You are on page 1of 10

Tanggal 13 oktober 2014

MAKALAH
MOLA HIDATIDOSA

Disusun oleh
Ila Armila

110210003

Agustina Mustafa

110210008

Rini Afyat Basyarahil

110210009

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2014

MOLA HIDATIDOSA
1. PENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah plasenta dengan vili korialis yang berkembang biak tidak
sempurna dengan gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga
menunjukkan berbagai ukuran trofoblasproliferatif tidak normal.
Molahidatidosa terdiri dari molahidatidosa komplit dan parsial, perbedaan antara
keduanya adalah berdasarkan morfologi, gambaran klinikopatologi, dan sitogenetik.
2. MOLAHIDATIDOSA KOMPLIT DAN PARSIAL
Pada molahidatidosa komplit, hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya embriojanin, dengan pembengkakan hidropik vili plasenta dan seringkali memiliki hiperplasia
trofoblastik pada kedua lapisan. Pembengkakan vili menyebabkan pembentukan sisterna
sentral disertai penekanan jaringan penghubung matur yang mengalami kerusakan pembuluh
darah.
Sedangkan pada molahidatidosa parsial, hasil kehamilan tidak normal dengan adanya
embrio-fetus yang cenderung mati pada kehamilan dini, dengan pembentukan sisterna sentral
pada plasenta akibat pembengkakan fokal vili korialis, dan disertai hiperplasiatrofoblastik
fokal yang seringkali hanya melibatkan sinsitiotrofoblas. Vili yang tidak terpengaruh
memberikan gambaran normal dan pembuluh darah vili korialis menghilang bersamaan
dengan kematian janin.
Molahidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat
androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawa
kromosom 23 X- melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal
(tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot. Namun,

fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentik 46XY atau 46XX
heterozigot. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester dua molahidatidosa komplit
berbentuk anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh. Pada
kehamilan pertama, vili korialis mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang
dan mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh
darah.
Molahidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua sel kromosom paternal dan
satu sel kromosom maternal, tetapi pada tripoid akibat dua sel kromosom maternal tidak
menjadi molahidatidosa parsial. Pada molahidatidosa parsial, seringkali terdapat mudigah
atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh darah vili korialis.
3. INSIDENS
Prevalensi molahidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin
dibandingkan dengan Negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan 1 : 200 atau
2000 kehamilan. Di Negara-negara berkembang: 100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk
(1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusomo Jakarta 1 : 31 persalinan
dan 1 : 9 kehamilan ; Luat A. Siregar (Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan;
Soetomo (Surabaya) 1:80 persalinan; Djamhoe Martaadisoebrata (Bandung); 9-12 per 1000
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (14-45 tahun) dan
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.
Di Asia, insiden molahidatidosa komplit tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77
kehamilan dan 1 dari 57 kehamilan.

4. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, banyak faktor yang dapat menyebabkan
antara lain :
1.
2.
3.
4.

Faktor ovum: ovum sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
Umur di bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun.
Imunoselektif dari trofoblas.
Keadaan sosioekonomi yang rendah dan defisiensi gizi; mola hidatidosa banyak

ditemukan pada mereka dengan status ekonomi yang rendah serta diet rendah protein.
5. Paritas tinggi.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
5. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas:
1. Teori Missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion),
karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam
jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuk gelembung-gelembung.
2. Teori neoplasma dari Park. Dikatakan yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang
mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan kedalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah
dan kematian mudigah.
Mola hidatidosa komplit berasal dari genom maternal (genotype 46XX lebih sering)
dan 46 XY jarang, tapi 46XXnya berasal dari replikasi haploid sperma dan tanpa kromosom
dari ovum. Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal
dan 1 haploid maternal (tripoid, 69XX atau 69XY dari 1 haploid ovum dan
reduplikasi paternal dari 1 sperma atau fertilisasi disperma).
6. DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIK

lainnya

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya satu derajat keluhannya sering lebih
hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga biasanya besar uterus lebih besar dari
umur kehamilan.
Perdarahan merupakan gejala utama mola, biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi pada
bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan biasa
intermitten, sedikit-sedikit, atau sekaligus banyak, sehingga menyebabkan syok dan
kematian.
Karena perdarahan ini maka umumnya pasien mola masuk dengan keadaan anemi.
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenorea, perdarahan
pervaginaan atau keluarnya vesikel mola dari vagina, uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan dan tidak ditemukannya tanda kehamilan pasti, seperti tidak terabanya bagianbagian janin juga gerakan janin dan ballotemen serta tidak terdengarnya bunyi jantung janin.
Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) dalam darah atau urine.
Peninggian HCG terutama setelah hari ke 100, biopsy transplasental. Bila belum jelas
dapat dilakukan pemeriksaan dengan sondase uterus yang diputar Diagnosis pasti dari mola
hidatidosa biasanya dapat dibuat dengan ultrasonografi dengan menunjukkan gambaran yang
khas berupa vesikel-vesikel (gelembung mola) dalam kavum uteri atau badai salju (snow
flake pattern). Secara singkat gambaran diagnostik klinik mola hidatidosa adalah:
a. Amenorrhoe dan tanda tanda kehamilan

b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan gejala utama
dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai
c.
d.
e.
f.
g.
h.

beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.


Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Tidak dirasakan tanda tanda adanya gerakan janin maupun ballotement
Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan muntah cuku berat.
Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke 24
Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
Tirotoksikosis

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendiagnosis mola

hidatidosa dapat dilakukan beberapa

pemeriksaan

penunjang :
1.
2.
3.
4.

Foto thoraks
pemeriksaan HCG urine atau darah
USG
Uji sonde menurut Hanifa. Sonde masuk tanpa tahanan dan dapat diputar dengan deviasi

sonde kurang dari 10.


5. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
8. PENATALAKSANAAN
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu:
1.
2.
3.
4.

perbaiki keadaan umum


pengeluaran jaringan mola
terapi profilaksis dengan sitostatika
pemeriksaan tindak lanjut
1. Perbaikan keadaan umum. Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi,
transfusi darah bila anemia (Hb 8 gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemis
gravidarum diobati sesuai dengan protocol penanganannya. Sedangkan bila ada
gejala tirotoksikosis di konsul ke bagian penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola. Ada 2 cara yaitu: kuretase dan Histerektomi.
a.
Kuretase
Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah rutin,
kadar -hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar

spontan. Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan


laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase terlebih
dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus dengan tetesan oxytocin 10 UI
dalam 500 cc Dextrose 5%. Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan
interval minimal 1 minggu. Jurnal Kesehatan Volume II No. 4 Tahun 2009.
Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
b. Histerektomi: tindakan ini dilakukan pada wanita yang telah cukup (> 35
tahun) dan mempunyai anak hidup (>3 orang).
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien
pasca evaluasi mola hidatidosa masih menjadi kontroversi.

Beberapa hasil

penelitian menyebutkan bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi


mola pada kasus yang mendapatkan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak
mendapat sekitar 47%. Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola
hidatidosa

ditinggalkan dengan

pertimbangan efek samping dan pemberian

kemoterai untuk tujuan trapi definitive memberi-kan keberhasilan hampir 100%.


Sehingga pemberian profilaksis diberikan apabila. apabila dipandang perlu pilihan
profilaksis kemoterapi adalah: Metotreksat 20 mg/ hari IM selama 5 hari.
5. Pemeriksaan tindak lanjut
a. Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
b. Setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi

kondom, pil

kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat
penderita datang kontrol
c. Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar -hCG
normal tiga kali berturut-turut
d. Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar -hCG normal selama
6 kali berturut-turut

e. Bila terjadi remisi spontan (kadar -hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks setelah
saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan
kontrasepsi dan hamil lagi.
f. Bila selama masa observasi kadar -hCG tetap atau bahkan meningkat taua pada
pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita harus
dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
9. DIAGNOSIS BANDING
Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan mola hidatidosa,
antara lain :
1. Kehamilan multiple
2. Hidramnion
3. Abortus
4. Mioma uteri
10. KOMPLIKASI
Komplikasi dari mola hidatidosa adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan hebat
2. Syok
3. Infeksi
4. Perforasi uterus
5. Keganasan (PTG)
11. PROGNOSIS

Kematian pada mola hidatidosa dapat disebabkan karena perdarahan, infeksi,


eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju hampir tidak ada lagi, namun
di Negara berkembang masih cukup tinggi antara 2% sampai 5%. Sebagian wanita akan
sehat kembali setelah jaringan dikeluarkan tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Proses degenerasi ganas dapat
berlangsung antara tujuh hari sampai tiga tahun dengan terbanyak dalam waktu enam bulan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rini Fitriani. Jurnal Kesehatan Volume II No. 4 Tahun 2009. (Diakses 13 oktober 2014)
2. Gabriela da c.m.pereira. Molahidatidosa. Smf obstetri dan ginekolog Rsud dr.
Muhammad saleh. Probolinggo (diakses 13 0ktober 2014)
3. Syafii dkk. (Levels of b-hCG among Patients with Hydatiform Mole Before and After
Curettage). (diakses 13 0ktober 2014)
4. Jevuska. Februari 2014. Artikel kedokteran obgyn, molahidatidosa (hamil anggur) gejala,
patologi dan penanganan. (diakses 13 oktober 2014)
5. Mayoclinic, molar pregnancy. 2011
6. Bentley RC. Pathology of gestasional trophoblastic disease. In: Soper JT, Hawins JI,
editors. Clinical obstetrics and gynecology. Philadelphia: Lippincort Williams&Wilkins;
2003: 513-22
7. Tidy JA, Hancock BW. The management of gestational trophoblastic neoplasia. RCOG
Guideline. 2004; 38; 1-7
8. Prof. dr. Mochamad Anwar, MmedSc, SpOG (K), dkk. Ilmu kandungan edisis ketiga. PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2011; 210-211

You might also like