatkan peran perempuan dalam ranah dunia laki-laki.
Mendeklarasikan kalau mereka punya penamaan tersendiri terkait suporter perempuan,
namun pada akhirnya akan timbul beberapa isu dan fenomena baru dengan adanya hal
tersebut.

Maung Geulis dan Bonita

Neng Fitri Fatimah (Ketua @MaungGeulis)

Maung Geulis dan Bonita merupakan contoh kecil dari munculnya penamaan suporter
sepak bola perempuan. Selama ini suporter Persebaya lazim disebut dengan Bonek,
nama yang populer sejak dekade 1980-an akhir dan awal dekade 1990-an. Dalam
perkembangannya,interaksionalisme simbolik yang terus menerus berkembang di
kalangan suporter Persebaya memberikan nama dan rauang khusus bagi suporter Green
Force bergender perempuan dengan sebutan Bonita. Kata Bonita sendiri secara
kebahasaan adalah akronim dari Bonek Wanita. Sebagaimana dengan politik penamaan
berbasis gender di kalangan suporter Persebaya, hampir semua komunitas suporter
sepak bola lokal di Indonesia mengenal dikotomi penamaan suporter sepak bola berbasis
gender seperti ini.
Bonita (bonek wanita), dalam konteks sepak bola nasional, sekarang ini dikenal sebagai
penyebutan suporter Persebaya yang berjenis kelamin perempuan. Bonita sendiri
merupakan akronim dari Bonek Wanita, sedangkan jika diartikan dari segi bahasa, dalam
bahasa Spanyol artinya adalah cantik. Sebelum Bonita dikenal, sebetulnya sudah ada

4
Ratu Bonek yang lebih dahulu dikenal. Namun seiring berjalannya waktu, nama Bonita
yang lebih lazim digunakan. Sedangkan Maung Geulis merupakan labelling penamaan
suporter perempuan untuk klub Persib Bandung. Maung Geulis resmi berdiri pada 1
Januari 2013. Tujuanya untuk mengakomodir para kaum hawa yang kesulitan
memberikan dukungan kepada tim kesayangan mereka, Persib. Ibu Fitri mengakui,
pemilihan nama Maung Geulis sendiri diinspirasi dari julukan Persib, Maung Bandung.
Sedangkan geulis merujuk pada identitas kaum hawa yang cantik. Otomatis, seluruh
anggota merupakan perempuan yang mencintai sepak bola khususnya Persib. Harapan
Ibu Fitri sebagai ketua adalah ingin adanya tribun khusus untuk perempuan untuk nonton
dengan aman ke stadion. Mereka juga ingin membaur ke tribun lainnya meski saat ini
sering nonton di vip. Berawal karena kecintaan terhadap Persib Bandung, komunitas
bobotoh yang bernama Maung Geulis pun berdiri dan siap mendukung Maung Bandung
di lapangan hijau. Sesuai namanya, seluruh anggota Maung Geulis merupakan
perempuan dari berbagai usia dan profesi. Baik yang sudah bekerja, ibu rumah tangga,
mahasiswa hingga pelajar. Maung Geulis akan lebih gencar menonton laga kandang
Persib di Bandung. Mereka juga ingin silaturahmi kepada kelompok suporter yang lain,
juga dari kaum laki-lakinya.
Fenomena dan Isu Penting Mengenai Bonita dan Maung Geulis terhadap
Konstruksi Gender Perempuan dalam Dunia Sepak Bola Indonesia
Munculnya sejumlah suporter perempuan diberbagai belahan dunia termasuk Indonesia
dengan jumlahnya yang setiap tahun terus meningkat dari waktu ke waktu,
membuktikan bahwa munculnya perempuan dalam sepak bola telah menjadi sebuah
fenomena yang memberikan warna baru dalam dunia sepak bola. Namun dibalik
fenomena kemunculan suporter perempuan, beberapa fakta menunjukan sejumlah
diskriminasi, pelecahan dan pandangan miring yang dialami oleh suporter perempuan
dalam sepak bola membuktikan bahwa kehadiran perempuan dalam sepak bola masih
menuai kontroversi.
Selain itu ketimpangan gender dalam sepak bola juga terjadi ketika adanya pengusiran
yang dilakukan oleh sejumlah oknum polisi terhadap suporter perempuan Sriwijaya FC
dalam aksi razia yang berkedok penertiban keamanan semakin meneguhkan bahwa
sepak bola didefinisikan sebagai bagian dari perjuangan kelas dan bentuk diskriminasi
antara perempuan dan laki-laki. (http://palembang.tribunnews.com/2012/03/17/polisiturunkan-suporter-perempuan).

Fenomena lain sebagaimana direpresentasikan dalam gambar adalah bagaimana


perempuan menjadi pusat perhatian kaum laki-laki dalam sepak bola, suporter
perempuan adalah bias gender yang akhirnya menimbulkan ketidak adilan. Bentuk
manifestasi ketidakadilan akibat diskriminasi gender meliputi merjinalisasi, pandangan

5
sterotype, kekerasan dan bahkan terkadang tidak jarang terjadi adanya ledekan-ledekan
yang mengarah kepada pelecehan seksual.
Perempuan dianggap hanya sebagai pemanis dan pelengkap saja dalam dunia sepak
bola. Ini menjadi penguat adanya indikasi bahwa ketertarikan dan partisipasi perempuan
dalam sepak bola merupakan hal yang tidak wajar dan masih tabu. Hal ini dikarenakan
supremasi maskulinitas sepak bola telah tertanam dibenak masyarakat sudah lama,
bahwa sepak bola milik mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Aktivitas keras, dominasi
fisik yang kuat, fanatisme serta sifat kompetitif merupakan sejumlah atribut maskulin
telah melekat bertahun-tahun sedemikian halus pada sepak bola. Sehingga tercipta
pikiran yang terkonstruktif bahwa sepak bola dari, untuk, dan oleh laki-laki. Hadirnya
cabang olahraga sepak bola perempuan membuktikan bahwa perempuan mampu
melakukan olahraga sepak bola yang dikenal keras dan membutuhkan kondisi fisik yang
sempurna. Ada femininitas di lapangan bola. Lelaki-lelaki maskulin itu berdandan. Di
lapangan mereka berlari dan bertarung secara keras, tetapi tetap tampil menarik. Hal itu
dilakukan agar menarik hati sejumlah suporter kaum hawa yang hadir di sisi lapangan
sebagai suporter. Maskulinitas memang salah satu lapisan kulit yang membungkus sepak
bola. Kulit itu permanen, tak bisa dipisahkan. Dan ketika diberi warna femininitas, kulit itu
akan tampak lebih menarik. Baik secara penampilan, maupun ''rasa''-nya. Tak salah
kalau kita semua tergila-gila padanya. Pada sepak bola, berikut semua rasa manis dan
pahitnya. Saat perempuan terlibat langsung dalam sepak bola, selalu muncul stereotip
bahwa sepak bola akan membuat perempuan menjadi laki-laki, olahraga akan
membahayakan kesehatan perempuan, perempuan tidak memiliki kemampuan untuk
berolahraga atau perempuan tidak tertarik untuk berkompetisi. Oleh karena itu, menurut
stereotip partriarkis, lelaki dilahirkan untuk mendominasi, bersaing, dan berjuang,
sebaliknya perempuan diharuskan untuk memahami, memiliki sifat penurut,
bersolidaritas, serta menunjukkan ketenangan.
Lelaki terus mengira para perempuan tidak benar-benar jatuh cinta kepada sepak bola,
dan beranggapan women never be the real football lover. They just watched how
gorgeous and sexy the playmaker is. Not how the playmaker passed the ball to the
striker. Yang dicintai perempuan adalah para pemain berikut maskulinitasnya. Bukan
kualitas pertandingan atau pun teknik para pemain. Konstruksi kelelakian yang selama
ini terbentuk seperti macho, kuat, gagah dan agresif hadir dalam sajian olahraga sepak
bola. Padahal jika dilihat dari essensi olahraga itu sendiri yang bertujuan untuk menjaga
stamina dan kesehatan tubuh tentunya olahraga dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa
mengenal adanya batasan baik dari segi umur, kelas, ras bahkan gender sekalipun. Hal
ini juga diperkuat oleh adanya sejumlah undang undang yang memberi jaminan
dukungan terhadap partisipasi perempuan dalam olahraga sepak bola. Di antaranya
adalah UU No.7 tahun 1984, pada pasal 13 menyebutkan tentang kewajiban setiap
negara membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi
terhadap perempuan dan menjamin hak perempuan untuk dapat berpartisipasi dalam
berbagai bidang termasuk olahraga. Demikian pula Undang-Undang Republik Indonesia
No 3 Tahun 2005 Pasal 6 Bab IV tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) yang
menegaskan mengenai hak yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi
dalam bidang olahraga, serta memperoleh pelayanan sesuai kemampuan dalam bidang
olahraga (www.bpkp.go.id). Dalam undang-undang status PSSI yang ditetapkan oleh FIFA
pada pasal 5 ayat 2 juga membahas tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
berdasarkan asal etnis, bahasa, agama dan jenis kelamin (http://www.pssi-football.com).
Namun pada kenyatannya gambaran umum partispasi perempuan dalam sepak bola
khususnya di Indonesia secara eksplisit yang tergambar masih menuai kontroversi.
Adanya sejumlah bentuk diskriminasi, provokasi dan pandangan negatif yang dialami
oleh perempuan dalam sepak bola mencerminkan bahwa pengalaman-pengalamn
perempuan dalam dimensi ruang publik masih banyak menemui kendala dan hambatan.
Di sisi lain ada beberapa hal yang menarik yang menjadi motivasi Bonita dan Maung
Geulis ketika datang langsung ke stadion untuk mendukung tim kesayangannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, ada beberapa hal catatan penting
terkait motivasi Bonita dan Maung Geulis datang ke stadion dan menjadi faktor
pendorong mereka menunjukan kecintaannya terhadap dunia sepak bola, di antaranya

6
yang pertama adalah interaksi sosial, suporter perempuan hadir di pertandingan
merupakan sebagai wujud interaksi sosial mereka dengan lingkungan. Mereka hadir
dalam pertandingan bisa bersama suami, pacar, kakak, adik, anak, dan teman-teman
sekolah atau kuliah. Selain itu, mereka hadir dalam pertandingan karena ingin bertemu
dengan suporter lain dan merasakan interaksi sosial dalam keramaian stadion. Ada feel
yang berbeda ketika datang langsung ke stadion dan merasakan euforia yang begitu
kuat bila dibandingkan dengan hanya menonton di layar kaca. Kedua adalah sebagai
media hiburan,dengan adanya kehadiran suporter perempuan dalam pertandingan
karena mereka ingin mencari hiburan dan mereka menganggap bahwa pertandingan
sepak bola bukan hanya hiburan khusus kaum laki-laki. Mereka juga ingin menyaksikan
idola masing-masing yang bermain di lapangan.
Ketiga adalah fanatisme, Maung Geulis dan Bonita hadir dalam pertandingan karena
memiliki rasa fanatisme terhadap klub yang bertanding maupun salah seorang pemain
yang bertanding. Ada ideologi yang tertanam kuat ketika berbicara mengenai fanatisme
di lapangan. Mereka hadir ke lapangan sebagai wujud kecintaan terhadap tanah
kelahirannya. Rasa nasionalisme kedaerahan tertanam kuat dan menjadi motivasi lebih
saat mendukung tim di lapangan. Selanjutnya adalah faktor keamanan, adanya penilaian
bahwa suporter perempuan telah menganggap penyelenggaraan pertandingan sudah
dikategorikan aman dan mereka yakin dengan kinerja aparat keamanan yang bertugas.
Walaupun demikian, fakta di lapangan belumlah sesuai dengan harapan para Bonita dan
Maung Geulis, salah satu di antaranya adalah mereka ingin adanya tempat tribun khusus
untuk para suporter perempuan agar merasa lebih aman dan nyaman saat mereka
berada dalam stadion. Namun harapan itu belum bisa dipenuhi oleh panpel
penyelenggara sepak bola.

Dari beberapa pemaparan isu dan fenomena terkait dengan konstruksi gender
perempuan sebagai Bonita dan Maung Geulis, saya mengambil beberapa poin penting
yang menjadi hasil dari penelitian. Sesungguhnya tidak perlu adanya terminologi khusus
bagi suporter Persebaya maupun suporter Persib yang bergender perempuan. Penamaan
secara spesifik pada suporter pada hakikatnya justru menempatkan perempuan pada
posisi yang dikeluarkan dari dunia laki-laki karena mereka adalah feminin bukan
maskulin. Ketika adanya labelling Bonita dan Maung Geulis, maka suporter perempuan
klub Persebaya dan Persib harus berada pada dunia feminin. Pada posisi mereka di dunia
feminin, mereka harus takluk pada dunia laki-laki, sehingga relasi dengan Bonek dan
Viking (yang dalam hal ini adalah dunia maskulin) tidak berada dalam posisi yang setara.
Dengan demikian, memberi nama Bonita kepada perempuan pendukung Persebaya dan
Maung Geulis kepada pendukung Persib justru tidak menghasilkan apapun dalam
membangun kesetaraan gender. Potensi perempuan untuk berada di arus utama
suporter sepak bola terkuburkan dengan penamaan yang harus berbeda dengan nama
yang disematkan pada suporter laki-laki. Mereka harus berada pada ruang wacana yang
dikhususkan bagi mereka. Pada awalnya bertujuan memberi ruang yang setara bagi
perempuan, politik penamaan yang berbeda bagi suporter sepak bola yang bergender
perempuan justru kontraproduktif dalam usaha membangun kesetaraan gender. Baik
laki-laki maupun perempuan, memiliki hak sama untuk mendukung klub sepak bola yang
mereka puja dari tribun stadion. Perempuan punya hak yang sama untuk menggunakan
nama yang sama yang digunakan oleh laki-laki. Para perempuan suporter Persebaya dan
Persib berhak menggunakan kata Bonek dan Viking atau Bobotoh, tanpa harus
menambahkan kata wanita, sebagai identitas diri mereka. karena dalam pelabelan
tersebut tidak dibedakan antara peran dan tanggung jawab seorang Bonek atau Bonita.
Konstruksi sosial yang tumbuh tidak sampai pada hal detil seperti itu.
Di hadapan Persebaya dan Persib, di dalam Stadion, dan di dalam hubungan antar
personal, semuanya berkedudukan sama. Tidak pernah ditemui, Bonek dan Bobotoh
harus seperti ini, sedangkan Bonita dan Maung Geulis harus seperti itu. Bonek pun tidak
lebih tinggi dari Bonita, dan begitupun juga sebaliknya. Semuanya saling mengisi dan
berkontribusi menurut kemampuan masing-masing. Hal yang berlaku di dalam stadion
adalah siapapun yang memegang tiket kedudukannya adalah sama dalam mendukung

7
Tim idolanya dengan cara apapun, yang tentunya dibatasi oleh norma-norma yang lain.
Dengan adanya penyebutan Bonita dan Maung Geulis pun, atmosfir dan kultur sepak
bola Indonesia lebih berwarna, contoh nyatanya adalah semakin banyak dijumpai
perempuan yang datang ke stadion untuk mendukung tim kesayangannya baik home
maupun away. Bonita dan Maung Geulis pun bukan sekedar pelangkap, karena saat ini di
setiap kegiatan suporter selalu memberi kontribusi secara nyata dengan berbagai
dukungannya. Lebih dari itu, kehadiran perempuan dalam olahraga sepak bola tidak
hanya terbatas pada permainan di lapangan, tetapi juga di bidang lain yang berkaitan
dengan sepak bola. Berbagai aspek yang berhubungan dengan olahraga paling terkenal
di dunia ini telah dikerjakan dan dilakukan oleh kaum perempuan. Mulai dari tingkat
tertinggi sebagai manajer klub hingga ke tingkat terbawah sebagai suporter klub, karena
pada hakikatnya relasi gender bukanlah relasi yang sifatnya alamiah, namun adalah hasil
konstruksi relasi manusia dalam menciptakan interksi sosial simbolisnya.Jika penamaan
yang berbeda bagi suporter bergender perempuan dianggap sebagai apresiasi dan
penghormatan bagi perempuan, maka anggapan tersebut dalam perspektif Karl Marx
hanyalah kesadaran palsu (false counciousness).

Kesimpulan
Hadirnya suporter perempuan sebagai Bonita dan Maung Geulis tidak secara utuh
mendapat dukungan dan pandangan positif dari masyarakat. Masyarakat pada dasarnya
belum bisa menerima sepenuhnya kehadiran partisipasi suporter perempuan dalam
sepak bola, mengingat belum jelasnya peran dan tanggung jawab diantara keduanya.
Penamaan dan pelabelan secara spesifik pada suporter perempuan pada hakikatnya
justru menempatkan perempuan pada posisi yang dikeluarkan dari dunia laki-laki
karena mereka adalah feminin bukan maskulin. Potensi perempuan sebagai Bonita dan
Maung Geulis untuk berada sejajar dengan para suporter sepak bola terkuburkan dengan
penamaan dan pelabelan yang harus berbeda dengan nama yang disematkan pada
suporter laki-laki. Isu memberi ruang yang setara bagi perempuan melalui politik
penamaan yang berbeda bagi suporter sepak bola yang bergender perempuan justru
menjadi kontraproduktif dalam usaha membangun kesetaraan gender. Pada hakikatnya,
baik laki-laki maupun perempuan, tetap saja memiliki hak yang sama untuk mendukung
klub sepak bola kesayangannya masing-masing. Perempuan punya hak yang sama untuk
menggunakan nama yang sama yang digunakan oleh laki-laki. Para suporter perempuan
Persebaya dan Persib pada dasarnya berhak menggunakan kata Bonek dan
Viking/Bobotoh, tanpa harus menambahkan kata wanita, yang secara akronim sebagai
identitas diri mereka. Karena dalam pelabelan tersebut, fakta di lapangan belum ada
ditemukannya perbedaan antara peran dan tanggung jawab antara Bonek atau Bonita
dengan Maung Geulis atau Viking (Bobotoh). Pada kenyatannya konstruksi sosial yang
tumbuh tidak sampai pada hal detail seperti itu. Namun pada akhirnya, biarkan Bonita
dan Maung Geulis semakin tumbuh, terus berkembang dan menentukan label atas
dirinya sendiri, karena Bonek maupun Viking dan Bobotoh adalah spirit wujud dari
maskulinitas, sedangkan perempuan adalah spirit baru dan telah menjadi bagian
terpenting dalam dunia sepak bola sebagai sisi femininitas di lapangan yang tidak dapat
dipisahkan, karena yang merasakan dan melakukan adalah mereka yang melabeli diri
dengan sebutan Bonek atau Bonita, Maung Geulis atau Bobotoh, tentu saja jawabannya
ada di dalam lapangan, dengan adanya usaha untuk membuktikan bahwa wujud
kesetaraan gender telah ada dan tumbuh dalam kultur sepak bola Indonesia.

1. Mak Jersey Persib Asa Jadi Artis Sekolbat, Nia.

Pangalaman salama nagbobotohan Persib mah tos teu tiasa didongngkeun deui
sebenerna mah.. Bakat ku seueur sareng berkesan. Tos teu tiasa dirangkai ku kata-kata
w lah hehe.Alhamdulillah, karena PERSIB nu asalna batur jadi dulur. Karaos pisan pas
keur di stadion, komo pas HT babak ka 1 nyabotram tea mah. Duh,ni asa raos pisan
tuang teh. Nu teu wawuh ge jadi ngadadak akrab.Kungsi pasharita, keur laga home di
Stadion Siliwangiaya sesuatu lah di tribun utara. Nya kebersamaanna th karaos pisan.
Keur kadempt th nya loba nu nulungan. Alhamdulillah, duduluran teh lain di jero
stadion atau bandung hungkul, karaos ku abi nuju away day ka kota batur,tiasa pendak
sareng dulur-dulur bobotoh di ditu. Bener bobotoh mah aya dimana-manaeuy.Terharu
intina mah,karena Persib bisa manjangduduluran. Insya Allahda ceuk agama ge pan
hoyong panjang umur mah kedah menjaga silaturahmi. Amiin.(@_CaptainNidudth)

2. Lika-liku Bobotoh yang Bukan Laki-laki, Nisbar.

Kadang apa yang kita lakukan baik itu minat atau hobi terkendala bahkan bertolak
belakang dengan keinginan orang tua walaupun ada sedikit yang mendukung.Bagaimana
pun orang tua lebihmenginginkan anaknya untuk bisa lebih dari mereka dalam hal
positif tentunya. Bisa dikatakan, menjadi kegalauan sendiri antara menuruti orang tua
dan menjalani hobi kita.Terlihat Protective mungkin, kadang anak lebih untuk bersikap
brutal untuk menghadapi orang tua seperti itu dan menjadi saat yang serba salah bagi
orang tua.Selama dalam koridor yang tepat, bermain-main dengan hobi bagi remaja
tentunya wajar termasuk saya sendiri sebagai seorang Bobotoh yang hobi menonton
Persib bertanding walaupun harus dengan usaha yang susah payah tak semudah
bobotoh yang lain sepertinya.Ya mungkin uraian tersebut, mewakili isi Curhatan saya,
Nisbar Anggranie Pertiwie. Panggil saja saya Nis, bisa dikatakan saya Bobotoh fanatik
Persib sudah sejak lama, dan mungkin hobi dan minat saya sudah dapat ditebak, segala
apa saja yg ada hubungannya dengan Persib tidak bisa di jauhkan dari saya,
terutamaLalajo Persib. Ini momen yang tidak bisa dilewatkan, mungkin akan merasa
bersalah jika tidakmenyaksikan tim kesayangan Persib sedang bertanding.Hobi saya
untuk menggeluti dunia Persib rupanya tak semulus yang dibayangkan. Kebanyakan
bobotoh, butuh banyak perjuangan, erutama faktor izin orang tua kadang menjadi
hambatan. Bahkan butuh sedikit adu argumen dengan orang tua hanya untuk mendapat
izin saja. Kadang, untuk sekedar melihat Persib Bandung pun dengan terpaksa harus
Ucing Sumputdengan orang tua.Timbul keraguan dan ketakutan dari orang tua saya,
perawakan saya bisa dikatakan Tomboy walaupun seorang perempuan menjadi salah
satunya.

Dengan keseharian tak bisa lepas dari balutan atribute Persib, aktivitas dengan kerjaan
di salah satu perusahaan swasta punmenjadi rutinitas keseharian saya. Mungkin, karena
itu juga saya sulit mencuri waktu hanya sekedaruntuk menonton Persib selain faktor
orang tua tentunya.Semua orang tua tentunya pasti menginginkan yang terbaik untuk
anaknya. Kadang orang tua juga ingin anaknya fokus terhadap apa yang dilakukan baik

10
itu pendidikan, pekerjaan yang orientasinya lebih ke masa depan. Mereka bukan niat
memaksa kehendak mungkin tapi takut anaknya terbawa kepada kegiatan atau hal-hal
yang berbaunegatif.Apalagi saya seorang perempuan, butuh penjagaan atau perhatian
lebih bagaimanapun itu pertanda sayangmereka kepada kita seperti halnya kita juga
sayang kepada Persib.Apalagi, sudah mendengar dengan namanya Suporter Sepak bola
mungkin yang ada di benak orangtua adalah rusuh, tawuran, brutal,anarkis-nya dan lainlain. Media pun turut andil kadang yang hanya menyoroti sisi negatifnya yang
menyebabkan image suporter bola pun menjadi terlihat jelek. Padahal, di luar itu banyak
hal-hal positif yang bisa diambil bahkan banyak. Bagi saya pribadi mencintai dan
mendukung Persib bukan hanya sekedar ajang bermain-main, hobi atau sebatas
memberi dukungan saja,tapi menjadi wadah saya untuk Belajar. Banyak yang bisa saya
jadikan ilmu dari sebuah nama BOBOTOH &PERSIB.

Bagaimanapun,kita sebagai Bobotoh tak boleh melupakan hakikat kita yang sebenarnya
sebagai manusia sewajarnya. Fanatik boleh tapi dalam arti Positif jangan sampai
melupakan kewajiban utama kita, bahkan sampai melupakan Orangtua. Apalagi
melupakan pekerjaan, melupakan pendidikan/sekolah, melupakan Ibadah dsb. Yang bisa
saja berimbas tidak baik nantinya.Ambilah sisi dan nilai-nilai positifnya, jadikanlah
PERSIB sebagai motivator kita dalam arti sumber inspirasi dan belajar. Sama halnya
Orangtua yg selalu mendukung kita, kita jadikan sumber belajar dalam mendukung
Persib secara positif. Demikian juga kita dalam mendukung Persib jadikan lah sumber
ilmu untuk mensupport kita pribadi untuk melakukan kegiatan dan kewajiban utama kita
yang lain,agar tidak melulu bahwa Suporter bola itu khususnya bobotoh di cap jelek.
Mari kita ubah paradigma tersebut dari sekarang. Jadilah Bobotoh dan mendukung Persib
dengan Ikhlas tanpa harus mengorbankan kewajiban dan memaksakan kehendak.
(Nisbar Anggranie Pertiwi@NISBAR23)

3. Sepak bola seksi, Vaani.

Saya termasuk penggemar sepak bola yang bisa dikatakan cukup akut, tapi masih dalam
batas wajar.Kalau diibaratkan banjir, mungkin masih siaga tiga lah. Di mata saya sendiri
sepak bola itu cukup seksiadanya, terkadang bisa melebihi bentuk keseksian dari

11
seorang perempuan. Bahkan bisa dikatakan jika dipaksa untuk berselingkuh, saya lebih
baik berselingkuh dengan sesuatu yang berbau sepak bola. Baik itu kumpul dengan
Bobotoh, nonton bareng ataupun game di gadget, menghabiskan waktu dengan sepak
bola baik apapun jenisnya.Walaupun saya perempuan, tapi saya sangat menyukai sepak
bola. Seperti halnya kita suka dengan steak, tapi tidak harus pandai masak steak kan?
Kesukaan saya terhadap Persib takmembuat saya mencitai klub lain, meskipun kekasih
saya ada di klub dimana menjadi klub musuhbubuyutan Persib. Because my heart only
for Persib. Jika ditanya apa klub sepak bola kebanggan saya? Jelas Persib Bandung,
lantang saya katakan mencintai klub sepak bola Indonesia ini dan karena saya tinggal di
tanah sunda. In the other hand, klub sepak bola ini dari saya kecil menyita perhatian
saya.Ngomongin Persib gak fair juga kalo gak ngomongin harapannya Bobotoh untuk
Persib di tahun ini. Juara sudah pasti! Harga mati! Tapi kalau persib taun ini tidak juara
setidaknya Persib bisa membawa award seperti, Best Team, Best Players, Best Coach,
Best Supporter, Top Score hehehe , dan harapannya semoga Persib bisa melahirkan
pemain Bintang jangan hanya Tim yang bertabur Pemain Bintang, Good luck for Persib,
Bobotoh always stay behind you, you never walk alone! (Vaani Ariestya
Widya@missvhaany)

4. Lalajo Persib = Kuliah 1.000 SKS, Winia.


Berawal dari Sang Papa yang suka mengajak saya menonton Persib. Waktu itu sekitar
tahun 2004 dan saya masih duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar. Jadilah saya
menyukai Persib Bandung. Rasa cinta saya terhadap Persib pun mulai bersemi ketika
saya sudah SMP. Waktu itu saya lebih senang menonton Persib bersama teman-teman
saya dari Sumedang ketimbang menonton bersama Papa. Yaah, bisa lebih bebas
merasakan atmosfer gemuruhnya stadion. Sedangkan bila menonton bersama Papa saya
tidak bisa merasakan bagaimana menonton Persib dengan menjerit-jerit riweuh, teriakteriak, hanya bisa duduk manis di Tribun VIP.Pengalaman yang sangat lucu pernah saya
alami, waktu itu saya dinobatkan menjadi Ketua Ladies Vikers di sekolah saya, karena
memang saya satu-satunya anak perempuan yang menyukai Persib. Apa boleh buat,
saya pun dipanggil Winia Nutnum Si Bobotoh Persib. Alay, nya? Maklum, karena
ngefans berat sama Suchao Nutnum.Fanatisme saya terhadap Persib mulai menjadi-jadi
ketika sayasudah SMA, dimulai dari suka memakai atribut Persib ke sekolah dan demi
menonton Persib saya rela tidak masuk sekolah atau kabur. Hehehe .Banyak kejadian
konyol pada waktu itu nebeng ke mobil truk lah, ribut sama polisi di jalan lah, pasea
jeung calo nepi dicarekan ku tukang parkir. Sekarang saya sudah kuliah di UPI Bandung,
sehingga untuk menonton Persib lebih leluasa. Menjadi penghuni Tribun Timur dan
hampir tidak pernah absen ke stadion. Saya sering mengambil jatah bolos kuliah saya
hanya untuk menonton Persib, karena Lalajo Persib = Kuliah 1.000 SKS-eun. Pokoknya
banyak suka dan duka bersama Persib Bandung. jangan biarkan Kuliahmu mengganggu
Persibmu!

12

Daftar Sumber
http://palembang.tribunnews.com/2012/03/17/polisi-turunkan-suporter-perempuan
(diunduh pada hari Rabu, 18 November pukul 20.21)
http://www.pssi-football.com (diunduh pada hari Rabu, 18 November pukul 20.21)
maunggeulis.com twitter.com/maunggeulispersib twitter.com/ (diunduh pada hari Rabu,
18 November pukul 20.21)
Richard Giulianoti, 1999, Football: a Sosiology of the Global Game: Cambridge (diunduh
pada hari Rabu, 18 November pukul 20.21)
Sir Norman Chester, 2004: Fact Sheet 3 and 5: Woman and Football, Research University
of Leicester. (diunduh pada hari Rabu, 18 November pukul 20.21)

You might also like