You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi
pleura bukan merupakan suatu enyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu
penyakit.
Sementara di Negara negara berkembang, seperti Indonsesia, lazim
diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan
salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan
terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura
merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50 60 %
penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus
mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
sekitar 50 % penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura (Smeltzer, Suzanne. 2001). Berdasarkan catatan medik Rumah Sakit
Dokter Kariadi Semarang jumlah prevalensi penderita efusi pleura semakin
bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun 2001.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mencari gambaran lebih
lanjut mengenai karakteristik dan faktor penyebab kejadian efusi pleura pada
penderita yang dirawat di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan menggunakan
kuesioner (Medicak Record RSDK Dr.kariadi, 2002). Dalam penellitian di
dapatkan 18 penderita efusi pleura, distribusi jumlah penderita perempuan
12 orang (66,7) dan penderita laki laki 6 orang (33,3 %). Sebagian besar
penderita yaitu 13 orang (72,2 %) berasal dari luar kota Semarang dan 5
orang 27,8) dari kota Semarang. Sebanyak 10 orang (55,6) penderita efusi
pleura memerlukan perawatan antara 1 10 hari. Penderita efusi pleura
terbanyak dalam penelitian ini adalah karena neoplasma yaitu didapatkan 5
penderita (27,5 %), kemudian DHF (Dengue Hemoragic Fever) 4 penderita,
TBC 3 penderita, gagal ginjal 2 penderita, gagal jantung 2 penderita,
pneumonia 1 penderita dan SLE (Lupus Erimatosus Sistematik) 1 orang.

Dan 18 penderita efusi pleura ditemukan penyebab terbanyak adalah


neoplasma, yang terjadi pada usia dewasa (> 14 tahun) yang disebabkan
karena mempunyai riwayat penyakit kronis. Penderita perempuan lebih
banyak dari pada laki laki. Perlu diadakan penelitian yang lebig mendalam
mengenai faktor faktor penyebab lainnya yang berpengaruh terhadap
kejadian efusi pleura bagi penelitian yang akan datang (Ariyanti, T. 2002)
Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan
sebanyak 10 20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis
dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara
permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan. Penyakit penyakit yang
dapat menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosisi, infeksi paru daerah
dada, infark paru, serta gagal jantung kingestif, sirosis hati, keganasan dan
pneumonia bakteri. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan
angka kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan faktor resiko
terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang
kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang
menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut penulis maka disusunlah makalah ini untuk
mengetahui lebih dalam pembahasan dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan efusi pleura.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pada
klien dengan Efusi Pleura.
2.

BAB II PEMBAHASAN
2.1

Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
antara permukaan viseral dan parietal. Merupakan proses penyakit primer
yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain (Brunner and Suddath, 2001). Secara normal, ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan 5 sampai 15 ml yang berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya
friksi.
Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada
titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti secara klinis, dan hampir
selalu merupakan signifikan patologi. Efusi dapt terdiri atas cairan yang
relatif jernih, yang mungkin merupakan transudat atau eksudat, atau dapat
mengandung darah atau purulen. Transudat (filtrat plasma yang mengalir
menembus dinding kapiler utuh) terjadi

jika faktor faktor yang

mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu,


biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik.
Transudat menandakan bahwa kondisi sepeti asites atau penyakit sistemik
seperti gagal jantung kongestif atau gagal ginjal mendasari penumpukan
cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas)
biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang
mengenai permukaan pleural.
Efusi pleural mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif,
tuberkulosis, pneumonia, infeksi paru (terutama virus), sindrom nefrotik,
penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplastik. Karsinoma bronkogenik
adalah malignasi yang paling umum berkaitan dengan efusi pleural. Efusi
pleural dapat juga tampak pada sirosis hepatis, embolisme paru, dan
infeksi parasitik.

2.2 Anatomi Fisiologi


1. Anatomi pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara
pleura yang membungkus pulmo dektra et sinistra di pisahkan oleh

adanya mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas dua


bagian:
a. Pleura viscelaris/ pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada
pembukaan pulmo.
b. Pleura perietalis: bagian pleura yang berbatasan dengan dinding
thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonis sebagai lig.
Pulmonale ( pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura ini
terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura. Dimana di
dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi
agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernafasan. Pleura
parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:
a) Capula pleura (pleura cervicalis): Merupakan pleura parietalis yang
terletak diatas costa 1 namun tidak melebihi dari collum costaenya.
Capula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi diatas 1/3 medial os.
Clavikula
b) Pleura parietalis pars costalis: pleura yang menghadap ke permukaan
dalam costae, SIC/ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaa
belakang os. Sternum
c) Pleura parietalis pars diaphragmatica: pleura yang menghadap ke
diaphragma permukaan thoracal yang dipisahkan oleh fascia
endothoracica
d) Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis): pleura yang
menghadap ke mediastinum / terletak dibagian medial dan
membentuk bagian lateral dari mediastinum.
2. Reflek Pleura
a. Refleksi vertebrae: pleura costalis melanjut sebagai pleura
mediastinalis di depan columna vertebralis membentuk refleksi
vertebrae yang membentang dari SIC 1 XII
b. Refleksi costae: pleura costalis melanjut

sebagai

pleura

diaphragmatica membentuk refleksi costae.


c. Refleksi sterna: pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis
dibelakang dari os. Sternum membentuk refleksi sterna
d. Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragma.
e. Garis refleksi pleura:garis refleksi pleura antara pleura dextra dan
sinistra terdapat perbedaan, yakni:

f. Garis refleksi pleura dextra


Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis dextra
bertemu kontralatyeralnya di planum medianum pada anulus
ludovichi/ angulus louis setinggi cartilage II. Lalu berjalan ke caudal
sampai posterior dari proc.xipoideus pada linea mediana anterior
atau liena midsternalis menyuilang sudut xiphocostalis menuju
cartilage costae VIII pada linea midclavicularis menyilang costae X
pada linea axillaris anterior dan menyilang cartilage costa XII pada
collum costaenya.
g. Garis refleksi pleura sinistra
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis sinistra
lalu bertemu kontralateralnya doi planum medianum pada angulus
ludoluvichi/angulus louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan
turun sampai cartilage costa IV dan membelok di tepi sternum lalu
mengikuti cartilage costa VIII pada linea midclaviculsaris dan
m,enyilang costae X pada linea axillaris anterior dan menyilang costa
XII pada collum costaenya.
h. Vaskularisasi pleura
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa intercostalis, a. Mammaria
interna, a. Musculophrenica . dan vena2 nya bermuara pada system
vena dinding thorax. Sedangka pleura visceralis nya mendapatkan
vaskularisasi dr Aa. Bronchiales.
3. Innervasi pleura
Pleura parietalis pars costalis di innervasi Nn. Intercortales
Pleura parietalis pars medias pinalis di innervasi oleh n. Prenicus
Pleura parietalis pars di aphragmatica bagian periver di innervasi
oleh Nn. Intercostales. Sedangkan bagian central oleh n. Prenicus
Pleura viscelaris di innervasi oleh serabut affrent otonom dari plexus
pulmunalis.
4. Recessus Pleura
Recessus merupakan sebuah ruangan kosong yang akan terisi oleh paru
saat inspirasi dalam dan akan menjadi tempat yang berisi cairan dengan
kasus efusi pleura. Terdapat 3 ps recessus, yaitu :
a. Recessus costodiaphragmatica dextra et sinistra .
b. Recessus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan
pleura parietalis pars diapharagmatica .
c. Recessus customediastinalis anterior dextra et sinistra .

d. Recessus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan


pleura parietalis pars mediastinalis dibagian ventral .
e. Recessus costomediastinalis posterior dextra et sinistra .
f. Recessus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan
pleura parietalis pars mediastinalis dibagian dorsal .
5. Fisiologi pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif toraks
kedalam paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang .
tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi
tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negatif di
apex sewaktu posisi sendiri . sewaktu inspirasi tekanan negatif
meningkat menjadi -25 sampai -35cm H2O .
Selain fungsi mekanis, seperti telah di singgung diatas ,rongga pleura
steril karena mesothelial bekerja melakukan fangositosis benda asing;
dan cairan yang di produksinya bertindak sebagai lubrikans .
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat
hipoonkotik dengan konsentrasi protein 1g/dl. Gerakan pernapasan dan
gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi resorbsi
cairan rongga pleura . resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe
pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0.15 ml/kg/jam .
Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan
terjadinya pleural effusion .
Fungsi pleura yang lain mungkin masih ada karena belum sepenuhnya
di mengerti .
2.3 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya

diklasifikasikan

berdasarkan

mekanisme

pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau
eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik
dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan
pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungkin
terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.
Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya

cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terjadi pada:
a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
c. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
d. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

Gagal jantung kiri (terbanyak)


Sindrom nefrotik
Obstruksi vena cava superior
Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening)

2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler
yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi
dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang
paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam
cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan
aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis)
akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
2.4

Eritematosis).
Etiologi
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh satu dari
4 mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.
b. Penurunan tekanan osmotik koloid darah.

c. Peningkatan tekanan negatif intrapleural.


d. Adanya inflamasi atau neoplatik pleura.
Penyebab efusi pleura :
1. Virus dan mikroplasma : Insidennya agak jarang, bila terjadi
jumlahnya tidak banyak. Contoh echo virus, riketsia, mikoplasma,
clamydia.
2. Bakteri piogenik : Bakteri berasal dari jaringan parenkim paru dan
menjalar secara hematogen. Contoh aerob : streptokokus pneumonia,
S. mileri, hemopillus, klebsiella. Anaerob : bakteroides seperti
peptostreptococcus, fusobacterium.
3. Tubercollosis : terjadi karena komplikasi TB Paru melalui fokus sub
pleura yang robek atau melalui aliran limfe, atau karena perkijuan
kearah saluran limfe yang menuju pleura.
4. Fungi : sangat jarang terjadi, biasanaya karena perjalanan infeksi fungi
dari jaringan paru. Contoh aktinomikosis, koksimikosis, aspergilus,
kriptokokus, histoplasmosis, dll.
5. Parasit : parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.
Amoeba masok dalam bentuk tropozoid setelah melewati parenkim
hati menembus diafragma terus ke rongga pleura. Efusi terjadi karen
amoeba menimbulkan peradangan.
6. Kelainan intra abdominal
Contoh : pankreatitis, pseudokista pankreas atau eksaserbasi akut,
pankreatitis kronik, abses ginjal, dll.
7. Penyakit kolagen
Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), artritis rematoid (RA),
skleroderma.
8. Gangguan Sirkulasi
Contoh : gangguan CV (payah jantung), emboli pulmonal,
hipoalbuminemia.
9. Neoplasma : gejala paling khas adalah jumlah cairan efusi sangat
banyak dan selalu berakumulasi kembali dengan cepat.
10. Sebab sebab lain : trauma (trauma tumpul, laserasi, luka tusuk, dll),
uremia, miksedema, limfedema, reaksi hipersensitif terhadap obat,
2.5

efusi pleura idiopatik


Patofisiologi
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan
hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa. Lapisan cairan ini

memperhatikan adanya keseimbangan antara transudasi dari kapiler


kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena viseral dan parietal. Dan saluran
getah bening.
Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada payah jantung
kongestif. Keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
2.6

pembuluh. Transudasi juga dapat terjadi


Manifestasi Klinis
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru
terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak (Davey., 2003),
berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu (Ward et al., 2007). Nyeri bisa
timbul akibat efusi yang banyak (Davey., 2003), berupa nyeri dada pleuritik
atau nyeri tumpul (Ward et al., 2007). Adanya gejala-gejala penyakit
penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia),
panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan

2.7 Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringanjaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan

peradangan.

Pada

efusi

pleura,

atalektasis

yang

berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang


terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara
keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi
pleura antara lain :
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya efusi
pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor,
adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya densitas
parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
2. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
3. CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini
tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh

pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik


maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela
iga v garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath nomor 14
atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 1500
cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.
Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena
adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan
aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya
maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50 -75%

diagnosis kasus-kasus pleuritis

tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak
memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara
lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada.
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serousxantho-ctrorne. Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya

empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena


ameba
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
-

Perbedaan
Kadar protein dalam efusi (g/dl)

Kadar protein dalam efusi

Transudat
< 3.

Eksudat
> 3.

< 0,5

> 0,5

< 200

> 200

< 0,6

> 0,6

Kadar protein dalam serum


-

Kadar LDH dalam efusi (I.U)

Kadar LDH dalam efusi


Kadar LDH dalam Serum

Berat jenis cairan efusi

< 1,016

> 1,016

Rivalta

negatif

positif

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia


diperiksakan juga pada cairan pleura :
-

kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakitpenyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma

kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan


metastasis adenokarsinoma.

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
-

Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.

Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti


pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum

Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan


adanya

infark paru. Biasanya juga ditemukan

banyak sel

eritrosit.
-

Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma

Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid

Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme,

apalagi bila

cairannya purulen, (menunjukkan

empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman


yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan
dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella,
Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam
hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura
Hitung sel total

Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel


jaringan

Protein total

Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5


menunjukkan suatu eksudat

Laktat dahidrogenase

Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema

Pewarnaan Gram dan


tahan asam
Biakan

Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur


dan mikobakteria harus ditanam pada lempeng

Glukosa

Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula


darah normal menunjukkan infeksi atau penyakit
reumatoid

Amylase

Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus

pH

Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat

diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali


bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase
atau adanya robekan esophagus.
Sitologi

Dapat mengidentifikasi neoplasma

Hematokrit

Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat


membantu

membedakan

hemotoraks

dari

torasentesis traumatik
Komplemen

Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik

Preparat sel LE

Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi


dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasuskasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain
8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli
paru.
9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding
dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan
dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat
kedua pleura. Dengan

memakai bronkoskop yang lentur dilakukan

beberapa biopsy.
2.9 Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa
macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura
masif adalah sebagai berikut :
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks

Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya


dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga
dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan
b. Kilotoraks
Pengobatan

untuk

kilotoraks

dilakukan

untuk

memperbaiki

kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau


pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran
getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran
nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam
bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan
sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang
selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk
memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan.
Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis
paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap
kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan
sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid secara
sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan). (2)
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);
jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare
menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.
Torakosentesis

ulang

dapat

dilakukan

pada

hari

berikutnya.

Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan,


sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis
dilakukan atas beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan
tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang
dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6
minggu, namun cairan masih tetap banyak.
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang
selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat
tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml
cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500
ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan
distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru.
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga
akan

mencegah

penumpukan

cairan

pluera

kembali.

Hal

ini

dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi


karena keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan
terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan
mengembang
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini
tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi
kapiler pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan
pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard,
Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan
tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan
pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah

tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500
mg yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke
dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan
garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2%
untuk mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik
1,5-1 jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem
selama 6 jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu
posisi penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh
rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada
dicabut.
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang
dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan
setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan
kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau
pada empiema atau hemotoraks yang tak diobati
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu
menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga
cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan
terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak
memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma
pada kelenjar getah bening.
2.10 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan
pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada
pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan
kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang
dari 1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi,
seperti limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan
dengan berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka
dari kanker paru-paru atau mesothelioma.

Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di


sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik
yang

tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat

menyebabkan fibrosis konstriktif. 4,5

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

3.1 Kasus
Tn. N usia 50 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan sesak sejak 3 hari
yang lalu, Tn. N juga menyatakan nyeri pada dada. Tn N juga tampak batuk.
Keluhan sesak dan nyeri dada terasa sudah seminggu terakhir dan memberat
sejak 3 hari terakhir hingga MRS. Tn. N mengatakan ketika keluhan datang
hanya ditangani dengan rileks dan posisi duduk tanpa ada pengobatan
khusus. Tn. N juga mengalami penurunan BB sebanyak 5 kg dari 65 kg
menjadi 60 kg. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapat data TD:
100/60 mmHg, RR : 29x/menit, N: 110x/menit, S : 36,8C.
3.2 Pengkajian
1. Identitas :
a. Nama : Tn .N
b. Umur :50 th
c. Jenis Kelamin : L
d. Status : Menikah
e. Agama : Islam
f. Suku/bangsa : Jawa
g. Bahasa : Indonesia
h. Pendidikan : SMA
i. Pekerjaan : Petani
j. Alamat : Jalan Kartini 123
k. No Hp/Telp : 082330456789
l. Penanggung Jawab : Ny. S
m. Tanggal MRS : 16 Oktober 2016
n. Diagnosa Medis : Efusi Pleura
2. Keluhan Utama
Sesak nafas dan nyeri dada
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. N usia 50 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan sesak sejak 3
hari yang lalu, Tn. N juga menyatakan nyeri pada dada. Tn N juga
tampak batuk. Keluhan sesak dan nyeri dada terasa sudah seminggu
terakhir dan memberat sejak 3 hari terakhir hingga MRS. Tn. N
mengatakan ketika keluhan datang hanya ditangani dengan rileks dan
posisi duduk tanpa ada pengobatan khusus. Tn. N juga mengalami
penurunan BB sebanyak 5 kg dari 65 kg menjadi 60 kg
4. Riwayat Penyakit Dulu
Pneumonia, Typus

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Jantung Koroner, Hipertensi
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Pasien tampak sesak nafas
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. TTV :
TD: 100/60 mmHg
RR : 29x/menit
N: 110x/menit
S : 36,8C
d. Kepala :
I : bentuk simetris, lesi (-), distribusi rambut menyeluruh, ketombe
dan kutu (-), hidrocephalus (-)
P : Nyeri tekan (-), deformitus (-), benjolan dan lesi (-)
e. Mata :
I : eksoftalmus (-), endotalmus (-), eodem (-), lesi (-), konjugtiva
anemis, sclera isokor, visus tajam, reaksi pupil isokor.
f. Telinga :
I : daun telinga simetris, lesi (-), inflamasi (-), bengkak (-), serumen
(-), sekret (-)
P : Lesi (-)
g. Hidung
I : bentuk tulang hidung simetris, bengkok (-), perdarahan (-),
polip (-)
P : sinus normal
h. Mulut :
I : warna bibir pucat, lesi (-), karies dan karang gigi (-), gigi
berlubang, bau mulut (-), pembesaran tonsil (-), lendir (-)
P : Nodul dan massa (-)
i. Leher :
I : bentuk normal, inflamasi jaringan parut (-), Pembesaran vena
jugularis (-)
P : Pembbesaran KGB (-)
j. Dada :
Jantung :
I : ictus cordis tidak terlihat
P : pulsasi dinding torak tidak ada
P : Atas ICS 2, Bawah ICS 5, Kanan
Kiri ICS 5 mid clavikula sinistra
A : S1/S2 Tunggal

ICS 4 sternalis dextra,

Paru :
I : ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas, tampak
penggunaan otot bantu nafas
P : Vokal premitus menurun
P : Pekak (skonidulnes), redup
A: bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian
yang terkena
k. Abdomen :
I : bentuk simetris, massa (-), spider naevi (-)
A : bising usus 25x/menit
P : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, limfa tidak teraba
P : asites (-), nyeri ketok (-)
l. Urogenital
I : kateter (-), warna kemih kuning, bau khas amoniak
P : nyeri tekan (-)
m. Ektremitas :
Kekuatan otot : 3,3,3,3
n. Kulit dan kuku :
I : warna kulit merata, eodem (-), lesi (-)
P : CRT > 3 dtk, turgor < 2 dtk, Akral hangat basah
7. Pemeriksaan Penunjang
Torakosintesis :
Hasil torakosintesis pada tanggal 20-10-2010 sebesar 500cc
Hasil torakosintesis 22-10-2010 pukul11.30 sebesar 500cc
Foto Thorak
Foto Thorak : 20-10-2010: efusi pleura dekstra
8. Terapi
a. Baring duduk (semi fowler)
b. Diet TKTP
c. O2 BC 3 liter/menit
d. Ceptriaxone 1 x 2 gr/IV
e. Infuse Dex 5 %
3.3 Analisa Data
Masalah
Etiologi
DS :
Klien mrenyatakan sesak
Efusi Pleura
nafas
DO :
- RR : 29x/menit
- N : 110x/menit
- Pasien
bernafas

Akumulasi cairan pada

Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif
b.d pengembangan paru

tersengal-sengal cepat
-

dan pendek
Vocal fremitus teraba

menurun
Perkusi redup

rongga pleura

Ekspansi paru menurun

RR meningkat (Dypnea)

Pola napas tidak efektif

DS :
Pasien mengatakan batuk
DO :
RR : 29x/menit
Pasien sesekali batuk dan
tidak efektif
Terdapat ronchi

pada

bagian apeks dextra

Sekret
(+)
putih
kekuningan dan kental

Bersihan jalan nafas tidak


Efusi Pleura

Akumulasi cairan pada


rongga pleura

Ekspansi paru menurun

RR meningkat (Dypnea)

Batuk

Sputum

Mengalir ke tenggorokan

efektif
sekret

b.d akumulasi

Akumulasi sputum

Bersihan jalan nafas


tidak efektif
DS :
Pasien menyatakan nyeri
dada
P : Nyeri dada
Q : ditusuk tusuk
R : lapang dada
S:7
T : batuk
DO :
- Wajah pasien terlihat

Gangguan rasa nyaman


Efusi Pleura

nyeri

Akumulasi cairan pada


rongga pleura

Ekspansi paru menurun

meringis

RR meningkat (Dypnea)

Batuk

Iritasi membran mukosa


dalam saluran pernafasan

Nyeri dada

3.4 Intervensi
No

Diagnosa

Tujuan/Kriteria
Hasil

Intervensi

Rasional

Pola nafas tidak Tujuan : pola nafas Observasi


efektif

b.d kembali efektif

pengembangan

KH

paru

dipnea

Tidak

Bunyi

nafas

pernafasan
ada

dapat menurun
khususnya bunyi Meningkatkan
inspirasi
nafas dan perkusi
Pertahankan
posisi
nyaman

maksimum

Aktivitas yang
yang
meningkat akan
dengan

kepala

meningkatkan

kebutuhan O2
ditinggikan
Anjurkan
klien Alat membantu
meningkatkan
untuk
tidak
banyak aktivitas
Kolaborasikan
2

pemberian O2
jalan Tujuan : jalan nafas Observasi

Bersihan

nafas tidak efektif menjadi efektif


b.d

akumulasi KH

sekret

tidak

karakteristik
ada

batuk
batuk
pengumpulan sekret Ajarkan
efektif
dan
tidak
ada
berikan pasien
penggunaan
alat
posisi
semi
bantu nafas
fowler
kolaborasi
pemberian
oksigen

O2

Untuk
mengetahui
batuk

apakah

menetap

atau

tidak efektif
Membantu
pengeluaran
sekret
Membantu
memaksimalka
n ekspansi paru
Dapat
meningkatkan

Gangguan

rasa Tujuan : tidak ada Kaji

nyaman nyeri b.d nyeri dada


nyeri dada

KH: keluhan nyeri

perkembangan

intake oksigen
Untuk
mengeahui

nyeri
terjadinya

Ajarkan
klien
berkurang dan skala
komplikasi

Untuk
teknik relaksasi
nyeri menurun
Beri posisi yang
meringankan
nyaman

Kolaborasi
pemberian
analgetik

nyeri
Untuk
memberikan
kenyamanan
klien
Untuk
mengurangi rasa
sakit

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam
ruang antara pleural viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan
tersebut, efusi dapat berupa transudat(Gagal jantung, sirosis hepatis dan
ascites) atau eksudat (infeksi dan neoplasma) ; 2 jenis ini penyebab dan
strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi
paru disebut infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab efusi pleura yang
sering terjadi di negara maju adalah CHF, keganasan, pneumonia bakterialis,
dan emboli paru. Di Negara berkembang, penyebab paling sering adalah
tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri
dada, atau nyeri bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien
dengan efusi kecil. Efusi yang lebih besar dapat menyebabkan penurunan
bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau friction rub pleura.
4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada
penderita penyakit paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit
primer paru agar efusi yang terjadi tidak terlalu lama menginfeksi pleura.
1.1

DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005. 2005. Patofisiologi. Jakarta. EGC
Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC
Ardiansyah , Wendy . 2013. https://www.scribd.com/doc/144662491/Efusi-PleuraReferat . Diakses pada tanggal 17 Oktober 2016 pukul 15.00 WIB
Hendrico, Edo. 2012.https://www.scribd.com/document/98781205/Referat-EfusiPleura-Denny. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2016 pukul 15.00 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45835/5/Chapter%20I.pdf
Kurnia
Safi.
2013.
Tinjauan
Pusaka
Efusi
Pleura.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-kurniasafi-5149-1bab1.pdf . Diakses pada tanggal 17 Oktober 2016 pukul 15.00 WIB

You might also like