Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
1
Identitas
Nama
: An. YN
Usia
: 6 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Cilaku
Anak ke
: 2 dari 3 saudara
: 595xxx
Anamnesis
Alloanamnesa tanggal 16 Agustus 2013 Jam 11.00
Keluhan Utama
Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 6 minggu
yang lalu, terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak berkurang
saat siang dan sore hari yang kemudian menjalar ke daerah kaki sejak 4 minggu
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, bengkak makin bertambah, menyebar ke
daerah muka, perut, dan kedua tungkai. Selama bengkak, ibu penderita
mengeluh BAK berwarna kuning keruh. Ibu penderita mengaku frekuensi BAK
4 kali dalam sehari. Keluhan Riwayat sering terbangun pada malam hari untuk
BAK disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak napas saat tidur dan
anak masih bisa tidur dengan satu bantal. Anak tidak pernah muntah-muntah,
demam, dan kejang. Selama bengkak anak tidak pernah tampak pucat, lemah,
lesu atau kehilangan nafsu makan. Anak masih bisa beraktivitas ringan. Riwayat
adanya bercak merah diwajah tidak ada. Keluhan ini tidak disertai dengan sesak
napas, sakit perut hebat, atau kemerahan pada kulit yang terasa nyeri.
Riwayat Pengobatan
Ibu penderita membawa berobat ke dokter, diberikan obat (ibu penderita lupa
nama obatnya), tetapi tidak ada perubahan, keluhan bengkak makin menjalar.
Riwayat Alergi
Riwayat Psikososial
Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari dengan
sayur dan lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil dibanding teman sebayanya.
Tetapi akhir-akhir ini anak merasa malu karena badannya bengkak.
Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada
awal kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan di rumah ditolong bidan. Tidak ada penyulit. BB 2700 gram. PB
48 cm. Anak langsung menangis.
Ibu memberikan hanya ASI sampai umur 10 bulan, lalu dilanjutkan susu
formula setelah umur 10 bulan dan bubur susu dengan bubur tim setelah umur
14 bulan, dilanjutkan nasi umur 18 bulan sampai sekarang.
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B
1x
Polio 3x
BCG
1x
Campak 1x
DPT
3x
Kesan
Anak sekarang Sekolah SD kelas 1. Menurut ibu penderita anaknya tidak ada
masalah di sekolah.
Mengangkat kepala
3 bulan
Duduk
6 bulan
Berdiri
10 bulan
Kesan
3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Suhu
: 36,40C
Tek. Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
Antropometri
BB skr
: 19 kg
TB
: 108 cm
LP
: 57 cm
LLA
: 15 cm
BBI
: 20 kg
LPT
: 19x108 = 0,75
3600
Status Gizi
BB dulu
: 17 kg
BB/U
TB/U
BB/TB
Kesan
Status Generalis
Kepala
Mata
Leher
Thoraks
Abdomen
Urogenital
Ekstremitas
Atas
: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema -/-, pitting edema -
Bawah
: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema +
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tgl 13/08/13 jam 08.17
Hematologi rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Kolesterol total
Protein total
Albumin
Globulin
Urine rutin
13,8
40,8
5,20
16,8
144
697
3,83
1,73
2,1
11,5-15,5 g/dL
32-42%
4-5,2 106/ul
4,5-10,5 103/ul
150-450 103/ul
< 200 mg/dl
6,7-7,8 g/dl
3,5-5,0 g/dl
1,5-3,0 g/dl
Warna
Kejernihan
Berat jenis
pH
Nitrit
Protein urin
Glukosa (reduksi)
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Leukosit
Jingga
Jernih
1,015
6,5
500mg/dl / 4+
Normal
50mg/dl / 3+
Normal
50/ul / 3+
-
Kuning
Jernih
1,013-1,030
4,6-8,0
Normal
-
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Silinder
Lain-lain
3-4
4-5
3-4
-
1-4 /LPB
0-1 /LPB
-
Resume
Anamnesis : Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu. BAK
berwarna keruh. Frekuensi normal.
Pem.Fisik : Tanda vital normal. Puffy face (+). Edema palpebra (+). Asites (+).
Edema pd ekstremitas bawah (+/+). Pitting edema (+).
Hasil lab
leukositosis,
trombositopenia,
Diagnosis
Diagnosa banding :
Oedem anasarka e.c Sindrom nefrotik
Oedem anasarka e.c Glomerulonefritis Akut
Diagnosa Kerja
Sindrom Nefrotik
7
Penatalaksaanaan
Rencana Pemeriksaan Lanjutan :
Pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap/ 24 jam
Tampung Urin output/ 24 jam
hiperlipidemia,
hipoprotein,
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanatiam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal
13-08-2013
Catatan
Instruksi
Bengkak pada tungkai dan kelopak Diet rendah garam
mata (+)
14-08-2013
15-08-2013
16-08-2013
17-08-2013
Vipalbumin 3x1
Bengkak berkurang,
Vipalbumin 3x1
Bengkak berkurang,
Vipalbumin 3x1
19-08-2013
Bengkak berkurang,
20-08-2013
Vipalbumin 3x1
Bengkak berkurang
21-08-2013
Bengkak berkurang
22-03-2013
Bengkak berkurang
Urine rutin
Warna
Kejernihan
Berat jenis
pH
Nitrit
Protein urin
Glukosa (reduksi)
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Leukosit
kuning
Jernih
1,020
6,0
75mg/dl / 2+
Normal
Normal
-
Kuning
Jernih
1,013-1,030
4,6-8,0
Normal
-
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Kristal
Silinder
0-2
0-2
-
1-4 /LPB
0-1 /LPB
-
Lain-lain
BAB II
PENDAHULUAN
2.1
Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu >2 mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan
dapat disertai hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7
per 100.000 anak berusia dibawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, sedangkan perbandingan anak laki-laki
dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta,
sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak
yang dirawat antara tahun 1995-2000. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3 yaitu kongenital,
glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti
pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sistemik. Sindrom nefrotik
pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan,
merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis
buruk. Pada tulisan ini akan dibicarakan aplikasi klinis dari sindrom nefrotik
idiopatik pada pasien anak yang dirawat di RSUD Cianjur.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu >2 mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan
dapat disertai hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).
Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LBP/jam)
selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan
pertama atau 4 kali dalam periode satu tahun.
Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut.
3.2
Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda
pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 8590% pasien dibawah umur 6 tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per
100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya
44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang
dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4%
merupakan tipe kelainan minimal.
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun
diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi
pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75%
mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.
3.3
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara
primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom
nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik
idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis
:sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial
proliferation), dan glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini
dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa;
dengan kata lain, ketiga gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu
penyakit tunggal.
Klasifikasi
Glomerulosklerosis
fokal
glomerulosclerosis/FSGS)
segmental
(Focal
segmental
Pada
kasus
10%
dari
kasus
sindrom
nefrotik,
glomerulus
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari
berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang
sering dijumpai adalah :
3.4
Patofisiologi
Protenuria
Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal
dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil
berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana
basalis glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang dieksresikan
dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.
Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan
yang kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier). Pada SN kedua
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain konfigurasi molekul
protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria
dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein
yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari
molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang
keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.
Hipoalbuminemia
Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga
intestitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme
kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan
mengeksaserbasi
terjadinya
hipoalbuminemia
sehingga
edema
semakin
berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat
sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan
ginjal akan menambah retensi natrium dan edema akibat teraktivasinya sistem
Renin-angiotensin-aldosteron
terutama
kenaikan
konsentrasi
hormone
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran
lipoprotein,
VLDL,
kilomikron
dan
intermediate
density
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang
menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering
ditemukan dimulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang
kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya dating dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi
di sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga
sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari
ke hari. Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi
pleura, dan edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering
terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk
anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital,
glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein.
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan
bayi yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial
dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti
efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum
atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,
lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal atau rendah,
namun 21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara,
terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat.
Keadaan ini disebabkan oleh sekresi rennin berlebihan, sekresi aldosteron, dan
vasokonstriktor lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada
sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan
ISKDC (Internasional Study of Kidney Disease in Children), pada SNKM
ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan
32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/ kreatinin
pada urin pertama pagi hari
Penatalaksanaan
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan
dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid,
dan edukasi bagi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji
Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila
ditemukan tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan
bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi
berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
disesuaikan dengan kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap
kontra indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan
sisa metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis
glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA
(Recommended Daily Allowances) yaitu 2gram/kgBB/hari. Diet rendah protein
akan menyebabkan malnutrisi energy protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan
anak. Diet rendah garam (1-2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita
edema.
a
Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney
Diseases in Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai
dengan pemberian prednisone dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari
(maksimal 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi.
Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan). Prednisone dalam dosis penuh inisial diberikan
selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama,
remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah
pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada remisi pada 4 minggu
pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang
sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan
steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten
steroid. (Gambar 1)
Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%
diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat
dilihat di gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai remisi
(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating
selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria 2+
kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednisone,
terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran napas atas. Bila
ada infeksi, diberikan antibiotic 5-7 hari dan bila setelah pemberian
antibiotic kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan
pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria 2+ disertai
edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan
inisial, sangat penting, karen dapat meramalkan perjalanan penyakit
selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca
pengobatan
steroid
inisial,
pasien
dapat
dibagi
dalam
beberapa
penggolongan, yaitu :
1
Pemberian Levamisol
Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi di gigi
atau cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps
sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednisone dosis
penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan
perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5mg/kgBB alternating. Dosis ini
disebut threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba
dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednisone
0,5mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1mg/kgBB secara
alternating.
Kemudian
prednisone
di-tapering-off
dengan
dosis
Siklofosfamid
Sebagai alkylating agent, siklofosfamid bersifat sitotoksik dan
imunosupresif. Siklofosfamid menunjukan kemampuan memperpanjang
masa remisi dan mencegah kambuh sering. Indikasi penggunaan
siklofosfamid yaitu bila terjadi kegagalan mempertahankan remisi
Klorambusil
Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid dalam
menginduksi remisi pada penderita ketergantungan steroid dan kambuh
sering. Dosis yang umumnya digunakan adalah 0,2 mg/kgBB/hari
selama 8-12 minggu.
Levamisol
Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat ini juga
mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya, tetapi
sifatnya memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis levamisol 2,5
mg/kgBB diberikan selang sehari selama 4-12 bulan.
Siklosporin
Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai dengan
steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila siklofosfamid kurang
efektif. Dosis awal yang digunakan yaitu 5 mg/kgBB/hari.
Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol karena
memberikan efek nefrotoksik. Siklosporin dapat menyebabkan kelainan
histologist bahkan pada penderita yang ginjalnya normal sekalipun.
Efek samping lain yang sering ditemukan yaitu hipertrikosis,
hyperplasia gusi, gejala gastrointestinal, dan hipertensi.
total (tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat, proteinuria +/+
+ tanpa edema dan disertai gejala infeksi, berikan antibiotika (ampisillin
atau amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada proteinuria maka dianggap
sebagai relaps.
g
Pengobatan tambahan
ml/kgBB/hari,
dilanjutkan
dengan
furosemid
i.v.
mg/kgBB/kali
3.8
1
Komplikasi
Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG
dan komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi
bacterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK)
diberikan
antibiotic
yang
sesuai
dan
dapat
disertai
pemberian
Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan
kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa)
sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat
aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitive steroid, karena
peningkatan zat-zat tersebut sementara, cukup dengan pengurangan diit
lemak.
Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena :
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik
resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan
vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena.
4
Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom
nefrotik relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi,
takikardia, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok
hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun).
Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik
terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka
panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun
menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada
glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada
sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1
Alatas, Husein dkk. 2005. Kosensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada
Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.
Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI pp. 381-426
Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J (on line) (20) : screens. Available from :
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. akses : on September 8, 2009
th
ed.
Saunders. Philadelpia.
5
Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No.
134. Jakarta, h.32-37
Markum, et.al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. (on line) (1) : screens. Available
from : URL:http//www.pediatrik.com. Akses : 8 september 2009