You are on page 1of 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga tugas
Ilmu Kedokteran Komunitas yang berjudul Kejadian Luar Biasa Penyakit Tetanus
Neonatorum dapat kami selesaikan.
Tugas ini kami buat untuk memenuhi persyaratan dalam menjalankan Kepaniteraan
Klinik di SMF Ilmu Kedokteran Komunitas yang kami jalani di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Prof.
Dr. Hj. Rika Subarniati, dr., SKM, selaku pembimbing dalam penyusunan tugas IKKom ini.
Kami menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mohon
kritik dan saran untuk kesempurnaanya.

Surabaya, September 2015

Penyusun

SKENARIO

Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di


wilayah kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5 penyakit
terbanyak di Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut:
NO
.
1.
2.
3.
4.
5.

Nama Penyakit
DBD
Thyphoid fever
Diare
Tetanus neonatorum
ISPA

Januari 2014

Februari 2014

Maret 2014

12
5
10
2
8

15
8
11
4
10

10
8
8
9
10

Dari data yang ada Kepala puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah satu
penyakit selama 3 bulan berturut-turut sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan
terhadap kejadian tersebut.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebab utama kematian neonatus adalah infeksi, asfiksia neonatorum, dan berat
badan lahir rendah. Infeksi yang sering terjadi adalah sepsis dan tetanus neonatorum.
Angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi yaitu > 50% (IDAI, 2010).
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Clostridium tetani yang dapat menyebabkan kematian pada neonatus. Saat ini kematian
akibat tetanus pada neonatus dapat dengan mudah dicegah dengan persalinan dan
penanganan tali pusat yang higienis dan dengan imunisasi ibu dengan vaksin tetanus.
Menurut WHO tahun 2010 angka kematian neonatus akibat tetanus mencapai
59.000 neonatus, sedangkan menurut BAPPENAS tahun 2010 tetanus neonatorum
menyebabkan 50% kematian perinatal dan 20% neonatus.
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia menurut SDKI tahun 2007 adalah 34
kematian per 1000 kelahiran hidup, dan kematian yang tertinggi terjadi pada periode
neonatal. Angka kematian neonatal di Indonesia adalah 19 per 1000 kelahiran hidup, dan
tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab utamanya, sehingga tetanus
merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Faktor risikonya meliputi tingkat pengetahuan masyarakat tentang perawatan tali
pusat yang higienis, sterilisasi pemotongan tali pusat dan imunisasi ibu hamil. Selain itu
tenaga kesehatan dan fasilitas juga memiliki peranan penting. Hal tersebut dapat dicegah
untuk mengurangi jumlah kasus tetanus neonatorum sehingga tidak terjadi Kejadian Luar
Biasa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi tetanus neonatorum?
2. Apa saja tanda dan gejala penyakit tetanus neonatorum?
3. Mengapa tetanus neonatorum dikategorikan kejadian luar biasa pada Puskesmas X?
4. Apa saja cara untuk menanggulangi Kejadian Luar Biasa tetanus neonatorum di
Puskesmas X?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi tetanus neonatorum.
2. Mengetahui tanda, gejala dan penanganan awal penyakit tetanus neonatorum.
3

3. Mengetahui kategori Kejadian Luar Biasa tetanus neonatorum.


4. Mengetahui cara penanggulangan Kejadian Luar Biasa tetanus neonatorum.

BAB II
2.1 Analisis
2.1.1 Analisis secara epidemiologi

Tetanus ibu dan bayi baru lahir didunia merupakan penyebab penting dari
kematian ibu dan bayi, sekitar 180.000 kehidupan di seluruh dunia setiap tahun, hampir
secara eksklusif di negara-negara berkembang. Meskipun sudah dicegah dengan
maternal immunization, dengan vaksin dan aseptis obstetric, tetanus ibu dan bayi tetap
sebagai masalah kesehatan masyarakat di 48 negara, terutama di Asia dan Africa.
Salah satu upaya dari negara-negara dunia untuk menurunkan angka kematian
anak dan meningkatkan kesehatan ibu adalah dengan mentargetkan eliminasi tetanus
neonatorum. Sebanyak 104 dari 161 negara berkembang telah mencapai keberhasilan
itu. Tetapi, karena tetanus neonatorum masih merupakan persoalan signifikan di 57
negara berkembang lain, UNICEF, WHO dan UNFPA pada Desember 1999 setuju
mengulur eliminasi hingga 2005. Target eliminasi tetanus neonatorum adalah satu kasus
per seribu kelahiran di masing-masing wilayah dari setiap negara. WHO
mengestimasikan 59.000 neonatus seluruh dunia mati akibat tetanus neonatorum.
(WHO, 2010).
Kasus tetanus Neonatorum di Indonesia masih tinggi, data tahun 2007 sebesar
12,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN)
yang ingin dicapai adalah 1 per 1000 kelahiran hidup. (Survey Penduduk Antar-Sensus,
2008).
Beberapa upaya telah dilakukan antara lain dengan imunisasi TT diberikan sejak
bayi, DPT 3x murid Sekolah Dasar, meningkatkan cakupan imunisasi TT pada Calon
Penganten (Caten), Ibu Hamil (Bumil) dan Wanita Usia Subur (WUS), surveilans
Tetanus Neonatorum dan persalinan bersih. Tetanus neonatorum menyebabkan 50%
kematian perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100
kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan
angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada
kelompok 5-9tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya
pada bayi <12 bulan. Angka kematian keseluruhan antara 6,7-30%. (BAPPENAS,
2010).
Analisa epidemiologi Deskriptif

What

Pengetahuan perawatan tali pusat

Who

Penolong persalinan aman oleh Nakes, IMD, ASI Eksklusif

Where

o Puskesmas X

Why

o Kurangnya promosi kesehatan


2.1.2. Kausa dan Alternatif Kausa

Diagram 1. Fish bone tentang Tetanus Neonatorum

1. Masukan
1. Pengetahuan masyarakat kurang

Karena penyakit tetanus neonatorum tergolong penyakit yang masih


terdengar asing di masyarakat maka masyarakat kebanyakan kurang
mengetahui tentang resiko dan akibatnya bila terkena penyakit tersebut.
2. Pendapatan masyarakat rendah
Tingkat pendapatan mempengaruhi kepedulian masyarakat pada
kesehatan karena dengan pendapatan yang minim masyarakat memilih untuk
mencari pengobatan yang murah asalkan mereka bias sembuh tanpa
memperdulikan kehigenisan metode pengobatan yang dilakukan.
3. Frekuensi kunjungan antenatal kurang
Dikarenakan pendapatan masyarakat yang kurang maka mereka lebih
memilih untuk berobat ke dukun dibandingkan dengan pergi ke puskesmas
untuk memeriksakan kandungan mereka, karena dinilai lebih murah dan
uangnya bias digunakan untuk kebuhtuhan lain yang lebih penting.
4. Tenaga penolong persalinan kurang kompeten
Tenaga penolong persalinan kurang melakukan pelatihan

sehingga

penanganannya kurang tepat dan masih banyak ditemukan persalinan yang


tiba-tiba

mengalami

komplikasi

dan

memerlukan

penanganan

yang

professional tetapi tidak ditangani secara memadai dan tepat waktu sehingga
mengakibatkan kematian.
5. Fasilitas puskesmas kurang memadai
Karena keterbatasan fasilitas di puskesmas serta pelayanan antenatal care yang
kurang memadai sehingga membuat masyarakat menjadi enggan untuk
melakukan persalinan di puskesmas padahal jika masyarakat lebih mengerti
tentang pentingnya melakukan kontrol rutin ke puskesmas secara tidak
langsung akan menurunkan resiko komplikasi saat melakukan persalinan.
6. Tenaga kesehatan kurang
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih rendah
sehingga banyak persalinan yang ditolong oleh dukun bayi yang
2. Proses
1. Alat pemotong tali pusat kurang steril
Masyarakat yang sering berobat ke dukun kadang tidak memperhatikan
kebersihan dan prosedur pelaksanaan, dapat meyebabkan meningkatnya
kejadian tetanus neonatorum karena alat yang digunakan tidak di sterilkan
terlebih dahulu.
2. Akses layanan kesehatan sulit
Hambatan dalam penyediaan vaksin terbatas. Mengingat jarak yang jauh serta
fasilitas didaerah tersebut kadang-kadang tidak ada listrik, sehingga distribusi
vaksin agak terganggu, karena vaksin harus disimpan ditempat dengan suhu
tertentu.
7

3. Pelaksanaan tidak sesuai prosedur


Karena tidak dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan terdidik dalam bidang
kesehatan, dan tidak adanya penyuluhan tentang penjagaan diri dan janin, serta
tidak adanya pengenalan tanda-tanda bahaya kehamilan dan factor resiko yang
akan terjadi.
4. Ketersediaan obat yang terbatas
Karena keterbatasan akses layanan kesehatan akibat jarak yang jauh serta
pengiriminan obat yang terlambat menyebabkan persediaan obat menjadi
terbatas. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan pelayanan obat secara
maksimal.
5. Imunisasi kurang
Kekhawatiran masyarakat yang berlebihan terhadap efek samping imunisasi,
karena banyak rumor yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa
imunisasi dapat menyebabkan kelumpuhan serta anak menjadi autis.
3. Environment (Lingkungan)
1. Kepercayaan masyarakat terhadap dukun
Masyarakat beranggapan ramuan tradisional dari dukun lebih manjur dan
cocok untuk perawatan tali pusat dibandingkan dengan alat perawatan tali
pusat dari puskesmas, dan sudah merupakan kebiasaan keluarga untuk
melakukan persalinan di dukun bayi karena selain murah dan mudah didapat,
mereka lebih yakin dan percaya terhadap khasiat ramuan tradisional tersebut.
2. Kurangnya kebersihan tempat pelayan persalinan
Tempat pelayanan persalinan di puskesmas yang kurang steril karena bakteri
Clostridium tetani mengalami penyebaran sehingga akibat dari lingkungan
dengan sanitasi yang buruk menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang
biak.
3. Biaya kesehatan tinggi
Apabilah kelahiran ditangani oleh bidan puskesmas bayarnya lebih mahal
disbanding dengan pergi ke dukun. Maka dari itu masyarakat lebih berminat
untuk melakukan persaliann ke dukun bayi karena uang mereka bias disimpan
atau digunakan kebutuhan yang lain.
4. Budaya perilaku masyarakat seperti jaman dahulu
Masyarakat lebih memilih dukun bayi dengan maksud agar tidak
menyinggung perasaan dukun yang akan diminta tolong untuk memimpin
upacara adat serta upaya untuk menjaga hubungan baik.

2.2 Pembahasan

2.2.1 Definisi
Tetanus

adalah

penyakit

akut

paralitik

spastik

yang

disebabkan

oleh

Tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan Clostridium tetani. Tetanus neonatus khas


nampak dalam 3-12 hari kelahiran ditandai dengan makin sukar dalam pemberian
makanan (mengisap dan menelan) disertai rewel, paralisis atau hilangnya gerakan,
kekakuan otot dengan atau tanpa opistotonus.
2.2.2 Tanda dan Gejala

Sulit mengisap dan menelan


Paralisis atau hilangnya gerakan
Kekakuan otot dengan atau tanpa opistotonus, terutama bila terangsang atau

tersentuh
Tali pusat biasanyakotor dan berbau
Perut teraba keras seperti papan

2.2.3 Kriteria Kejadian Luar Biasa


Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah terjadinya peningkatan kasus suatu
penyakit didaerah tertentu pada kelompok tertentu pada kelompok tertentu dan
pada periode waktu tertentu atau Dua atau lebih kasus yang berhubungan dengan
kesakitan yang sama.
7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun
2010 adalah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
dalam jam,hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis
penyakitnya.
9

4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan


kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per
bulan dalam tahunsebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB:
1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.
Penyakit-Penyakit Berpotensi Wabah/KLB:
Penyakit karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever.
1. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/mempunyai
mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi dan
memerlukan tindakan segera : DHF, Campak, Rabies, Tetanus neonatorum, Diare,
Pertusis, Poliomyelitis.
2. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting : Malaria,
Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,

Meningitis,

Keracunan, Encephalitis, Tetanus.


3. tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi Penyakit-penyakit menular yang
masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa, Syphilis, Gonorrhoe, Filariasis,
dll.
2.2.4 Upaya Penanggulangan KLB Tetanus Neonatorum
10

Alternatitif solusi
1.
2.
3.
4.

Promosi kesehatan
Pemberian imunisasi TT perlindungan setelah KLB.
Penambahan jumlah tenaga kesehatan dan sarana prasarana.
Pelatihan setiap kader dari masingmasing desa pada suatu kecamatan.

Promosi Kesehatan Pada Tetanus Neonatorum


1. Primer :
a) Pemeriksaan

antenatal

secara

berkala

sebagai

koreksi

terhadap

penyimpangan yang ditemukan.


b) Pada ibu yang sedang hamil, sebaiknya diberi suntikan vaksin tetanus pada
trimester triwulan terakhir kehamilan. Dengan demikian ibu dan anak yang
akan dilahirkan itu terhindar dari penyakit tetanus
c) Membubuhi tali pusat bayi dengan ramu-ramuan yang belum dipastikan
kebersihannya sebaiknya dihindarkan. Lebih baik tali pusat itu diberi alkohol
70% atau obat yang dianjurkan bidan atau dokter setempat.
d) Pada saat persalinan sebaiknya pada tenaga kesehatan sebab alat yang tidak
steril dapat pula menimbulkan tetanus.
2. Sekunder :
a) Pembersihan luka dengan seksama dan menyeluruh dengan menggunakan
air mengalir dan bahan pembersih luka
b) Pemberian ATS (Anti Tetanus Serum)
c) Penting juga untuk dilakukan pembuangan jaringan mati dan membuat luka
menjadi terbuka sehingga dialiri oksigen, sebab Clostridium tetani tidak
dapat berkembang pada kondisi teroksigenasi
3. Tersier :
a) Merawat luka secara adekuat agar luka tidak bertambah parah lagi serta
menjaga agar penderita tidak meninggal atau mengurangi kecacatan.
b) Bila kondisi tersebut dapat dilampaui maka penderita mungkin akan
sembuh dan akan masuk kedalam tahap penyembuhan.
Cara meningkatkan program imunisasi tetanus di suatu daerah yang terjadi
suatu wabah
1. Mendata setiap penduduk terutama ibu hamil melalui kader pada setiap desa
tersebut.
2. Menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan pada desa yang terkena
wabah, dalam bentuk imunisasi tetanus, dilakukan dengan memberikan
imunisasi TT (Tetanus Toksoid) pada ibu hamil.
11

3. Melakukan promosi kesehatan pada penduduk setempat tentang tetanus.


Cara melatih kader dasawisma agar mengetahui tanda, gejala dan penanganan
awal penyakit Tetanus
1. Memperkenalkan penyakit tetanus.
2. Menjelaskan tentang cara penyampaian alur pelaporan jika terjadi wabah
tetanus.
3. Penanganan awal terhadap penderita:
a) Melaporkan kepada petugas kesehatan setempat secepat mungkin (< 24 jam).
b) Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita tetanus
c) Desinfeksi terhadap luka pada tubuh penderita.
d) Memutuskan invasi toksin dengan antibiotic dan tindakan bedah

BAB III
RENCANA PROGRAM
3.1 Edukasi Bagi Masyarakat
Masyarakat perlu mendapatkan pengetahuan mengenai perilaku yang tepat
untuk mencegah tetanus neonatorum. Program edukasi bagi masyarakat akan
diarahkan untuk menyampaikan berbagai hal berikut:
1. Pengetahuan masyarakat mengenai tetanus neonatorum
2. Imunisasi TT pada wanita usia subur
3. Melakukan pemeriksaan berkala pada masa kehamilan
4. Imunisasi TT pada wanita hamil
5. Perawatan tali pusat
6. Imunisasi DPT pada bayi
Program ini akan dijalankan secara bertahap, yaitu

dimulai

dari

penanggulangan kerja sama dengan pihak pemerintahan dan diharapkan akan memicu
untuk mengaktivasi posyandu. Edukasi pada masyarakat dilakukan sebagai suatu
edukasi berkelanjutan dengan penggunaan posyandu serta puskesmas untuk
menyampaikan informasi.
3.2 Pelatihan Kepada Tenaga Kesehatan Dan Dukun Beranak
Tenaga kesehatan dapat membantu mengatasi masalah yang timbul dari
kejadian tetanus neonatorm, termasuk membantu dalam pencegahan kematian dan
kecacatan akibat tetanus neonatorum dalam edukasi masyarakat. Maka, tenaga
12

kesehatan dan dukun beranak perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai
untuk mengenali serta mengatasi tetanus neonatorum.
Memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada tenaga kesehatan mengenai:
1. Sterilisasi peralatan dalam membantu persalinan
2. Penggunaan antiseptik pada tali pusat
3. Perawatan tali pusat
4. Pentingnya imnunisasi bagi wanita usia subur, wanita hamil dan balita
Selain itu harus juga diberikan pengetahuan dan pelatihan kepada dukun
beranak mengenai:
1. Penggunaan alat bantu persalinan
2. Sterilisasi peralatan persalinan
3. Pemotongan tali pusat
4. Penggunaan antiseptik pada tali pusat
5. Perawatan tali pusat
Pelatihan dilakukan secara berulang setiap 3 bulan untuk memastikan bahwa
para tenaga kesehatan tetap memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengatasi
tetanus neonaorum.
3.3 Penyediaan Imunisasi Vaksin Tetanus Pada Wanita Usia Subur, Ibu Hamil Dan
Balita
Tetanus neonatorum bisa dicegah sampai ditekan seminimal mungkin dengan
melakukan persalinan yang bersih dan aman, juga dengan melakukan imunisasi bagi
wanita usia subur. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu program imunisasi vaksin
tetanus untuk menekan angka kejadian tetanus neonatorum.
3.3.1 Sasaran imunisasi
1. Sasaran imunisasi:
Ibu hamil
2. Sasaran wilayah atau lokasi
Seluruh desa asatu kelurahan di wilayah Indonesia
2.3.2 Tempat pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid
1) Puskesmas
2) Puskesmas pembantu
3) Rumah sakit
4) Rumah bersalin
5) Polindes
6) Posyandu
7) Rumah sakit swasta
8) Dokter praktik
9) Bidan praktik

2.3.3

Jadwal imunisasi Tetanus Toksoid

13

Imunisasi
TT I
TT II
TT III
TT IV
TT V

Interval
Selama kunjungan
antenatal pertama
Empat minggu
setelah TT I
Empat minggu
setelah TT II
Empat minggu

Durasi perlindungan

3 tahun
5 tahun
10 tahun

setelah TT III
Empat minggu

25 tahun atau seumur

setelah TT IV

hidup

BAB IV
14

KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah terjadinya peningkatan kasus suatu
penyakit didaerah tertentu pada kelompok tertentu pada kelompok tertentu dan pada
periode waktu tertentu

atau Dua atau lebih kasus yang berhubungan dengan

kesakitan yang sama.


Tetanus neonatus khas nampak dalam 3-12 hari kelahiran ditandai dengan makin
sukar dalam pemberian makanan (mengisap dan menelan) disertai rewel, paralisis
atau hilangnya gerakan, kekakuan otot dengan atau tanpa opistotonus. Untuk
meminimal. Untuk meminimalisir angka kejadian tetanus neonatorum ada beberapa
hal yang harus diperhatikan antara lain; melakukan pemeriksaan antenatal secara
berkala, melakukan imunisasi tetanus toksoid dan mempercayakan persalinan pada
tenaga medis agar dapat dapat memberikan pertolongan persalinan yang bersih.
3.2 Saran
Untuk tenaga medis
1. Memberikan arahan kepada tenaga medis agar dapat mengetahui cara mencegah
dan menanggulangi timbulnya penyakit tetanus neonatorum agar tidak terjadi
peningkatan 2 kali lipat seperti bulan sebelumnya.
2. Meningkatkan pelayanan antenatal care mmelalui kader dengan memberikan
penyuluhan kepada tenaga kesehatan seperti dokterm perawat, bidan agar
mereka dapat menjelaskan tentang pentingnya imunisasi.
3. Meningkatkan pelaksanaan progeram imunisasi untuk menghindari terjadinya
tetanus neonatus
Untuk ibu hamil
1. Mengikuti penyuluhan terkait kehamilan agar ibu hamil lebih paham akan
kesehatan diri dan janin.
2. Rutin melakukan pemeriksaan selama kehamilan untuk mengontrol kesehatan
janin sekaligus mencegah tetanus neonatorum
3. Mempercayakan persalinan terhadap tenaga medis agar proses persalinan
berjalan sesuai standar operasional dengan menggunakan alat yang steril.

DAFTAR PUSTAKA

15

1. Behrman, Richard., Kliegman, Robert M., Arvin, Ann M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Vol.2. Jakarta: EGC.
2. Depkes. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa (KLB). Jakarta.
3. Pedoman pelayanan medis kesehatan anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
4. Soepardi, Jane. 2012. Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal. Jakarta: Buletin Jendela
Data dan Informasi Volume 1 September 2012.
5. Survei Data Kesehatan Indonesia tahun 2007, BPS.
6. Tanjung, Wibowo., Alifah, Anggraeni. Tetanus Neonatorum. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. Vol 1. September 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.
Hal: 29-32.

16

You might also like