You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

A DENGAN SECTIO
CAESAREA (INTRA OPERASI)
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perioperatif
yang diampu oleh Maria Putri Sari Utami S.Kep,.Ns,.M.Kep

AKADEMI KEPERAWAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wanita hamil pada dasarnya ingin melahirkan secara normal, namun
pada kondisi tertentu wanita hamil harus menjalani Emergency dalam
persalinan yaitu tindakan persalinan buatan, salah satu tindakan tersebut
adalah persalinan sectio caesarea (SC).
Berdasarkan penelitian Suryati (2012) di Indonesia sebanyak 38% ibu
yang dioperasi caesar adalah primipara. 75% yang dioperasi caesar yaitu ibu
yang bukan pada usia yang berisiko tinggi untuk persalinan spontan (usia
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun). 80% ibu yang dicaesar juga
tidak mempunyai riwayat janin meninggal,

dan yang mempunyai tanda

komplikasi selama kehamilan hanya 15,4%.


Indikasi dilakukannya sectio caesarea berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh di RSUD Liun Kendage Tahuna pada tahun 2013 oleh
Sumelung dkk, indikasi yang paling berperan dalam meningkatnya angka
kejadian sectio caesarea adalah gawat janin sebanyak 52 responden (31,14%),
dari 167 responden.
Selain itu menurut Reeder (2011) distosia (kemajuan persalinan yang
abnormal/ kegagalan kemajuan dalam persalinan) adalah indikasi paling
umum kedua (30%). Hal ini mungkin berhubungan dengan ketidaksesuaian
antara ukuran panggul dengan ukuran kepala janin, kegagalan induksi, atau
aksi uterus yang abnormal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sectio caesarea?
2. Apa indikasi umum sectio caesarea?
3. Apa manifestasi klinik sectio caesarea?

4. Apa pemeriksaan penunjang pada sectio caesarea?


5. Apa penatalaksanaan pada sectio caesarea?
6. Apa komplikasi pada sectio caesarea?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi sectio caesarea
2. Mengetahui indikasi umum sectio caesarea
3. Mengetahui manifestasi klinik sectio caesarea
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada sectio caesarea
5. Mengetahui penatalaksanaan pada sectio caesarea
6. Mengetahui komplikasi pada sectio caesarea

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Presentasi Bokong
Menurut Prawirohardjo (2014) presentasi bokong tesrdiri atas :
1. Presentasi bokong sempurna : kedua tungkai berada di samping bokong
2. Presentasi bokong murni (frank breech presentation) : kedua tungkai lurus
ke atas
3. Presentasi bokong kaki : tungkai terlipat pada lipat paha dan tekuk lutut
Presentasi bokong kaki sempurna : terbawah dua kaki
Presentasi bokong kaki tidak sempurna : terbawah 1 kaki
Lihat contoh gambaran presentasi bokong di bawah ini :

B. Definisi Sectio Caesarea


Menurut Reeder (2011) sectio caesarea adalah pelahiran janin melalui
insisi yang dibuat pada dinding abdomen dan uterus. Tindakan ini
dipertimbangkan sebagai pembedahan abdomen mayor.
Kemudian menurut Benson (2008) sectio caesarea adalah melahirkan
janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta dan selaput ketuban) secara
transabdominal melalui insisi uterus.

Menurut Oxorn (2010) terdapat tiga jenis insisi yaitu insisi klasikal,
insisi transversal, dan insisi vertical seperti gambar dibawah ini.

C. Indikasi Sectio Caesarea


Menutut Benson (2008) indikasi umum section caesarea adalah sebagai
berikut:
1. Seksio sesarea berulang
2. Distosia
a. Disproporsi janin panggul
1) Panggul (insufisiensi jalan lahir)
a) Tunggal panggul
i)

Pintu atas panggul (biasanya anterior-posterior < 10 cm)

ii) Panggul tengah (biasanya spina iskiadika < 9,5 cm)


iii) Pintu bawah panggul (sangat jarang dan hampir tidak
pernah terlihat tanpa penyempitan panggul lainnya)

b) Obstruksi jaringan lunak


i)

Plasenta letak rendah (terutama tertanam di posterior)

ii) Leiomioma uteri


iii) Tumor ovarium
iv) Neoplasia traktus genitalia lainnya (jarang)
2) Komplikasi pada janin (penumpang)
a) Janin normal
i)

Makrosomia (>4000 gram)

ii) Malposisi dan malpresentasi


(1) Presentasi bokong yang sulit untuk persalinan per
vaginam
(2) Defleksi kepala
(3) Presentasi dahi
(4) Posisi dagu posterior
(5) Presentasi bahu
(6) Presentasi majemuk
b) Janin dengan anomali
i) Meningomielokel
ii) Hidrosefalus
iii) Teratoma sakrokoksigeus
iv) Anomali janin lainnya
c) Kehamilan multiple
i) Kembar dua
(1) Kembar A presentasi apapun kecuali vertex
(2) Kembar B tidak sesuai persalinan per vaginam
(3) Versi luar intrapartum gagal
(4) Gawat janin (bahkan jika kembar A sudah dilahirkan
per vaginam)
(5) Semua kembar monoamnion

ii) Kembar tiga atau lebih


3) Kelainan persalinan (Tenaga)
a) Inersia uteri primer
i) Fase laten memanjang (jarang, tetapi > 20 jam pada
nulipara dan > 14 jam pada multipara
ii) Persalinan yang berlarut-larut
Dilatasi fase aktif yang berlarut-larut (nuligravida < 1
cm/jam, multigravida < 1,5 cm/jam)
iii)Penurunan janin tidak maju (nuligravida < 1 cm/jam,
multigravida < 2 cm/jam)
4) Inersia uteri karena disproporsi janin-panggul
5) Induksi gagal
3. Gawat janin
a. Insufisiensi uteroplasenta
b. Kecelakaan pada tali pusat
c. Asidosis metabolik
4. Perdarahan obstetrik (ibu atau janin atau keduanya)
a. Solusi plasenta
b. Plasenta previa
c. Ruptur uteri
d. Vasa previa
5. Infeksi
a. Severe chorioamnionitis
b. Herpes genitalis aktif pada ibu
c. Beberapa kasus kondilomata akuminata genital
6. Komplikasi pada ibu dan/ atau janin yang kemungkinan diperburuk oleh
proses persalinan atau pelahiran per vaginam atau keduanya
7. Uji antepartum menunjukan intoleransi persalinan
8. Distosia servikal

9. Medis
a. Preeklamasi-eklamasi berat
b. Diabetes (hanya kadang-kadang)
c. Eritroblastosis
d. Penyakit jantung berat pada ibu hamil
e. Keadaan melemahkan lainnya
10. Pembedahan
a. Luka parut asli pada uterus atau serviks yang dapat ruptur akibat
persalinan (misalnya miomektomi luas, trakelorafi)
b. Pemasangan cincin serviks
1) Semua pemasangan cincin servik abdominal
2) Pemasangan cincin vagina tertentu (misalnya yang tidak dapat
dilepas )
3) Masalah serius pada ibu (misalnya fistula vesikovagina atau
rektovagina)
c. Operasi plastik vagina yang luas sebelumnya
11. Karsinoma serviks

D. Manifestasi Klinik Sectio Caesarea


1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
2. Panggul sempit
3. Disporsi sefalopelvik: yaitu ketikdakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul
4. Rupture uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia serviks
8. Pre-eklamsia dan hipertensi

9. Mal presesntasi janin


a. Letak lintang
b. Letak bokong
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
d. Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
e. gemeli
(NANDA, 2015)

E. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesarea


1. Ultrasonografi (USG)
2. Pemantauan Elektrokardiogram (EKG)
3. Pemantauan janin terhadap kesehatan
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/hematokrit
6. Golongan darah
7. Urinalisis
(Tucker, 1998 dalam NANDA, 2015)

F. Penatalaksanaan Sectio Caesarea


Menurut Benson (2008) penatalaksanaan section caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Insisi Abdominal Transversal
Untuk hasil kosmetik terbaik, buatlah insisi simetri sekitar 2 cm di
atas simfisis pubis sedikit melengkung ke samping atas. Pisahkan jaringan
subkutan dengan cara yang sama dan lakukan hemostasis. Setelah
melakukan insisi melintang pada fasia rektus, peganglah rafe-di garis
tengah dan pisahkan jaringan di bawahnya dengan diseksi tajam. Tariklah
otot-otot rektus (dan otot piramidalis jika tampak) ke arah lateral dan

masukin fasia posterior yang tipis serta peritoneum pariental secara


melintang atau tegak lurus dengan diseksi tajam.
Untuk menutup peritoneum, mulailah menutup insisi transversa
dengan jahitan bersambung menggunakan poliglikolik 0 atau 00. Otot-otot
rektus didekatkan di garis tengah dan tutuplah fasia dengan jahitan
terputus atau bersambung dengan poliglikolik 0 atau 00. Jaringan
subkutan didekatkan dan tutuplah kulit dengan tepat.
2. Insisi Abdominal Vertikal
Abdomen biasanya dimasuki melalui insisi vertikal garis tengah
yang rendah meskipun kadang-kadang insisi abdominal transversal dapat
digunakan untuk seksio secara klasik. Insisi garis tengah biasanya
mengikuti linea nigra dan memanjang dari umbilicus sampai simfisis
pubis. Setelah menginsisi jaringan subkutan, insisilah rafe garis tengah
secara tajam dan masuki peritoneum parietal dengan diseksi tajam.
Insisi vertikal biasanya ditutup dengan jahitan pada lapisan
peritoneal dengan poliglikolik 00 atau 0. Jaringan fasia ditutup dengan
jahitan terputus menggunakan benang berukuran 0 yang dapat diserap atau
tidak dapat disrap. Setelah jaringan subkutan didekatkan kembali, kulit
ditutup.
3. Seksio Sesarea Klasik
Indikasi seksio secara klasik adalah plasenta previa, letak janin
melintang atau oblik dan jika persalinan cepat sangat penting. Seksio
sesarea klasik merupakan tindakan yang paling sederhana. Buatlah insisi
vertikal pada bagian bawah korpus uteri (diatas lipatan vesikouteri)
melalui peritoneum viseral ke dalam miometrium. Setelah masuk ke
dalam kavum uteri, perluaslah insisi ke arah kaudal dan kranial dengan
gunting perban. Lahirkan bayi, plasenta dan selaput ketuban.
Tutuplah insisi dengan tiga lapis jahitan yang dapat diserap
(missal, poliglikolik). Tutuplah dua lapisan yang lebih dalam dengan

jahitan terputus atau bersambung menggunakan benang 0 atau 00dan


lapisan yang lebih atas dengan jahitan bersambung (atau baseball)
menggunakan benang 00 atau 000.

G. Komplikasi Sectio Caesarea


Menurut Benson (2008) komplikasi section caesarea adalah sebagai berikut :
1. Kematian Ibu
2. Kesakitan Ibu Selama Operasi
3. Kesakitan Ibu Pasca Operasi
4. Kesakitan dan Kematian Perinatal
5. Antibiotika profilaksis

H. Proses Keperawatan Intraoperatif Sectio Sesarea


1. Pengkajian
Pengkajian kelengkapan pembedahan sangat penting diperhatikan.
Terutama persiapan transfusi darah, dimana bedah biasanya akan banyak
terjadi kehilangan darah. Pemeriksaan TTV disesuaikan pada pasien fase
praoperatif dan nanti akan disesuaikan pada pascaoperatif di ruang pulih
sadar. Pemeriksaan status respirasi, kardiovaskuler, dan perdarahan perlu
diperhatikan dan segera dikolaborasikan apabila terdapat perubahan yang
mencolok. Selama melakukan pengkajian, perlu diperhatikan tingkat
kecemasan pasien, persepsi, dan kemampuan untuk memahami diagnosis,
operasi yang direncanakan, dan prognosis; perubahan citra tubuh; serta
tingkat koping dan teknik menurunkan kecemasan. Kaji pasien terhadap
tanda dan gejala cemas. Kaji pemahaman pasien tentang intervensi bedah
yang direncnakan, rasa takut, kesalahpahaman mengenai prognosis, dan
pengalamn sebelumnya (Muttaqin, 2009).

2. Diagnosis keperawatan intraoperative bedah plastik yang lazim adalah


sebagai berikut.
a. Resiko cidera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan
trauma prosedur pembedahan.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entre luka
pembedahan dan penurunan imunitas sekunder efek anastesi.
(Muttaqin, 2009)
3. Intervensi
Intervensi
Kaji ulang identitas pasien

Rasional
Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identitas

dan

kardeks

pasien.

Lihat

kembali lembar persetujuan tindakan,


riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik,
dan berbagai hasil pemeriksaan diagnostic.
Pastikan bahwa alat protese dan barang
berharga telah diepas dan periksa kembali
rencana

perawatan

praoperatif

yang

berkaitan dengan rencana pearawatan


intraoperative.
Siapkan sarana pendukung Sarana pendukung seperti kateter urin
pembedahan.

lengkap, alat pengisap (suction) lengkap,


spons dalam kondisi siap pakai.

Siapkan sarana scrub

Sarana scrub, meliputi cairan antiseptic


cuci tangan pada tempatnya, gaun (terdiri
dari gaun kedap air dan baju bedah steril),
duk penutup, dan duk berlubang daam
kodisi lengkap dan siap pakai.

Siapkan instrument bedah Manajemen instrument dari perawat scrub


sectio sesarea.

sebelum pembedahan. Perawat instrument


bertanggung jawab terhadap kelengkapan
instrument dan menjaga konsep asepsis
instrument

untuk

menurunkan

resiko

infeksi intra bedah.


Siapkan sarana pendukung Sarana pendukung seperti kateter urin
pembedahan.

lengkap, alat pengisap (suction) lengkap,


spons dalam kondisi siap pakai.

Siapkan alat hemostasis dan Alat hemostatis merupakan fondasi dari


alat cadangan dalam kondisi tindakan
siap pakai.

terjadinya

operasi

untuk

perdarahan

mencegah

serius

akibat

kerusakan pembuluh darah arteri. Perawat


memeriksa kemampuan alat tersebut siap
pakai untuk menghindari cidera akibat
perdarahan intra operasi.
Siapkan

obat-obatan Obat-obat

pemberian anastesi spinal.

anastesi

yang dipersiapkan

meliputi obat pelemas otot dan obat

Menurut Sabarudin (2015) anastesi umum.


spinal anestesi adalah bentuk
anestesi

regional

yang

disuntikkan ke dalam tulang


belakang pasien.
Siapkan obat dan peralatan Selain pemantau, peralatan darurat dasar,
emergency.

obat-obatan, dan protocol pengobatan juga


harus tersedia. Juga harus ada defibrilator
yang berfungsi baik. Peralatan jalan nafas

juga diperlukan termasuk laringoskop,


selang endotrakeal, dan jalan nafas oral
dan nasal faringeal. Selain itu, masker dan
kantong resusitasi self-inflating ( ambu
type) adalah alat yang penting dan harus
mudah diakses.
Siapkan sarana monitoring Penata anestesi melakukan pemeriksaan
dan kondisi power listrik

keefektifan alat monitoring intraoperasi.

Lakukan pengaturan posisi

a. Pasien yang akan dilakukan bedah

telentang,

pasang

sabuk

histerektomi

dilakukan

posisi

pengaman pada paha atau

telentang. Sabuk harus diikat cukup

bawah

kencang

lutut,

pengaturan

lakukan

lengan

yang

optimal.

untuk

memberikan

perlindungan, tetapi juga harus cukup


longgar

agar

sirkulasi

dapat

berlangsung lancar.
b. Lengan pasien diputar ke papan lengan
bantalan, gerakan berdasarkan RUM
normal

mereka,

posisikan

lengan

mengarah keatas sisi kepala pasien


pada papan lengan.
Kaji kondisi organ pada area Tempat yang rentan pada posisi terlentang
yang

rentan

mengalami pada pembedahan histerektomi adalah

cedera posisi bedah sebelum tonjolan tulang pada bokong dan scapula.
dilakukan pengaturan posisi
bedah.
Lakukan manajemen asepsis Manajemen asepsis selalu berhubungan

prabedah.

dengan

pembedahan

dan

perawatan

preoperatif. Asepsis prabedah meliputi


teknik aseptik atau pelaksanaan scrubbing
cuci tangan (lihat kembali bab manajemen
asepsis).
Lakukan manajemen asepsis
intraoperatif

a. Manajemen asepsis dilakukan untuk


menghindari kontak dengan zona
steril

meliputi

pemakaian

baju

bedah, pemakaian sarung tangan,


persiapan kulit, pemasangan duk,
penyerahan alat yang diperlukan
perawat instrument dengan perawat
sirkulasi.
b. Manajemen

asepsis

intaoperasi

merupakan tanggung jawab perawat


instrument dengan mempertahankan
itegritas

lapangna

steril

selama

pembedahan dan bertanggung jawab


untuk mengkomunikasikan kepada
tim bedah setiap pelanggaran teknik
aseptic

atau

kontaminasi

yang

terjadi selama pembadahan.


Bantu

ahli

bedah

memasang gaun

untuk Setelah area bedah siap, maka ahli bedah


melakukan scrub dibantu oleh perawat
asisten dan perawat sirkulasi.

Letakkan alat klem arteri, Peletakan alat insisi yang tepat akan
alat hemostasis, dan alat memudahkan ahli bedah dalam melakukan

pengisap pada sisi bawah insisi


area bedah.
Lakukan

peran

perawat Perawat sirkulasi memfokuskan aktivitas

sirkulasi dalam mendukung manajemen kamar operasi agar kelancaran


pembedahan.

pembedahan dapat optimal dilaksanakan,


sejak pengaturan posisi bedah sampai
dokter bedah melakukan penutupan luka
bedah.

Bantu ahli bedah pada saat Insisi bedah memerlukan scalpel (alat
dimulainya insisi.

penjepit) dan pisau bedah yang sesuai


dengan area yang akna dilakukan insisi.
Perawat instrument bertanggung jawab
menyerahkan

alat

insisi

dan

mempersiapkan

kauter

listrik

yang

diperlukan dalam tindakan hemostasis.


Asisten

pertama

berperan

membantu

menyerap darah yang keluar saat dan


menjepit pembuluh darah akibat kerusakan
vaskular

pada

area

insisi

dengan

menggunakan spon dan klem arteri.


Perawat instrument atau asisten bedah
menggunakan alat hemostasis listrik pada
klem

arteri

untuk

menghentikan perdarahan.

menjepit

atau

Gambar 2. Perawat asisten bedah membantu membuka jaringan secara annual


dan menggunakan refraktor untuk memudahkan ahli bedah akses pemotongan
lapisan peritoneum

Bantu ahli bedah pada saat Pada saat pembukaan jaringan pasien
membuka
lemak,

jaringan
otot

kulit, mempunyai resiko cedera. Perawat asisten

abdomen, bedah membantu ahli bedah dengan

peritoneum, dan otot rahim.

membuka

jaringan

dengan

refraktor

dengan hati-hati sambil mengikuti arahan


ahli bedah

Gambar 3. Kiri : perawat asisten bedah membantu membuka jaringan secara


manual dan mengguanakan refraktor untuk memudahkan ahli bedah akses
pemotongan lapisan peritoneum. Kanan : pada saat ahli bedah melakukan insisi
pada otot rahim, perawat membantu membuka akses bedah secara manual.

Bantu ahli bedah pada saat Perawat

asisten

bedah

membantu

mengeluarkan janin secara mendorong janin secara manual dari


manual.

dinding perut untuk mempermudah ahli


bedah dalam mengangkat janin.

Gambar 4. Perawat asisten bedah membantu secara manual dengan cara


mendorong dengan tinju posisi janin dalam kandungan untuk mempermudah ahli
bedah dalam mengangkat janin secara manual

Bantu ahli bedah pada saat Perawat

asisten

bedah

membantu

mengeluarkan

plasenta mendorong janin secara manual dari

secara manual.

dinding perut untuk mempermudah ahli


bedah dalam mengangkat janin.

Gambar 5. Perawat asisten bedah membantu mempermudah ahli bedah dalam


mengangkat plasenta.

Lakukan perawatan bayi.

Bayi yang baru lahir dari intervensi sectio


sesarea harus mendapatkan perawatan
bayi.

Gambar 6. Perawat melakukan perawatan bayi baru lahir meliputi pjalan nafas
dari air ketuban, pembersihan kulit, pengukuran dan penimbangan berat badan,
serta memberikan label bayi.

Lakukan perhitungan jumlah Penghitungan yang tepat akan mencegah


kasa dan instrument yang tertinggalnya
telah digunakna.

kasa

pada

area

bedah

sehingga menurunkan resiko cedera pada


pasien.

Bantu

ahli

bedah

penutupan jaringan.

dalam Prosedur penutupan jaringan dilakukan


setelah tujuan pembedahan sudah selesai
dilakukan. Penutupan dilakukan lapis
demi lapis sesuai area atau jaringan yang
telah dilakukan pembedahan. Perawat
instrumen
dengan

menurunkan

mempersiapkan

resiko
dan

cedera
memilih

sarana penjahitan dengan memperhatikan


ketajaman jarum dan benang jahitan yang
akan digunakan sesuai jaringan yang

dijahit,

dan

kondisi

atau

kelayakan

instrument agar kerusakan jaringan dapat


minimal.
Penjahitan bias dilakukan ahli bedah atau
sisten bedah. Apabila dilakukan oleh ahli
bedah, maka asisten bedah membantu
penutupan jaringan agar dapat terlaksana
secara efektif dan efisien agar kerusakan
jaringan dapat minimal.
Lakukan
bedah.

penutuapn

luka Sebelumnya, area bedah bekas darah dan


lainnya

dilakukan

dibersihkan.

disinfeksi

Kemudian

dan

perawat

mengangkat duk, luka ditutup dengan


kasa, dan diplester secara keseluruhan.
(Muttaqin, 2009)

BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Pasien datang ke Poli kandungan RSUD S pada tanggal 20 September
2016. Pasien adalah pasien kiriman bidan P dengan keterangan
G5P4A1AH3, hamil posterm dan sungsang.
Pasien merasakan kenceng-kenceng sejak seminggu sebelum masuk
RS, namun lendir darah belum keluar. Pemeriksaan palpasi dilakukan dan
didapatkan hasil adanya janin tunggal memanjang, presbo, puka, TFU 34
cm, dan DJJ 156x/menit. Sedangkan pemeriksaan dalam (vagina touche )
didapatkan hasil, vulva uretra tenang, dinding vagina licin, serviks tipis
lunak dengan pembukaan 2 cm, presentasi bokong. Klien disarankan
operasi SC dan rawat inap.
Klien dirawat di VK untuk menjalani pengawasan dan persiapan
sebelum SC. Pengawasan dan observasi his dan DJJ dilakukan. Klien juga
dianjurkan untuk miring ke kiri. Terapi yang diberikan pada klien antara
lain, RL 20 tpm dan oksigen 3 lpm. Kemudian pada tanggal 21 September
2016 pukul 10.00 klien menjalani operasi Sectio Cesaria di Intalasi Bedah
Sentral.

B. Pengkajian
Hari/tanggal pengkajian: Rabu, 21 September 2016 pukul 10.15 WIB
Identitas
Nama

: Ny. A

No. RM

: 498XXX

Umur

: 34 tahun

Status

: Sudah menikah

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Kebun Ageng 23/05 Jawa Tengah

Diagnosa

: Sectio Cesaria Emergency dengan Presbo ( Presentasi

Bokong )

Data :
1. Jenis anestesi : spinal anestesi (bentuk anestesi regional yang
disuntikkan ke dalam tulang belakang pasien)
2. Posisi pasien : supinasi
3. Vital Sign
10.15 WIB

10.30 WIB

TD

110/80 mmHg

110/70 mmHg

RR

24 x/menit

22 x/menit

82 x/menit

79 x/menit

36,4oC

37oC

4. Lebar luka : 15 cm, insisi vertikal


5. Lama Pembedahan : 15 menit
6. Jumlah pendarahan : 500 cc

Nursing Care Plan


Diagnosa
Resiko

Tujuan

Intervensi

Kekurangan NOC : keseimbangan NIC : Pengurangan


perdarahan: luka
Volume Cairan dengan cairan
1. Gunakan
klem
faktor
resiko Selama 1X20 menit
untuk mengurangi
kehilangan
volume diharapkan
perdarahan
2. Gunakan balutan
cairan aktif
keseimbangan cairan
tekan pada bagian
Ditandai dengan:
teratasi dengan
yang berdarah
DS:kriteria hasil:
3. Monitor tekanan
darah
DO:
1. Tekanan
darah
NIC : Manajemen
1. Jumalah
normal
(120/80
cairan
perdarahan 500 cc
mmHg)
1. Jaga infus
intravena
2. TTV :
2. Turgor kulit baik
NIC : Monitor cairan
TD: 110/80 mmHg 3. Kelembaban
1. Monitor
RR: 24 x/menit
membrane mukosa
membrane mukosa
N: 82 x/menit,
2. Monitor turgor
o
kulit
S: 36,4 C

Implementasi

Evaluasi

10.20 WIB

10.23 WIB

1. Mengklem pembuluh S:darah

untuk O: Klem terpasang,

mengurangi

Perdarahan berkurang

perdarahan
2. Menekan

dengan

Mawar

balutan pada bagian


yang berdarah
Mawar

10.24 WIB

10.25 WIB

1. Memonitor membrane

S:-

mukosa

O: Membran mukosa

2. Memonitor turgor kulit

lembab, turgor kulit baik

Mawar

Mawar

10.25 WIB

10.27 WIB

Menjaga infus intravena

S:O: Infus RL 30 tpm

Mawar

Mawar

10.28 WIB

10.30 WIB

Memonitor tekanan darah,

S:-

respiratoty rate, Nadi,

O:

Suhu.

TD: 110/70 mmHg


Mawar RR: 22 x/menit
N: 79 x/menit
S: 37oC
Mawar

10.35 WIB
S:O:
1. Klem terpasang,
Perdarahan berkurang
2. TD: 110/70 mmHg
RR: 22 x/menit
N: 79 x/menit
S: 37oC
3. Infus RL 30 tpm
4. Membran mukosa
lembab, turgor kulit
baik
A: masalah keseimbangan
cairan teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor membrane
mukosa
2. Monitor turgor kulit
Mawar

Resiko Infeksi dengan NOC

keparahan NIC : Kontrol infeksi

faktor resiko prosedur infeksi

intraoperative

invasive: pembedahan

Selama 1X20 menit

1. Periksa kulit dan

Ditandai dengan:

diharapkan keparahan

jaringan disekitar

DS:-

infeksi

lokasi

DO:

dengan kriteria hasil:

1.

Lebar luka : 15
cm, insisi vertikal

2. Lama Pembedahan

terkontrol

1. Tidak

ada

kemerahan pada
daerah

pembedahan
2. Monitor area yang

pembedahan

3. Suhu: 36,40C

2. Pasien tidak ada


cairan

(luka)

yang

berbau

busuk
3. Kestabilan suhu

10.32 WIB

1. Memeriksa kulit dan S: jaringan


disekitar O:
1. Kulit tampak baik,
lokasi pembedahan
tidak terdapat tanda2. Memonitor area kulit
tanda infeksi
2. Suhu: 370C
3. Memonitor suhu
Mawar
Mawar

steril
3. Monitor suhu

: 15 menit

10.31 WIB

NIC : Perawatan luka


1. Berikan perawatan
insisi pada luka
2. Pertahankan

1. Memberikan
perawatan insisi pada
luka

balutan

steril

ketika

melakukan

teknik balutan steril


ketika

melakukan

perawatan luka

perawatn luka
balutan

sesuai jenis luka

10.34 WIB
S:O: Luka jahitan tampak baik
Mawar

2. Mempertahankan

teknik

3. Berikan

10.33 WIB

3. Memberikan balutan
sesuai jenis luka
Mawar

10.35 WIB
S:O:
1. Kulit tampak baik,
tidak terdapat tandatanda infeksi
2. Suhu: 370C
3.

Luka jahitan tampak


baik

A: keparahan infeksi
terkontrol
P: Hentikan intervensi

Mawar

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Data yang ada pada teori dan ada pada kasus
a. Spinal anestesi
Spinal anestesi

adalah

bentuk

anestesi

regional

yang

disuntikkan ke dalam tulang belakang pasien (Sabarudin, 2015).


Data ini ditemukan pada pasien supaya saat dilakukan prosedur
pembedahan pasien tidak merasakan kesakitan atau nyeri.
b. Posisi supinasi/terlentang
Pasien yang akan dilakukan bedah histerektomi/sectio sesarea
dilakukan posisi telentang (Muttaqin, 2009).
Data ini ditemukan pada pasien karena posisi supinasi
merupakan prosedur pembedahan sektio sesarea.
c. Presentasi bokong
Menurut Benson (2008) Presentasi bokong merupakan indikasi
umum sectio sesarea. Sedangkan menurut Prawirohardjo (2014)
presentasi bokong sempurna yaitu: kedua tungkai berada disamping
bokong.
Data ini ditemukan pada pasien karena kedua tungkai bayi
berada disamping bokong.

2. Data yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
a. Cemas
Pada teori, pengkajian intraoperatif pasien section sesarea
terdapat: kaji pasien terhadap tanda dan gejala cemas. Kaji
pemahaman pasien tentang intervensi bedah yang direncnakan, rasa

takut,

kesalahpahaman

mengenai

prognosis,

dan

pengalamn

sebelumnya (Muttaqin, 2009).


Sedangkan data yang ditemukan, pasien tidak cemas karena
pernah mengalami tindakan operasi sectio serarea pada kelahiran anak
pertama.
3. Data yang tidak ada pada teori tetapi ada pada kasus
a. Perdarahan
Perdarahan pada sektio sesarea tanpa komplikasi kira-kira
1200 ml (Benson, 2008)
Data ini ditemukan pada kasus karena pasien menjalani
prosedur pembedahan.

B. Diagnosa
1. Diagnosa yang ada pada teori dan ada pada kasus
Tidak ada
2. Diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
a. Resiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan
trauma prosedur pembedahan.
Resiko cedera yaitu rentan mengalami cedera fisik akibat
kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan
sumber defensive individu, yang dapat mengganggu kesehatan
(Herdman, 2015).
Diagnosa ini tidak muncul pada kasus karena pasien seksio
sesarea lebih beresiko mengalami kekurangan volume cairan karena
mengalami perdarahan.

3. Diagnosa yang tidak ada pada teori tetapi ada pada kasus

a. Resiko kekurangan volume cairan dengan factor resiko kehilangan


volume cairan aktif
Resiko kekurangan volume cairan yaitu kerentanan mengalami
penurunan

volume

cairan

intavaskular,

interstisial,

dan

atau

intraseluler, yang dapat mengganngu kesehatan (Herdman, 2015).


Diagnosa ini muncul pada kasus karena pasien mengalami
perdarahan, sehingga beresiko mengalami kekurangan volume cairan.
b. Resiko Infeksi dengan faktor resiko prosedur invasive: pembedahan
Resiko infeksi yaitu rentan mengalami invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat menggu kesehatan (Herdman, 2015).
Diagnosa ini muncul karena pasien dilakukan prosedur
pembedahan.

C. Perencanaan
1. Resiko kekurangan volume cairan dengan factor resiko kehilangan volume
cairan aktif
a. Intervensi keperawatan yang ada pada teori da nada pada kasus
Tidak ada.
b. Intervensi keperawatan yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
Tidak ada.
c. Intervensi keperawatan yang tidak ada pada teori tetapi ada pada kasus
1) NIC Label: Pengurangan perdarahan: luka
a) Gunakan klem untuk mengurangi perdarahan
b) Gunakan balutan tekan pada bagian yang berdarah
c) Monitor tekanan darah
2) NIC Label: Manajemen cairan
a) Jaga infus intravena
3) NIC Label: Monitor cairan
a) Monitor membrane mukosa

b) Monitor turgor kulit


2. Resiko Infeksi dengan faktor resiko prosedur invasive: pembedahan
a. Intervensi keperawatan yang ada pada teori da nada pada kasus
Tidak ada.
b. Intervensi keperawatan yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
Tidak ada.
c. Intervensi keperawatan yang tidak ada pada teori tetapi ada pada kasus
1) NIC Label: Kontrol infeksi intraoperative
a) Periksa kulit dan jaringan disekitar lokasi pembedahan
b) Monitor area yang steril
c) Monitor suhu
2) NIC Label: Perawatan luka
a) Berikan perawatan insisi pada luka
b) Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatn
luka
c) Berikan balutan sesuai jenis luka

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terdapat banyak indikasi umum dilakukannya tindakan sectio sesarea,
yaitu melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta dan selaput
ketuban) secara trans abdominal melalui insisi uterus. terdapat tiga jenis insisi
yaitu insisi klasikal, insisi transversal, dan insisi vertical. Contoh dari indikasi
section sesarea yaitu presentasi bokong.
Asuhan

keperawatan

pada

intraoperatif

meliputi

pengkajian,

menentukan diagnosa keperawatan, serta intervensi keperawatan, kemudian


diimplementasikan dan dievaluasi.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
tentang asuhan keperawatan pada pasien sectio sesarea pada intraoperatif.

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif:Konsep,
Proses, dan Aplikas. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NIC. Yogyakarta: MediAction
Oxorn, Harry dan William R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: kerjasama Penerbit ANDI dengan Yayasan Essentia
Medica (YEM)
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Reeder dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: kesehatan wanita, bayi, & keluarga
Volume 2. Jakarta: EGC
Suryati, T. Oktober 2012. (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2010)Persentase Operasi
Caesaria di Indonesia Melebihi Standard Maksimal, Apakah Sesuai Indikasi
Medis? (Percentage of Sectio Caesaria in Indonesia is Passad the Maximum
Standard, is it in accordance to Medical Indication). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. Vol.15. No.4
Sumelung, V., Kundre, R., Karundeng, M. Februari 2014. Faktor Faktor yang
Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea di Rumah Sakit
Umum Daerah Liun Kendage Tahuna. Ejournal keperawatan (e-Kp). Vol.2.
No 1.

You might also like