You are on page 1of 12

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BERBAGAI PRODUK

PANGAN
Review Jurnal

Jurnal 1
Persamaan Prediksi Umur Simpan Filet Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Yang Dikemas Vakum Dalam HDPE.
Jurnal
JPB Perikanan
Volume &
Vol. 7 No. 2 Hal 105116
Halaman
Tahun
2012
Penulis
Rudi Riyanto1*, Supriyadi2, Suparmo2, dan Endang Sri
Heruwati1
Jurnal 2
Penentuan Umur Simpan (Shelf Life) Pundang Seluang (Rasbora sp)
Yang Dikemas Menggunakan Kemasan Vakum Dan Tanpa Vakum
Jurnal
Saintek Perikanan
Volume &
Vol. 9, No. 2 Hal : 53-62
Halaman
Tahun
2014
Penulis
Helmi Harris dan M. Fadli
Jurnal 3
Pendugaan Umur Simpan Produk Nugget Ikan Dengan Merk Dagang
Fish Nugget So Lite
Jurnal
Saintek Perikanan
Volume &
Vol. 8. No. 1 Hal 27-31
Halaman
Tahun
2012
Penulis
Ulfah Amalia
Jurnal 4
Pendugaan Umur Simpan Ikan Bandeng Asin Berdasarkan Pengamatan
Mikrobiologis dan Kadar Air
Jurnal
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Volume &
Volume 2, Nomor 3 Hal 126-129
Halaman
Tahun
September 2014
Penulis
Rifkawaty Kiayi, Asri Silvana Naiu, Rita Marsuci Harmain
Jurnal 5
Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Menggunakan

Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis Dan Metode


Konvensional
Jurnal
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor- Skripsi
Volume &
Halaman
Tahun
2009
Penulis
NICOLAS HUTASOIT

Jurnal 6
Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Dan Pendugaan Umur
Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan Polypropylene Rigid
Jurnal
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia
Volume &
Vol 7 No. 1 Hal 1-6
Halaman
Tahun
2015
Penulis
Yessy Rosalina* dan Evanila Silvia
Jurnal 7
Aplikasi Model Arrhenius Untuk Pendugaan Masa Simpan Sosis Ayam
Pada Penyimpanan Dengan Suhu Yang Berbeda Berdasarkan Nilai TVB
Dan pH
Jurnal
Program Studi Magister Teknologi Industri Pangan
Fakultas Pascasarjana Universitas Pasundan Bandung - Thesis
Volume &
Halaman
Tahun
2014
Penulis
Muhamad Ruliawan Salim
Pendahuluan
Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan
salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada label
kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi
sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk
memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen.
Kewajiban pencantuman masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam
Undang-undang Pangan no. 7/1996 serta Peraturan Pemerintah No. 69/1999
tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib
mencantumkan tanggal kadaluarsa (expired date) pada setiap kemasan
produk pangan.
Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik
produsen, konsumen, penjual, dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat
mengetahui tingkat keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi,
tetapi juga dapat memberikan petunjuk terjadinya perubahan citarasa,
penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Bagi produsen, informasi
umur simpan merupakan bagian dari konsep pemasaran produk yang
penting secara ekonomi dalam hal pendistribusian produk serta berkaitan
dengan usaha pengembangan jenis bahan pengemas yang digunakan. Bagi
penjual dan distributor informasi umur simpan sangat penting dalam hal
penanganan stok barang dagangannya.
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan
menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini
menghasilkan hasil yang paling tepat, namun memerlukan waktu yang lama

dan biaya yang besar. Kendala yang sering dihadapi oleh industri dalam
penentuan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi
produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal launching suatu produk
pangan. Oleh karena itu diperlukan metode pendugaan umur simpan cepat,
mudah, murah dan mendekati umur simpan yang sebenarnya.
Tujuan
Tujuan penulisan review jurnal adalah untuk melihat bagaimana penerapan
berbagai metode penentuan umur simpan produk pada berbagai jenis
produk pangan, serta kelebihan dan kekurangan dari metode tersebut.

Bahan dan Metode


Sampel, Bahan Kemasan dan Metode Pendugaan Umur simpan yang
digunakan dalam berbagai jenis penelitian antara lain : (1) Filet Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dengan bahan pengemas plastik HDPE vakum dan
Metode Arhenius; (2) Ikan Seluang (Rasbora sp) Kering (Pundang) bahan
pengemas plastik nylon vakum dan plasitik polipropilen non-vakum dengan
Metode Arhenius, (3) Nugget Ikan So Lite dengan bahan pengemas pabrik
dan Meode Arhenius, (4) Ikan Bandeng Asin dengan bahan pengemas
plastik polipropilen dan metode pendugaan menurut Arhenius; (5) Fish
Snack (produk ekstrusi) berbahan kemasan plastik PP (polypropylene) dan
menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis (Labuza, 1982), (6)
Keripik Ikan Beledang menggunakan bahan pengemas plastik polipropilen
dan Model Arhenius; dan (7) Sosis Ayam dengn pengemas pabrik dan
menggunakan Model Arhenius.
Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penulisan yakni pendekatan kepustakaan,
dimana data diambil dari 7 (tujuh) sumber yakni Jurnal Nasional
Terakreditasi, Skripsi dan Tesis.
Pembahasan
Untuk lebih mudah dibandingkan data dari masing-masing jurnal, maka
dalam review ini dibandingkan beberapa jurnal yang memiliki sampel yang
memiliki karakter yang berdekatan, jenis bahan pengemas yang sama,
hingga perlakuan suhu yang berdekatan.
Pada Jurnal I, prediksi umur simpan filet ikan nila (Oreochromis niloticus)
yang dikemas vakum dengan HDPE dilakukan dengan menggunakan data
nilai parameter mutu dominan yang didapatkan dari data perubahan nilai
parameter mutu filet ikan nila yang dikemas vakum pada beberapa suhu
penyimpanan. Parameter dominan ditentukan dengan membandingkan
beberapa parameter mutu yang diujikan sehingga didapatkan satu
parameter mutu yang paling cepat menyentuh level penolakan daripada

parameter mutu lainnya. Kinetika reaksi kemunduran mutu filet ikan nila
(dengan TVB-N sebagai parameter dominan untuk dasar perhitungan) dan
persamaan umur simpan produk filet ikan nila ditentukan dengan
menggunakan persamaan Arrhenius (Labuza, 2000; Petrou et al., 2002)
sebagai berikut :

Persamaan garis dari grafik hubungan ln kT versus suhu penyimpanan (1/T)


selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai Ea persamaan Arrhenius.
Nilai Ea didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan nilai slope
grafik. Nilai Ea dari persamaan Arrhenius kinetika filet ikan nila yang
dikemas vakum dengan HDPE adalah sebesar 72,174 KJ/mol.

Hubungan ln kT versus suhu penyimpanan (1/T) fillet ikan nila yang


dikemas vakum dengan HDPE (gambar d atas). Dan dari perhitungan
diperoleh tingkat akurasi prediksi umur simpan dengan data hasil
percobaan.

Jurnal 2 dan 4, memiliki karakter fisik produk yang mirip, yakni Ikan
Seluang (Rasbora sp) Kering (J2) dan Ikan Bandeng Asin (J4).
Pada J2, perhitungan umur simpan berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan bahwa nilai kritis kadar air mulai terjadinya kerusakan
Pundang seluang adalah sebesar 5.12%, sedangkan laju penurunan
mutunya adalah sebesar 0.4533% per hari = 0.045 maka umur simpan
pundang seluang berdasarkan mutu dominan kadar air adalah :
Umur simpan =

kadar air titik kritis


laju penurunan mutu x 1 hari

5,12
0,045 x 1 hari

= 113.7777 hari atau sama dengan 3.792 bulan


Laju peningkatan kadar air pada Pundang seluang yang dikemas yang
dikemas vakum 0.4533% per hari lebih kecil dari pada tanpa vakum
0.5808% per hari. Hal ini menunjukkan bahwa Pundang seluang yang
dikemas vakum akan memiliki kadar air yang lebih rendah daripada
Pundang seluang yang dikemas non vakum pada waktu penyimpanan yang
sama sehingga Pundang seluang yang dikemas vakum akan memiliki umur
simpan yang lebih panjang dari pada Pundang seluang yang dikemas non
vakum. Umur simpan Pundang seluang yang dikemas vakum adalah 3.792
bulan sedangkan Pundang seluang yang dikemas non vakum adalah 2.942
bulan.
Hasil penelitian Curran (1984) dalam Syarief dan Halid (1993)
menunjukkan bahwa ikan kering dengan kadar air yang lebih rendah (15%)
memiliki umur simpan yang lebih panjang lebih dari satu tahun) dari pada
ikan kering dengan kadar air yang lebih tinggi (20-55%, umur simpan tiga
minggu sampai kurang dari setengah minggu).
Pada J4, perhitungan dengan menggunakan model Arrhenius diperoleh
persamaan untuk laju peningkatan bakteri halofilik ikan bandeng asin
adalah sebesar k = 1,68 x 10-15e9230(1/T), dimana k adalah laju perubahan
bakteri halofilik, dan T adalah oKelvin (suhu (oC) + 273). Berdasarkan reaksi
ordo 1 yang dapat dilihat pada Lampiran 3, maka umur simpan ikan
bandeng jika di simpam pada suhu kamar yaitu 101,94 hari.
Hasil penelitian di peroleh bahwa jumlah bakteri halofilik pada ikan
bandeng asin yang disimpan pada suhu 20C pada hari ke-12 yaitu 1.443
koloni/gram, sedangkan pada penyimpanan suhu 30C dan 40C pada hari
ke-12 berturut-turut adalah 809 dan 426 koloni/gram. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukan bahwa, jumlah bakteri halofilik pada lama
penyimpanan yang samayaitu hari ke-12 pada masing-masing suhu memiliki
nilai yang berbeda. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor kadar air, dan
suhu. Keberadaan air pada produk ikan bandeng asin dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya jumlah bakteri halofilik pada produk. Kadar air pada ikan
bandeng asin memberikan potensi bagi bakteri untuk berkembang.
Pada suhu 20C hari ke-12 kadar air 9.29 % dan semakin menurun seiring
dengan meningkatnya suhu penyimpanan 30C dan 40C yaitu 8.27 % dan
7.88 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelczar dan Chan (1988) yang
mengemukakan bahwa pertumbuhan bakteri sangat ditentukan oleh kondisi
fisik dan lingkungan seperti kadar air, oksigen, suhu, pH dan adanya zat-zat
penghambat dalam medium tempat pertumbuhan bakteri, misalnya garam
natrium. Selain itu didukung pula oleh Susiwi (2009) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air.

Berbeda dengan J1, kedua produk baik J2 maupun J4 memiliki karakteristik


fisik yang hampir sama, yakni sama-sama merupakan produk berkadar air
rendah (kering), sehingga daya tahan/umur simpan produk sangat
tergantung pada kadar air produk tersebut. Kadar air tersebut
mempengaruhi keberadaan mikroorganisme bahan pangan termasuk
bakteri pembusuk. Beberapa factor lain yang mempengaruhi yakni bahan
pengemas, pada J4 meskipun hanya dikemas dengan kemasan PP perlakuan
garam turun menekan aktivitas bakteri halofilik pada umur simpan 101 hari
pada suhu kamar, sedangkan pada J2, kemasan vakum terbukti lebih awet
dalam menjaga daya tahan/umur simpan produk dibandingkan kemasan
non-vakum. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kusnandar (2010), bahwa air
memiliki peranan penting dalam sistem pangan, yaitu : (1) memengaruhi
kesegaran, stabilitas, dan keawetan pangan, (2) berperan sebagai pelarut
universal untuk senyawa-senyawa ionic dan polar, seperti garam, vitamin,
gula dan pigmen, (3) berperan dalam reaksi-reaksi kimia (misal pada reaksi
polimerisasi pembentukan karbohidrat, protein, dan lemak), (4)
memengaruhi aktivitas enzim, (5) factor penting untuk pertumbuhan
mikroba, (6) menentukan tingkat resiko keamanan pangan dan (7) sebagai
medium pindah tingkat resiko keamanan air dalam sistem pangan.

Untuk produk olahan, J3 memiliki karakteristik produk yang mirip dengan


J7. Produk fish nugget (J3) Berdasarkan plot antara pengaruh suhu
penyimpanan terhadap waktu penyimpanan, diperoleh persamaaan y =
-6.18 ln (x) + 309.2 dengan nilai regresi (R2= 0.999). Nilai regresi tersebut
mengindikasikan bahwa dugaan yang dilakukan oleh produsen nugget ikan
adalah benar karena R2 > 0.75. Hariyadi dan Nuri dalam Suyatma (2012)
menyatakan bahwa untuk tujuan perhitungan umur simpan, maka dipilih
parameter mutu yang memberikan nilai R2 yang cukup besar (>0.75).
Asumsi yang digunakan oleh produsen kemungkinan terkait dengan
aktivitas mikoba yang semakin meningkat seiring dengan kenaikan suhu.
Produk nugget ikan tersebut masih rentan terhadap pertumbuhan bakteri
karena dilihat dari kandungan Aw dan pHnya yang termasuk tinggi (Aw >
0.85 dan pH > 4.6). Oleh karenanya produk nugget ikan ini memiliki tingkat
resiko pangan yang tinggi (high risk food) sehingga diperlukan
penyimpanan beku (minimal -180C) sebelum penyajian.
Haines (1937) dalam Lawrie (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi
temperatur, semakin besar tingkat pertumbuhan mikroba. Dan perlu
diperhatikan bahwa mikroba psikrofiles optimum pada suhu -2 0C dan 70C,
mesofile antara 100C dan 400C, dan termofiles dari 430C hingga 660C.
Dari hasil penelitian diperoleh data yang memberikan persyaratan batasan
cemaran mikroba dalam pangan sebesar 105 koloni/g untuk ALT

(penyimpanan pada suhu 30 0C selama 72 jam). Oleh karena itu, untuk


melihat lebih rinci apakah pendugaan umur simpan yang disesuaikan
dengan suhu penyimpanan tersebut benar, maka dilakukan perhitungan
lanjut dengan asumsi jumlah koloni pada mutu awal (N0) nugget ikan So
Lite = 101 koloni /g, dan mutu akhir (Ns) sebesar 106 koloni/g, jadi No/Ns
= 0.00001; ln (N0/Ns) = 11.51.
Sedangkan pada J7, model Arrhenius sebagai pendugaan penentuan umur
simpan pada sosis ayam yang disimpan pada berbagai suhu berdasarkan
nilai TVB dan pH dengan cara mencari laju penurunan mutunya. Variasi
suhu ruangan yang digunakan adalah suhu 10C, 25C dan 35C dengan
variabel yang diukur adalah perubahan nilai TVB dan pH. Penelitian yang
dilakukan terdiri atas dua tahap yaitu tahap satu dilakukan untuk
menentukan umur simpan secara organoleptik kemudian dilanjutkan tahap
dua menggunakan aplikasi Arrhenius untuk menentukan laju kerusakannya
dan masa simpan dari tiap-tiap suhu penyimpanan serta membuat model
matematisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
semakin tinggi nilai TVB dan semakin cepat pula penutunan nilai pH
dengan nilai k untuk suhu 10C adalah 0.00421/jam untuk nilai TVB dan
0.00011/jam untuk nilai pH, suhu 25C adalah 0.02359/jam untuk nilai TVB
dan 0.00064/jam untuk nilai pH serta suhu 35C adalah 0.06780/jam untuk
nilai TVB dan 0.00183/jam untuk nilai pH.
Umur simpan terbaik untuk sosis ayam pada J7 baik secara organoleptik
maupun melalui uji TVB dan pH, yakni pada suhu penyimpanan 10 0C. Grafik
baku hubungan antara nilai TVB dan umur simpan pada suhu 10C dengan persamaan regresinya
y = 0,0004 - 610-7x, dan grafik baku hubungan antara nilai pH dan umur simpan pada
suhu 10C dengan persamaan regresinya y = 0,0008x + 6,789. Nilai Y merupakan nilai
TVB atau pH dan nilai X merupakan sisa lama waktu simpan. Perbedaan dari grafik baku dari
nilai TVB dan pH adalah dari arah gradiennya. TVB mempunyai nilai gradien positif dan pH
mempunyai nilai gradien negatif. Sedangkan hasil umur simpan dengan menggunakan model
matematis pada nilai awal yang sama dengan organoleptik (C 0) model matematik menghasilkan
umur simpan selama 489,78 jam untuk nilai TVB dan 363 jam untuk pH. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel di bawa ini.
Tabel Perbandingan Nilai Umur Simpan berdasarkan Uji Organoleptik, dan
Model Arrhenius pada penyimpanan 10C.

Pada Jurnal 5 dan 6 memiliki karakteristik produk yang mirip yakni produk
olahan kering dan memiliki bahan pengemas yang sama yakni plastik PP
namun menggunakan model persamaan yang berbeda . Pada J5 dengan
produk olahan berupa fish snack menggunakan model persamaan Caurie,
diperoleh perubahan kadar air yang menyebabkan kerusakan snack berupa hilangnya kerenyahan
produk. Hal ini didukung pula oleh hasil survei konsumen yaitu sebesar 56,67 % memilih parameter
tekstur sebagai parameter kritis yang paling mempengaruhi kerusakan produk snack. Berdasarkan
hasil survei tersebut maka dalam penentuan umur simpan fish snack digunakan metode pendekatan
kadar air kritis., tekstur kritis, dan kadar air kesetimbangan ditentukan untuk memperoleh kurva
sorpsi isotermis dari model persamaan terpilih yaitu model persamaan Caurie. Kadar air kritis kedua
jenis produk secara hedonik yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,125 g H2O/g solid dan fish snack
dengan flavor sebesar 0,077 g H 2O/g solid. Berdasarkan uji rating kadar air kritis kedua jenis produk
yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,124 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,076
g H2O/g solid.
Nilai kerenyahan yang diperoleh pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf
untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan
861,38 gf untuk snack DF. Titik-titik kritis ini merupakan titik dimana kerenyahan fish snack tidak
dapat diterima lagi secara organoleptik. Nilai a w untuk snack TF adalah 0,146 dan 0,163 untuk snack
DF. Model persamaan Caurie dipilih dan lebih tepat untuk penentuan umur simpan fish snack dengan
pendekatan kurva sorpsi isotermiskarena memiliki nilai MRD terendah yaitu 2,45 untuk snack TF
dan 5,20 untuk snack DF.
Dalam penelitian ini hanya digunakan dua daerah penentuan slope untuk diketahui pengaruhnya
terhadap umur simpan. Nilai slope 1 untuk snack TF dan snack DF secara rating berturut-turut adalah
0,161 dan 0,145 sedangkan nilai slope 2 pada kurva sorpsi isotermis yaitu 0,239 untuk snack TF dan
0,317 untuk snack DF berdasarkan model persamaan Caurie. Penelitian ini juga dilakukan penentuan
umur simpan fish snack dengan metode konvensional. Kedua jenis sampel dianalisis tiap minggu
terhadap perubahan yang terjadi terhadap kadar proksimat, nilai organoleptik (hedonik), nilai
kerenyahan, TPC (Total Plate Count), kadar TBA, dan derajat pengembangan.
Berdasarkan hasil penelitian, umur simpan fish snack dengan metode kadar air kritis melalui
pendekatan kurva sorpsi isotermis berkisar 2,9 4,3 bulan untuk snack TF dan 0,4 0,9 bulan untuk
snack DF secara uji rating pada penyimpanan RH 85 % yang merupakan kondisi ruangan yang
dipakai selama penelitian. Semakin rendah kelembaban relatif tempat penyimpanan maka semakin
panjang umur simpan produk yang disimpan. Fish snack dengan penambahan flavor memiliki umur
simpan jauh lebih rendah dibandingkan umur simpan fish snack tanpa penambahan flavor. Fish
snack menjadi lebih cepat mengalami kerusakan terutama yang diakibatkan oleh tingginya kadar
lemak.
Fish snack mulai menunjukkan kemunduran mutu selama penyimpanan hingga minggu ke-4 pada
penentuan umur simpan dengan metode konvensional. Secara umum produk fish snack masih layak
untuk dikonsumsi dan diterima konsumen walaupun mulai terjadi penurunan mutu pada beberapa
parameter seperti uji organoleptik, analisis proksimat, uji TBA, dan kerenyahan untuk kedua jenis
snack baik tanpa penambahan flavor maupun dengan penambahan flavor. Namun pada uji TPC,
sudah melewati batas kritis penerimaan konsumen.
Pada J6, Kadar air keripik ikan beledang dalam kemasan polypropylene rigid selama penyimpanan
cenderung meningkat pada ketiga suhu yaitu 25 oC, 30oC dan 35oC. Semakin rendah suhu
penyimpanan, maka tingkat kenaikan kadar air semakin tinggi. Kecenderungan kenaikan nilai kadar
air dipengaruhi oleh sifat permeabilitas (Tabel 2) kemasan polypropylene yang cukup tinggi
dibanding kemasan HDPE (High Density Polyethylene) dan OPP (OrientedPolypropylene) (Yam,

1995; Sampurno, 2006 dan Wijaya, 2007) sehingga uap air dan oksigen dari lingkungan mampu
masuk melewati bahan kemasan. Walaupun menurut Julianti dan Mimi (2006); dan Buckle dkk
(2009), sebenarnya kemasan polypropylene cukup baik untuk digunakan pada makanan kering
karena sifatnya yang tahan terhadap lemak, kedap uap air dan stabil pada suhu tinggi dibanding
kemasan LDPE(Low Density Polyethylene), PC (Polycarbonate) dan PS (Polystyrene). Selain itu,
tampilan polypropylene
yang mengkilap dapat menambah daya Tarik produk yang dikemas.
Hasil regresi linier pada produk keripik ikan beledang yang disimpan pada
suhu 25oC, 30oC dan 35oC pada persamaan sebagai berikut :
Suhu 25oC Y = 0,094030x + 2,727533 R2 =0,834
Suhu 30oC Y= 0,118786x + 1,599151 R2 =0,830
Suhu 35oC Y= 0,119536x + 0,600651 R2 =0,964
Plot data antara 1/T (suhu penyimpanan) dan Ln k akan mendapatkan
persamaan regresi linier penurunan mutu keripik ikan beledang, dengan
persamaan :
Y = 2214 x + 5,102

Setelah didapatkan laju penurunan mutu, kemudian dapat dihitung umur


simpan
keripik
ikan
beledang
dalam
kemasan
polypropylene
rigiduntukmasing-masing suhu penyimpanan adalah :
Suhu 298oK = 298 + 6,009E-6 = 9 bulan 28 hari
Suhu 303oK = 303 + 8,115E-6 = 10 bulan 3 hari
Suhu 308oK = 308 + 1,0632E-5 = 10 bulan 8 hari
Penutup
Berdasarkan perbandingan-perbandingan yang dilakukan (review) terhadap
jurnal-jurnal, skripsi dan tesis di atas, dapat disimpulkan beberapa hal
antara lain: (1) model arhenius merupakan model yang paling banyak
digunakan dalam berbagai penelitian pendugaan umur simpan terhadap
berbagai jenis produk pangan, baik bahan pangan olahan hasil perikanan,
maupun pertanian dan peternakan. Hal ini disebabkan karena perhitungan
yang akurat serta mudah dalam aplikasinya; (2) untuk bahan pangan yang
memiliki karakter fisik yang mirip, penggunaan jenis kemasan serta
perlakuan tambahan (kemasan vakum, non-vakum) maupun penggunaan
suhu yang berbeda turut dalam memperpanjang umur simpan suatu produk.
Semakin rendah suhu yang digunakan akan lebih memperpanjan umur
simpan produk, penggunaan kemasan vakum juga turut menambah umur
simpan produk.

You might also like