Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN MINIPROJECT
Tingkat Pengetahuan Penyakit Tuberkulosis Dan Upaya Pencegahan
Peyakit Tuberkulosis Pada Ibu-Ibu Posyandu Dukuh Lodadi 1,
Umbulmartani, Ngemplak Sleman
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menempuh
Program Dokter Internsip di Puskesmas Ngemplak 1 Slema
Disusun Oleh :
dr. Friska Jefani Putri
Dokter Internsip Periode 1 November 2015 29 Februari 2016
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN MINIPROJECT
Tingkat Pengetahuan Penyakit Tuberkulosis Dan Upaya Pencegahan
Peyakit Tuberkulosis Pada Ibu-Ibu Posyandu Dukuh Lodadi 1,
Umbulmartani, Ngemplak Sleman
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menempuh
Program Dokter Internsip di Puskesmas Ngemplak 1 Sleman
Disusun Oleh :
dr. Friska Jefani Putri
Februari 2016
Oleh :
Pendamping Dokter Intersip
fasilitas
pengobatan
dan
transportasi
yang
sukar
serta
hambatanhambatan keuangan. Diperlukan kerja sama yang erat antara lembagalembaga kesehatan, tenaga kesehatan dan pasien. Pengertian yang salah tentang
Tuberkulosis (TB) sering terjadi karena kurangnya pengetahuan (Sidharta, 1996).
Dari data Dinas Kesehatan Propinsi Yogyakarta tahun 2008 tercatat 1140
penderita tuberkulosis dengan BTA (+), berturut-turut di Kota tercatat 428, Bantul
190, Kulonprogo 120, Gunung Kidul 143, Sleman 259 penderita tuberkulosis
dengan BTA (+), sedangkan jumlah keseluruhan penderita yang terdiagnosa
tuberkulosis sejumlah 2364 penderita yang ada diwilayah Yogyakarta. Kabupaten
Sleman menjadi salah satu kabupaten dengan penderita BTA (+) tertinggi di
Propinsi Yogyakarta.
sehingga
dan
bisa
masukan
untuk
memberikan
kader
pelayanan
masalah,
juga
sebagai
media
untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TUBERKULOSIS
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang menyerang pada bagian parenkim paru.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang tahan asam yang dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Terdapat banyak jenis
Mycobacterium patogen, namun hanya dua jenis saja yang patogen terhadap
manusia, yaitu strain bovin dan human (Price et al., 2006; Djojodibroto, 2009).
Menurut Depkes RI (2006) tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), tuberkulosis dapat
menyerang organ paru maupun ekstra paru namun pada umumnya menyerang
paru.
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sudah terjadi
sejak ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba penyakit ini merupakan
penyakit menakutkan dengan angka kematian tinggi. Karena sangat menakutkan
TB dijuluki dengan consumption. Angka insidemsi TB mengalami penurunan
pada saat ditemukan kemoterapi. Namun pada tahun 1985-1992 jumlah kasus TB
mengalami peningkatan yang sangat tajam hingga 20%. Bahkan pada periode ini
grafik prevalensi TB menetap dan meningkat. Banyak faktor yang menjadi
pemicu peningatan kejadian TB ini, diantaranya faktor sosioekonomi dan masalah
kesehatan lain seperti tingginya angka infeksi HIV, AIDS, alkoholisme dan lainlain (Price et al., 2006; Djojodibroto, 2009; Widoyono, 2008).
Angka kesakitan TB biasanya terdapat pada kelompok masyarakat dengan
sosioekonomi rendah dan prevalensinya meningkat pada daerah perkotaan
daripada pedesaan. Dan angka kesakitan TB lebih banyak di negara berkembanag
dibanding dengan negara maju. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
epidemi TB, terutama kepadatan penduduk. EpidemiTB pernah dilaporkan pada
tempat orang-orang berkumpul seperti rumah perawatan, penampungan tuna
wisma, rumah sakit, sekolah dan penjara. Riwayat penyakit menderita TB juga
menjadi pemicu tingginya prevalensi TB. Dimana anak yang pernah menderita TB
mempunyai risiko 10% menderita penyakit ini sepanjang hidupnya (Djojodibroto,
2009; Widoyono, 2008).
Dari hasil studi SKRT (studi kesehatan rumah tangga) tahun 1986
menunjukkan penyakit TB di Indonesia menjadi penyebab kematian ke-3 dan
menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat. Tahun 1992 hasil
studi SKRT penyakit TB mengalami peningkatan dan menyebabkan kematian
terbanyak yang menduduki urutan ke-2. TB kembali menduduki urutan ke-3
(9,4% dari total kematian) penyebab kematian pada tahun 2001, dari hasil studi
SURKENAS (survei kesehatan nasional). Khusus di daerah Jawa Tengah, SKRT
melaporkan angka kejadian TB pada tahun 1999 menempati urutan ke-6 dari 10
penyakit rawat jalan di rumah sakit (Djojodibroto, 2009; Widoyono, 2008).
WHO memperkirakan angka kejadian TB pada tahun 1999 sebanyak 9 juta
per tahun di seluruh dunia, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta orang per
tahun. Dari seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di negara berkembang.
Menurut WHO, jumlah pasien TB di Indonesia menduduki urutan ke-5 setelah
India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. Dengan jumlah pasien sekitar 5,8% dari
total jumlah pasein TB di dunia. Prevalensi BTA (+) di Indonesia adalah 289 per
100.000 penduduk pada tahun. Insidensi mencapai 189 per 100.000 penduduk
dengan angka kematian 27 per 100.000 penduduk (Widoyono, 2008; WHO,
2011).
Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, dan
penyakit ini mulai merambah tidak hanya menyerang golongan sosial ekonomi
rendah saja tetapi juga orang dengan status sosial tinggi. Menurut Simon (2004)
75% penderita TB di negara berkembang banyak terjadi pada kelompok
usiaproduktif (15-50 tahun). Widoyono (2008) menyebutkan berdasarkan profil
kesehatan
Indonesia
tahun
2002
menggambarkan
presentase
penderita
tuberkulosis terbesar adalah usia 25-34 tahun(23,67%), 35-44 tahun (20,46%), 15-
24 tahun (18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%), >65 tahun
(6,68%), dan yang terendah pada kelompok umur 0-14 tahun (1,31%). Jika dilihat
dari gambaran seluruh dunia, gambaran morbiditas dan mortalitas meningkat
sesuai dengan bertambahnya umur. Lebih lanjut Widoyono (2008), memaparkan
perbedaan jenis kelamin juga menyebabkan perbedaan angka angka kejadia TB.
Pada pasien usia lanjut, ditemukan pasien laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Di Indonesia sendiri dari hasil laporan seluruh provinsi di Indonesia, pada tahun
2002 menunjukkan bahwa dari 76.230 penderita TB BTA (+), 43.294 diantaranya
laki-laki (56,79%) dan 32.936 perempuan (43,21%).
2.1.3 Etiologi
Penyakit TB disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Mycobacterium
tuberculosis.
Mycobacterium
tuberculosis
merupakan
anggota
ordo
. Mycobacterium
pigmentasi. Bakteri ini merupakan kuman aerobik. Sifat ini menunjukkan kuman
lebih menyukai jaringan yang memiliki kandungan oksigen tinggi seperti pada
bagian apikal paru-paru. Kuman ini juga memiliki sifat tahan terhadap asam,
sehingga lebih dikenal dengan bakteri tahan asam (BTA). Sifat tahan asam ini
didapat dari kandungan lipid didalam dinding selnya. Dinding sel Mycobacterium
kaya akan lipid sehingga resisten terhadap efek bakterisid antibodi dan
komplemen. Selain lipid dinding sel bakteri juga terdiri dari peptidoglikan dan
arabinomannan (Soedarto, 2007; Sudoyo, et al., 2009).
2.1.4 Faktor Risiko
10
11
kali
batuk
seorang
pasien
akan
menghasilkan
3000
droplet
nuclei.
12
Hal ini disebabkan karena tubuh belum memiliki imunitas terhadap kuman
Mycobacterium tuberculosis. Pada awalnya basil tuberkulosis akan dilawan oleh
makrofag dengan cara fagositosis. Namun, pada saat ini makrofag belum
diaktifkan. Selama periode ini basil TB berkembang biak dengan bebas, baik
ekstraseluler maupun intraseluler didalam sel yang memfagositnya. Selama tiga
minggu pertama setelah infeksi, tubuh hanya merespon infeksi dengan peradangan
biasa.Pada fase ini leukosit polimorfonuklearlah yang berperan. Tetapi kemudian
tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas selular yang disebut dengan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (delayed hypersensitivity), yang melibatkan limfosit
(biasanya limfosit T) dan pengaktivan makrofag oleh limfosit dan limfokinnya.
Pembentukan imunitas selular akan lengkap dalam 10 minggu (Djojodibroto,
2009; Price & Wilson, 2005).
Djojodibroto (2009) menjelaskan setelah minggu ketiga, basil TBakan
dicerna oleh makrofag dan umumnya basil TB akan mati. Tetapi basil TB yang
virulen akan bertahan hidup. Basil yang kurang virulen juga akan tetap bertahan
jika sistem pertahan tubuh dan makrofag dalam keadaan lemah. Selama periode
ini tidak ada gejala yang muncul. Namun, jika dilakukan tes tuberkulin maka
hasilnya akan positif. Patogenesis TB tergantung dari umur penderita. Pada orang
dewasa, jika terinfeksi kuman TB, sebagian besar akan dapat mengatasinya
sehingga tidak sampai menimbulkan gejala. Namun sebagian lagi (3-4%) orang
tidak dapat mengatasinya sehingga akan muncul gejala yang berat (Sudoyo,
2009).
Jika infeksi terjadi pada bagian alveolus, biasanya mengenai alveolus
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah. Seperti yang sudah
disebutkan diatas, saat awal infeksi, basil TB membelah diri dengan lambat
didalam alveolus. Tempat basil TB membelah ini kemudian menjadi lesi inisial
(intial lung lesion), tempat pembentukan granuloma yang kemudian mengalami
nekrosis dan perkijuan (kaseasi) di tengahnya. Agar infeksi tidak menyebar, akan
trbentuk fibrosis yang mengililingi granuloma. Stadium ini disebut infeksi primer
(primary infection). Nodus limfa yang menampung aliran limfa yang berasal dari
13
lesi inisial juga ikut terinfeksi sehingga juga mengalami peradangan. Lesi inisial
ketika meradanag disebut sebagai fokus inisial (fokus primer). Fokus primer
dikelilingi oleh sel epiteloid, histiosit dan sel datia langhans, sel limfoid dan
jaringan fibrosa. Lesi ini dinamakan lesi granulomatosa, dan pada TB disebut
dengan tuberkel. Fokus primer yang meradang bersama dengan kelenjar limfa
yang meradang disebut kompleks primer. Selanjutnya fokus primer yang
mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus limfa disebut kompleks ghon
(Djojodibroto, 2009; Price & Wilson, 2005; Sudoyo et al., 2009).
Menurut Price dan Wilson (2005), selain reaksi peradangan yang sudah
disebutkan diatas, masih terdapat respon yang lain yaitu pencairan, dimana bahan
cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas dapat masuk ke percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat terjadi berulang kali di bagain lain dari paru, atau
basil dapat terbawa sampai laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil
dapat sembuh dan meningglakan jaringan parut walaupun tanpa pengobatan. Bila
peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan. Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala dalam waktu yang lama.
Ada kemungkinan pada stadium awal infeksi primer beberapa basil TB
menyebar ke tempat lain diluar lesi inisial. Penyebaran basil TB dapat melalui
kelenjar limfa atau pembuluh darah. Basil TB yang lolos dari kelenjar limfa akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal dengan
penyebaran limfohematogen. Penyebaran melalui pembuluh darah disebut dengan
penyebaran
hematogen.
Dengan
penyebaran
hematogen,
basil
TBakan
14
Sebagaian kecil individu tidak dapat mengatasinya dan akan menderita TB.
Secondary settlement dapat terjadi diseluruh tubuh yang biasanya menyebabkan
TB miliar (Djojodibroto, 2009; Price & Wilson, 2005; Sudoyo et al., 2009).
2.1.6.2 Tuberkulosis Pascaprimer (Tuberkulosis Sekunder)
Setelah seorang indivdu dapat mengatasi fokus primer pada infeksi primer
dan orang tersebut tidak sakit, ternyata tidak semua basil TB tereliminasi dari
tubuh atau tidak dapat dibunuh. Basil tersebut dapat bertahan didalam tubuh
dalam waktu lama bahkan hingga puluhan tahun dalam keadaan dormant (tidur).
Menurut Kumar (2008), tuberkulosis sekunder merupakan penyakit yang terjadi
pada penjamu atau penderita yang telah tersensitisasi yaitu yang terjadi segera
setelah tuberkulosis primer, tetapi muncul karena reaktivitas lesi primer dormant
setelah infeksi awal, terutama jika daya tahan tubuh penderita melemah.
Reaktivasi biasanya terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer. Penurunan daya
tahan tubuh dapat dipicu oleh bertambanhya umur (proses menua), alkoholisme,
defisiensi nutrisi, sakit berat dan diabetes mellitus (Djojodibroto, 2009).
2.1.7 Gejala Klinis
Menurut Djojodibroto (2009) dan Sudoyo (2009), infeksi primer TB
biasanya tidak akan menimbulkan gejala yang berarti. Tetapi jika infeksi tersebut
menjadi progresif dan sakit (3-4% dari yang infeksi), akan terdapat gejala
respiratorik dan gejala umum.
2.1.7.1 Gejala Respiratorik
a. Batuk
Batuk sebagai gejala khas dari TB paru. Batuk terjadi karena adanya iritasi
bronkus. Batuk sebagai usaha untuk mengeluarkan produk-produk radang keluar.
Munculnya batuk biasanya terjadi setelah beberapa minggu atau bulan setelah
perdangan awal terjadi. Awalnya terjadi batuk kering kemudian diikuti batuk
produktif yang mengandung dahak. Apabila pembuluh darah pecah maka akan
terjadi batuk darah. Batuk sebagai indikator sensitif TB paru aktif. Batuk biasanya
berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih.
15
b. Sesak Napas
Gejala sesak napas jarang dikeluhkan oleh penderita TB. Sesak napas
muncul bila penyakit sudah pada tahap lanjut. Gejala ini timbul apabila sudah
terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi
efusi pleura, atau ekstensi radang parenkim atau miliar. Secara umum sesak napas
ini muncul bila sudah mengenai setengan bagian paru-paru.
c. Nyeri Dada
Seperti pada sesak napas, nyeri dada juga jarang ditemukan. Nyeri dada ini
baru muncul apabila peradangan sudah melibatkan pleura sehingga terjadi
peradangan pada pleura (pleuritis). Karena adanya pleuritis ini,akan menimbukan
gesekan antara kedua pleura saat pasien inspirasi maupun ekspirasi sehingga akan
timbul nyeri.
2.1.7.2 Gejala Umum
a. Demam
Demam akan muncul pada petang dan malam hari yang biasanya disertai
dengan keringat dingin. Demam bersifat hilang timbul yang akan berlangsung
selama lebih dari 1 bulan. Suhu badan saat demam biasanya subfebril yang
meyerupai demam pada influenza. Namun demam kadang-kadang dapat mencapai
suhu badan 40-41 . Gejala demam yang hilang timbul tersebut tergantung
dari daya tahan tubuh pasien dan dan berat ringannya infeksi.
b. Malaise
Karena sifat infeksi TB merupakan peradangan yang menahun, malaise
dapat mucul dalam waktu yang panjang pula. Gejala malaiseakan terjadi secara
hilang timbul. Pasien akan merasa mudah lelah, pegal-pegal, nafsu makan
menurun (anoreksia), berat badan menurun, sakit kepala dan khusus pada wanita
dapat timbul amenorea.
2.1.8 Pemeriksaan
16
Jika fibrosis
bagian paru
akan
17
18
19
TB masih aktif atau tidak. Hasil dikatakan positif apabila titer menunjukkan
1/128. Namun pemeriksaan ini banyak menghasilkan positif palsu dan
negatifpalsu. Pemeriksaan serologis yang memiliki sensitifitas dan spseifisitas
tinggi (85-95%) adalah Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB). Prinsip dari
pemeriksaan PAP-TB adalah menentukan ada tidaknya IgG yang spesifik
terhadap antigen Mycobacterium Tuberculosae. Pemeriksaan dinyatakan
patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif (Sudoyo
et al., 2009).
3. Pemeriksaan Sputum (dahak)
Pemeriksaan sputum ditetapkan sebagai pemeriksaan gold standard untuk
diagnosis TB paru. Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan kuman BTA,
yang bisa memastikan adanya infeksi kuman TB. Selain itu menurut Depkes
(2011) dengan pemeriksaan dahak ini dapat juga digunakan untuk menilai
keberhasilan pengobatan dan potensi penularan. Sputum digunakan sebagai
spesimen dalam pemeriksaan ini. Ada beberpa cara yang digunakan untuk
mengeluarkan sputum (dahak) pada pasien. Cara ini digunakan untuk
mempermudah keluarnya sputum, karena beberapa pasien tidak mengalami
batuk atau hanya batuk kering yang tidak mengeluarkan dahak. Pengeluaran
dahak dapat dilakukan dengan cara pasien dianjurkan untuk minum 2 liter air
atau lebih sehari sebelum pemeriksaan, pasien juga diajarkan reflex batuk. Atau
pasien bisa diberikan obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila cara tersebut masih belum berhasil
dapat dilakukan dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau
bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
4. Tes Tuberkulin
Dasar dari pemeriksaan ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Cara yang
dilakukan adalah dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivate) secara intrakutan berkekuatan 5 T.U. Dengan pemeriksaan
20
ini dapat diketahui apakah seserorang sedang atau pernah terinfeki kuman
tuberkulosis. Hasil positif bila didapatkan indurasi 10mm.
2.1.9 Diagnosis
Penegakkan diagnosis TB didasarkan pada anamnesis mengenai keluhan
yang dirasakan oleh pasien dan ditunjang dengan pemeriksaan lain. Dari
anamnesis pasien akan mengeluhkan gejala-gejala seperti batuk berdahak selama
2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala yang telah disebutkan
memiliki kemiripan dengan gejala pada penderita bronkitis kronis, bronkiektasis,
asma, dan lain-lain. Namun karena prevalensi TB di Indonesia tinggi, jika pasien
mengeluhkan keluhan tersebut dapat ditetapkan pasien tersebut sebagai tersangka
TB (suspek TB). Apabila pasien sudah ditetapkan sebagai tersangka TB, maka
pasien tersebut wajib untuk menjalani pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan
dahak untuk mencari BTA. Pemeriksaan dahak pada pasien suspek TB dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat pasien suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (unit
pelayanan kesehatan).
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
21
Pasien dengan dahak BTA positif bila pasien pada pemeriksaan dahaknya
secara
mikroskopis
ditemukan
BTA,
sekurang-kurangnya
pada
kali
pemeriksaan. Atau satu sediaan dahaknya positif disertai kelainan radiologis yang
sesuai dengan gambaran TB aktif. Atau satu sediaan positif disertai biakan yang
positif (Depkes, 2011; Sudoyo et al., 2009).
22
pasien,
mencegah
kematian,
mencegah
kekambuhan,
23
Obat
Isoniasid (H)
Ethambutol (E)
Pyrazinamide(Z)
Rifampicin (R)
Streptomycin (S)
Kanamycin (Km)
Amikacin (Am)
Capreomycin
(Cm)
Moxifloxacin
(Mfx)
Ofloxacin (Ofx)
Levofloxacin (Lfx)
Golongan-3
/Golongan
Floroquinolone
Golongan-4 /Obat
bakteriostatik lini
kedua
Golongan-5 /Obat
yang
belumterbuktiefikasi
nya dan tidak
direkomendasikan
oleh WHO
Ethionamide(Eto)
Prothionamide(Pt
o)
Cycloserine (Cs)
Clofazimine
(Cfz)
Linezolid(Lzd)
AmoxilinClavulanate
(Amx-Clv)
Para amino
salisilat(PAS)
Terizidone (Trd)
Thioacetazone(Thz)
Clarithromycin(Clr)
Imipenem(Ipm).
Jenis OAT
Isoniasid (H)
Rifampicin (R)
Pyrazinamide (P)
Streptomycin (S)
Sifat
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
24
Ethambuthol (E)
Bakteriostastik
15 (15-20)
30 (20-35)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
paru, yaitu :
1. Terapi jangka panjang (terapi tanpa rifampisin)
Terapi ini menggunakan isoniasid, etambutol, streptomisisn, pirazinamid
dalam jangka waktu 24 bulan atau dua tahun.
2. Terapi jangka pendek
25
Berat Badan
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
kg
26
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobata
n
Intensif
Lanjutan
Jumlah
Hari/kal
menelan
obat
Tablet
Isoniasid
@300 mg
Kaplet
Rifampisin
@450 mg
Tablet
Pirazinamid
@500 mg
Tablet
Etambutol
@250 mg
2 bulan
56
4 bulan
48
b. Kategori-2 (2RHZES/RHZE/5H3R3E3)
Panduan ini digunakan untuk mengobati pasien TB BTA (+) yang telah
mendapat pengobatan sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
27
pirazinamdi (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S) (2RHZES) yang ditelan
setiap hari. Satu bulan berikutnya tidak lagi digunakan streptomisin tetapi
hanya RHZE yang tetap ditelan setiap hari. Selesai menjalani pengobatan tahap
intensif dilanjutkan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan. Pada tahap lanjutan
ini pasien wajib menelan obat HRE 3 kali seminggu.
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E(400)
Selama 20 minggu
2 tab 2KDT + 2 tab
Etambutol
3 tab 2KDT + 3 tab
Etambutol
4 tab 2KDT + 4 tab
Etambutol
5 tab 2KDT + 5 tab
Etambutol
1 kg
Sumber. Depkes, 2011
Tahap Lama
Pengoba Pengo
tan
batan
Tahap
Intensif
(dosis
2
bulan
1
Tablet
Isoniaz
id @
300 mg
Kaplet
Rifampi
sin @
450 mg
Tablet
Pirazina
mid @
500 mg
Etambutol
Strepto
misin
injeksi
Jumlah
hari/kali
minum
obat
Tablet
@ 250
mg
Tablet
@ 400
mg
0,75 gr
56
28
28
harian)
bulan
Tahap
Lanjutan
(dosis 3
se
4
bulan
60
minggu)
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan berasal dari kata tahu dan ini akan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Menurut Notoadmodjo (2002) pengetahuan yang cukup dalam dominan kognitif
melalui 6 tingkatan, yaitu
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai meningkat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, oleh karena itu Tahu ini adalah tingkat pengetahuan yang paling
rendah, kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
2. Memahami (Comprension)
29
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis
menunjukan
pada
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
deskriptif
analitik
yang
dilakukan
dengan
dan
upaya
pencegahan
terhadap
penyakit
31
Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengani
penyakit tuberkulosis paru meliputi pengertian, gajala, penyebab, cara
penularan, komplikasi, faktor risiko dan tindakan pencegahan.
b.
32
bentuk
pernyataan
tertutup
tentang
penyakit
uberkulosis
dan
Skor Penilaian
Interpretasi Tingkat
76-100%
56-75%
0-55%
Upaya Pencegahan
Baik
Cukup
Kurang
prioritas
masalah
berdasarkan
musyawarah
dengan
33
a. Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan
menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan tentang pengetahuan dan
upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Proses ini dilakukan untuk melihat
dan memastikan apakah semua data telah tersedia sehingga terhindar dari
kekurangan.
b. Pengelompokkan data
Pengelompokkan data yaitu data yang telah diperoleh dikelompokkan dan
disesuaikan dengan kategori untuk setiap variable.
c. Tabulasi data
Data nilai yang telah dikelompokkan kemudian dilakukan tabulasi data dalam
bentuk master table agar mudah dibaca dan dipahami.
3..8.2 Analisis Data
Dalam penelitian ini data dianalisa dengan menggunakan analisa univariat.
Analisa
univariat
yaitu
analisa
yang
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Demografis
Puskesmas Ngemplak I
termasuk dalam wilayah Pembantu Bupati Sleman Timur. Luas wilayah kerja
Puskesmas Ngemplak I 17,25 km atau 2,97 % luas Kabupaten Sleman.
1)
Sebelah Selatan
: Kecamatan Kalasan.
35
2)
Pemerintahan
: 25 km
36
UPT
terdiri dari 2295 KK dengan jumlah total jiwa sebanyak 8323 jiwa.
Jumlah
6
7
1
14
Persentase (%)
42,86%
50%
7,14%
100.0
37
BAB V
PEMBAHASAN
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setalah seseorang
melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu. Sebgaian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Penetahuan diperlukan
sebagai dukungan dalam menimbulkan rasa percaya diri maupun sikap dan
perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan
domain
yang
sangat
penting
untuk
terbentuknyya
tindakan
seseorang
38
39
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitisn dan pembahasan yang dilakukan mengenai
tingkat pengetahuan penyakit utberkulosis dan upaya pencegahan penyakit
tuberkulosis pada ibu-ibu posyandu dukuh Lodadi 1, desa Umbulmartani,
kecamatan Ngemplak, kabupaten Sleman, dapat disimpulkan bahwa pada ibu-ibu
posyandu dukuh Lodadi 1 Sebagain besar ibu-ibu memiliki pengetahuan yang
baik tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yaitu sebesar 42,86%.
5.2. Saran
1.
2.
penyakit tuberkulosis.
Kepada masyarakat agar dapat menerapkan apa yang telah mereka
diketahui dan pahami tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.
40
3.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaaf, H., Mukty, A., 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga
universitypress, Surabaya
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia,
2011.Pedoman
Nasional
2011.Pedoman
Nasional
Kesehatan
Republik
Indonesia,
Penanggulangan Tuberkulosis ( 2
nd
41
Jelalu, T., 2008, Faktor-Faktor Risisko Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Orang
Dewasa Di Kabupaten Kupang, Tesis, Jurusan Ilmu Kedokteran Tropis
Minat Utama Kesehatan Tropis Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah
Mada
th
Kumar V., et al., 2007. Robbins Basic Pathology ( 7 ed). Brahm U.P. 2007
124
Price, S.A., Wilson, L.M., 2006. Pathophysiology : Clinical Concept Of Disease
th
Processes ( 6 ed). Brahm U.P. et al. 2006 (Alih Bahasa), EGC,
Jakarta, 852-860
Riset Kesehatan Dasar, 2007, Riset Kesehatan Dasar Laporan Jawa Tengah,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
RI, Jakarta, 165-172
Ward, J.P.T., et al., 2008. The Respiratory System at a Glance (
ed). Huriawati H., 2008 (Alih Bahasa), Erlangga, Jakarta, 80-81
WHO 2009. WHO Report 2009: Global Tuberculosis Control Epidemiology,
Strategy,
Financing.
Geneva,
Switzerland:
WHO
Press.
42
whqlibdoc.who.int/publications/
2009/
9789241563802_eng.pdf
LAMPIRAN :
1.
2.
3.
4.
DOKUMENTASI PENYULUHAN
KUESIONER
LEAFLET
DAFTAR HADIR PESERTA
43
1. DOKUMENTASI PENYULUHAN
44
KUISIONER MINIPROJECT
TINGKAT PENGETAHUAN TUBERKULOSIS (TBC)
A. Karakteristik Responden
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Status Pendidikan
:
:
:
:
Status Pekerjaan
B. Pengetahuan
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list ( ) pada
kotak. Benar atau Salah seseuia dengan jawaban anda.
No.
1.
2.
3.
Pernyataan
Benar
TBC merupakan penyakit keturunan dari orang tua
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri TBC
Penyebaran penyakit TBC dapat melalui pemakaian
sabun yang digunakan bersama-sama penderita penyakit
TBC
Salah
45
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
46
47