You are on page 1of 61

KATA PENGANTAR

Laporan Praktik Kerja Industri ini disusun sebagai syarat melengkapi


tugas semester VIII di Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor. Di semester
VIII ini para siswa wajib melakukan Praktik Kerja Industri (Prakerin)..
Pelaksanaan Praktik Kerja Industri dan penyusunan laporan dilakukan selama
empat bulan.
Adapun garis besar dari isi laporan ini mencakup tentang pendahuluan,
institusi tempat Prakerin, kegiatan yang dilakukan di laboratorium, hasil dan
pembahasan, simpulan dan saran, dan daftar pustaka. Isi laporan ini diutamakan
mengenai Analisis Tanah Rutin yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor.
Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena telah menganugerahi segala kepandaian dan segala yang baik. Sehingga
laporan ini dapat selesai pada waktunya. Penulis menyadari bahwa selama
berlangsung penelitian, penyusunan sampai tahap penyelesaian laporan ini yang
tak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan tanpa batas kepada semua pihak
yang telah memberikan arahan, bimbingan dan petunjuk serta motivasi dalam
proses penyusunannya yang pantas disampaikan kepada:
1. Dra. Hadiati Agustine sebagai Kepala SMK Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor.
2. Lenita Herawaty, M.Si sebagai Kepala Laboratorium Kimia Balai Penelitian
Tanah Bogor.
3. Gina Libria Nadjamoeddin, M.T dan Lenny Suparta, S.Si sebagai pembimbing
4. Amilia Sari Ghani, S.S dan seluruh staff di bidang Hubungan Kerja Sama
Industri SMK-SMAK Bogor
5. Semua unsur pendidik dan tenaga kependidikan SMK Sekolah Menengah
Analis Kimia Bogor.
6. Ka Reza, Bapak Sunarya, Bapak Aziz, Bapak Yadi, Bapak Iwan, Ibu Hesti, Ka
Fajar, Ka Eka,Ka Ijul, Ka Iqbal, Ka Rahman,Ka Prima, Bapak Yudi, Ibu
Jubaedah, Bapak Maksum,Bapak Pandri, Bapak Amin,Bapak Iyus,Teh
Rini,Teh Puji,Teh Laily,Teh Iin, selaku Tim Laboratorium Kimia yang
senantiasa membimbing penulis selama PKL di Balai Penelitian Tanah.
7. Orang tua yang telah mendukung dan membantu atas prakerin ini.
8. Salsabila Shafa, Rielnaldi Putra P., Rilham, Aldi, Gema, Yandi yang telah
membantu penulis selama Prakerin.

9. Seluruh teman teman angkatan 59 SMK-SMAK Bogor (Dysprosina Alvyron)


10. Semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung atas
selesainya laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis masih membuka pintu kritik dan saran.
Sehingga kritik dan saran tersebut dapat menjadi acuan. Sehingga dari acuan
tersebut dapat memperbaiki laporan ini. Hal ini akan bermanfaat bagi
kesempurnaan laporan ini, karena laporan ini masih jauh dari sempurna. Karena
kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bermanfaat bagi pihak yang berasal dari analis kimia ataupun di luar bidang
analis kimia. Laporan ini juga dapat menjadi referensi tentang parameter dan
metode analisis tanah serta dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya
tentang ilmu tanah.

Bogor, Desember 2016

Penulis,

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.

Latar Belakang Praktik Kerja Industri ........................................................ 1

B.

Tempat Praktik Kerja Industri .................................................................... 2

C.

Tujuan Praktik Kerja Industri .................................................................. 2

D.

Visi dan Misi SMK-SMAK Bogor ............................................................ 3

BAB II TINJAUAN UMUM .................................................................................... 4


A.

Sejarah dan Perkembangan Balittanah ..................................................... 4

B.

Tugas dan Fungsi Balittanah ..................................................................... 5

C.

Struktur Organisasi Balittanah ............................................................... 5

D.

Instalasi Laboratorium Kimia Balai tanah ............................................... 6

D.

Pengawasan Hasil Analisis .................................................................... 7

E.

Visi dan Misi Balittanah ............................................................................. 8

BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM ............................................................. 9


A.

Uraian Tentang Tanah .............................................................................. 9


1.

Tanah .................................................................................................... 9

2.

Bahan Bahan Penyusun Tanah ........................................................ 10

3.

Lapisan Tanah ..................................................................................... 12

B.

Uraian Tentang Analisis Tanah Rutin ...................................................... 13


1.

Persiapan Contoh ................................................................................ 13

2.

Parameter Uji....................................................................................... 14

3.

Alat Instrumen ..................................................................................... 23

iii

C.

Persiapan dan Metode Analisis Tanah ................................................ 28

1.

Persiapan Contoh ................................................................................ 28

2.

Metode Analisis ................................................................................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 42


A.

Hasil Analisis ........................................................................................... 42

B.

Pembahasan ........................................................................................... 42
1.

Kadar air .............................................................................................. 42

2.

Uji pH .................................................................................................. 43

3.

Penetapan Kemasaman Dapat Tukar dengan Pengekstrak KCl 1 M ... 44

4.

Penetapan Kadar Fosfor Tersedia ....................................................... 44

5.

Penetapan Kadar C-Organik................................................................ 45

6.

Penetapan Kadar Nitrogen .................................................................. 45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 46


A.

Simpulan ................................................................................................. 46

B.

Saran ...................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 47

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur organisasi Balittanah ............................................................ 6


Gambar 2. Skema elektroda gelas kombinasi. ................................................... 23
Gambar 3. Komponen-komponen dasar spektrofotometer................................. 25
Gambar 4. Spektrofotometer Serapan Atom ...................................................... 27
Gambar 5. Bagan Auto Analyzer ....................................................................... 27
Gambar 6. Bagan Flamefotometer ..................................................................... 28

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Penilaian Angka-angka Hasil Analisis Tanah........................ 48


Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungannya ................................. 49

vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Industri


Pembangunan merupakan suatu program yang terus berjalan di negaranegara berkembang, begitu juga di Indonesia. Pembangunan bertujuan untuk
mencapai kemakmuran di berbagai bidang. Salah satu pembangunan yang
semakin pesat peningkatannya adalah bidang industri. Tentu saja hal ini harus
didukung oleh tenaga kerja yang terampil di bidangnya. Apalagi di akhir tahun
2015 telah dibentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Persaingan antar tenaga kerja tidak lagi hanya dari Indonesia saja
melainkan dari negara lain di ASEAN pun dapat mudah masuk ke Indonesia.
Sejalan dengan itu, sekolah-sekolah kejuruan khususnya Sekolah Menengah
Analis Kimia Bogor (SMAK Bogor) harus mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan yang senantiasa muncul dalam kondisi seperti sekarang ini.
Mengingat tuntutan dan tantangan masyarakat industri di tahun-tahun yang akan
datang semakin meningkat dan bersifat padat pengetahuan dan keterampilan,
maka pengembangan pendidikan menengah kejuruan khususnya rumpun kimia
analisis harus difokuskan kepada kualitas lulusan. Pola pengembangan yang
digunakan dalam pembinaan sistem pendidikan sangat penting. Pengetahuan
dan keterampilan yang menjurus pada satu bidang pekerjaan yang diperoleh
melalui pendidikan kejuruan, secara khusus memerlukan media yang bersifat
melatih penerapannya dan memperjelas fungsi yang sebenarnya.
Praktik Kerja Industri (Prakerin) merupakan salah satu program sekolah
untuk mengembangkan kompetensi siswa agar nantinya menjadi tenaga kerja
yang kompeten. Pelaksanaan Prakerin dilakukan pada semester terakhir sebagai
syarat kelulusan. Lokasi tempat Prakerin yang menjadi sasaran adalah lembagalembaga penelitian, perusahaan industri yang melaksanakan analisis kimia
maupun analisis mikrobiologi.
Dengan melaksanakan Prakerin siswa dapat melihat, mempelajari, dan
mempraktikkan prosedur atau peralatan modern yang tidak mungkin dilakukan di
sekolah. Pelaksanaan Prakerin tidak dibatasi pada praktik laboratorium saja
tetapi juga praktik pengenalan lingkungan kerja yang sesungguhnya, termasuk
penerapan disiplin kerja dalam membangun kerjasama antar individu.

Pada kesempatan ini siswa pun dapat belajar menyesuaikan dengan


lingkungan kerja sehingga bila lulus nanti akan menjadi seorang analis kimia
yang terampil, kreatif, dan berakhlak mulia.

B. Tempat Praktik Kerja Industri


Salah satu lembaga yang dijadikan tempat Prakerin bagi siswa SMAKBo
adalah Balai Penelitian Tanah yang memiliki alamat di Jalan Tentara Pelajar No.
98 Bogor. Lembaga ini merupakan bagian dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian.
Mempunyai tugas mengkoordinasi, membina, dan melaksanakan penelitian
pemanfaatan lahan pertanian berdasarkan kebijakan Kepala Bidang Litbang dan
Pertanian.

C. Tujuan Praktik Kerja Industri


Tujuan Praktik Kerja Industri ialah :
1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa sebagai bekal kerja
yang sesuai dengan program studi kimia analisis.
2. Mengembangkan dan memantapkan sikap professional siswa dalam
rangka memasuki lapangan kerja.
3. Meningkatkan wawasan siswa pada aspek-aspek yang potensial dalam
dunia kerja, antara lain : struktur organisasi, disiplin, lingkungan, dan
sistem kerja.
4. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal penggunaan instrument
kimia analisis yang lebih modern, dibandingkan dengan fasilitas yang
tersedia di sekolah.
5. Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan
mengembangkan pendidikan di Sekolah Menengah Analis Kimia.

D. Visi dan Misi SMK-SMAK Bogor


1. Visi
Menjadikan Sekolah Menengah Kejuruan Nasional bertaraf Internasional
yang mandiri dan unggul dalam program keahlian Analis Kimia dan terapannya
pada tahun 2010.
2. Misi
A. Meningkatkan kualitas pendidikan berdasarkan standar nasional dan
internasional untuk menghasilkan lulusan yang kompeten, profesional dan
berkualitas pada program keahlian Analis Kimia, berdaya saing tinggi dan
berjiwa kewirausahaan.
B. Mengoptimalkan sumber daya sekolah sebagai salah satu komponen untuk
menunjang kearah kemandirian sekolah.

BAB II TINJAUAN UMUM

A. Sejarah dan Perkembangan Balittanah


Balai Penelitian Tanah merupakan lembaga penelitian yang awalnya
didirikan oleh pemerintah Belanda, namun dalam perkembangannya sudah
sering berganti nama dan berubah struktur organisasi.
Sejarahnya dimulai pada tahun 1905 ketika Hindia Belanda mendirikan
sebuah laboratorium yang bernama laboratorium voor Agrogeologie en Grond
Onderzoek yang merupakan bagian dari Plantentuin ( sekarang Kebun Raya
Bogor ). Pada tahun 1930 menjadi Bodemkundig Instituut. Tahun 1942, pada
masa penjajahan Jepang, berubah nama menjadi Dozyoobu dan ketika Negara
Republik Indonesia baru saja diproklamirkan, nama Bodemkundig Instituut
kembali digunakan. Pada tahun 1950 bernama Balai Penyelidik Tanah, dan
tahun 1961 menjadi Lembaga Penyelidikan Tanah. Setahun kemudian (1962)
bernama Penyelidikan Tanah dan Pemupukan, selanjutnya menjadi Lembaga
Penelitian Tanah pada tahun 1976, dan menjadi Pusat Penelitian Tanah pada
tahun

1981.

Pada

tahun

1990

mandat

penelitian

meluas

kebidang

agroklimatologi dan namanya berubah menjadi Pusat Penelitian Tanah dan


Agroklimat

(Puslittanak).

Pada

tahun

2001

mendapat

mandat

untuk

pengembangan, sehingga menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah


dan Agroklimat (Puslitbangtanak). Pada tahun 2006 mendapat mandat untuk
meningkatkan

kinerja

sehingga

menjadi

Balai

Besar

Penelitian

dan

Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.


Berdasarkan SK. Menteri Pertanian: 08/ pemerintahan/ OT.140/ 3/ 2006.
Pada tanggal 1 maret 2006, dibentuk tiga balai dan satu lokasi penelitian, yang
merupakan unit pelaksana teknis dari Balai Besar Litbang SDLP. Balai-balai
tersebut adalah Balai Penelitian Tanah (Balittanah) di Bogor, Balai Penelitian
Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) di Bogor, Balai Penelitian Pertanian Lahan
Rawa (Balitra) di Banjarbaru, dan Lokasi Penelitian Pencemaran Lingkungan
Pertanian (Lolingtan). Di Jakenan, Jawa Tengah.

B. Tugas dan Fungsi Balittanah


Sebagai balai penelitian tingkat nasional, Balittanah mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dalam bidang inventarisasi dan pengelolaan sumber
daya

tanah

untuk

mendukung

pembangunan

pertanian

dan

menjaga

kelestariannya.
Balittanah menyelenggarakan fungsi :

1. Inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya tanah.


2. Penelitian konservasi tanah.
3. Penelitian kesuburan tanah dan pemupukan.
4. Penelitian biologi tanah.
5. Penelitian aplikasi teknik penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi.

6. Pemberian pelayanan teknis penelitian tanah serta penyebarluasan


informasi dan hasil penelitian tanah.

C. Struktur Organisasi Balittanah


Pelaksanaan kegiatan penelitian, Balittanah didukung oleh tenaga
peneliti, teknisi, dan tenaga administrasi dengan jumlah karyawan keseluruhan
322 orang. Balai penelitian tanah dipimpin oleh seorang Kepala Balai (eselon III),
yang struktur organisasinya terdiri dari :
1. Dua unit struktural, yaitu :
a. Bidang Tata Operasional.
b. Bidang Pelayanan Penelitian.
2. Unit Fungsional, unit ini terdiri dari lima kelompok penelitian yang bertugas
meneliti tanah dan agroklimat, yaitu :
a. Kelompok Peneliti Pedologi.
b. Kelompok Peneliti Kesuburan Tanah.
c. Kelompok Peneliti Biologi Tanah.
d. Kelompok Peneliti Konservasi Tanah dan Pengelolaan Air.
e. Kelompok Peneliti Penginderaan Jauh.

Balai Penelitian Tanah dalam melaksanakan tugasnya dipimpin oleh


seorang kepala balai yang dibantu oleh subbag tata usaha, dan seksi-seksi,
serta kelompok peneliti, seperti terlihat dalam gambar 1.

Gambar 1. Struktur organisasi Balittanah

D. Instalasi Laboratorium Kimia Balai tanah


Laboratorium Kimia dalam stuktur organisasi dimasukkan dalam suatu
bagian yang disebut instalasi. laboratorium mendapat pengawasan dari atasan
langsung yang bertanggung jawab kepada kepala balai. Selain analisis rutin,
laboratorium tanah juga membantu proyek penelitian serta membantu pihak luar
yang memerlukan data analisis kimia tanah, tanaman, pupuk, dan air irigasi.
Tugas instalasi laboratorium Kimia meliputi, memberikan data analisis
tanah, tanaman, pupuk dan menganalisis air irigasi guna penelitian klasifikasi,
evaluasi tanah, penelitian kesuburan tanah untuk menyusun rekomendasi
pemupukan serta kebutuhan data analisis dari pihak swasta.

Laboratorium Kimia terdiri atas ruang utama yang cukup luas, dilengkapi
dengan meja laboratorium dan ruang khusus, seperti: ruang timbang, ruang
asam, ruang pengukuran (instrument), dan ruang administrasi. Selain itu terdapat
pula ruang persiapan contoh.
Peralatan laboratorium terdiri atas :
1. Alat gelas, seperti: piala gelas, labu ukur, gelas ukur, labu Kjeldahl,
erlenmeyer, tabung reaksi, dan sebagainya dalam jumlah yang banyak
tergantung dari jenis analisis dan kepastian kerja laboratorium.
2. Alat penunjang, seperti: neraca, mesin kocok, oven, alat destruksi, pemanas
lisrik, penggiling, alat pemusing, dan sebagainya.
3. Alat

pengukur,

seperti:

pH-meter,

konduktometer,

flametometer,

spektrofotometer UV-VIS, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), dan


Autoanalizer.

D. Pengawasan Hasil Analisis


Penyelesaian hasil analisis lebih dari 10.000 contoh tiap tahun
merupakan proses produksi tersendiri, yang diperlukan pengawasan khusus.
Untuk memudahkan pengawasan perlu untuk mengetahui sumber-sumber yang
mungkin dapat menimbulkan kesalahan.
Ada dua jenis pengawasan, yaitu :
1. Pengawasan Luar.
Menyangkut

semua

yang

berhubungan

dengan

keadaan

sebelum

pengambilan dan pengiriman contoh.


2. Pengawasan Dalam.
Kualitas hasil analisis yang akurat dihasilkan dari kerja uji silang (Cross
Cheking Working Group), yang diikoordinasikan oleh Balai Besar Litbang
Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), dengan anggota kelompoknya
terdiri dari 57 laboratorium di Indonesia. Balai Besar Litbang SDLP juga ikut
dalam kelompok uji silang internasional yaitu IPE (International Plant
Exchange) dalam hal uji silang tanaman, dan ISE (International Soil
Exchange) untuk uji silang tanah yang berpusat di Belanda.

E. Visi dan Misi Balittanah


Visi

Balittanah

adalah

menjadi

balai

penelitian

yang

mampu

menghasilkan dan memperbaiki teknologi pengelolaan sumber daya tanah untuk


memenuhi kebutuhan pengguna.
Misi Balittanah adalah melaksanakan penelitian dasar dan terapan untuk
menghasilkan data dan teknologi pengelolaan sumber daya tanah, proaktif dan
dinamis dalam menentukan dan mencari solusi tentang teknologi pengelolaan
tanah, data dan informasi sumber daya tanah. Menghasilkan teknologi
pengelolaan tanah serta data dan informasi tentang sumber daya tanah yang
mudah diadopsi dan memenuhi kebutuhan atau permintaan stakeholders.

BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM

A. Uraian Tentang Tanah


1. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai kumpulan dari benda alam di permukaan
bumi yang terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara
yang berfungsi sebagai media tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 1985). Dalam
pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman
darat (Hardjowigeno, 2003).
Tanah menurut Saeni (1989) merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk menerangkan banyak zat yang ditemukan di atas permukaan bumi dan
yang dapat mendukung kehidupan tanaman.
Umumnya tanah-tanah yang di jumpai mempunyai kadar anorganik lebih
dominan dari bahan penyusun lainnya. Pada lapisan atas permukaan tanah akan
di

jumpai bahan organik dalam jumlah yang relatif kecil, biasanya berkisar

antara16 %. Karena bahan mineral lebih dominan maka tanah tersebut


digolongkan kepada tanah anorganik.
Di rawa-rawa atau tempat-tempat berair, penimbunan bahan organik akan
terjadi. Dengan demikian berlangsung pembentukan gambut atau bahan organik.
Kadar bahan organik lebih dari 20 % merupakan angka untuk tanah organik
(Hardjowigeno, 1985).
Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh
karena, itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda, sesuai dengan
susunan mineral batu-batuan yang melapuk. Pecahan batuan merupakan
peninggalan batuan besar yang telah mengalami hancuran iklim.
Batuan-batuan tersebut dapat dibedakan tiga jenis, yaitu : batuan vulkanis
(dari gunung berapi), batuan endapan dan batuan metamorfosa. Batuan vulkanis
umumnya terdiri dari mineral-mineral yang terendah kadar unsur haranya.
Mineral seperti kuarsa dan lainnya yang disebut mineral primer tahan
terhadap pengaruh hancuran dan susunannya hampir tidak berubah dan tidak
berbeda dari batuan semula. Mineral-mineral lain seperti liat silikat dan oksida
besi dibentuk dari mineral lain yang tidak tahan terhadap gaya-gaya hancuran

selama perkembangan regional dan pembentukan tanah disebut mineral


sekunder.
Pada umumnya mineral primer di jumpai dalam ukuran besar, sedangkan
ukuran-ukuran halus terdiri dari mineral sekunder. Dengan demikian ukuran
butiran berkaitan dengan sifat-sifat tanah yang kita temukan di lapang.
(Hardjowigeno, 1985).
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tumbuhan
dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan
kembali. Bahan demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa
serangan jasad mikro. Sebagai akibat itu berubah terus dan tidak mantap selalu
harus diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa binatang atau tanaman.
Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama
nitrogen, fosfor, dan belerang. Bahan organik cenderung meningkatkan jumlah
air yang dapat ditahan dan jumlah air yang tersedia bagi tanaman, akhirnya
bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro, tanpa bahan organik
semua kegiatan biokimia terhenti. Hasil yang tahan pelapukan yang dibentuk
oleh jasad mikro dan diubah dari bahan aslinya secara menyeluruh disebut
humus. Bahan ini biasanya berwarna hitam atau coklat dan bersifat koloidal,
mampu menahan air dan ion hara melebihi kemampuan liat. Dengan demikian,
adanya humus dalam tanah membantu peningkatan produktivitas tanah.
(Hardjowigeno, 1985).

2. Bahan Bahan Penyusun Tanah


Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu: bahan mineral, bahan
organik, air dan udara. Bahan penyusun tersebut jumlahnya masing-masing
berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah.
a. Bahan mineral.
Bahan mineral merupakan zat yang terbentuk di alam dengan sifat-sifat
kimia dan fisika yang berbeda. Bahan mineral dalam tanah berasal dari
pelapukan batu-batuan. Oleh karena itu susunan mineral dalam tanah berbedabeda sesuai dengan susunan mineral batu-batuan yang lapuk.
Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan, sesuai
dengan kandungan mineral batuan yang mengalami pelapukan. Batuan vulkanik

10

merupakan salah satu jenis batuan yang banyak mengandung unsur hara
tanaman, sedangkan batuan endapan dan metamorfosa mengandung unsur
hara yang rendah.
Mineral tanah dibedakan menjadi primer dan sekunder. Mineral primer
berasal langsung dari batuan yang lapuk, umumnya terdapat dalam bentuk pasir
dan debu. Mineral sekunder merupakan mineral bentukan baur yang terbentuk
saat pembentukan tanah berlangsung, yang terdapat dalam fraksi liat
(Hardjowigeno, 1987).
b. Bahan organik.
Bahan organik terakumulasi di permukaan tanah yang berasal dari
hancuran bahan organik kasar dari senyawa baru yang terbentuk dari hancuran
bahan organik tersebut yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam tanah.
Kandungan bahan organik dalam tanah sangat sedikit ( 5%) tetapi
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sifat tanah dan kehidupan
tanaman. Bahan organik berperan sebagai pembentuk butir (granulator) dari
bahan mineral sehingga membuat tanah tersebut akan semakin gembur. Sumber
unsur hara fosfor (P), belerang (S), dan nitrogen (N) berguna meningkatkan daya
tahan untuk menahan tanah dan unsur hara, serta sumber energi utama bagi
mikroorganisme (buckman dan brady, 1987).
c. Air.
Air terdapat dalam tanah disebabkan karena adanya gaya adhesi, kohesi
dan gravitasi bumi. Berdasarkan gaya tersebut, maka air tanah dapat dibedakan
menjadi :

1) Air hidroskopis, yaitu air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat
digunakan oleh tanaman.

2) Air kapiler, yaitu air dalam tanah yang dipengaruhi oleh gaya kohesi (tarik
menarik antara butir air) dan adhesi yang kuat daripada gaya gravitasi bumi
(Hardjowigeno, 1987).
d. Udara.
Susunan udara dalam atmosfir berbeda dengan susunan udara didalam
tanah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Kandungan uap air dalam tanah lebih tinggi daripada di atmosfir.
2) Kandungan gas CO2 dalam tanah lebih besar daripada di atmosfir.

11

3) Kandungan gas O2 dalam tanah lebih besar daripada di atmosfir akibat


adanya proses dekomposisi bahan organik atau pernapasan mikroorganisme
dalam tanah yang mengambil oksigen dan melepaskan gas karbondioksida
(Hardjowigeno, 1987).
3. Lapisan Tanah
Lapisan tanah merupakan sebuah formasi atau susunan yang terbentuk
dari beberapa tingkat dan secara spesifik dapat dibedakan secara geologi,
kimiawi, dan biologis. Jika sebuah tanh dipotong secara vertikal maka
penampakan lapisan tanah akan terlihat sangat jelas karena pada setiap tingkat
atau lapisan memiliki karakteristik yang berbeda. Melalui penampakan vertikal
tersebut akan terlihat tahap-tahap pembentukan sebuah tanah. Dapat dikatakan
bahwa setiap lapisan tanah membentuk sebuah periode yang mana pada lapisan
tanah atas merupakan hasil akhir dari pembentukan tanah, sedangkan lapisan
tanah yang paling dalam biasanya berupa batu keras yang merupakan awal
sebelum tanah terbentuk. Setiap jenis tanah umumnya memiliki tiga hingga
empat

lapisan

yang

berbeda,

yang

dapat

dikelompokan

berdasarkan

penampakan fisik, warna dan tekstur tanah. Melalui tekstur tanah dapat dilihat
ukuran partikel tanah. Secara umum lapisan tanah terbagi menjadi 4 tingkatan
meliputi :
1. Lapisan Tanah Atas
Lapisan tanah atas merupakan lapisan yang terletak hingga kedalaman
30 cm, sering disebut dengan istilah top soil. Lapisan ini kaya dengan bahan
organik, humus, dan menjadikannya sebagai lapisan paling subur sehingga
sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman berakar pendek. Cara paling mudah
untuk mengenali top soil adalah warnanya yang cenderung paling gelap
dibandingkan

lapisan

dibawahnya,

terlihat

lebih

gembur

dan

semua

mikroorganisme hidup pada lapisan ini sehingga memungkinkan terjadinya


proses pelapukan daun, sisa batang dan bagian makhluk hidup lainnya.
2. Lapisan Tanah Tengah
Lapisan tanah tengah terletak tepat dibagian bawah dari top soil dengan
ketebalan antara 50 cm hingga 1 meter. Berwarna lebih cerah daripada lapisan
diatasnya dan lapisan ini terbentuk dari campuran pelapukan yang terletak di

12

lapisan bawah dengan sisa material top soil yang terbawa air, mengendap
sehingga bersifat lebih padat dan sering disebut dengan tanah liat.
3. Lapisan Tanah Bawah
Lapisan tanah bawah merupakan lapisan yang mengandung batuan yang
mulai melapuk dan sudah tercampur dengan tanah endapan pada lapisan yang
berada diatasnya. Pada bagian ini masih terdapat batuan yang belum melapuk
dan sebagian sudah dalam proses pelapukan dari jenis batuan itu sendiri dan
berwarna sama dengan batuan penyusunnya atau asalnya.
4. Lapisan Batuan Induk
Merupakan lapisan terdalam yang terdiri atas batuan padat. Jenis batuan
pada lapisan ini berbeda antara satu daerah dengan tempat lainnya sehingga
menyebabkan produk tanah yang dihasilkan juga berbeda. Batuan pada lapisan
ini mudah pecah namun sangat sulit ditembus oleh akar tanaman dan air,
berwarna terang putih kelabu hingga kemerahan. Lapisan batuan induk ini dapat
dengan mudah terlihat pada dinding tebing terjal daerah pengunungan.

B. Uraian Tentang Analisis Tanah Rutin


1. Persiapan Contoh
Persiapan contoh untuk analisis di laboratorium merupakan standar untuk
mengerjakan analisis tanah, kesalahan kerja pada waktu persiapan contoh akan
menyebabkan semua hasil analisis salah.
Contoh tanah yang baru datang dari lapang, disertai surat permintaan
analisis diterima oleh administrasi laboratorium, dan di dokumentasikan.
Kemudian contoh dihancurkan di atas nampan, bobot minimum contoh untuk
dianalisis adalah 500 gram kering. Contoh yang memenuhi syarat diberi nomor
kemudian dikeringkan dalam oven berkipas angin pada suhu 40 oC selama 24
jam atau 23-35 oC dan dengan kelembaban anatara 20-40 % (biasanya dua hari
untuk tanah berkadar humus rendah). Tanah yang sudah kering kemudian
ditumbuk dalam lumpang porselin atau dengan mesin penggiling, selanjutnya
disaring agar didapatkan tanah halus dengan ukuran partikel 0,5 mm dan 2 mm.

13

2. Parameter Uji

a) Kemasaman Tanah (pH)


Kemasaman tanah (pH) menentukan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman. Metode penetapan aktivitas ion hidrogen dalam tanah dapat dibagi
dalam dua golongan, yaitu cara kolorimetri dan cara elektrometri (Peech dalam
Black, 1965 dalam M. Sudjadi, 1971).
Cara kolorimetri menggunakan zat warna atau indikator asam-basa yang
perubahan warnanya berhubungan dengan aktivitas ion hidrogen. Cara ini
berguna untuk penetapan pH di lapang, sedangkan cara elektrometri
menggunakan alat pengukur pH yang menggunakan elektroda gelas dan
elektroda kalomel. Terdapat beberapa jenis kemasaman tanah yaitu:
a. Kemasaman Aktif, mengukur pH dari konsentrasi H+ dalam larutan tanah.
Ditetapkan dengan ekstrak air pada berbagai perbandingan tanah: air (1:1,
1:2,5 atau 1:5) lama pengocokan 30 menit. Kemudian diukur menggunakan
pH meter dengan elektroda gelas kombinasi disebut pH H2O.
b. Kemasaman cadangan/ potensial, mengukur pH dari H+ yang berasal dari
larutan, jerapan tanah, dan H+ dari hidrolisis Al3+ yang dikeluarkan dari
jerapan. Biasanya dalam bentuk ekstrak KCl 1 M dan disebut pH KCl.
Dalam tanah pH merupakan suatu nilai yang sangat berguna. Misalnya
secara umum dapat dikatakan jika suatu tanah memiliki pH dibawah 4,0, maka
dapat diduga tersebut memiliki asam- basa bebas, seringkali merupakan oksida
sulfida. Suatu pH dibawah 5,5 menunjukan kemungkinan Al dapat ditukar dalam
jumlah yang perlu dipertimbangkan. Tanah yang memiliki pH antara 7,8 8,2
menunjukan adanya akumulasi CaCO3 dalam tanah. pH dapat digunakan untuk
memperkirakan kejenuhan basa dari suatu tanah (Mc. Lean, 1982 dalam Suharjo
1990).
Pada tanah pH menentukan mudah tidaknya unsur- unsur hara diserap
tanaman. Pada umumnya unsur mudah diserap pada pH netral, karena pada pH
tersebut unsur hara mudah larut dalam air. Pada pH asam unsur P tidak dapat
diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al. Sedangkan pada pH basa
unsur P tidak dapat diserap karena difiksasi oleh Ca. Pada tanah pH dapat

14

menunjukan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah-tanah masam banyak


ditemukan ion- ion Al selain yang memfiksasi unsur P juga bersifat racun bagi
tanaman. Tanah-tanah rawa yang sangat masam terdapat

kandungan sulfat

yang tinggi juga bersifat meracuni tanaman (Hardjowigeno, 1987).

b) Alumunium dapat ditukar


Alumunium merupakan kation yang mendominasi kompleks jerapan pada
tanah masam, alumunium tanah diikat kuat dan kelarutannya dalam larutan
tanah ditentukan oleh pH, kelarutan Al akan terjadi pada pH kurang dari 5,0.
Hambatan pertumbuhan tanaman sering dihubungkan dengan keracunan Al.
Jumlah alumunium yang dapat dipertukarkan dapat dijadikan dasar penentuan
kebutuhan kapur. Alumunium ditetapkan dengan metode titrimetri dengan
pengekstrak KCl 1 M.
Alumunium dalam tanah merupakan sumber kemasaman karena Al3+
akan menyumbangkan ion H+ ke dalam tanah melalui proses hidrolisis:
Al3+ + 3 H2O
Kemasaman tanah dapat

Al (OH)3 + 3 H+
dipertukarkan dengan metode titrasi dengan

penambahan pereaksi pengkompleks atau ion F-. Penetapan Al dapat ditukar


(dd) menggunakan pengekstrak KCl 1M atau BaCl2.
Bila kation kation Al3+ yang terserap pada partikel liat diekstraksi
dengan larutan KCl 1 N maka akan terjadi pertukaran kation dan pembebasan
ion Al3+ dan ion H+. Selanjutnya ion H+ dan Al3+ dapat ditentukan dengan jalan
titrasi larutan jenuh dengan larutan baku NaOH sehingga terbentuk Al(OH) 3 dan
air. Penambahan NaF pada larutan yang telah dititrasi akan mengubah senyawa
Al(OH)3 manjadi kompleks stabil dari fluoroaluminat dan akan mengeluarkan
NaOH. Jumlah ion Al3+ yang dibebaskan setara dengan NaOH yang dikeluarkan.
NaOH produk diketahui dengan menitarnya memakai larutan HCl baku (Mc Lean,
1965 dalam mahfud 1990).

c) Fosfor dan Kalium


Untuk memenuhi kebutuhan tanaman empat sumber fosfor dan kalium
utama yaitu; 1. Pupuk buatan, 2. Pupuk kandang, 3. Sisa tanaman dan pupuk
hijau, 4. senyawa alamiah baik organik maupun anorganik dari kedua unsur
tersebut yang ada dalam tanah. Fosfor adalah bagian terpenting penyusun sel

15

hidup, dalam tanah berkisar antara 0,02-0,5 persen fosfor atau 0,12 persen P205.
Fosfor terdapat sebagai :
1. senyawa anorganik hasil kombinasi unsurunsur kalsium, magnesium, besi,
alumunium dan mineral liat,
2. senyawa organik dalam bentuk sisasisa tanaman atau binatang atau hasil
hasil kegiatan mikroba.
Konsentrasi fosfor tersedia dalam larutan tanah umumnya rendah bila
dibandingkan dengan unsur-unsur hara lainnya. Fosfor dalam tanah merupakan
bentuk organik dan anorganik.
P- tersedia sangat sedikit terdapat dalam tanah karena cendrung bereaksi
dengan komponen tanah menjadi senyawa tidak larut/tidak tersedia. Fosfor
diserap tanaman dalam bentuk H2PO4- (ortoposfat primer), HPO42- (ortoposfat
sekunder) dan sedikit sekali P-organik yang larut dalam air (Soepartini, M. 1987).
Ada dua macam penetapan untuk menilai kadar P2O5. Kadar cadangan
ditetapkan dengan ekstrak HCl 25 %, serta kadar tersedia ditetapkan dengan
cara Olsen pada pH netral-basa atau cara Bray pada pH tanah masam (Suharjo,
1990).
Pada dasarnya sebagian besar dari penetapan fosfor terdiri dari dua
tahap, tahap pertama yaitu pengekstraksian fosfat dengan beberapa macam
pereaksi dan yang kedua penetapan fosfor secara kuantitatif dari ekstrak-ekstrak
tersebut. Begitu juga untuk pengukuran kalium yang pengukurannya dilakukan
dengan fotometer nyala.
Pemilihan metode ekstrak penetapan fosfor dalam tanah tergantung pada
konsentrasi fosfor dalam larutan dan konsentrasi senyawa yang dapat
mengganggu penetapan itu sendiri. Olsen, Cole, Watanabe dan Dean pada
tahun 1954 menganjurkan untuk memakai larutan NaHCO3 0,5 M pH 8,5 untuk
tanah bereaksi basa, NaHCO3 akan mengurangi aktivitas Ca2+ yang berarti
memperbesar kelarutan fosfat. Untuk tanah masam dan netral diperbesar daya
larut fosfor yang berada dalam bentuk Ca-P, fosfat kompleks adsorpsi digantikan
oleh HCO3-, CO32-,dan OH-. Cara penetapan fosfor dengan biru molibden sangat
peka, oleh karena itu cara ini sangat banyak digunakan, baik untuk ekstrak yang
kandungan fosfornya rendah maupun sebagai fosfor potensial. Ion-ion ortofosfat
dalam lingkungan asam fosfomolibdat, dan reduksi yang selektif akan

16

membentuk warna biru, intensitas warna yang dibentuk akan sebanding dengan
fosfat yang terdapat dalam asam heteropoli tersebut, dan warna biru yang
terbentuk akan bertahan lebih kurang 24 jam (Black et. al., 1965).
Dalam analisis fosfat tersebut dipergunakan metode Bray I dan II dan
metode Olsen untuk fosfor tersedia, sedangkan untuk fosfor dan kalium sebagai
unsur cadangan menggunakan pengekstrak HCl 25 %.
Penyerapan kalium oleh tanaman dapat mendekati jumlah nitrogen
bahkan melebihi jumlah nitrogen tersebut, walaupun jumlah kalium dalam tanah
terbatas. Ketersediaan kalium diartikan sebagai kalium yang dapat dipertukarkan
dan dapat diserap oleh tanaman. Sehubungan dengan itu, maka ketersediaan
sangat tergantung penambahan dari luar dan adanya kehilangan dalam tanah.
Bentuk-bentuk kalium dalam tanah dapat dibedakan dalam tiga kelompok :
K-tidak tersedia : K yang terikat pada bagian struktur mineral primer dan
sekunder.
K-lambat tersedia : lambat laun dapat menjadi K-tersedia , 1-10 % dari K-total
K-langsung tersedia : bagian yang larut dan teradsorbsi pada permukaan koloid
tanah jumlahnya 1-2 % dari K-total.
Dalam tanah terjadi keseimbangan antara tiga bentuk tersebut. Bila
tanaman menyerap K-langsung tersedia dan K-tidak tersedia akan membentuk
atau mengisi kembali kekurangan K-tersedia.
[K-tidak tersedia] [K-lambat tersedia] [K-langsung tersedia]
Ada dua macam penetapan untuk penilaian kadar K2O. kadar K potensial
ditetapkan dengan ekstrak HCl 25 % serta penetapan K tersedia dengan ekstrak
NH4Asetat pH 7,0. Dalam penetapan potensi lahan, biasanya digunakan
penetapan K-tersedia (Suharjo, 1990). Pengekstrakskan dengan HCl 25% akan
mengubah bentuk kalium yang larut dalam larutan tanah karena adanya
pertukaran oleh ion H+.Terdapat dua macam penetapan untuk penilaian kadar
K2O. Kadar cadangan ditetapkan dengan ekstrak HCl 25 %, serta penetapan
ekstrak ammonium asetat pH 7. Untuk menetapkan potensi lahan, biasanya
digunakan penetapan K-cadangan (Suharjo, 1990).

17

d) Nilai Tukar Kation (NTK) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK)


Penetapan

NTK

meliputi

penetapan

kation-kation

yang

dapat

dipertukarkan dan KTK. Menurut Soepartini (1978) bahwa nilai tukar kation atau
kapasitas adsorbsi adalah kemampuan tanah untuk mengadsorbsi sejumlah
kation dalam

me

/100gram. NTK dari tanah tergantung pada jumlah, jenis liat dan

humus.Satu ekivalen adalah suatu jumlah yang secara kimia setara dengan 1
gram Hidrogen. Jumlah atom setiap satu ekivalen adalah 6,02 x 1023. dengan
demikian 1 miliekivalen setara dengan 1 mg Hidrogen dan terdiri dari 6,02 x 1020
atom Hidrogen. Bila tanah memiliki Kapasitas Tukar Kation 1me/100gram berarti
setiap 100g tanah mengandung 6,02 x 1020 muatan negatif. Dalam Taksonomi
Tanah, semenjak tahun 1987, satuan me/100g diganti menjadi cmol (+)/ kg,
dimana 1me/100g tanah = 1cmol (+) / kg tanah.
Kapasitas adsorpsi dinyatakan sebagai jumlah maksimum miligram setara
(mgst) kation yang dapat diadsorpsi tiap 100 gram tanah kering mutlak (M.
Sudjadi, IM. Widjik, 1971).
Reaksi tukar kation dalam tanah terjadi terutama di dekat permukaan liat
yang berukuran seperti koloid dan partikel-partikel humus yang disebut misel.
Setiap misel memiliki beribu-ribu muatan negatif yang kemudian dinetralisir oleh
kation yang diadsorbsi.
Metode yang paling banyak dipakai dalam penetapan NTK ialah
penjenuhan dengan CH3COONH4 yang dapat dilakukan secara perkolasi
(Sudjadi, 1971).
Pertukaran kation dalam tanah terjadi karena adanya muatan negatif dari
koloid tanah menyerap katio-kation dalam bentuk dapat dipertukarkan. Kation
tersebut terdiri dari kation pembentuk kebasaan (K+, Na+, Ca2+, Mg2+) serta kation
pembentuk kemasaman (Al3+, H+) (Soepartini, M. 1987).
Hampir semua kation yang dapat diserap oleh liat dan humus dapat
mempengaruhi sifat kimia dan fisika tanah. Kation-kation itu adalah Ca2+, Mg2+,
K+, Na+,Al3+,dan H+, karena kation-kation itu mudah dipertukarkan maka
dinamakan juga kation-kation yang dapat dipertukarkan. Kejadian ini disebut
pertukaran kation dan merupakan kejadian terpenting dalam tanah.

18

Besarnya Kapasitas Tukar Kation dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu
sendiri, yaitu:

a. pH tanah.
Pada pH rendah, hanya sedikit kation-kation yang dapat dipertukarkan
sebagai akibat dari kuatnya serapan H oleh kompleks adsorbsi. Dengan
meningkatnya pH maka H dan Al dapat digantikan membentuk Al(OH)3
Dengan demikian pertukaran itu meningkatkan Nilai Kapasitas Tukar
Kation.

b.

Tekstur tanah
Harga KTK berbanding lurus dengan jumlah butir liat. Semakin banyak
jumlah liat makin tinggi harga KTK. Makin halus tekstur tanah makin
besar pula jumlah koloid organiknya, KTK juga semakin besar.

c.

Jenis mineral
Jenis- jenis koloid memiliki muatan yang beragam oleh karena itu
memiliki KTK yang beragam pula.

d.

Bahan Organik
Bahan Organik memiliki daya serap kation yang lebih besar daripada
koloid liat, sehingga semakin tinggi pula KTKnya.

e.

Pengapuran dan pemupukan


Pemberian kapur akan menaikan pH tanah, sehingga harga KTKnya
akan naik sebanding dengan naiknya pH.
Kejenuhan basa adalah perbandingan jumlah kation-kation basa dengan

jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam
kompleks jerapan tanah, dapat dihitung dengan rumus (Hardjowigeno, 1987):
Kejenuhan basa =
Bila suatu tanah memiliki Kejenuhan Basa 40 % berarti 40 % dari KTK
ditempati oleh basa- basa tukar dan 60 % ditempati oleh H+ dan Al3+, sehingga
pH menjadi rendah. Kejenuhan Basa merupakan potensi ketersediaan hara
dalam tanah. Nilainya berkaitan dengan curah hujan, lokasi pada lahan, dan jenis

19

mineral liat. Daerah kering atau daerah lembab mempunyai Kejenuhan Basa
lebih baik karena terjadi akumulasi CaCO3 (Suharjo, 1990).
e) Karbon Organik
Penetapan bahan organik berdasarkan oksidasi karbon, dua cara
oksidasi yang sering digunakan untuk penetapan ini adalah oksidasi basah dan
oksidasi kering. Laboratorium tanah Balittanah menggunakan metode oksidasi
basah dengan menggunakan kalium dikhromat dan asam sulfat pekat,
pengukuran kepekatan bahan organik dilakukan secara kolorimetri, oksidasi
tersebut dikenal dengan nama metode Kurmies.
Sedangkan metode oksidasi kering menurut Dentendt hanya digunakan
untuk kalibrasi cara-cara basah (Walkley dan Black,1934 ; Allison LE 1935 dalam
M.Sudjadi, 1971).
Metode penetapan bahan organik tanah dapat dikelompokan sebagai
berikut:
a. Metode berdasarkan kehilangan bobot karena pemanasan.
Bahan organik yang terkandung dalam sejumlah tanah dihilangkan
seluruhnya dengan pemanasan pada suhu tertentu. Dalam pelaksanaanya
tidaklah demikian sederhana, karena cara ini tidak mampu memisahkan antara
kehilangan bobot organik dan kehilangan CO2 dari senyawa karbon dan air, serta
unsur-unsur hidroksil dari liat.
b. Metode bedasarkan unsur C
Unsur karbon dapat ditetapkan secara jumlah melalui pereaksi tertentu,
kadar C-organik ini dapat dinyatakan sebagai kadar baham organik yang
dikalikan dengan faktor Van Bemmelen, yaitu 1,724 atau 100/58. Penggunaan
faktor ini didasarkan pada anggapan bahwa bahan organik yang terkandung
58%. Studi terbaru Broadbent menunjukan bahwa faktor konversi C-organik
menjadi bahan organik pada permukaan tanah 1,9 dan untuk subsoil 2,5.
c. Metode berdasarkan oksidasi basah.
Cara ini dikembangkan oleh Walkley dan Black (1934). Bahan organik dioksidasi
oleh Cr2O72- dalam suasana asam. Jumlah Cr2O72- yang tereduksi setara dengan
jumlah C-organik dalam tanah (Animous, Faperta IPB, 1980).

20

Dalam tanah terdapat hubungan antara kadar bahan organik dan nitrogen
tanah, yang dinyatakan dengan nilai (C/N) karena:
1. Terdapat kemungkinan nitrogen antara jasad renik dan tanaman.
2. Diperlukan dalam pengaturan bahan organik tanah, nitrogen tersedia dan
kecepatan pembusukan (Soepartini, M. 1987).

e) Nitrogen Total
Secara umum nitrogen terdapat dalam dua bentuk yaitu anorganik seperti
NO3, NO2, NO, dan gas N2 Sedangkan N-organik dalam tanah pada umumnya
terdapat dalam asam amino, dan protein.
Tumbuhnya tanaman dengan baik terbatas pada banyaknya jumlah
nitrogen tersedia, dan ketersediaan nitrogen tergantung pada banyaknya jumlah
hara yang lain (Soepartini, 1978). Bentuk nitrogen yang berarti bagi tanaman
ialah bentuk NH4+, NO3-. Pengaruh nitrogen paada tanaman sangat jelas dan
cepat. Tumbuhan yang diberi nitrogen menghasilkan daun-daun yang lebar
dengan warna hijau tua. Hal ini mengakibatkan orang cendrung menggunakan
pupuk nitrogen secara berlebihan dengan tidak menyadari kerugiannya. Sebagai
contoh tanaman padi, maka jika terlalu banyak

pupuk nitrogen yang

ditambahkan tanaman tersebut akan mudah roboh (Soepartini, 1978).


Sebagian besar nitrogen dalam tanah didapatkan dalam bentuk organik,
dan hanya sedikit dari nitrogen tanah terdapat dalam bentuk ammonium dan
nitrat yang merupakan bentuk nitrogen tersedia bagi tanaman (Hardjowigeno,
1987).
Dua cara penetapan nitrogen total yang sering digunakan yaitu cara
Kjeldahl dan cara Dumas. Cara Kjeldahl yang digunakan biasanya cara makro,
mikro, atau ultra mikro. Pada dasarnya cara Kjeldahl adalah pengabuan basah
dengan H2SO4 sehingga terbentuk N diubah ke bentuk NH4+ yana dapat diukur,
sedangkan cara Dumas pengabuan kering (Sudjadi, 1971).

f) Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkan perbandingan relatif dari berbagai kelompok
besar butir primer, kelompok ukuran butir tersebut adalah pasir 2mm50 ,
debu 50 2 , liat kurang dari 2 (Hardjowigeno, 2002)

21

Fraksi pasir dan debu mempunyai aktivitas permukaan yang rendah


sehingga secara fisik dan kimia dapat dikatakan tidak aktif. Fraksi liat menetukan
kapasitas menahan air dan Nilai Tukar Kation. Penetapan tekstur yang dilakukan
di laboratorium tanah Balittanah Bogor dengan metode pemipetan, sementara
pasir, debu, dan liat ditetapkan secara gravimetri. Dalam penetapan ini mulamula bahan organik dioksidasikan dan garam yang mudah larut dihilangkan dari
tanah. Setelah itu baru pasir dipisahkan dengan pengayakan basah, debu dan
liat dipisahkan dengan cara pemipetan yang berdasarkan perbedaan kecepatan
mengenap menurut Hukum Stoke (Akademi Kimia Analisis, 1980).
Penetapan kelas tekstur secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu:
penetapan kasar di lapangan dapat ditentukan dengan memijat tanah diantara
jari-jari sambil dirasakan halus kasarnya, seperti adanya butir-butir pasir, debu,
dan liat. Penetapan di Laboratorium dapat dilakukan dengan lebih kuantitatif.
Penetapan tekstur tanah berdasarkan hukum Stoke yang menyangkut kecepatan
alir dari butiran berbentuk bola dalam suatu cairan. Penetapan tekstur tanah
yang biasa dilakukan di laboratorium ialah dengan cara pemipetan dan cara
hidrometer (Suharjo, 1990 ).

g) Kadar Air
Kadar air dapat ditetapkan dengan cara yang paling umum digunakan
yaitu pengeringan pada suhu 105C, karena ini lebih murah dan mudah
dilaksanakan dengan tingkat ketelitian yang dapat dipetrtanggungjawabkan
(Adhi, 1978)
Terdapat beberapa cara penetapan kadar air diantaranya yaitu cara
penguapan dengan infra merah, Aufhauser, Karl Fischer, Xylol (dengan pelarut
yang tidak campur), pengeringan vakum, dan pemanasan langsung. Di
Laboratorium Kimia Tanah (Balittanah) dilakukan metode pemanasan langsung.
Kadar air perlu ditetapkan

dengan tujuan untuk menyeragamkan

kelembaban tanah. Tanah- tanah yang lembab tentunya banyak mengandung air
sehingga jumlah tanah yang dianalisis relatif lebih sedikit jika dibandingkan
dengan tanah yang kurang lembab, sehingga mempengaruhi kandungan unsurunsur hara yang sebenarnya (Adhi, 1978).
Tanah kering oven digunakan sebagai dasar untuk menunjukan
kandungan air dalam tanah. Tanah yang lembab banyak mengandung air,

22

sehingga tanah yang dianalisis relatif sedikit dibandingkan dengan tanah yang
kering, sehingga mempengaruhi kandungan unsur hara yang sebenarnya.
Penetapan ini digunakan untuk faktor koreksi bahan kering.
3. Alat Instrumen

a) pH meter

Gambar 2. Skema elektroda gelas kombinasi.

Pengukuran pH dengan alat pH meter merupakan metode analisis


potensiometri. Elektroda berfungsi untuk mengukur perbedaan tegangan antara
referensi dengan larutan contoh. Elektroda tunggal hanya memiliki salah satu
fungsi pengukuran tersebut, sedangkan pada elektroda kombinasi kedua fungsi
pengukuran ada dalam satu elektroda. Biasanya untuk pengukuran pH
digunakan elektroda kombinasi gelas dengan Ag/AgCl2 sebagai referensi.

b) Spektrofotometri
Hukum dasar yang dipakai dalam analisis spektrofotometri adalah hukum
Lambert-Beer, bahwa jika suatu cahaya monokromator melalui suatu media yang
transparan maka bertambah kurangnya intensitas cahaya yang dipancarkan

23

sebanding dengan bertambahnya tebal dan kepekatan dari media (Krisnandi I,


2004).
Metode Spektrofotometer merupakan penyempurnaan dari metode
kolorimetri yang menggantikan faktor ketajaman mata dengan sel fotolistrik yang
secara langsung mengukur intensitas dari cahaya yang dipancarkan dan secara
tidak langsung cahaya yang diadsorbsi. Jadi tergantung pada warna dari benda
(larutan) (Krisnandi I, 2004).
Teknis analisis spektrofotometri merupakan cara analisis yang paling
penting dan paling luas penggunaannya. Semua teknik spektrofotometri
berdasarkan atas emisi atau absorbsi radiasi yang merupakan sifat khas dari
perubahan energi tertentu dalam suatu molekul atau atom. Perubahan energi ini
berupa tingkatan energi terkuantisasi yang mencirikan jenis-jenis atom atau
molekul. Teori kuantum menganggap radiasi sebagai suatu arus dari paket-paket
energi yang disebut foton atau kuantum yang bergerak dalam ruang pada
kecepatan tetap c (c =2,998 x 10 8 ms-1 dalam ruang hampa). Hubungan antara
energi foton (E) dengan frekuensi (V) oleh teori gelombang dinyatakan dengan :
E = h.v = h.c/

Dimana H adalah tetapan planck ( 6,6 x 10-34 Js ) dan adalah panjang


gelombang. Bila suatu substansi diradiasi dengan radiasi elektromagnet, energi
dari foton dapat dipindahkan ke atom atau molekul sehingga mengubah
tingkatnya dari ground state ke exited state (tereksitasi). Proses ini dikenal
sebagai absorbsi, disertai pelemahan radiasi pada frekuensi tertentu dan hanya
akan terjadi bila perbedaan energi (E) kedua tingkatan itu sama tepat dengan
energi dari foton (hv). Energi yang diserap dengan cepat diradiasikan kembali
(emisi) dan hilang ke sekelilingnya disebabkan tubrukan, sehingga sistem
kembali ground state . Kadang kala energi tidak hilang seperti ini, tapi diemisikan
kembali beberapa milidetik kemudian, proses ini dikenal sebagai fluorosensi.
Dengan memanaskan bahan hingga suhu tinggi pada nyala, sebagai energi
kinetik digunakan untuk mengeksitasi atom ke tingkat energi lebih tinggi. Atom
tereksitasi kembali ke tingkat energi lebih tinggi. Atom tereksitasi kembali ke
tingkat asal sambil memancarkan emisi spontan dengan frekuensi (v) yang
sesuai dengan perbedaan tingkat energinya.

24

c) Spektrofotometer Visibel dan Ultraviolet


Besarnya radiasi elektromagnet monokromatik yang diabsorbsi oleh
substansi merupakan fungsi dari konsentrasi substansi dan ketebalan media.
Radiasi yang diteruskan (T: transmittance). Didefinisikan sebagai rasio dari
intensitas radiasi yang tidak diserap (I) dengan intensitas awal (Io), jadi T = I / Io.
Absorbansi (A) atau kerapatan optik (OD = optical density) merupakan logaritma
dari kebalikan tranmittansi, A = log 1/T = log Io/I = Cl, yang dikenal sebagai
Hukum Lambert-Beer. Dimana adalah tetapan yang disebut koefisien
absorbsivitas molar (absobansi larutan 1 M dalam 1 cm sel), C adalah
konsentrasi zat yang diukur dan l adalah ketebalan media. Jadi A berbanding
lurus dengan konsentrasi zat yang akan diukur..
Presisi pengukuran absorbansi tergantung dari kualitas instrumen dan
jenis unsur/senyawa kimia yang diukur. Kesalahan acak dalam pengukuran
absorpsi dikarenakan noise dari sirkuit pengatur pada absorbansi rendah,
sedangkan radiasi yang sangat sedikit mencapai detektor pada absorpsi tinggi
memerlukan penguatan besar.
Komponen-komponen dasar dari spektrofotometer terdiri atas sumber
radiasi, monokromator, sel tempat larutan contoh, detektor, penguat tegangan,
dan alat pembaca.
Sumber
Radiasi

Monokromator

Larutan
contoh

Detektor

Penguat
Tegangan

Gambar 3. Komponen-komponen dasar spektrofotometer

Sumber radiasi harus memberikan energi radian yang cukup meliputi


daerah panjang gelombang yang diukur dan memberikan intensitas cahaya yang
konstan selama pengukuran berlangsung. Lampu hidrogen atau deuterium
digunakan pada daerah ultraviolet (di bawah 360 nm) dan lampu filament,
biasanya Tungsten halogen, untuk panjang gelombang diatas 350 nm hingga 2,5
m. Monokromator berfungsi untuk menyediakan radiasi monokromatik, yaitu
memilih radiasi sehingga frekuensi yang terpilih sesuai dengan transisi energi
sampel yang sedang diperiksa. Untuk keperluan ini dapat digunakan fotometri
filter, optik prisma atau grating difraksi yang dikombinasikan dengan slit, cermin ,

25

Output

dan lensa. Grating adalah gelas yang permukaannya dibuat celah-celah paralel
dengan

ketelitian

tinggi

dan

dilapisi

oleh

alumunium.

Detektor

harus

membangkitkan sinyal yang sesuai dengan intensitas radiasi yang datang.


Pada instrumen yang menggunakan prinsip double beam cahaya
monokromatik dari sumber dibagi dua dengan intensitas yang sama. Berkas
yang satu melewati contoh dan lainnya melalui referensi. Fasilitas ini
memberikan koreksi dari efek matriks, noise instrumen dan drif.

d) Spektrofotometer Serapan Atom


Prinsip spektrofotometer serapan atom mirip dengan spektrofotometer
UV-Vis. Perbedaannya hanya terletak pada sampel dan sumber radiasi. Pada
SSA sampel berupa atom dan sumber radiasi menggunakan lampu katoda
cekung yang memberikan radiasi lebih spesifik.
Apabila radiasi yang karakteristik dari transisi elektronik pada orbit terluar
atom unsur tertentu melewati uap atom unsur tersebut, maka sebagian radiasi
akan diserap. Radiasi terserap akan mengeksitasi elektron dari ground state
yang ada dalam uap atom. Perubahan energi yang terlibat sesuai dengan radiasi
UV dan visible medan spektrum. Oleh karena hanya atom dalam kondisi ground
state yang memberikan respon dalam cara ini, kondisi penguapan dan
dekomposisi contoh harus menghindari ionisasi. Hal ini dicapai dengan nyala
panas yang tidak melebihi 30000K.
Radiasi dari lampu katoda melewati nyala burner yang dibentuk dari
campuran gas dan contoh aerosol melalui nebulizer dan spray chamber,
ditangkap oleh detektor, sinyal dikuatkan oleh amplifer dan kemudian dibaca oleh
meter, recorder atau printer. Sumber radiasi lampu deuterium digunakan untuk
back ground correctrion. Monokromator mengisolasi garis emisi tertentu dari
banyak emisi garis yang dipancarkan lampu katoda. Pengukuran absorpsi
dilakukan dengan membandingkan intensitas radiasi lampu katoda yang
mancapai detektor dengan dan tanpa pemasukan larutan sampel ke dalam
nyala.

26

Gambar 4. Spektrofotometer Serapan Atom

e) Auto Analyzer
Auto

Analyzer

adalah

Spektrofotometer

yang

ditambah

fasilitas

pemberian pereaksi dan pengambilan contoh secara otomatis. Pengambilan


larutan contoh dilakukan dengan sampler. Pereaksi dihisap dengan pompa
peristaltic kemudian dihomogenkan dalam manifold dan kemudian dialirkan ke
dalam sel spektrofotometer untuk pengukuran. Hasil pengukuran direkam oleh
plotter, monitor atau printer. Keunggulan autoanalizer adalah lebih cepat, hemat
tenaga, dan hasil pengukuran lebih konsisten. Waktu pencampuran pereaksi
dengan setiap contoh dan deret standar tepat sama. Hal ini penting terutama
pada

pembentukan

warna

dengan

senyawa

Gambar 5. Bagan Auto Analyzer

27

yang

kurang

stabil.

f) Flamefotometer.
Bila suatu atom terkena energi panas, elektron kulit luar akan mengalami
ketidakstabilan sehingga tereksitasi ke tingkat energi yang paling tinggi, karena
keadaan tersebut tidak mantap, elektron tersebut akan kembali kelintas semula
dengan membebaskan energi berbentuk cahaya yang masing-masing memiliki
panjang gelombang spesifik yang berbeda-beda. Intensitas cahaya tersebut
dapat diukur oleh flamefotometer.

Gambar 6. Bagan Flamefotometer

C. Persiapan dan Metode Analisis Tanah


1. Persiapan Contoh
a) Pencatatan contoh

Contoh dari lapangan yang disertai dengan surat permintaan analisis


yang berisi daftar contoh dan jenis analisis yang diperlukan, diterima oleh
administrasi laboratorium. Dalam buku administrasi dicatat nomor permintaan
analisis, jumlah dan nomor contoh. Untuk setiap contoh dibuat nomor
laboratorium yang ditulis pula pada label karton. Administrasi laboratorium juga
membuat laporan hasil analisis yang telah selesai dikerjakan. Surat permintaan
dan daftar hasil analisis didokumentasikan.

28

b) Pengeringan
Contoh disebarkan di atas wadah yang dialasi kertas sampul. Label
karton yang berisi nomor laboratorium contoh diselipkan di bawah kertas. Akar
akar atau sisa tanaman segar, kerikil dan kotoran lain dibuang. Bongkahan besar
diperkecil dengan tangan. Simpan pada rak di ruangan khusus bebas
kontaminan yang terlindung dari sinar matahari atau dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 40 oC selama sehari.

c) Penumbukan / pengayakan
Contoh kering udara dibawa ke ruang tumbuk dan disusun di atas meja
sesuai dengan nomor seri, nomor urut dan nomor laboratorium ditulis pada
kantong plastik, sedangkan pada botol contoh hanya ditulis nomor seri dan
nomor urut contoh. Contoh contoh yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam
plastik. Tanah di dalam kantong plastik dimasukkan ke dalam botol contoh
dengan nomor yang sama. Hati hati agar nomor contoh tidak tertukar.
Contoh contoh tanah dengan ukuran partikel < 2 mm dan < 0,5 mm
disiapkan sebagai berikut :

1). Contoh ditumbuk pada lumpang porselen atau mesin giling untuk
tanah keras atau diayak menggunakan ayakan dengan ukuran
lubang 2 mm.

2). Simpan dalam botol yang sudah diberi nomor contoh.


3). Contoh < 0,5 mm diambil dari contoh < 2 mm, digerus atau digiling
dan diayak dengan ayakan 0,5 mm.

d) Penyimpanan
Contoh yang akan dianalisis di simpan di ruang contoh yang dekat
dengan ruang timbang. Setelah selesai dianalisis disimpan dalam gudang
penyimpanan contoh untuk jangka waktu tertentu agar memudahkan bila
diperlukan pengulangan analisis.

29

2. Metode Analisis

a) Penetapan Kadar Air Mutlak


Dasar
Contoh tanah dipanaskan pada suhu 105 oC untuk menghilangkan air. Kadar
air contoh diketahui dari perbedaaan bobot contoh sebelum dan sesudah
dikeringkan. Faktor koreksi kelembaban dihitung dari kadar air.
Alat-alat yang digunakan :

1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.


2. Pinggan Alumunium.
3. Penjepit tahan karat.
4. Oven.
5. Eksikator.
Reaksi
Tanah . X H2O Tanah + H2O
Cara Kerja
1. Ditimbang 5 gram contoh tanah kering udara dalam pinggan aluminium
yang telah diketahui bobotnya.
2. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 3 jam.
3. Setelah itu pinggan diangkat dengan penjepit dan dimasukkan ke dalam
eksikator.
4. Setelah dingin, contoh ditimbang dan bobot yang hilang adalah bobot air.
Perhitungan

Kadar Air %

Kehilangan bobot
100 %
Bobot contoh

Faktor koreksiFk

100
100 % air

b) Penetapan pH Tanah Metode pH-meter


Dasar
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang
dinyatakan

log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial

larutan yang diukur oleh alat dan konversi dalam skala pH. Elektroda gelas
merupakan elektroda selektif khusus H+ hingga memungkinkan untuk hanya
mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H+. Potensial
30

yang timbul diukur berdasarkan potensial elektroda pembanding (kalomel


atau AgCl). Biasanya digunakan satu elektroda yang sudah terdiri dari
elektroda

pembanding

dan

elektroda

gelas

(elektroda

kombinasi).

Konsentrasi H yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif,


sedangkan pengekstrak KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian dua desimal.
2. Botol kocok 50 ml.
3. Dispenser 25 ml/ gelas ukur.
3. Mesin pengocok.
4. Labu semprot 500 ml.
5. pH-meter.

Bahan :
1. Larutan dapar pH 7,0 dan pH 4,0.
2. Larutan KCl 1 M.
Dilarutkan 74,5 gram KCl murni dengan air demin hingga 1 liter.
3. Air bebas ion.
Reaksi
H
+

H2O

H+

Al

KCl

H+

Al3+

H2O H+

Al(OH)3

Al

H
+

Al
Al3+ +
Cara Kerja
1. Ditimbang 2 kali 10,000 gram contoh tanah.
2. Masing-masing dimasukkan ke dalam botol kocok 50 ml.

31

Cl-

3. Ditambahkan 50 ml air bebas ion ke botol yang satu untuk pH H2O dan 50
ml KCl 1M ke dalam botol lainnya untuk pH KCl.
4. Dikocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.
5. Suspensi

tanah

diukur

dengan

pH-meter

yang

telah

dikalibrasi

menggunakan larutan dapar pH 7,0 dan pH 4,0.

c) Penetapan Kemasaman Dapat Tukar dengan Pengekstrak KCl 1 M


Dasar
Kemasaman dapat ditukar terdiri dari Al3+ dan H+ pada koloid tanah. Al3+ dan
H+ ini dapat ditukar oleh K+ dari pengekstrak KCl 1 M. Al3+ dan H+ dalam
larutan dapat dititar dengan larutan NaOH baku, yang akan menghasilkan
endapan Al(OH)3 dan air. Untuk penetapan Aldd, Al(OH)3 bereaksi dengan
NaF yang akan menghasilkan OH- dan

dapat dititar dengan larutan HCl

baku.

Alat :

1. Neraca analitik ketelitian dua desimal.


2. Buret 50 ml.
3. Mesin kocok.
4. Botol kocok 100 ml.
5. Kertas saring berabu.
6. Dispenser 50 ml.
7. Pipet 50 ml.
8. Penampung 100 ml.
Bahan :
1. KCl 1 M.
Dilarutkan 74,5 gram KCl p.a

dengan 1 liter air bebas ion, kemudian

diimpitkan, lalu dikocok.


2. Indikator PP.
Dilarutkan 100 mg PP dalam 100 ml etanol 96 %, lalu dikocok.
3. NaF 4 %.
Dilarutkan 40 gram NaF dengan air bebas ion dalam labu ukur 1 liter,
kemudian diimpitkan, lalu dikocok.

32

4. Larutan baku NaOH 0,020 N.


Dipipet 20 ml NaOH 1N, diencerkan dengan air bebas ion dalam labu ukur
1 liter, lalu dikocok.
5. Larutan baku HCl 0,020 N.
Dipipet 20 ml HCl 1 N, diencerkan dan diimpitkan dengan air bebas ion
dalam labu ukur 1 liter, lalu dikocok.

Reaksi
Al
K+ + H+ +

+ KCl

Cl- + Al3+

Kemasaman total (T1)


Al3+ + 3H2O
3H+ + 3NaOH

3H+ + Al(OH)3
3Na+ + 3H2O

Al-Tukar (T2)
Al(OH)3 + 6 NaF
NaOH + HCl

Na3AlF6 + 3 NaOH
NaCl + H2O

Cara Kerja

1. Ditimbang 5 gram contoh ke dalam botol kocok 100 ml.


2. Ditambahkan 50 ml KCl 1 N.
3. Dikocok dengan mesin pengocok, selama 30 menit.
4. Disaring dengan kertas saring tak berabu.
5. Filtrat dipipet 10 ml ke dalam erlenmayer 50 ml.
6. Dibubuhi indikator PP 0,1 %.
7. Dititar dengan NaOH 0,020 N sampai warna merah muda seulas.
8. Dinetralkan dengan HCl 0,020 N sampai tak berwarna.
9. Ditambahkan 2 ml NaF 4 % (warna ekstrak akan merah kembali).
10. Dititar dengan HCl 0,020 (sampai warna merah hilang).
11. Dikerjakan blanko.

33

Perhitungan:
Al-dd dan H-dd ( cmol(+)/kg ) = ( T1-Tb1 ) x N NaOH x 50/10 x 100/5 x fk
( T1-Tb1 ) x N NaOH x 100 x fk
Al-dd ( cmol(+)/kg ) = ( T2-Tb2 ) x N HCl x 50/10 x 100/5x fk
( T2-Tb2 ) x N HCl x 100 x fk
H-dd ( cmol(+)/kg ) = kemasaman dd Al-dd
Keterangan : Tb1 = blanko pada T1.
Tb2 = blanko pda T2.
fk=faktor koreksi kadar air=100 / (100 - % kadar air )
50/10=faktor pengenceran
100/5=konversi dari 5g ke kg/contoh

d) Penetapan Fosfor Tersedia Metode Bray


Dasar
Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe,Al-Fosfat yang
sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk
senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43-.
Pengekstrak ini biasanya digunakan pada tanah dengan pH 5,5.

Alat

1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.


2. Dispenser20 ml.
3. Tabung reaksi.
4. Pipet 1 ml.
5. Kertas saring.
6. Botol kocok 100 ml.
7. Mesin pengocok.
8. Spektrofotometer (U-2001).

Bahan :
1. HCl 5 N.
Sebanyak 416 ml HCl p.a. pekat (37 %) dimasukan ke dalam labu ukur
1000 ml yang telah berisi sekitar 400 ml air bebas ion, kocok dan biarkan
menjadi dingin. Tambahkan air bebas ion lagi hingga 100 ml.

34

2. Pereaksi P pekat.
Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam
labu ukur 1 liter. Tambahkan 0.277 g K(SbO)C4H4O6 0,5H2O dan secara
perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion.
3. Pereaksi pewarna P.
Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat
kemudian dijadikan 1 liter dengan air bebas ion.
4. Standar PO4 100 ppm.
Pipet 10 ml larutan standar induk 1000 ppm PO4 ke dalam labu 100 ml.
impitkan dengan pengekstrak bray sampai dengan tanda garis labu ukur.
5. Pengekstrak Bray dan Kurts I.
Timbang 1,11 g hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air
bebas ion, ditambahkan 5 ml HCl 5 N, kemudian diencerkan sampai 1 liter.
6. Deret standar PO4 ( 0-20 ppm ).
Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16dan 20 ml larutan standar 100 ppm PO4
ke dalam ukur 100 ml, diencerkan dengan pengekstrak bray 1 hingga 100
ml.

Reaksi
Fe-P
+ NH4F

Fe3+ + Al3+ + NH4+ + PO43-

Al-P
PO43- + 12 MoO42- + 27 H+

H7(P(Mo2O7)6) + 10 H20

H7(P(Mo2O7)6 + C6H8O6 (vit. C)

biru molidbat

Cara Kerja
1. Ditimbang 2 gram contoh tanah.
2.

Ditambahkan pengekstrak Bray dan Kurts I sebanyak 20 ml, dikocok


selama

5 menit.

3. Disaring dengan kertas saring berabu.


4. Dipipet 1 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi.
5. Contoh dan deret standar ditambahkan 10ml pereaksi pewarna P.
6. Dikocok dan dibiarkan 30 menit.

35

7. Diukur

absorbansinya

gelombang

dengan

spektrofotometer

pada

panjang

889 nm, menggunakan deret standar PO4 sebagai

pembanding.
Perhitungan

Kadar P2O5 tersedia ( ppm ) =


Keterangan : Fp
Fk

= Faktor pengenceran
= Faktor koreksi

142/190 = Faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

e) Penetapan Fosfor Tersedia Metode Olsen


Dasar
Fosfat dalam suasana netral / alkalin, dalam tanah akan terikat sebagai Ca,
Mg, PO4. Pengekstrak NaHCO3 akan mengendapkan Ca, Mg-CO3 sehingga
PO43- dibebaskan kedalam larutan. Pengekstrak ini juga dapat digunakan
untuk tanah masam. Fosfat pada tanah masam terikat sebagai Fe, Al-Fosfat.
Penambahan pengekstrak NaHCO3 pH 8,5 menyebabkan terbentuknya Fe,
Al-Hidroksida, sehingga fosfat dibebaskan. Pengekstrak ini biasanya untuk
tanah ber-pH 5,5.

Alat :
1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2. Dispenset 20 ml
3. Tabung reaksi
4. Pipet 1 ml
5. Kertas saring berabu
6. Botol kocok 100 ml
7. Mesin kocok
8. Spektrofotometer

36

Bahan :
1. Pengekstrak Olsen.
Larutkan 42,0 g NaHCO3 dengan air bebas ion menjadi 1 liter, pH larutan
ditetapkan menjadi 8,5 dengan penambahan NaOH,1 M
2. Pereaksi P pekat.
Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam
labu ukur 1 liter. Tambahkan 0.277 g K(SbO)C4H4O6 0,5H2O dan secara
perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion.
3. Pereaksi pewarna P.
Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat
Tambahkan 25 ml H2SO4 4 N, dijadikan 1 liter dengan air bebas ion.
4. Standar 100 ppm PO4.
Pipet 10 ml larutan standar induk 1000 ppm PO4 ke dalam labu 100 ml.
impitkan dengan pengekstrak olsen sampai dengan tanda garis labu
ukur.
5. Deret standar PO4 (0-20 ppm).
Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20 ml larutan standar 100 ppm
PO4 ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan pengekstrak olsen
hingga 100 ml

Reaksi:
Ca-P
+ NaHCO3

PO43- + H2O + CO2 + Na+ + Ca2+ + Mg2+

Mg-P
PO43- + 12 MoO42- + 27 H+

H7(P(Mo2O7)6) + 10 H20

H7(P(Mo2O7)6 + C6H8O6 (vit. C)

biru molibdat

Cara Kerja
1. Ditimbang 1 gram contoh tanah.
2. Ditambahkan pengekstrak Olsen sebanyak 20 ml di dalam botol kocok.
3. Dikocok selama 30 menit, kemudian disaring.
4. Deret standar dan ekstrak contoh dipipet 1 ml ke tabung reaksi.

37

5. Ditambahkan 5 ml pereaksi pewarna P, dikocok hingga homogen dan


dibiarkan 30 menit.
6. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotmeter pada 889 nm,
menggunakan deret standar sebagai pembanding.
Perhitungan

Kadar P2O5 tersedia ( ppm ) =


Keterangan : Fp

= Faktor pengenceran

Fk

= Faktor koreksi

142/190 = Faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

f) Penetapan Karbon Organik cara Walkley dan Black.


Dasar
Karbon sebagai senyawa organik dalam tanah dioksidasikan menjadi CO2
oleh K2Cr2O7 berlebihan dalam suasana asam. Reaksi oksidasi akan
berlangsung cepat dengan adanya kalor yang ditimbulkan ketika H2SO4 pekat
ditambahkan kedalam K2Cr2O7+contoh. K2Cr2O7 akan mengalami reaksi
reduksi membentuk senyawa kromat (Cr3+) yang berwarna hijau. Warna hijau
dari senyawa kromat setara dengan kadar C yang teroksidasi dan diukur
absorbansinya dengan Spektrofotometer pada 561 nm.
Alat :
1.

Neraca analitik ketelitian tiga desimal.

2.

Pipet Volume 5 ml

3.

Labu ukur 100 ml.

4.

Penangas air (pendingin).

5.

Spektrofotometer

Bahan :
1. Asam sulfat pekat.
2. Kalium dikromat 1 N.
Dilarutkan 98,1 gram K2Cr2O7 sedikit demi sedikit dengan 600 ml air bebas
ion, ditambahkan 100 ml H2SO4, dipanaskan hingga larut setelah dingin
diencerkan sampai 1 liter, lalu dikocok.

38

3. Glukosa p.a.
4. Larutan standar 5000 ppm C.
Dilarutkan 12, 510 gram glukosa dalam air bebas ion dalam labu ukur 1 l
dan diimpitkan, dikocok.
Reaksi
3C-oganik + 2 K2Cr2O7 + 8 H2SO4

2Cr2(SO4)3 + 2K2SO4 + 8H2O


+ 3CO2

Cara kerja.
1. Ditimbang 0,5000 gram contoh tanah,dimasukkan ke dalam labu ukur 100
ml yang telah dikeringkan terlebih dahulu.
2. Didestruksi dengan 5 ml K2Cr2O7, kemudian dikocok.
3. Ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat, dikocok, kemudian didiamkan
selama 30 menit.
4. Diencerkan dengan air bebas ion, didinginkan, dan dihimpitkan.
Keesokkan harinya diukur extenctionnya dengan kolorimeter 561 nm.
Perhitungan

C-organik(%)

Keterangan : fk

= Faktor koreksi

10000 = faktor konversi ppm ke %


g) Penetapan Nitrogen Total cara Auto Analyzer
Dasar
Nitrogen dalam tanah diubah menjadi bentuk (NH4)2SO4 dengan cara
destruksi basah menggunakan H2SO4 pekat sebagai pendekstruksi dan selen
sebagai katalis, kemudian NH4 dalam bentuk ekstrak diukur secara
kolorimetri dengan pereaksi pewarna biru indofenol menggunakan alat auto
analyzer.

Alat :

1.

Neraca analitik ketelitian tiga desimal.

2.

Tabung kimia.

3.

Labu semprot.

39

4.

Pemanas digest block.

5.

Tabung digest isi 50 ml.

6.

Pengocok tabung.

7.

Alat Auto Analyzer.

Bahan :

1.

Standar 0
0,5 gram campuran selen + 2,5 ml H2SO4 pekat diekstrak (perlakuan
sama seperti contoh), diencerkan blanko dengan air bebas ion menjadi
50 ml dalam tabung digestion.

2.

Larutan dapar Tartrat


Ditimbang 50 gram serbuk NaOH p.a, dilarutkan dengan sekitar 500 ml
air bebas ion. Setelah dingin ditambahkan 14 gram NaH2PO4, 50 gram
KNa-tartrat dan 2 ml larutan Brij kemudian diaduk hingga larut.
Diimpitkan dengan air bebas ion sampai tepat 1 liter.

3.

Larutan fenolat.
Ditimbang 56,3 gram serbuk NaOH p.a dan dilarutkan dengan kira-kira
500 ml air bebas ion secara perlahan sambil diaduk. Setelah dingin
ditambahkan 137 gram serbuk Fenol, kemudian diencerkan dengan air
bebas ion dan diipitkan sampai tanda garis 1 liter.

4.

Larutan Natrium Hipokhlorit 5 %.


Dipipet 50 ml larutan NaOCl 10 % dimasukan ke dalam labu ukur
100ml.

5.

Larutan standar induk 1000 ppm N.


Ditimbang 4,7193 gram (NH4)2SO4 kering ke dalam labu ukur 1 liter,
dilarutkan dengan air sampai separuh labu, diimpitkan dengan air dan
dikocok.

6.

Standar 100 ppm N


Dipipet 10 ml standar induk 1000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan
encerkan dengan standar 0 hingga tepat 100ml.

7.

Deret standar N (0-100 ppm).


Dibuat deret standar dengan kepekatan 0; 10; 20; 40; 60; 80; 100 ppm.

8.

Campuran selen p.a.


Campurkan 1,55 g selen, 1,55 CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4 anhidrat
kemudian dihaluskan.

40

Reaksi
N + H2SO4
(NH4)2SO4

(NH4)2SO4 + H2O + SO2


2NH4+ + SO42-

NH4+ + 3 NaClO + NaOH + C6H5OH


2 NaCl + Na+ + 4 H2O + (O=C6H4=N-C6H4OH) Indofenol biru
Cara kerja
1. Ditimbang 0,5 gram contoh tanah, dimasukkan ke dalam tabung digest.
2. Ditambahkan 0,5 gram campuran selen dan 2,5 ml H2SO4 pekat.
3. Didestruksi hingga temperatur 350 C (3-4 jam).
4. Destruksi selesai jika keluar asap putih/ekstrak jernih, didinginkan,
diencerkan dengan 50 ml air bebas ion, dan dikocok hingga homogen,
biarkan hingga larutan menjadi jernih.
5. Ukur kadar N didalam ekstrak jernih menggunakan alat Auto Analyzer
dengan deret standar N sebagai pembanding.
Perhitungan

Kadar N (%) =
Keterangan :

fp = Faktor pengenceran.
fk = Faktor koreksi
10000 = faktor konversi ppm ke %

41

42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis
Dari analisis sampel dengan nomor 16.09.680 atas permintaan dari Machiko
Nacih Istana didapatkan hasil sebagai berikut.
tabel 1. Hasil analisis
Hasil
No.

Parameter uji

Satuan
1

pH
1

H2O

6,3

7,3

KCl

5,1

5,9

Kemasaman Dapat Ditukar


3

Al

cmol(+)/kg

0,00

0,00

cmol(+)/kg

0,17

0,08

P tersedia
5

Olsen PO

ppm

18

Bray PO

ppm

Bahan Organik
7

C-organik

0,19

0,88

Nitrogen total

0,02

0,07

C/N

10

13

B. Pembahasan
1. Kadar air
Penentuan kadar air perlu dilakukan karena dikhawatirkan sampel tanah
yang sudah dipreparasi masih mengandung air yang dapat menambah bobot
sampel sehingga menyebabkan ketidak akuratan hasil perhitungan.Penentuan
kadar air dilakukan untuk menghitung faktor koreksi dari hasil analisis.
Penentuan kadar air dilakukan pada suhu 105 Cselama 3,5 jam. Suhu
pengeringan harus sesuai karena jika terlalu rendah dikhawatirkan belum semua
air teruapkan, dan jika terlalu tinggi maka dapat merusak sifat fisika dan sifat
kimia tanah sehingga hasil analisis tidak akurat.

2. Uji pH
Pada uji pH selalu didapatkan nilai pH KCl yang lebih kecil daripada pH
air. Hal ini disebabkan karena Hal ini disebabkan oleh adanya ion Al3+ yang
terikat pada koloid tanah bereaksi dengan KCl dan melepaskan ion Al3+
dandengan adanya air akan terhidrolisis membentuk Al(OH)3 sambil melepas
ion H+, sehingga ion H+ yang ada bertambah jumlahnya. Penentuan jumlah pH
ini berpengaruh pada penetapan lainnya. Jika pH KCl rendah maka kadar Aldd tinggi. Penentuan pH ini juga berpengaruh pada pemilihan metode pada
analisis kadar Fosfor tersedia. Semakin tinggi pH pada ekstrak air maka kadar
bahan organik semakin rendah.
Nilai pH ekstrak H2O pada sampel 1 sebesar 6,3 dan termasuk
kategori agak asam, sedangkan pada sampel 2 sebesar 7,3 dan termasuk
kategori netral. Nilai pH ekstrak KCl sebesar 5,1 (sampel 1) dan 5,9 (sampel
2). Di alam aktivitas H+ dalam tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
di antaranya :
a. Dekomposisi bahan organik
b. Bahan induk tanah
c. Pengendapan
d. Vegetasi alami
e. Pertumbuhan tanaman
f. Kedalaman tanah
g. Pupuk nitrogen
h. Penggenangan
Untuk meningkatkan pH tanah yang terlalu masam dapat dilakukan dengan
penambahan kapur agar nilai pH tanah sesuai. Apabila kondisi tanah terlalu
basa, maka dapat diatasi dengan penambahan belerang untuk menurunkan nilai
pH tanah. Tujuan penambahan itu agar kondisi pH tanah sesuai dengan pH
tanah yang diharapkan atau dibutuhkan oleh tanaman.

43

3. Penetapan Kemasaman Dapat Tukar dengan Pengekstrak KCl 1 M


Penetapan ini dilakukan secara kuantitatif agar dapat menghitung
kebutuhan kapur yang diperlukan untuk menetralkan tanah. Alumunium dalam
tanah dapat terhidrolisis dan melepaskan ion H+ sehingga dapat meningkatkan
keasaman tanah. Dari hasil analisis diperoleh kadar Al-dd sebesar 0,00 untuk
kedua sampel, sedangkan kadar H-dd sebesar 0,17 cmol(+)/kg (sampel 1) dan
0,08 cmol(+)/kg (sampel 2).
4. Penetapan Kadar Fosfor Tersedia
P tersedia menunjukan adanya jumlah P yang dapat diserap oleh
tanaman. Faktor yang mempengaruhi tersedianya P dalam tanah untuk tanaman
yaitu pH tanah. Kadar P optimum pada kisaran pH netral. Pada pH netral (6-7) P
mudah diserap oleh tanaman melalui akar. Tanah yang memiliki kadar P yang
tinggi biasanya disebabkan karena penambahan pupuk yang mengandung P
seperti NPK dan TSP.
Tanah yang memiliki kandungan P Anorganik yang rendah biasanya
disebabkan karena pada tanah tersebut hanya mengandung sedikit P yang dapat
diserap oleh tanaman, ini disebabkan karena pH tanah yang terlalu masam atau
terlalu alkalis. Pada ph yang terlalu masam P akan difiksasi (diikat) oleh Al dan
Fe membentuk varisit dengan rumus Al(OH)2H2PO4 dan stringit dengan rumus
Fe(OH)2H2PO4. Sedangkan pada kondisi pH tanah yang alkalis P akan diikat
oleh Ca membentuk trikalsium fosfat dengan rumus Ca3(PO)4.Maka dari itu P
yang terikat oleh Al, Fe dan Ca tidak dapat diserap oleh tanaman karena
tanaman menyerap P dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO43- . Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :

Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion


H2PO4-. Sejumlah kecil diserap dalam bentuk HPO42-. pH tanah sangat besar
pengaruhnya terhadap perbandingan serapan ion-ion tersebut, dan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Dari hasil analisis Fosfor yang ditetapkan dengan pengekstrak Olsen (Ptersedia) pada sampel 1 bernilai 18 ppm dan termasuk kategori tinggi,
sedangkan pada sampel 2 bernilai 6 ppm dan termasuk kategori rendah.

44

5. Penetapan Kadar C-Organik


Kadar C-organik dipengaruhi oleh kedalaman tanah karena semakin
dalam tanah maka kandungan C-organik semakin berkurang. Pelapukan bahan
organik seperti tanaman, dedaunan, dan lain lain terjadi di lapisan tanah atas
(Top Soil) sehingga menyebabkan kandungan C-organik lebih banyak di lapisan
atas. Kandungan karbon organik pada sampel 1, dan 2 dengan nilai 0,19 %; dan
0,88 % keduanya termasuk dalam kategori sangat rendah.
6. Penetapan Kadar Nitrogen
Sama seperti C-organik, kadar Nitrogen juga dipengaruhi oleh kedalaman
tanah. Kandungan nitrogen total pada contoh 1, dan 2 bernilai 0,02 %; dan 0,07
keduanya dalam ketegori rendah. Dalam tanah terdapat hubungan antara kadar
bahan organik dan nitrogen tanah, yang dinyatakan dengan nilai (C/N) karena:
1. Terdapat kemungkinan nitrogen antara jasad renik dan tanaman.
2. Diperlukan dalam pengaturan bahan organik tanah, nitrogen tersedia dan
kecepatan pembusukan (Soepartini, M. 1987).
Rasio C/N

pada contoh 1, dan 2 dengan nilai 10; dan 13 termasuk dalam

kategori sedang, rendah, dan sedang.

45

46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Hasil analisis sampel dengan nomor 16.09.680 atas permintaan dari
Machiko Nacih Istana berdasarkan tabel Penilaian Angka-angka Hasil
Analisis Tanah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Didapatkan faktor koreksi sebesar 1,044 (sampel 1) dan 1,033 (sampel
2).
2. Nilai pH ekstrak H2O pada sampel 1 sebesar 6,3 dan termasuk kategori
agak asam, sedangkan pada sampel 2 sebesar 7,3 dan termasuk
kategori netral. Nilai pH ekstrak KCl sebesar 5,1 (sampel 1) dan 5,9
(sampel 2).
3. Kadar Al-dd sebesar 0,00 untuk kedua sampel, sedangkan kadar H-dd
sebesar 0,17 cmol(+)/kg (sampel 1) dan 0,08 cmol(+)/kg (sampel 2).
4. Fosfor yang ditetapkan dengan pengekstrak Olsen (P-tersedia) pada
sampel 1 bernilai 18 ppm dan termasuk kategori tinggi, sedangkan pada
sampel 2 bernilai 6 ppm dan termasuk kategori rendah.
5. Kandungan karbon organik pada sampel 1, dan 2 dengan nilai 0,19 %;
dan 0,88 % keduanya termasuk dalam kategori sangat rendah kemudian
untuk nitrogen total dengan nilai 0,02 %; dan 0,07 keduanya dalam
ketegori rendah.
6. Rasio C/N pada contoh 1, dan 2 dengan nilai 10; dan 13 termasuk dalam
kategori sedang, rendah, dan sedang.

B. Saran
1. Diharapkan disediakan Instruksi Kerja Alat Instrumen agar menghindari
dari salah pengoperasian yang menyebabkan kerusakan.
2. Perlu ditingkatkan keefektifan penggunaan peralatan APD (Alat Pelindung
Diri) pada saat praktikum agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

47

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, I. P. G. Widjaya. 1978. Dasar Masalah dan Penilaian Uji Tanah. Bogor :
Lembaga Penelitian Tanah.

Brady, C. Ngle Buckman. O. Harry. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Bhratara
Karya Aksara.

Day, Jr, R. A. dan Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif, edisi keenam.
Jakarta: Erlangga.

Hardjowigeno, Sarwono. 1992. Ilmu Tanah Edisi Revisi. Jakarta: PT. Mediatama
Sarana Perkasa.

Ismail,

Krisnandi

dan

Zaenal

Arifin.

2009.

Spektrofotometri

UV

VIS.

Bogor:Departemen Perindustrian Republik Indonesia Pusat Pendidikan


dan Pelatihan Industri Sekolah Menengah Kejuruan SMAK Bogor.

Jakson, M.L. 1958. Soil Chemical Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Rowell, D. L. 1996. Soil Science Methods & Applications. Essex: Longman.
Sudjadi, M. 1971. Penuntun Analisis Tanah. Bogor : Lembaga Penelitian Tanah.

Suharjo, A. 1990. Diktat Penggunaan Dasar Analisis untuk Evaluasi Potensi


Lahan. Bogor.

Lampiran 1. Tabel Penilaian Angka-angka Hasil Analisis Tanah

Nilai

Sangat

Rendah

Sedang

Rendah
Parameter
C%
N%
C/N
P2O5 HCl 25 % (mg/100 g)
P2O5 Bray (ppm)
P2O5 Olsen (ppm)
K2O HCl 25 % (mg/100 g)
KTK (mg/100 g)

< 1,00
< 0,10
< 5,00
< 15,0
< 4,00
< 5,00
< 10,0
< 5,00

Agak

Tinggi

Tinggi

1,00
0,10
2,00
5,00
0,20
15,0
10,00
5,00
20,0
5,00
7,00
10,0
10,00
5,00
20,0

Sangat
Tinggi

3,01 5,00
0,51 0,75
16,0 25,0
41,0 60,0
11,0 15,0
16,0 20,0
41,0 60,0
25,0 40,0

> 5,00
> 0,75
> 25,0
> 60,0
> 16,00
> 20,0
> 60,0
> 40,0

16,00

2,01
0,21
3,00
11,0
0,50
21,0
15,0
2,01
40,0
11,0

1111111
21,0
15,0
1111110
17,0
40,0
10,00
24,0

Susunan Kation
Ca (mg/100 g)
Mg (mg/100 g)
K (mg/100 g)
Na (mg/100 g)

< 2,00
< 0,30
< 0,10
< 0,10

2,00
0,40
5,00
0,10
1,00
0,10
0,30

6,00
1,10
10,00
0,40
2,00
0,40
0,50

11,0 20,0
2,10 8,00
0,60 1,00
0,80 1,00

> 20,0
> 8,00
> 1,00
> 1,00

Kejenuhan Basa ( % )
Kejenuhan Aluminium ( % )
Cadangan Mineral ( % )
Salinitas dhl. Eca x 1000
Persentase
(mmhos/ca) Natrium Dapat

< 20,0
< 5,00
< 5,00
1,00
2,00

0,30
20,0
5,00
40,0
5,00
10,00
1,00
10,0
2,00
2,00

0,70
41,0
11,0
60,0
11,0
20,0
2,00
20,0
5,00
3,00

61,0 80,0
20,0 40,0
20,0 40,0
3,00 4,00
10,0 15,0

> 80,0
> 40,0
> 40,0
> 4,00
> 15,0

3,00

10,0

Asam

Agak

Netral

Agak Alkalis

Alkalis

6,6 7,5

7,6 8,5

8,5

Tukar ( ESP )
Sangat
Asam
pH H2O

4,5

Asam
4,5

5,6 6,5

5,5

Penilaian ini hanya didasarkan pada sifat umum tanah secara empiris dan
belum dihubungkan kebutuhan tanaman (Adhi, 1978).

48

Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungannya

Kadar Air
KADAR AIR
(Satuan berat dalam gram)
Bobot Contoh

Bobot Contoh

Bobot Kosong

Bobot Kering

5,035

18,7421

23,5673

4,8252

1,044

5,044

19,0542

23,9382

4,8840

1,033

Faktor Koreksi
Sampel 1

Sampel 2

Fk

Kering

1,044

1,033

Uji pH
No.

Pengekstrak

Sampel 1

Sampel 2

H2O

6,3

7,3

KCl

5,1

5,9

Kadar Kemasaman Dapat Ditukar


KEMASAMAN-DD
N NaOH: 0,0201

N HCl: 0,0200

H-Total (ml NaOH)

Al-Tukar (ml HCl)

0,10

0,00

0,06

0,00

Kemasaman Total

= (VNaOH - VBlanko NaOH ) x NNaOH x 50/10 x 100/5 x fk

Sampel 1

= (0,10-0,02) x 0,0201 x 5 x 20 x1,044


= 0,17 Cmol (+)/Kg

49

Sampel 2

= (0,06-0,02) x 0,0201 x 5 x 20 x1,033


= 0,08 Cmol (+)/Kg

Al Tukar

= ( VHCl - VBlanko HCl ) x NHCl x Vekstrak x100 x fp x fk

Sampel 1 dan 2

= 0,00 Cmol (+)/Kg

H-Tukar
Sampel 1

= Kemasaman Total Al-Tukar

= 0,17 - 0

Sampel 2

= 0,08 - 0

= 0,17 Cmol (+)/Kg

= 0,08 Cmol(+)/Kg

Kadar Fosfor Tersedia (cara Olsen)


OLSEN(P2O5)
Pembacaan sampel

fp

50,0

1,00

16,0

1,00

Olsen

y = 42,383x + 2,8925
R = 0,9993

PO4
Std.

Pembacaan
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
-100 0

ppm
0

-1,0

91,0

173,0

338,0

12

525,0

16

668,0

20

854,0

Slope
Int

10

42,3831
2,8925

grafik 1. standar absorbansi P Olsen

Bobot Contoh

= 2,0000 g

142/190

= faktor konversi dari PO4 menjadi P2O5

50

20

30

ppm contoh
sampel 1

sampel 2

= 1,11

ppm blanko

sampel 1 dan 2

=
= 0,31

= - 0,07
= ppm contoh ppm blanko

ppm kurva
= 1,11 (-0,07)

sampel 1

sampel 2

= 1,17

= 0,38

Kadar P2O5

= ppm kurva x V ekstrak x

sampel 1
= 1,17 x 20 x

x fp x fk

sampel 2
x 1,044

= 0,39 x 20 x

= 18 ppm

= 6 ppm

Kadar C-Organik
C-Organik
Bobot Contoh

= 0,31 (-0,07)

Pembacaan

fp

(abs x1000)

0,500

17

1,00

0,500

80

1,00

51

x 1,033

C
Std.

y = 1,8758x - 0,2457
R = 0,9995

Abs.
500

ppm
0

400

25

48

300

50

94

100

187

150

274

200

381

250

468

-100

Slope

200
100

100

200

1,8758

Int

grafik 2. standar absorbansi C-Organik

-0,2457

V ekstrak

= 100 mL

10000 = faktor konversi ppm ke %

ppm contoh
sampel 1

sampel 2

= 9,194

% C-organik

=
=42,78

sampel 1

sampel 2

= 0,19%

= 0,88%

52

300

Kadar Nitrogen
NITROGEN

Ppm Blanko : 4,142


Pembacaan=ppm
Pembacaan

V ekstrak

= 50 ml

Bobot Contoh = 0,5000 g

Fp

10000 = faktor konversi ppm ke %


5,586

1,00

10,899

1,00

ppm kurva

= ppm contoh ppm blanko

=5,586 4,142

sampel 1

sampel 2

= 1,444

Kadar N (%)

=10,899 4,142
= 6,757

Sampel 1

Sampel 2

= 0,02 %

= 0,07 %

53

23

24

You might also like