Professional Documents
Culture Documents
24 Oktober 2016
S
O
Nyeri pinggang (+), batuk kering (+), sesak (+), mual (-), muntah (-)
KU : Kompos mentis, Tampak Sakit Sedang
TD : 110/70 mmHg
HR : 108 kali/menit
RR : 24 kali/menit
S
: 37,2 0C
Muka
Mata
: CA -/-, SI -/-
Leher
Thoraks
2. CKD
1. Assering + lasal 2 cc /8 jam
1. Foto Vertebra
2. Cinam 2 x 1,5 gr IV
3. OBH syr 3 x C1 p.o
4. Etambutol 2 x 500 mg p.o
5. INH 1 x 300 mg p.o
6. Aminoral 3 x 1 p.o
25 Oktober 2016
S
: 37,5 0C
Muka
Mata
: CA -/-, SI -/-
Leher
Thoraks
2. CKD
1. Assering + lasal 2 cc /8 jam
1. Cek Hbs-Ag
2. Cinam 2 x 1,5 gr IV
26 Oktober 2016
S
Nyeri pinggang (+), batuk kering lebih sering pada malam hari, sesak
TD : 120/70 mmHg
HR : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S
: 36,6 0C
Muka
Mata
: CA -/-, SI +/+
Leher
Thoraks
3. Ikterik
1. Assering + lasal 2 cc /8 jam
1. Cek albumin
2. Cinam 2 x 1,5 gr IV
3. OBH syr 3 x C1 p.o
4. Etambutol 2 x 500 mg p.o
5. INH 1 x 300 mg p.o
6. Aminoral 3 x 1 p.o
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis(Centers for Disease Control and Prevention. Tuberculosis (TB)
http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm) Kuman ini paling sering menyerang
organ paru, namun dapat pula menyerang organ lain seperti ginjal, tulang belakang
dan otak.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi di dunia
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah
diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995. Berdasarkan data dari WHO, pada
tahun 2013 diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah
kematian karena Tb mencapai 410.000. Setiap detiknya terdapat satu orang yang
terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TB di dunia.
Peningkatan prevalensi TB di dunia dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
adalah adanya peningkatan jumlah kemiskinan yang tidak hanya terjadi pada negara
berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju, kemudian
adanya perubahan demografik yaitu berupa peningkatan jumah penduduk,
perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, tidak memadainya pendidikan
mengenai TB, terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan
pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat
serta peningkatan kasus HIV terutama di Afrika dan Asia. .(In : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
III. Ed V. Jakarta :Balai Penerbit FKUI;2009.p.2230-1)
Prevalensi di Indonesia
Prevalensi tb ekstrapulmoner :
Seperti yang disampaikan di atas, TB paru mencakup 80-85% dari seluruh kasus aktif;
sedangkan TB ekstraparu mencakup 15-20% lainnya (Fitzpatrick & Braden, 2000).
FAKTOR RISIKO
Manifestasi klinis TB bervariasi dan bergantung pada sejumlah faktor yang
berhubungan dengan mikroba, pejamu dan lingkungan. Peran faktor-faktor yang
berhubungan dengan pejamu yang bertanggung jawab atas terjadinya TB pada situs
ekstraparu adalah terbatas. Beberapa studi telah melaporkan bahwa proporsi TB
ekstraparu meningkat disebabkan epidemi HIV dan mungkin juga oleh perkembangan
dalam fasilitas diagnostik (Sreeramareddy, Panduru, Verma, Joshi, dan Bates, 2008).
Sebuah studi dari Amerika Serikat melaporkan bahwa wanita, warga berkulit hitam
non-Hispanic dan individu yang terinfeksi HIV lebih beresiko tinggi menderita TB
ekstraparu. Sedangkan studi di Amerika Serikat yang lain
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan HIV-seropositif, usia kurang dari 18 tahun, warga Amerika
berketurunan Afrika, pengidap sirosis hepatis adalah faktor-faktor resiko terhadap TB
ekstraparu. Adapun suatu studi dari Turki menunjukkan bahwa wanita mempunyai
resiko lebih tinggi untuk perkembangan TB ekstraparu dan resiko TB ekstraparu
meningkat 5 tahun setelah kontak awal. Suatu studi yang lain menunjukkan faktorfaktor yang berhubungan dengan penjamu bervariasi menurut asal geografis dan
faktor resiko terhadap TB ekstraparu adalah berjenis kelamin perempuan untuk
individu-individu yang berasal dari Asia ataupun Afrika Utara, usia untuk individuindividu yang asalnya dari Afrika sub-Sahara dan positif HIV untuk yang asalnya dari
Eropa (Sreeramareddy, Panduru, Verma, Joshi, dan Bates, 2008).
Pada pasien terinfeksi HIV, frekuensi TB ekstraparu tergantung pada derajat
penurunan imunitas selular. Pada pasien dengan <100 CD4 cells/mL, TB ekstraparu
dan milier terhitung 70% dari seluruh bentuk TB (Beek, Werf, Richter, dan Borgdorff,
2006).
Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari konsentrasi atau
jumlah kuman yang terhirup, lamanya waktu sejak terinfeksi, usia seorang yang
terinfeksi, tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan
tubuh rendah diantaranya infeksi HIV / AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan
memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB). Bila jumlah orang terinfeksi
HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Terdapat pelbagai factor resiko yang bisa menyebabkan tertularnya penyakit
Tuberkulosis. Yang pertama adalah faktor usia. Dari hasil penelitian yang
dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya
mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru
adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
Faktor resiko seterusnya adalah jenis kelamin. Di benua Afrika pada tahun 1996
jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita.
TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena lakilaki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan
terjangkitnya TB paru.
Tingkat pendidikan juga menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
Tuberkulosis.
Tingkat
pendidikan
seseorang
akan
mempengaruhi
terhadap
juga
bahwa
kebiasaan
merokok
mempunyai
hubungan
dengan
penularan
Sumber
penularan
adalah
pasien
TB
BTA
positif.
sekitar
3000
percikan
dahak.
penularan
menjadi positif.
Risiko
menjadi
sakit
TB
o Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. o Dengan ARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB
setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
o Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
o Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk
menjadi sakit TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.
KLASIFIKASI
Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
1. 1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan
BTA bisa positif atau negatif
2. 2) Kasus yang sebelumnya diobati
1. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
2. Kasus
setelah
putus
berobat
(Default
setelah
gagal
(Failure)
Kasus
Pindahan
(Transfer
In)
secara
patologik,
bakteriologik
(biakan),
radiologik,
dan
A. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru)
1.
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
1. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
__________________________________________________________
10 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia
2.
Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe penderita yaitu :
1. Kasus
baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kasus
kambuh
(relaps)
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
Kasus
lalai
berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 11 Tuberkulosis di Indonesia
5. Kasus Gagal
6. Kasus
kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
7. Kasus bekas TB
di
luar
paru
ringan
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
PENCEGAHAN
Penyakit Tuberkulosis ini bias dicegah. Seperti yang diketahui, mencegah
lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit Tuberkulosis yang bisa
dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik serta
menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlulah menjaga kebersihan
lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang tempat (Rahmawati
VK, 2009).
Selain pencegahan dinyatakan di atas, terdapat juga vaksinasi yang bisa mencegah
daripada terjadinya penyakit Tuberkulosis ini yaitu vaksin BCG (Squire B., 2009).
Pencegahan dapat dilakuka dengan cara :
Terapi pencegahan
Terapi
pencegahan
Kemoprofilaksis diberikan kepada penderita HIV atau AIDS. Obat yang digunakan
pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5 mg / kg BB (tidak lebih
dari 300 mg ) sehari selama minimal 6 bulan. Pencegahan dan PengendalianMenurut
Brooks, Butel, dan Morse (2007), pencegahan dan pengendalian
TB secara umum adalah sbb:
1.
Pengobatan pasien TB aktif dengan segera dan efektif serta tindak lanjut terhadap
kontak mereka melalui uji tuberkulin, foto rontgen sinar X, dan pengobatan yang
sesuai dengan saksama adalah tujuan utama pengendalian TB kesehatan masyarakat.
Timbulnya kembali penyakit TB menunjukkan bahwa metode pengendalian ini belum
dilakukan secara adekuat.
2.
Pengobatan obat pada orang asimtomatik yang uji tuberkulinnya positif pada
kelompok umur yang paling rentan terhadap timbulnya komplikasi (misalnya, anakanak) dan orang yang uji tuberkulinnnya positif yang harus menerima obat-obatan
imunosupresif sangat mengurangi reaktivasi infeksi.
3.
4.
Imunitas: berbagai macam basil tuberkel avirulen, terutama BCG (bacille CalmetteGurin, organisme attenuated bovin), telah digunakan untuk menginduksi sejumlah
tertentu resistansi pada orang yang sangat terpajan dengan infeksi. Vaksinasi dengan
organisme ini, sama dengan infeksi primer dengan basil tuberkel virulen tanpa disertai
bahaya di kemudian hari. Vaksin yang tersedia tidak adekuat menurut banyak sudut
pandang teknis dan biologis. Walaupun demikian, BCG diberikan kepada anak-anak
pada banyak negara. Di Amerika Serikat, BCG hanya diberikan pada orang dengan
hasil uji tuberkulin negatif yang sangat terpajan (anggota keluaraga pasien TB ,
petugas kesehatan). Bukti statistik menunjukkan bahwa terjadi peningkatan resistansi
untuk periode tertentu yang muncul setelah vaksinasi BCG.
5.
Eradikasi TB pada sapi dan pasteurisasi susu telah sangat mengurangi infeksi
M.bovis.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pengetahuan
Notoatmodjo (2003) menjelaskan pengetahuan sebagai suatu hasil tahu, dan hasil
tahu ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan ini terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkat, yakni:
1.
Tahu (know)Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2.
3.
4.
5.
lama, apa konsekuensi dari menghentikan pengobatan, apa efek samping dan
komplikasi yang mungkin dan apakah TB penyakit dapat disembuhkan. Semua ini
adalah pesan-pesan edukasi yang penting yang pasien seharusnya ketahui (Mohamed,
Yousif, Ottoa, dan Bayoumi, 2007).
Pengetahuan tentang penyakit ini dipercaya menjadi penentu penting dari perilaku
menjaga kesehatan dan mencari pertolongan medik sebagaimana halnya keterikatan
untuk tindakan pencegahan dan pengobatan. Ketidakterikatan kepada pengobatan
sering kali dihasilkan dari ketidakadekuatan pengetahuan atau pemahaman tentang
penyakit dan pengobatanya. Sebaliknya, pengetahuan yang lebih besar tentang TB
akan meningkatkan penerimaan tindakan pengendalian dengan menghasilkan
penurunan penyebaran penyakit (Mohamed, Yousif, Ottoa, dan Bayoumi, 2007).
TB ekstraparu sedang berada dalam peningkatan di seluruh dunia. Keragaman
ekstraparu sekarang sedang memulai untuk muncul dari bayangan TB paru. Di
negara-negara dengan surveilans data yang baik seperti Amerika Serikat, dimana
angka TB paru telah menurun ke tingkat terendahnya pada 2001, statistik
mengindikasikan peningkatan relatif kasus ekstraparu dari 16% pada 1992 menjadi
20% pada 2001. Lebih dari 70% pasien positif HIV dengan TB telah mempunyai
presentasi ekstraparu, ketika prevalensinya 15-30% orang-orang imunokompeten
(Kant, 2004).
Jittimanee et al. (2009) meneliti tentang stigma sosial dan pengetahuan TB dan HIV
di antara pasien dengan kedua penyakit di Thailand. Dari 769 pasien,
Universitas Sumatera Utara
500 (65%) dilaporkan mempunyai stigma TB yang tinggi, 177 (23%) berpengetahuan
TB yang rendah, and 379 (49%) berpengetahuan HIV yang rendah. Pasien pasien
yang dilaporkan berstigma TB yang tinggi lebih berkemungkinan untuk telah
mengambil antibiotik sebelum pengobatan TB, telah melakukan kunjungan pertama
ke penyembuhan tradisional, mengetahui bahwa monogami dapat mengurangi resiko
mendapatkan infeksi HIV, dan telah dihospitalisasi. Pasien dengan pengetahuan TB
rendah lebih berkemungkinan unutk mempunyai penyakit TB yang parah, untuk
dihospitalisasi, dirawat di rumah sakit rujukan penyakit infeksi nasional dan
mempunyai pengetahuan HIV yang rendah. Pasien dengan pengetahuan HIV rendah
pengetahuan yang terendah (42,0%). Lebih lanjut, tingkat kesadaran secara signifikan
menurun seiring dengan pertambahan usia. Pasien yang lebih tua menunjukkan angka
pengetahuan yang terendah tentang penyebab penyakit TB (0,6%). Sekitar 67,3% dari
responden yang lebih muda (20-29 tahun) mengetahui bahwa TB menular dibanding
dengan 42.9% dari responden yang lebih tua (di atas 50 tahun). Pada keterkaitan
pengetahuan tentang durasi pengobatan TB dengan usia responden, responden yang
lebih muda menunjukkan angka kesadaran yang tertinggi (52,2%). Dari segi jenis
kelamin, pengetahuan tentang infeksi terkini berdasarkan jenis kelamin menunjukkan
bahwa proporsi yang lebih tinggi dari laki-laki (58,0%) yang mengetahui dibanding
perempuan (48.4%). Secara signifikan laki-laki juga mengetahui bahwa penyakit TB
infeksius (60.2%) dibanding perempuan (52,8%). Laki-laki (43,6%) meyakini bahwa
TB adalah penyakit yang ditularkan melaui udara dibanding dengan perempuan
(33,5%). Proporsi laki-laki yang terbiasa mempraktikkan ukuran pencegahan adalah
60,2% dibanding perempuan (55,3%) dan laki-laki yang mengetahui jangka waktu
pengobatan aktual (49,3%) lebih banyak dibanding perempuan (46,0%). Dari segi
tingkat pendidikan, pada umumnya, pengetahuan tentang TB dan pengobatannya
meningkat secara signifikan seiring dengan tingkat pendidikan.
Pencegahan primer
Berikan tuberkulosis skin test kepada:
1) Orang yang mengalami tanda dan gejala atau pemeriksaan hasil laboratorium
abnormalitas yang diduga secara klinis tuberkulosis aktif.
2) Orang yang kontak dengan penderita TB atau diduga TBC aktif sebara klinis.
3) Orang yang beresiko tinggi
4) Hasil rontgen abnormal
b. Pencegahan sekunder
1) kontrol mencegah organisme dengan memakai masker, menutup mulut bila batuk
dan membuang sputum dengan benar.
2) Evaluasi seseorang yang skin test TB positif tetapi tidak aktif menderita untuk
terapi pencegahan dengan obat isoniazid.
c. Pencegahan tersier
1) Klien harus menjalankan terapi pengobatan dengan obat antituberkulosis secara
tuntas dan lengkap.