You are on page 1of 92

I.

SKENARIO
Ny. M, 48 tahun, di bawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas
yang hebat, disertai demam dan menggigil.
Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. M mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar
sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah
hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny. M minum obat penghilang nyeri.
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul,
mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi:106 x/mnt, RR: 24 x/mnt, Suhu: 39,0oC
BB:80 kg, TB:158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: Sklera ikterik.
Leher dan Thoraks dalam batas normal.
Abdomen:

Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+), hepar
dan lien tidak teraba,
kandung empedu: sulit dinilai
Perkusi:shifting dullness (-).

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-).


Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin: Hb:12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.400/mm3, Trombosit:
329.000/mm3, LED: 77 mm/jam
Liver Function Test (LFT): Bil. Total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94 mg/dl, Bil. Indirek:
0,55 mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l, Fosfatase alkali: 864 u/l
Amilase: 40 unit/L dan Lipase: 50 unit/L

II. KLARIFIKASI ISTILAH


a. Demam: Pireksia, peningkatan temperature tubuh diatas normal.
b. Mual: Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan abdomen
dengan kecenderungan untuk muntah.
c. Dempul: Warna feses seperti dempul karena kurangnya cairan empedu yang bisa
merupakan suatu tanda adanya gangguan pada hati, kandung empedu atau usus halus
(warna putih).
d. Gatal-gatal: Sensasi kulit yang tidak nyaman menimbulkan keinginan untuk
menggaruk atau menggosok.
e. Ikterik: Warna kekuningan pada kulit, sclera, membran mukosa dan ekskresi akibat
hiperbilirubinemia dan pengendapan pigmen empedu.
f. Murphys Sign: Pemeriksaan penunjang untuk cholesistitis dan pyelonephritis dan
cholangitis ascendens
g. Shifting Dullness: Suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya
cairan bebas pada abdomen.
h. Palmar Eritema: Kemerahan pada kulit bagian telapak tangan yang dihasilkan oleh
kongesti pembuluh kapiler.
i. Akral: Berkenaan dengan atau mempengaruhi tungkai atau ekstremitas lain.
j. Bilirubin total: Pigmen empedu yang dihasilkan melalui pemecahan heme dan
reduksi biliverdin.
k. Bilirubin direk: Bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan dikonjugasikan
membentuk bilirubin diglukuronid yang larut dalam air.
l. Bilirubin indirek: Bentuk bilirubin larut dalam lemak yang bersirkulasi dengan
asosiasi longgar terhadap protein plasma.
m. SGOT:Enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh terutama dalam jantung
dan hati.
n. SGPT: Serum Glutamic Piruvic Transaminase yaitu enzim yang normalnya dijumpai
pada serum dan jaringan tubuh terutama hati.
o. Fosfatase Alkali: Enzim yang diproduksi terutama oleh sel hati dan osteoblast yang
berasal dari usus dan disekresikan melalui saluran empedu.
p. Amilase: Enzim yang mengkatalase peristiwa hidrolisis zat tepung menjadi molekul
lebih kecil.
q. Lipase: Tiap enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari
trigliserida atau phospholipid.
2

III. IDENTIFIKASI MASALAH


a. Ny. M, 48 tahun, mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan
menggigil.
b. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. M mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar
sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah
hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny. M minum obat penghilang nyeri.
c. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang
timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatalgatal.
d. Pemeriksaan Fisik
e. Pemeriksaan Laboratorium

IV. ANALISIS MASALAH


a. Masalah 1: Ny. M, 48 tahun, mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai
demam dan menggigil.
1.

Jelaskan mengenai pembagian abdomen beserta organ-organ yang ada


didalamnya! (4 kuadran dan 9 regio)
Jawab:
Dalam bentuk kuadran
Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana.
Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal dan vertikal) melalui
umbilikus. Dengan cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah yang sering
disebut :
1.

Kuadran kanan atas

2.

Kuadran kiri atas

3.

Kuadran kanan bawah

4.

Kuadran kiri bawah

gambar 2. Kuadran Abdominalis


3

Kepentingan pembagian ini yaitu untuk menyederhakan penulisan laporan,


misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang
mencakup daerah yang cukup jelas.
Berikut gambaran secara besar tentang organ yang terdapat pada kuadrankuadran.
Kuadran Kanan Atas
Hati,

kantung

empedu,

Kuadran Kiri Atas


paru, Hati,

jantung,

esofagus,

esofagus

pankreas, limfa, lambung

Kuadran Kanan Bawah

Kuadran Kiri Bawah

paru,

Usus 12 jari (duo denum), usus Anus, rektum, testis, ginjal, usus
besar, usus kecil, kandung kemih, kecil, usus besar
rektum, testis, anus

Dalam bentuk regio


Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik,
yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan garis
transversal yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan
satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).
Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan
abdomen terbagi menjadi 9 regio:
1.

Regio hypocondriaca dextra

2.

Regio epigastrica

3.

Regio hypocondriaca sinistra

4.

Regio abdominal lateralis dextra

5.

Regio umbilicalis

6.

Regio abdominal lateralis sinistra

7.

Regio inguinalis dextra

8.

Regio pubica (hypogastrium)

9.

Regio inguinalis sinistra

gambar 4. Regio Abdominalis


Kepentingan pembagian ini, yaitu bila kita meminta pasien untuk
menunjukan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi
perjalanan rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat
peta lokasi rasa nyeri beserta perjalanannya, sebab sudah diketahui
karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intra
abdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik.
Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada
permukaan abdomen dalam bentuk regio, yaitu antara lain:

Hati atau hepar berada di regio hypocondriaca dextra, epigastrica dan


sedikit ke hypocondriaca sinistra.

Lambung berada di regio epigastrium.

Limpa berkedudukan di regio hypocondrium kiri.

Kandung empedu atau vesika felea sering kali berada pada perbatasan
regio hypocondrium kanan dan epigastica.

Kandung kemih yang penuh dan uterus pada orang hamil dapat teraba di
regio hypogastrium.

Apendiks berada di daerah antara regio inguinalis dextra, abdominalis


lateral kanan, dan bagian bawah regio umbilicalis.

2.

Jelaskan anatomi dan fisiologi sistem hepatobilier!


Jawab:
a. Vesica Fellea
Anatomi
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear
yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi
5

fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya


menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.
Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus
hepaticus

comunis

membentuk

duktus

koledokus.

Peritoneum

mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan


corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh darah kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica
kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.
Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati
dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica
menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.

Fisiologi Vesica Fellea

Fisiologi Vesica Fellea


Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas
sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu.
Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan
permanen

yang

satu

sama

lain

saling

berhubungan.

Sehingga

permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang


membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam
septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang
ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke
dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting
untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak.

b. HEPAR
Anatomi
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat ratarata 1.500 gr atau 2% dari total berat badan orang dewasa normal.
Letaknya tepat dibawah diafragma kanan. Hati memiliki 2 lobus,
yaitu lobus kiri dan lobus kanan yangdibatasi oleh ligamentum
falsiformis. Pada bagian posterior hati terdapat porta hepatica
tempat dimana masuknya vena porta dan arteria hepatica dan
keluarnya duktus hepaticus. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan
7

terletak di bagian atas cavitas abdominal tepat dibawah diafragma.


Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra, dan
hemidiafrgma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium
dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiafragma
sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah
kubah diafragma. Fascia viseralis membentuk cetakan visera yang
letaknya berdekatan sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan.
Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesofagus, gaster,
duodenum, fleksura colidextra, ren dextra dan glandula suprarenalis
dextra, serta vesica biliaris. Hepar dibagi menjadi lobus hepatis dexter
yang besar dan lobus hepatis sinister yang kecil oleh perlekatan
ligamentum peritoneale, ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter
terbagi lagi menjadi lobus quadrates, dan lobus caudatus oleh adanya
vesica biliaris, fissure ligament teretis, vena cava inferior, dan fissure
ligament venosi. Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada fascies
viseralis, dan teletak diantara lobus caudatus dan lobus quadrates. Bagian
atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir-pinggir porta
hepatis. Pada tempat ini terdapat duktus hepaticus sinister dan dexter,
ramus dexter dan sinister arteria hepatica, vena portae hepatis, serta
serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Disisni terdapat beberapa kelenjar
limf hepar. Kelenjar-kelnjar ini menapung cairan limf hepar danvesica
biliarus, dan mengirimkan serabut eferannya ke nodi lymphoidei coeliaci.
Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, tetapi hanya sebagian
ditutupi oleh peritoneum. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena
sentralis pada masing-masing lobules bermuara ke vena hepaticae. Di
dalam ruangan diantara lobules-lobulus terdapat canalis hepatis yang
berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan
sebuah cabang duktus choledochus (trias hepatis). Darah arteria dan
vena berjalan diantara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan melalui
vena sentralis.

Pendarahan
Vasa darah yang memberi darah ke hepar adalah a.hepatica dan v.portae
hepatis. Arteri hepatica membawa darah yang kaya oksigen ke hepar,
sedangkan v.portae hepatis membawa darah vena yang kaya hasil
pencernaan yang telah diserap dari tractus gastrointestinal. Darah arteri
dan vena masuk ke v.centralis dari setiap lobules hepatis melalui sinusoid
hepar.Vena centralis bermuara ke vena hepatica dextra et sinistra, dan
meninggalkan permukaan posterior hepar menuju vena cava inferior.
Limfe
Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3-1/2 seluruh limfe tubuh.
Vasa limfe meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di
porta hepatis. Vassaefferent menuju LN.coeliacus. Sejumlah kecil vasa
limfe menembus diafragma menuju LN.mediastinalis posterior.
9

Persyarafan
N.symphaticus dan N.parasymphaticus yang berasal dari plexus coeliacus.

Fisiologi
Fungsi hepar yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu ke
dalam traktusintestinalis; (2) berperan pada banyak metabolisme yang
berhubungan dengan karbohidrat, lemak dan protein; (3) menyaring darah
untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah
dari lumen intestinum. Fungsi hepar yang utama adalah membentuk dan
mengekskresi empedu. Hati menyekresi sekitar sekitar 500 hingga 1.000
ml empedu kuning setiap hari. Hati juga berperan dalam metabolism
makronutrien yaitu karbohidrat, lemak dan protein, serta berperan dalam
fungsi detoksifikasi.

3.

Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang


dialami Ny. M?
Jawab:
Perbandingan pria dan wanita adalah 1:2. Banyak terjadi pada usia 40an. Perbedaan lain dengan di negara Barat ialah batu empedu banyak
ditemukan mulai pada usia muda di bawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata
tersering ialah 40-50 tahun. Pada usia di atas 60 tahun, insiden batu saluran
empedu meningkat. Jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada
jumlah

penderita

laki-laki.

Jing-Sen

Shi,dkk

(China,

2001)

dalam

penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid yang mengandung


estrogen dan progesteron memengaruhi pembentukan batu empedu pada
pasien wanita dengan usia 20-44 tahun. (1) mereka yang kegemukan, terutama
wanita (ingat aforism 4-F : forty, female,fat,fertile). Orang gemuk, garam
empedu darahnya menurun, sehingga kolesterol dalam empedunya meningkat;
(2) pengaruh hormon estrogen, sedang hamil, terapi hormon, pemakai pil KB.
Estrogen

meningkatkan

kolesterol

empedu

selain

mengurangi

pemompaan kandung empedu; (3) pada usia 20-60 tahun wanita dua kali lebih
sering kena batu empedu dibanding pria; (4) pemakai obat antikolesterol. Obat
ini meningkatkan kolesterol empedu.
10

Selain itu (5) pada pengidap kencing manis. Pada kencing manis lemak
darahnya tinggi; (6) jika penurunan berat badan drastis. Ini berakibat
metabolisme lemak meningkat. Ekstra kolesterol masuk ke dalam empedu; (7)
mereka yang sedang berpuasa. Pengosongan kandung empedu berkurang
sehingga kolesterol empedu cenderung lebih pekat; dan (8) cenderung terjadi
pada etnis-etnis tertentu. Orang Amerika lebih banyak kena batu empedu.
4.

Apa penyebab secara umum dari keluhan:

Nyeri perut kanan atas


Jawab:
Nyeri perut kanan atas sering disebabkan oleh kolesistitis (radang
empedu), kolelitiasis, hepatitis, hepatoma, abses hepar, kelainan-kelainan
pada pankreas, dan juga penyakit pada usus besar.
organ dan bagian tubuh yang ada di bagian kanan atas, antara lain:
-

Empedu, kandung empedu

Hepar (hati)

Ginjal

Kaput pankreas

Duodenum

Diafragma sebelah kanan

Dengan demikian, apapun penyakit yang mengenai organ atau bagianbagian tubuh di perut sebelah kanan atas ini, dapat menyebabkan rasa
nyeri di perut kanan atas.
-

Batu Empedu. Kantung empedu itu letaknya dibawah hati di perut


kanan bagian atas. Batu dalam kandung empedu atau kolelitiasis
dapat menimbulkan rasa nyeri apabila batu bergerak ke dalam saluran
empedu dan menghambat aliran empedu, yang akan menyebabkan
inflamasi (pembengkakan) kandung empedu. Biasanya nyerinya terasa
hebat, disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, mual dan
muntah. Nah, inflamasi yang disebabkan oleh batu empedu ini disebut
dengan kolesistitis atau radang empedu. Faktor resiko terjadinya batu
empedu itu adalah wanita, subur, berumur 40 tahun ke atas, dan gemuk
11

atau sering disebut dengan 4F (Female, Fertile, Forty, Fat). Selain itu,
kanker kandung empedu juga dapat menyebabkan nyeri perut kanan
atas.
-

Penyakit Hati. Mengingat hati terletak di perut kanan atas. Beberapa


penyakit hati dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas. penyakitpenyakit itu antara lain, fatty liver (perlemakan hati), kanker hati, abses
hati, atau hepatitis akut. Budd-Chiari syndrome, bekuan darah yang
menghambat aliran vena yang membawa darah dari hati ke vena cava
inferior juga dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas.

Penyakit yang berasal dari lambung. Penyakit pada lambung (yang


seyogianya terletak di tengah dan agak ke kiri perut) dapat
menimbulkan nyeri yang menjalar ke perut kanan atas. Salah satunya
adalah gastritis. Rasa nyeri dapat disertai dengan mual, muntah, dan
kurang nafsu makan. Ulkus peptikum juga dapat menyebabkan nyeri
yang menjalar ke kanan atas. nyeri biasanya terjadi setelah makan atau
pada malam hari. Kanker lambung juga dapat menyebabkan nyeri
perut kanan atas.

Penyakit pankreas. Pankreas terletak di bawah hati dan di belakang


lambung. Pankreas mengeluarkan enzim untuk membantu pencernaan,
dan juga mengeluarkan insulin yang diperlukan untuk penyerapan
glukosa ke dalam sel dan jaringan. Penyakit pada pankreas dapat
menyebabkan nyeri perut kanan atas. Penyakit pada pankreas antara
lain, kanker pankreas, pankreatitis akut atau kronis. Pankreatitis akut
dapat menyebabkan nyeri yang hebat.

Penyakit pada paru-paru. Terutama apabila terjadi yang namanya


efusi pleura, atau disebut dengan nyeru pleuritik. Misalnya, terjadi
pneumonia maka akan adanya inflamasi lapisan paru-paru, yakni
lapisan pleura, yang kemudian dapat menjalar ke diafragma (otot yang
memisahkan perut bagian atas dan paru-paru). Inilah yang dapat
menyebabkan nyeri pada perut bagian atas.

Penyakit ginjal. Penyakit-penyakit pada ginjal, baik itu batu ginjal


atau infeksi pada ginjal juga dapat menyebabkan nyeri perut kanan
atas. Namun, kalau disebabkan oleh penyakit ginjal, nyerinya lebih
cenderung di bagian belakang.
12

Demam dan menggigil


Jawab:
Demam merupakan hasil dari respon kekebalan tubuh terhadap benda
asing yang masuk. Reaksi ini akan menghasilkan zat yang disebut pirogen
yang memicu kekebalan tubuh.
Gangguan otak atau akibat zat yang menimbulkan demam (pirogen)
yang menyebabkan peningkatan set point di hypothalamus untuk melawan
infeksi. Zat pirogen ini bisa berupa protein, pecahan protein, dan zat lain
(terutama kompleks lipopolisakarida atau pirogen hasil dari degenerasi
jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama keadaan sakit)(pirogen
endogen). Pirogen eksogen merupakan bagian dari pathogen, terutama
kompleks lipopolisakarida (endotoksin) bakteri gram yang dilepas
bakteri toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh dan
terjadilah demam yang juga akan merangsang produksi panas tubuh
dengan menggigil.
Ex: imunisasi , tumbuh gigi akan menyebabkan demam ringan
Gangguan autoimun, reaksi obat, infeksi (meningitis, pneumonia,
kolangitis), kejang atau kanker juga dapat menyebabkan demam.

5.

Bagaimana mekanisme berdasarkan scenario dari:

Nyeri perut kanan atas


Jawab:
Pada kasus, Ny. M menderita batu saluran empedu dan kolesistitis. Pada
batu saluran empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding
vesica biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan
mensensitasi serabut saraf yang menpersarafi otot polos dinding vesica
biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major, dan akan
dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau atau daerah epigastrium
(dermatome T7,8,9).

Demam dan menggigil


Jawab:
Demam dan menggigil terjadi karena adanya infeksi yang menimbulkan
gejala sistemik. Infeksi pada kasus kali ini kemungkinan terjadi pada
saluran empedu (cholangitis) dan merupakan infeksi sekunder. Bakteri
13

dapat menginfeksi sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri.
Bakteriobilia tidak otomatis dengan sendirinya menyebabkan cholangitis
pada individu yang sehat karena efek bilasan mekanik aliran empedu,
kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA. Obstruksi pada
saluran empedu dapat mengakibatkan cholangitis dan cholesysistitis
akibat adanya penurunan aliran empedu (bile flow) dan produksi IgA,
yang menyebabkan gangguan fungsi sel Kupfer dan rusaknya celah
membran sel (biliary tight junctions) menimbulkan refluks kolangiovena.
Meningkatnya tekanan intrabilier >1960 Pa (20 cmH2O), kisaran normal
686-1373 Pa atau 7-14 cmH2O, dapat memaksa bakteri dari saluran
empedu masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pasien-pasien kolangitis dan
batu

saluran

empedu

memiliki

tekanan

intrabilier

lebih

tinggi

dibandingkan tanpa adanya batu atau kolangitis. Pada akhirnya, obstruksi


bilier akan meningkatkan translokasi bakteri ke dalam sistem porta dan
mengganggu ekskresi bilier dan sifat antibiotiknya sehingga menyebabkan
gejala klinis. Infeksi dari bakteri ini akan menyebabkan reaksi peradangan
pada saluran empedu atau kandung empedu yang akan menimbulkan
lepasnya interleukin-1 ke dalam sirkulasi sistemik. Interleukin-1 akan
menginduksi pembentukkan prostaglandin E2 dari asam arakidonat.
Prostaglandin E2 akan bekerja di hipotalamus dengan meningkatkan setpoint suhu termostat suhu tubuh di hipotalamus. Akibatnya, tubuh akan
menduga bahwa suhu tubuh normal lebih rendah dari biasanya, sehingga
tubuh akan berusaha meningkatkan suhu tubuh menjadi sesuai dengan
termostat tubuh saat itu, salah satunya dengan cara menggigil. Dengan
demikian suhu tubuh pasien akan lebih tinggi dari normal dan pasien juga
akan menggigil.

b. Masalah 2: Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. M mengeluh nyeri di perut kanan atas yang
menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan
bertambah hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny. M minum obat
penghilang nyeri.
1.

Bagaimana mekanisme nyeri bisa menjalar sampai ke bahu sebelah


kanan?
Jawab:
14

Nyeri pada perut kanan atas dikarenakan implikasi pada saraf yang
mempersarafi vesica felea yaitu, plexus coeliacus. Plexus ini mempunyai
hubungan dengan n.suprascapularis sehingga nyeri pada plexus ini bisa juga
dirasakan oleh n.suprascapularis yang mempersarafi otot pada belikat kanan
(bahu sebelah kanan).
Sebenarnya, nyeri yang terjadi pada penderita obstruksi jaundice
merupakan nyeri yang menyebar atau (reffered pain). Obstruksi jaundice
menyebabkan nyeri yang akan diterima oleh saraf aferen mengikuti saraf
simpatis. Nyeri ini akan berjalan melalui plexus coeliacus dan nervus
splanchircus

major

menuju

ke

medula

spinalis.

Peradangan

dapat

menyebabkan plexus coeliacus terjepit, maka nyeri ini bisa menyebar dan
mengenai peritoneum parietal dinding anterior abdomen atau diafragma bagian
perifer. Hal ini akan menyebabkan:
1. Nyeri somatik dirasakan di kuadran kanan atas dan berjalan ke punggung
bawah angulus inferior scapula.
2. Radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang
dipersarafi oleh nervus phrenicus (C3, C4, C5), akan menyebabkan nyeri
di daerah bahu sebab kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervi
supraclavicularis (C3, C4).

15

2.

Bagaimana penyebab dan mekanisme mual berdasarkan scenario?


Jawab:
A. Berdasarkan pusat mual muntahnya:
-

vagal effect.
Pusat muntahnya berasal dari Gastrointestinal karena menurunkan
motilitas gaster, sehingga menimbulkan rasa ingin membuang
makanan keatas.
Disebabkan = konstipasi, bowel obstruksi, GI pathology.

vestibular effect (batang otak bagian belakang dekat pusat


pendengaran)

motion sickness (mabuk karena perjalana).

Dizzness (pusing)

Ganguan yang kedua (tumor otak dan obat)

midbrain effect (otak tengah / hipotalamus)

pusat muntah di otak tengah

karena peningkatan intrakranial di otak (ICP)

disebabkan karena cemas dan stress

chemoreceptor trigger zone (CTZ) (otak belakang bagian bawah)

disebabkan karena efek samping obat

gangguan metabolisme
o hiperkalemia, ketidakseimbangan elektrolit dehidrasi, liver
dan renal disease.

gabungan (kombinasi) / integrated vomiting center

disebabkan efeksamping dari terapi radiasi dan kemoterapi.

Melibatkan lebih dari satu pusat muntah

B. berdasarkan dari penyakit:

16

1. Gastrointestinal : obstruksi, motilitas, intraabdominal emergency,


gastroenteritis.
2. Kardiovaskular: infark, congestive, shock.
3. Drug withdrawl: opiate, benzodiazepine.
4. lain-lain: kehamilan, pasca operasi.
Mekanisme mual:
Obstruksi saluran empedu aliran balik cairan empedu ke hepar
(bilirubin,garam empedu dan kolesterol) Peradangan di sekitar hepatobiliar
keluarkan SGOT/SGPT mengiritasi saluran cerna rangsang n.vagal
dan tekan rangsangan parasimpatis penurunan peristaltik usus dan lambung
makanan tertahan di lambung peningkatan rasa mual
Mekanisme lain yang bisa menyebabkan mual yaitu akibat adanya
peningkatan bilirubin di dalam plasma, dimana bilirubin ini dapat bersifat
sebagai bahan iritan yang bisa merangsang hipotalamus dan mensensitisasi
rasa mual.
3.

Bagaimana mekanisme nyeri hilang timbul?


Jawab:
Mekanisme nyeri hilang timbul pada pasien ini disebabkan karena sekresi
empedu ke dalam duodenum sebagian besar terjadi sesaat sesudah makan
untuk mencerna lemak, sehingga pada saat itu pasien merasa sakit karena
adanya kontraksi yang meningkat pada saluran empedu

4.

Bagaimana mekanisme nyeri bertambah hebat bila makan makanan


berlemak?
Jawab:
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot
polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi,
17

sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.


Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi
lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Akan
tetapi, karena terjadi obstruksi akibat adanya batu yang menyumbat di bile
duct, maka hal ini dapat menimbulkan rasa nyeri karena terjadinya
peningkatan kontraksi (peristaltis) kandung empedu dan saluran empedu.

5.

Obat penghilang nyeri apa saja yang mungkin diminum Ny. M dan
bagaimana mekanisme kerjanya?
Jawab:
Analgesik sendiri dibagi dua yaitu :
I. Analgesik opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan
kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan
obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka
usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan
dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa
bahaya adiksi.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :
1. Obat yang berasal dari opium-morfin,
2. Senyawa semisintetik morfin, dan
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
II. Analgesik lainnya, Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para
amino fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam
mefenamat, naproksen/naproxen dan banyak lagi.
Biasanya obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri biasanya
terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1. analgetik (menghilangkan rasa nyeri),

18

2. antipiretik (menurunkan demam), dan


3. anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja obat analgetik merupakan sebuah mekanisme
fisiologis tubuh terhadap zat-zat tertentu. Obat analgetik bekerja di dua tempat
utama, yaitu di perifer dan sentral. Golongan obat AINS bekerja diperifer
dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim
siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan
analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu
dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter
dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.
Prostaglandin merupakan hasil bentukan dari asam arakhidonat yang
mengalami metabolisme melalui siklooksigenase. Prostaglandin yang lepas ini
akan menimbulkan gangguan dan berperan dalam proses inflamasi, edema,
rasa nyeri lokal dan kemerahan (eritema lokal). Selain itu juga prostaglandin .
meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf terhadap suatu rangsangan nyeri
(nosiseptif).
Enzim siklooksigenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat. Obat AINS memblok aksi dari enzim
COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, dimana hal ini
menghasilkan kedua efek yakni baik yang positif (analgesia, antiinflamasi)
maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal dan
perdarahan). Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu
ubiquitously dan constitutive yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang
diinduksikan inflamasi COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa
lambung, parenkim ginjal dan platelet. Enzim ini penting dalam proses
homeostatik seperti agregasi platelet, keutuhan mukosa gastrointestinal dan
fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat inducible dan diekspresikan
terutama pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan menimbulkan inflamasi,
demam, nyeri dan kardiogenesis. Regulasi COX-2 yang transien di medulla

19

spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan mungkin penting dalam


sensitisasi sentral.
Obat penghilang rasa nyeri yang mungkin diminum oleh Ny. M adalah:
Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen,
Flurbiprofen

Ibuprofen,

Indomethacin,

Meclofenamate, Mefanamic acid

Ketoprofen,

Ketorolac,

Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin,

Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.


Mekanisme kerja:
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah
satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah
mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX
pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator
nyeri .

a.

Analgetik perifer

Analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu
badan pada saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat
pengatur kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit
dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya keringat.
Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer di golongkan terdri dari
golongan salisilat, golongan para-aminofenol, golongan pirazolon, dan
golongan antranilat. Contohnya Parasetamol, Asetosal, Antalgin.
b.

Analgetik NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs)

Anti radang sama kuat dengan analgesik di gunakan sebagai anti nyeri atau
rematik contohnya asam mefenamat, ibuprofen.

Antalgin
a) Mekanisme kerja :
Aminopirin merupakan derivate pirazolon yang mempunyai efek sebagai
analgesik, antipiretik. Efek antipiretik diduga berdasarkan efek mempengaruhi
pusat pengatur suhu di hipotalamus dan menghabisi biosintesa dari
prostaglandin sedangkan efek analgesiknya mengurangi rasa nyeri cukup kuat.
20

Asam Mefenamat
a) Mekanisme kerja :
Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja
dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti
inflamasi dan antipiretik.
3) Ibuprofen
a) Mekanisme kerja :
Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionate dari kelompok obat anti
inflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat
menjadi PG-G2 terganggu.
Prostaglandin berperan pada pathogenesis inflamasi, analgesik dan damam.
Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai efek anti inflamasi dan
analgetik-antipiretik.
Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin)
dengan efek samping lebih ringan terhadap lambung.
Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan dengan
protein plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam setelah
pemberian. Adanya makanan akan memperlambat absorbsi, tetapi tidak
mengurangi jumlah yang di absorbsi. Metabolisme terjadi di hati dengan
waktu paruh 1,8-2 jam. Ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan
metabolit inaktif, sempurna dalam 24 jam.
4) Parasetamol
a) Mekanisme kerja :
Parasetamol

adalah

derivate

p-aminofenol

yang

mempunyai

sifat

antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik di sebabkan oleh gugus aminobenzen


dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik
parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat
antiinflamasinya sangat lemah hingga tidak digunakan sebagai anti rematik.
Pada penggunaan per oral parasetamol di serap dengan cepat melalui saluran
cerna. Kadar maksimum dalam plasma di capai dalam waktu 30 menit sampai
60 menit setelah pemberian. Parsetamol dieksekresikan melalui ginjal, kurang

21

dari 5 % tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk


terkonjugasi.

6.

Bagaimana hubungan keluhan sekarang dengan 2 bulan yang lalu?


Jawab:
Batu yang tadinya di kantong empedu turun ke duktus koledokus
Obstruksi total

Bilirubin meningkat

Badan

kuning,

Mata

kuning. BAK seperti teh tua


Pada kasus ini kemungkinan terjadi pembentukkan batu empedu pada kandung
empedu terlebih dahulu (batu sekunder) atau terjadi pembentukkan batu pada
ductus intrahepatik (batu primer). Kemudian dua bulan yang lalu, batu empedu
tersebut ikut mengalir bersama cairan empedu mengyumbat di ductus cysticus
yang akan menyebabkan cholesistitis dan kemudian berakhir dengan
menyumbat

saluran

empedu

(duktus

choleodocus),

disebut

juga

choledocolithiasis. Keadaan ini (cholesistitis) menyebabkan munculnya rasa


nyeri pada abdomen kuadran kanan atas dan semakin parah ketika memakan
makanan

berlemak

(karena

adanya

sumbatan

pada

saluran

empedu/choledocolithiasis sehingga saat ada makanan berlemak dan terjadi


kontraksi kantung empedu untuk mengeluarkan cairan empedu terjadilah
peningkatan peristaltik saluran yang mengakibatkan rasa nyeri hilang timbul).
Pada saat itu, kemungkinan sumbatannya masih parsial dan belum terjadi
infeksi, sehingga pada saat itu belum terjadi demam, menggigil, mata dan
badan kuning, perubahan pada feses dan urin. Pada saat ini, kemungkinan rasa
sakit hanya ditimbulkan dari perangsangan peritoneum visceralis dan belum
mencapai peritoneum parietalis (nyeri yang belum berat dan disertai nyeri
alih). Kemudian tanpa adanya terapi, pada 1

minggu yang lalu terjadi

obstruksi total dan mulai terjadi infeksi dan peradangan . Selanjutnya, karena
tetap tidak ada terapi, infeksi dan reaksi peradangannya menjadi lebih parah
dan telah terjadi perangsangan saraf pada peritoneum parietal (nyeri perut
yang hebat).

22

c. Masalah 3: Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan


yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti
dempul, dan gatal-gatal.
1.

Bagaimana penyebab dan mekanisme dari:

Demam ringan yang hilang timbul


Jawab:
Penyebab:
Infeksi
Infeksi oleh bakteri, virus, jamur, maupun parasit dapat menyebabkan
terjadinya demam.
Non infeksi
Penyakit autoimun dan

adanya keganasan juga bisa menyebabkan

terjadinya demam.
Fisiologis
Seperti adanya dehidrasi, suhu yang terlalu tinggi, dan pasca imunisasi
juga bisa menyebabkan demam.
Mekanisme:
Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan
peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Inflamasi yang terjadi
akan memicu neutrofil dan sel-sel radang secara kemotaksis. Neutrofil dan
sel-sel radang akan memicu messenger untuk mengaktifkan sel-sel lain
pada system imun kita. Messenger yang bereaksi adalah Interleukin (IL),
dan interferon. Yang paling banyak adalah IL-1.IL-1 memicu hipotalamus
untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya fosfolipase yang akan
mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan memicu
keluarnya Prostaglandin (PG).
Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di
hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang
menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah terjadinya demam.

23

Demam ringan hilang timbul karena proses inflamasi masih ringan dan
belum terjadi sepsis.

Mata dan badan kuning


Jawab:
Penyebab
-

Jaundice
o Peningkatan bilirubin dalam aliran darah dapat menyebabkan
jaundice, atau sebuah pigmentasi kekuningan pada kulit,
membran mukosa, atau bola mata. Bilirubin disebabkan oleh
pemecahan RBC tua yang terakumulasi di hati dan tidak dipecah
dengan baik. Penyebab utama jaundice pada anak yaitu akibat
beberapa jenis hepatitis, malaria, new born jaundice, biliary
atresia (blok pada saluran empedu) atau kelainan bilirubin.
Penyebab utama pada orang dewasa yaitu penyakit hati, beberapa
jenis hepatitis, blok pada saluran empedu, kelainan bilirubin,
anemia, obat yang menginduksi cholestasis, dan malaria.

Hepatitis
o Hepatitis adalah inflamasi di hati, terkadang disebabkan oleh
infeksi virus, bakteri atau parasit, kerusakan hati, overdosis dari
pengobatan tertentu (seperti asetaminofen), atau sel imun yang
menyerang hati. Gejala meliputi mata kuning, muntah, mual,
nyeri otot, dan lemah. Walaupun beberapa kasus dapat
diselesaikan dengan cepat, hepatitis dapat berkembang menjadi
penyakit yang serius yang dapat mengancam nyawa. Terapi harus
dilakukan sesegera mungkin.

Liver Disease
o Tipe-tipe tertentu dari penyakit hati bisa menyebabkan terjadinya
kekuningan pada bola mata. Sirosis adalah hasil dari penyakit
hati kronik, meninggalkan luka (scars) pada organ. Penyebab
tersering adalah infeksi Hepatitis B atau C, gangguan metabolik
atau penyakit fatty liver non alkoholik. Gejala lain meliputi mual,
muntah, nyeri perut, perdarahan pada hidung atau gusi, dan turun
berat badan. Penyakit hati akibat alcohol merusak hati karena
24

penyalahgunaan alcohol dalam jangka waktu yang lama, dan


dapat menyebabkan terjadinya kekuningan pada bola mata, dan
juga nyeri perut, mulut kering, rasa haus, demam, mual, dan
lemah.
-

Cancer
o Kanker pancreas bisa merusak pancreas, dimana pancreas
membantu

dalam

mengabsorbsi

makanan

berlemak

dan

memproduksi insulin dan glucagon. Sementara penyebabnya


belum diketahui, Lebih sering terjadi pada perokok dan obesitas.
Gejala termasuk nyeri abdomen bagian atas, hilang selera makan,
lemas, kuning pada kulit atau mata, lemah, mual dan muntah.
Kanker hati diklasifikasikan menjadi dua: primer (kanker mulai
di hati) dan metastasis (kanker telah menyebar ke hati). Ada
faktor resiko tertentu yang sering menyebabkan terjadinya
kanker, termasuk pajanan terhadap virus hepatitis, sirosis,
pajanan terhadap substansi yang dapat menyebabkan kanker di
lingkungan, dan penyakit kanker yang herediter. Kanker hati juga
sering terjadi pada laki-laki usia 60 tahun. Gejala sering tidak
jelas, tetapi termsuk demam, nyeri abdomen, hilang nafsu makan
dan kuning pada kulit atau bola mata.
Mekanisme
Penumpukan bilirubin dalam aliran darah akan menyebabkan pigmentasi
kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubakan warna pada
jaringan seperti sclera dan kulit.

BAK seperti teh tua


Jawab:
Batu empedu obstruksi duktus koledokus obstruksi pengaliran
getah empedu (bilirubin direk) ke duodenum getah empedu yang
seharusnya dibawa ke duodenum diserap oleh darah masuk ke
sirkulasi sistemik filtrasi oleh ginjal bilirubin diekskresikan
oleh ginjal urun berwarna kuning bahkan kecoklatan.

25

Warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya
peningkatan bilirubin konjugasi. Adanya bilirubin 2 yang meningkat
menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran kanalikuli biliaris
sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke
pembuluh darah menuju ginjal. Selanjutnya bilirubin 2 ini akan berada di
dalam urin dan menyebabkan warna urin merah kecoklatan.

BAB seperti dempul


Jawab:
Akibat obstruksi saluran bilier, bilirubin direct tidak dapat dialirkan
menuju duodenum. Normalnya bakteri usus akan mereduksi bilirubin
menjadi urobilinogen / strekobilin , zat ini akan memberi warna coklat
pada feces. Jadi jika bilirubin tidak dapat dialirkan menuju duodenum
akibat adanya obstruksi maka urobilinogen tidak akan disekresikan
melalui feces sehingga feces akan berwarna pucat.

Gatal-gatal
Jawab:
Kemungkinan disebabkan oleh peningkatan garam empedu dalam
sirkulasi sistemik dan endapan garam empedu pada saraf di tepi kulit.
Mekanisme:
Obstruksi

saluran

empedu

empedu

gagal

masuk

ke

duodenum bendungan cairan empedu dalam hati regurgutasi


empedu (bilirubin, garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik
peningkatan dan penumpukan garam empedu dalam sirkulasi
merangsang ujung serabut saraf C pruritoseptif impuls dihantarkan
sepanjang serabut saraf sensorik terjadi input eksitasi di kornu dorsalin
susunan saraf tulang belakang diproses di korteks serebri timbul
perasaan gatal.
Klasifikasi Gatal
Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal dari kulit. Misalnya,
inflamasi, kering, dan kerusakan kulit.
Neuropathic itch : Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau

26

sentral. Misalnya, pada herpes dan tumor.


Neurogenic itch : Tidak ada gangguan pada saraf maupun kulit, namun
terdapat transmitter yang merangsang gatal. Misalnya, morphin dan
penyakit sistemik (ginjal kronis, jaundice)
Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya, parasitophobia.
Pada kulit, terdapat ujung saraf bebas yang merupakan reseptor
nyeri (nosiseptor). Ujung saraf bebasnya bisa mencapai bagian bawah
epidermis. Ujung saraf bebas terbagi menjadi dua jenis serabut saraf.
Serabut saraf A bermielin yang merupakan nosiseptor dan serabut saraf C
tidak bermielin. Serabut saraf C terdiri dari 80% mekanosensitif yang
merupakan polimodal nosiseptor dan 20% mekanoinsensitif. Polimodal
nosiseptor merupakan serabut saraf yang merespon terhadap semua jenis
stimulus mekanik dan kimiawi. Sedangkan mekanoinsensitif tidak
merespon terhadap stimulus mekanik, namun memberi respon terhadap
stimulus kimiawi. Sekitar 5% dari mekanoinsensitif ini merupakan
pruritoseptor yaitu reseptor yang menimbulkan rasa gatal, terutama
dipengaruhi oleh histamine. Serabut saraf A merupakan penghantar sinyal
saraf yang cepat. Kecepatan hantarannya mencapai 30m/detik. Sedangkan
serabut saraf C merupakan penghantar sinyal saraf yang lambat.
Kecepatan hantarannya hanya 12m/detik, terlebih lagi pada serabut saraf
C mekanoinsensitif yang hanya 0,5m/detik. Hal ini menjelaskan mengapa
seseorang dapat merasakan rasa gatal beberapa saat setelah stimulus
terjadi. Bandingkan saat tangan kita terkena benda panas.
Pruritogen (garam empedu) menyebabkan ujung serabut saraf C
pruritoseptif

teraktivasi.

Serabut

saraf

tersebut

kemudian

menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input


eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil
dari impuls tersebut adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang
menghasilkan inflamasi neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll).
Setelah impuls melalui pemrosesan di korteks serebri, maka akan timbul
suatu perasaan gatal dan tidak enak yang menyebabkan hasrat untuk
menggaruk bagian tertentu tubuh.

27

d. Masalah 4: Pemeriksaan Fisik


1.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal (beserta gambar)?

Keadaan umum
Jawab:
Tampak sakit sedang: tidak normal (normal tidak tampak sakit/ tampak
sehat)
Penilaian keadaan ini termasuk penilaian subjektif dari setiap dokter.
Penderita yang menampakkan gejala sakit sedang biasanya menunjukkan
beberapa tanda yang merupakan suatu usaha untuk mengurangi rasa
sakitnya, misalnya bila mengalami nyeri abdomen, pasien mungkin akan
memegang daerah yang sakit dan sedikit membungkuk. Mungkin juga
terlihat wajah yang pucat, dan beberapa hal lainnya. Akan tetapi tingkat
kesadarannya masih normal, masih bisa diajak bicara dan memberikan
respon yang baik.

Kesadaran compos mentis: normal


Kesadaran

masih

normal

karena

belum

ada

komplikasi

yang

mempengaruhi pusat kesadaran.

Tanda vital
Jawab:
TD 110/70 mmHg

120/80 mmHg

Normal

Nadi 108 x/menit

60-100x/menit

RR 24x/menit

18-24x/menit

Normal

Suhu 39,5o C

36,5-37,2 oC

Febris

Terjadi demam akibat dari adanya proses inflamasi dari obstruksi saluran
empedu yang menyebabkan statis cairan empedu. Statis emepedu inilah yang
akan menyebabkan terjadinya proses peradangan di saluran empedu

berupa

kolangitis. Suhu tubu yang meningkat akibat inflamasi ini akan menyebabkan
peningkatan denyut nadi.

28

Pemeriksaan spesifik kepala, leher dan thoraks


Jawab:
Sklera ikterik
Interpretasi: Kuning pada sklera
Sclera ikterik karena tersumbatnya duktus choledochus sehingga
bilirubin direct tidak dapat mengalir ke dalam usus sehingga akan masuk
ke sirkulasi sitemik dan menumpuk di jaringan elastik (sclera)

Pemeriksaan spesifik Abdomen


Jawab:

Abdomen
Dinding abdomen

Datar

Datar

Normal

Dinding abdomen

Dinding abdomen

Normal

Inspeksi
Palpasi

Lemas
Nyeri palpasi pada

lemas

Tidak ada nyeri

kuadran kanan atas


Hepar tidak teraba

Peradangan pada
kandung empedu

Hepar tidak

Normal

teraba
29

Murphys Sign (+)

(-)

Ada peradangan
pada kandung
empedu
(cholesistitis)

Kandung empedu

Kandung empedu

Hal ini terjadi

sulit dinilai

dapat dinilai

mungkin karena
ada nyeri tekan
kanan atas jadi sulit
untuk meraba
kandung empedu

Perkusi

Shifting dullness (-)

negatif

Normal

Nyeri tekan kanan atas


Obstruksi sal. Empedu (duktus choledochus) sekresi berupa empedu
tidak dapat dialirkan ke duodenum, tetapi produksi terus berlanjut
kandung empedu teregang menstimulus saraf aferen timbul sensasi
nyeri

Murphys sign
Adanya peradangan pada kandung empedu peradangan dinding
kandung empedu kolesistitis akan menimbulkan nyeri tekan
(murphys sign)

Kandung empedu sulit dinilai


Hal ini terjadi karena pada pemeriksaan ada nyeri tekan kanan atas
sehingga kandung empedu sulit untuk dinilai

Pemeriksaan spesifik ekstremitas


Jawab:
Keluhan Ny. A

Normal

Interpretasi

Palmar eritema (-)

Palmar eritema (-)

Normal

Akral pucat

Aklar tidak pucat

Tidak normal

Edema perifer (-)

Edema perifer (-)

Normal

Ekstremitas :

30

Akral pucat:
Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus
berpindah ke ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total
regurgitasi bilirubin sirkulasi kulit di ekstremitas (akral) akral
kuning pucat

2.

Bagaimana cara pemeriksaan dan indikasi:

Kepala
Jawab:
Pemeriksaan sclera ikterik dideteksi dengan melakukan inspeksi pada
bagian sclera mata. Pada sclera yang normalnya berwarna putih akan
tampak berwarna kuning akibat tingginya kadar bilirubin dalam sirkulasi
darah.

Abdomen
Jawab:
Indikasi: Pemeriksaan fisis abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis
keseluruhan, yang dalam prakteknya merupakan lanjutan dari pemeriksaan fisis
umum, pemeriksaan fisis kepala, leher, thoraks, abdomen, perineum dan
genitalia jika ada indikasi, lalu diakhiri dengan ekstremitas.

1. Persiapan
- Siapkan peralatan: baju periksa, selimut, stetoskop, senter, pena,
penggaris, sarung tangan (tambahan), masker (tambahan).
- Cuci tangan.
- Jelaskan prosedur kepada pasien.
- Anjurkan pasien utnuk menanggalkan baju sampai pinggang.
- Ruang periksa cukup penerangannya.

2. Hal-hal yang perlu diperhatikan


- Jaga privasi pasien.
31

- Tentukan jika nyeri abdomen ada sebelum pemeriksaan, maka periksa


daerah yang nyeri pada urutan terakhir.
- Ikuti urutan pemeriksaan: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
- Pemeriksaan harus terorganisasi dengan baik untuk menghemat
tenaga pasien.
- Visualisasikan struktur/ organ di bawah abdomen sebelum memulai
pemeriksaan.
- Anjurkan pasien relaksasi saat dilakukan pemeriksaan.
- Pasien mungkin batuk dan bersin selama pemeriksaan, untuk itu
gunakan prinsip universal precaution.
INSPEKSI
a.

Atur posisi pasien


-

Posisi pasien supine.

Letakkan satu bantal dibawah kepala pasien dan lutut.

Tutupi dada pasien dengan baju periksa hanya buka daerah


abdomen.

b.

Visualisasikan kuadran atatu region abdomen


-

Visualisasikan garis horisontal dan vertikal yang membagi abdomen


kedalam 4 kuadran dan 9 region.

c.

Visualisasikan organ/ struktur yang ada dibawahnya.


Tentukan kontur/ bentuk kesimetrisan abdomen

Observasi bentuk abdomen antara batas tulang rusuk dengan


simpisis pubis. Pemeriksa melakukan observasi abdomen pada
posisi abdomen pada posisi setinggi mata (posisi pemeriksa duduk
atau berlutut).

Observasi kesimetrisan abdomen: pertama, observasi abdomen pada


posisi berdiri di samping pasien, kemudian berdiri di depan kaki
tempat tidur/ meja periksa. Bandingkan sisi kiri dan kanan abdomen.
Periksa bila ada tonjolan atatu massa.

d.

Observasi umbilikalis
32

e.

Lokasi, kebersihan dan adanya tanda-tanda implikasi.

f.

Observasi kulit abdomen


-

Konsistensi dengan warna kulit keseluruhan abdomen.

Periksa adanya skar, striae, pembesaran vena, lecet atau kemerahan


pada

kulit

atau

adanya

ostomi.

Observasi

lokasi

dan

karakteristiknya.
g.

Observasi pergerakan dinding abdomen.

Pergerakan abdomen berupa pulsasi atau gelombang peristaltik.


Merupakan hal yang normal bila tanda ini timbul.
PALPASI
a. Palpasi abdomen secara dangkal
-

Letakkan telapak tangan dan jarijari pada abdomen.

Tekan kedalam abdomen secara dangkal dan menggunakan jari jari


tangan.

Pindahkan tangan keseluruh 4 kuadran dengan cara mengangkat


tangan kemudian meletakkannya pada daerah yang lain. Jangan
menggeser atau menarik tangan pada permukaan kulit.

b. Palpasi abdomen dengan tekanan sedang


-

Lakukan pada palpasi dangkal.

Berikan penekanan abdomen kurang lebih 6 cm.

Lakukan setiap kuadran secara berurutan.

Untuk pasien yang gemuk gunakan palpasi bimanual.

Identifikasi adanya nyeri atau massa.

c. Palpasi hepar
-

Pemeriksa berdiri disisi pasien.

Letakkan tangan kiri dibawah thorax posterior kanan pada tulang


rusuk ke 11 dan 12 (pinggang).

Instruksikan pasien rileks.

Angkat daerah tulang rusuk tersebut dengan tangan kiri.

33

Letakkan tangan kanan pada abdomen (RUQ) atau dibawah batas


bawah hepar kemudian tekan ke dalam dan ke atas sepanjang batas
lengkung tulang rusuk.

Instruksikan pasien untuk menarik nafas dalam. Pada saat ekspirasi


perawat meraba tepi hepar.

Secara normal hepar tidak teraba kecuali pasien yang kurus. Bila teraba
maka tepi hepar harus halus, tegas dan tidak nyeri.
d. Palpasi limfa
-

Pemeriksa berdiri disisi kanan.

Letakkan tangan kiri dibawah lengkung rusuk sebelah kiri dan


lengkung tersebut untuk memindahkan posisi limfe ke anterior.

Tekan ujung jari jari tangan kanan kedalam batas tulang rusuk kiri
kearah pasien.

Instruksikan pasien untuk menarik nafas dalam melalui mulut.


Biasanya limfe tidak teraba kecuali ada pembesaran yang jelas.

e. Palpasi ginjal
-

Ginjal kiri jarang teraba.

Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.

Letakkan tangan kiri dibawah abdomen, diantara tulang iga dan


lengkung iliaka. Tangan kanan di bagian atas.

Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan kebawah


sementara tangan kiri mendorong ke atas.

Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan.

PERKUSI
Suara abdomen yang terdengar pada perkusi yaitu:
-

Timphany: suara yang keras (Loud Hollow) sangat keras terdengar


diatas lambung dan intestine.

Dullnes (redup): suara yang singkat, tinggi terdengar pada daerah


hati. Limfa dan kandung kemih yang distensi.

34

Hyperresonance: lebih keras dari tympany, biasanya terdengar pada


intetine yangdistensi atau berisi udara.

Flat: suara yang sangat halus, pendek. Terdengar bila tidak ada
udara pada struktur seperti otot, tulang atau massa tumor.

a. Perkusi pada 4 kuadran


b. Perkusi pada hepar/ hati:
-

Menentukan batas atas dan bawah hepar.

Mulai perkusi pada daerah setinggi umbilikalis bergerak keatas


sepanjang garis MCL kanan.

Suara yang pertama terdengar adalah tympany. Bila suara berubah


menjadi dullnes, pemeriksa dapat mengidentifikasi batas bawah
hepar.

Beri tanda titik dengan pena. Biasanya pada batas tulang rusuk.

Perkusi kearah bawah dari ICS ke 4 sepanjing garis MCL kanan.


Suara pertama yang terdengar seharusnya adalah resonance karena
pemeriksa melakukan perkusi pada paru-paru.

Lanjutkan perkusi ke bawah hingga terdengar dullnes ini adalah


batas atas hepar.

Beri tanda titik.

Batas atas setingkat ICS ke-6. Jarak antara kedua titik kurang lebih
6-12 cm.

Perkusi sepanjang garis midsternum dengan tehnik yang sama


seperti sebelumnya. Ukuran hepar pada garis midsternum kurang
lebih 4-9 cm.

c. Perkusi limfe: untuk menentukan ukuran dan lokasi limfe.


-

Perkusi pada sisi abdomen ke posterior sampai garis midaksila kiri


(splenic dullnes) biasanya terdengar dari ICS ke-6 sampai dengan
10.

d. Palpasi dan perkusi kandung kemih; untuk menentukan lokasi dan isinya.
-

Palpasi untuk mengetahui fundus kandung (5-7 cm).


35

Lalu lakukan perkusi diatas regio suprapubik, terdengar suara


dullnes atau redup.

e. Perkusi ginjal
-

Posisi pemeriksa membelakangi pasien.

Observasi sudut kostovertebrae, pehatikan warna dan kesimetrisan.

Palpasi sudut kostovertebral kiri dan amati reaksi pasien dan


tanyakan apa yang dirasakannya. Normal jika terasa nyeri.

Lakukan hal yang sama pada bagian kanan.

Perhatikan: jangan lakukan perkusi dan palpasi bila diketahui riwayat nyeri,
tumor ginjal. Palpasi akan meningkatkan tekanan intra abdominal yang
dapat memudahkan penyebaran.
AUSKULTASI
Gunakan diapragma stetoskop untuk mendengarkan bising usus dan
gunakan bell untuk mendengar bunyi vaskular.
a. Auskultasi bising usus

b.

Gunakkan diapragma stetoskop.

Mulai auskutasi pada daerah kuadran kanan bawah (RLQ).

Perhatikan karakter dan frekuensi suara (bising usus).

Hitung bisisng usus minimal 1 menit

Auskultasi bunyi vaskular dan friction rub


-

Gunakan bell stetoskop.

Dengarkan pada daerah abdominal dan areri renalis, iliaca, dan


femoralis. Letakkan bel stetoskop pada daerah sejajr dengan garis
MCL disamping aorta diatas umbilikalis. Pada umumnya tidak ada
bunyi

yang terdengar, tetapi pada dewas muda mungkin

terdengarbunyi dan hal ini dianggap normal. Pada dewasa kurus,


pulsasi arteri renalis dapat terdengar.
-

Dengarkan friction rub dengarkan suara yang kasar dan


mengganggu dan dengakan dengan teliti pada daerah hepar dan
limpa.

36

Catatan: friction rub disebabkan oleh 2 organ yang bersentuhan/bergesekan.


Biasanya menunjukkan adanya tumor, infeksi atau peritontis yang
memerlukan evalusi medis lebih lanjut.
Tanda Murphy (Murphys sign) dapat ditemukan dengan metode
palpasi. Pada pemeriksaan palpasi, penguji meraba bagian kanan subcostal,
dan pasien diinstruksikan untuk mengambil nafas panjang. Hal ini
menyebabkan vesica felea bergerak menurun akibat dari tekanan cavum
thorax, dan penguji dapat merasakan pergerakannya. Gerakan ini akan
menimbulkan rasa sakit pada pasien, yang berarti tanda Murphy bernilai
positif. Rasa sakit ini akan menimbulkan inspiratory arrest, suatu refleks
menahan nafas akibat rasa sakit.
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang
mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam
yang dapat menimbulkan reflek menahan nafas karena rasa nyeri. Bernafas
dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali lipat
walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasiendengan inflamasi akut kandung
empedu.Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan
manuver ini dan mungkinakan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi
(menarik nafas) ketika kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari
pemeriksa.
Shifting Dullness
Asites atau cairan berlebih dalam tubuh pada tempat yang tidak
semestinya bisa ada di mana saja, termasuk abdomen. Untuk pemeriksaan
cairan di abdomen, dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu Shifting Dullness,
knee chest position, teknik gelombang cairan, dan puddle sign. Pada
pemeriksaan fisik shifting dullness:
- Pasien diminta berbaring dan membuka baju.
- Lakukan perkusi dari umbilikus ke sisi lateral.
- Apabila terdapat perubahan suara dari timpani ke redup, tandai tempat
terjadinya perubahan suara tersebut.
37

- Minta pasien miring ke arah kontralateral dari arah perkusi. Tunggu 30 60 detik.
- Lakukan perkusi kembali pada daerah yang ditandai tadi sampai terjadi
perubahan bunyi dari redup ke timpani.

Ekstremitas
Jawab:
Tidak

terdapat

indikasi

khusus

untuk

pemeriksaan

ekstremitas.

Pemeriksaan ekstremitas pada umumnya dilakukan melalui inspeksi dan


palpasi, akan tetapi terkadang dilakukan

pula pemeriksaan dengan

menggerakan ekstremitas. Untuk pemeriksaan adanya palmar eritema,


akral yang

pucat dan edema perifer, dilakukan inspeksi, dan untuk

memastikan edema perifer juga dilakukan dengan menekan bagian kulit


dan otot di atas os. tibia, jika terdapat edema maka bagian kulit yang di
tekan akan mencekung dan lambat kembali ke keadaan semula.

e. Masalah 5: Pemeriksaan Laboratorium


1.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal (beserta gambar)?

Darah Rutin
Jawab:

Jenis

Nilai Normal

Hasil

Interpretasi

Hb

12-15 g/dL

12,4 g/dL

Normal

Ht

36-46%

36 vol%

Normal

Leukosit

4500-

15.400.mm3

Leukositosis inflamasi,

Pemeriksaan
Darah Rutin

10.000/mm3
Trombosit

infeksi
329.000/mm3

150.000-

Normal

400.000/mm3
LED

Wes:

0- 77 mm/jam

20mm/jam
Win

Peningkatan

proses

inflamasi akut, infeksi


0-

akut

dan

kronik,

38

15mm/jam

kerusakan

jaringan,

reumatoid,

penyakit

kolagen,
stress

malignancy,
fisiologis,

dan

pengaruh obat (dextran,


metil dopa, prokainamid,
teofilin, dll)

LFT
Jawab:

Komponen

Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan

Ny. M

LFT:

Nilai Normal

Interpretasi

20,49 mg/dL

0,2-1,2 mg/dL

Bilirubin direk

19,94 mg/dL

0-0,4 mg/dL

Bilirubin indirek

0,55 mg/dL

0,2-0,8 mg/dL

Normal

SGOT

29 /L

5-40 IU/L

Normal

SGPT

37 /L

0-40 IU/L

Normal

Fosfatase alkali

864 /L

35-125 IU/L

Bilirubin total

Peningkatan bilirubin total dan bilirubin direk:


Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak
dapat masuk ke duodenum menumpuk di hati regurgitasi cairan
cairan empedu ke sistemik, dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi
peningkatan bilirubin konjugasi dan bilirubin total di dalam plasma

Peningkatan fosfatase alkali:


Fosfatase alkali dibuat oleh sel hati dan disekresikan bersama cairan
empedu. Akan tetapi, jika terjadi obstruksi total pada ductus choledokus
39

cairan empedu beserta fosfatase alkali tidak dapat di sekresikan


kedalam duodenum regurgitasi ke sistemik peningkatan fosfatase
alkali.

Amilase dan Lipase


Jawab:

Amilase

30-170 U/L

40 unit/L

Normal (meningkat pada


pankreatitis akut, obstuksi
duktus bilier)

Lipase

14-280 U/L

50 unit/L

Normal (meningkat lebih


dahulu pada pankreatitis
akut dan tetap meningkat
lebih lama dibandingkan
kadar amilase serum)

2.

Bagaimana indikasi pemeriksaan LFT, Amilase dan Lipase?


Jawab:
LFT : dilakukan untuk penapisan yatu mendeteksi adanya kelainan atau
penyakit hati, membantu menegakkan diagnosis, memperkirakan beratnya
penyakit, membantu mencari etiologi penyakit, menilai prognosis pnyakit dan
disfungsi hati, dan menilai hasil pengobatan. Pemeriksaan juga membantu
mengarahkan upaya diagnosis selanjutnya.
Lipase dan amilase akan terlihat dalam darah setelah kerusakan pankreas.
Lipase dan amilase dapat meningkat dalam 2-12 jam pada pankratitis akut,
namun lipase dapat meningkat 14 hari setelah episode kaut, dimana mailase
serum kembali normal setelah kira-kira 3 hari. Lipase berguna untuk diagnosis
akhir pankreatitis akut.

3.

Bagaimana metabolisme bilirubin normal?


Jawab:
Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsure
porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel

40

darah merah oleh sel retikuloendotelial. Wlaupun berasal dri hemoglobin,


bilirubin tidak mengandung zat besi. Bilirubin yang baru terbentuk ini larut
dalam lemak. Di dalam plasma akan berikatan dengan albumin. Oleh karena
terbentuk secara normal dari penghancuran sel darah merah, maka metabolism
dan sekresi selnjutnya dapat berlangsung secara terus-menerus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel eritorsit oleh
makrofag di dalam limpa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami
pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen
globin mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk
pembentukan protein lain.
Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi
biliverdin dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Bilirubin reduktase
akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi.
Walaupun lebih dari 80% bilirubin terjadi dari eritrosit namun sekitar
15-20% bilirubin dapat pula berasal dari hemoprotein lain seperti mioglobin,
sitokrom. Bilirubin tak terkonjugasi ini adalah suatu zat lipofilik, larut dalam
lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan lewat
urine melalui ginjal (disebut pula bilirubin indirek karena hanya bereaksi
positif pada tes setelah dilarutkan ke dalam alcohol). Karena sifat lipofilik zat
ini dapat melalui membrane sel dengan relative musah. Setelah dilepas ke
dalam plasma sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi ini akan membentuk
ikatan dengan albumin sehingga dapat larut dalam darah. Pigmen ini secara
bertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tak
terkonjugasi ini dikonjugasi dengan asam glukoronat membentuk bilirubin
glukoronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi konjugasi
dikatalisasi oleh enzim glukoroniltransferase, yaitu suatu enzim yang terdapat
di RE dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing
yang bersifat toksik.
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal
namun dalam keadaan normal tidak dapat dideteksi dalam urine. Sebagian
besar bilirubin terkonjugasi ini ini dikeluarkan ke dalam empedu, suatu
komponen kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukoronida dan garam empedu.
41

Sesudah dilepas kedalam saluran cerna bilirubin glukoronida diaktifasi oleh


enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi urobilinogen yang akan keluar
melalui tinja (sterkobilin), atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke
hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut ke
dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal.

f. Masalah 6
1.

Cara penegakan diagnosis (+pemeriksaan penunjang tambahan)


Jawab:
Anamnesis: mual, muntah, demam, nyeri di abdomen kuadran kanan atas dan
mid-epigastrium yang berat, menetap, dan menyebar sampai ke bahu kanan
atas.

42

Pemeriksaan fisik: nyeri tekan di abdomen kuadrah kanan atas, tanda Murphy
positif, palpasi vesika felea bisa positif, pemeriksaan sklera dan dinding atas
cavum oris.
Evaluasi laboratorium: jumlah leukosit meningkat, bilirubin dan AP
meningkat positif, amilase meningkat positif (bahkan tanpa adanya
pankreatitis).
Pemeriksaan diagnostik tambahan:
1. Foto polos abdomen
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung
empedu atau di duktus koledekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai
untuk screening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang
menyebabkan kolestasis. Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran
duktus biliaris intra/ ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat
mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila
terjadi sumbatan daerah duktus biliaris, yang paling sering adalah bagian
distal, maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang
kemudian diikuti pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi
atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak
tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis.
Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini
dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal).
Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka akan terlihat duktus
biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat
berdilatasi. Pada dilatasi berat duktus biliaris, duktus biliaris intra hepatal
bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelokkelok.
Pada kasus koledokolitiasis, terdapat batu di dalam duktus koledokus.
Batu ini bisa satu maupun banyak. Batu yang tertanam biasanya terjadi di
43

bagian bawah duktus diatas ampula vateri. Intensitas ikterus biasanya fluktuasi
dimana batu bertindak sebagai katup (ball valve). Obstruksi partial masih
mengeluarkan cairan empedu ke dalam duodenum.
Secara sonografi terlihat Common Bile Duct (CBD) berdilatasi, tampak
bayangan hiper ekhoik dengan bayangan akustik. Batu akan mudah terlihat
karena dikelilingi oleh cairan empedu. Diagnosis akan lebih sulit katika
seluruh saluran empedu tertutup batu, dimana kontras antara cairan empedu
dan batu menghilang, serta tampak hanya sebagai baangan akustik yang
mungkin diduga sebagai gas echo dari duodenum.
3. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP merupkan tindakan yang langsung dan invasif untuk
mempelajari traktus biliaris dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang
berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan yang cukup tinggi dan tingkat
keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%. Pada penyumbatan duktus
biliaris ekstra hepatal oleh koledokolitiasis, tampak gambaran defek pengisian
yang radioluscen.
Indikasi pemeriksaan ERCP yaitu:
a. Pendeita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya
apakah sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatik seperti:
-

Kelainan di kandung empedu

Batu saluran empedu

Striktur saluran empedu

Sclerosing cholangitis

Kista duktus koledokus

b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kelainan pankreas


serta untuk menentukan kelainan seperti:
-

Keganasan pada sistem hepatobilier dan pancreas

Pankreatitis kronis

Tumor pancreas

Metastase tumor ke sistem biliaris atau pankreas.

4. Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)


44

MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus


dengan memakai pesawat MRI dengan memakai heavily T2W acquisition
untuk memaksimalkan signal dari cairan yang menetap pada duktus biliaris
dan duktus pankreatikus.
Perbandingan MRCP dengan ERCP:
-

Kelainan duktus pankreatikus utama dapat dilihat dengan MRCP.

Sensitivitas untuk dilatasi cukup tinggi, tapi harus hati-hati dalam menilai
adanya striktur dengan kaliber duktus yang normal.

Sensitivitas dalam mendeteksi filling defek juga tinggi.

Perubahan dari percabangan duktus pankreatikus kurang baik dengan


MRCP.

5. Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)


PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus
obstruktif ekstra dan intra hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga
pada kebanyakan kasus etiologi daripada obstruksi lainnya. Gambaran saluran
empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan informasi mengenai
saluran empedu, tetapi juga mempermudah menduga penyebabnya, sehingga
dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya.
Indikasi pemeriksaan PTC, yaitu:
-

Untuk membedakan ikterus obstruktif intra hepatik atau ekstra hepatik.

Untuk menentukan letak dan penyebab sumbatan (batu, karsinoma,


striktur, dsb).

Untuk menentukan penyebab sindroma postkholeksistektomi misalnya


batu yang berulang, hepatolitiasis, striktur pasca bedah pada saluran
empedu.

Gambaran yang didapat pada PTC, yaitu:


-

Batu biasanya memperlihatkan filling defect serta obstruksi dengan


berbentuk cembung.

Penyempitan yang halus dengan segmen yang pendek mengindikasikan


adanya striktur.
45

Duktus yang kaku (rigid) dan ireguler mengindikasikan suatu karsinoma.

Gambaran duktus yang berbelit-belit berkelok-kelok dan berdilatasi serta


adanya obstruksi bagian distal mengindikasikan karsinoma pankreas.

Gambaran duktus yang melengkung dan menebal mengindikasikan


sclerosing kolangitis.

6. Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)


Teknik sama dengan PTC, tetapi kateter masuk sampai melampaui
obstruksi dan bisa sampai duodenum. PTBD lebih ke arah terapi, karena flow
dan cairan empedu masuk kedalam sidehole dari kateter.
7. CT-Scan
Pemeriksaan CT Scan mengenai traktus biliaris banyak dilakukan
untuk melengkapi data suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan
sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna menegaskan tingkat atau
penyebab yang tepat adanya obstruksi/ kelainan pada saluran empedu. Dalam
hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif, apakah
intra atau ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus
biliaris. Kunci untuk menetapkan tingkat atau penyebab dilatasi duktus biliaris
adalah evaluasi yang cermat mengenai zona transisi pada tingkat dimana
terjadi

duktus

yang

melebar/dilatasi

kemudian

terjadi

penyempitan-

penyempitan duktus buliaris dan kemudian duktus yang tidak terlihat.


Dilatasi duktus biliaris dideteksi sebagai garis atenuasi yang rendah
atau struktur sirkuler yang tidak memberikan penyengatan dengan pemberian
kontras melalui intravena. Dilatasi CBD dideteksi sebagai suatu bulatan atau
struktur tubuler dekat vena perta atau dekat daerah kaput pankreas. Kandung
empedu sering berdilatasi bila ada obstruksi duktus biliatis ekstra hepatik.
Adanya gambaran dilatasi CBD bagian caudal dari potongan yang
berdampingan dengan vena pora diduga adanya obstruksi bagian distal. Untuk
mengoptimalkan deteksi CT Scan terhadap massa pankreas yang menyumbat
saluran empedu/duktus biliaris ekstra hepatik, maka digunakan teknik
penyengatan kontras yang dinamis.

46

CT Scan dapat mendeteksi secara jelas apakah obstruksi saluran


empedu ini disebebkan oleh karsinoma kaput pankreas. Pemeriksaan CT Scan
tanpa kontrras pada karsinoma kaput pankreas terlihat sebagai massa dengan
densitas yang sama dengan jaringan perenkim yang normal, dan pada
pemberian kontras secara intra vena terlihat berupa suatu daerah dengan
atenuasi yang menurun dibandingkan jaringan parenkim normal.
Pemeriksaan CT Scan dapat juga memperlihatkan dilatasi duktus
pankreatikus serta invasi tumor ke organ-organ sekitarnya seperti gaster,
duodenum, hepar dan kelenjar getah bening. Pemeriksaan CT Scan juga lebih
unggul dalam menentukan tumor saluran empedu seperti cholangiokarsinoma,
dimana CT Scan dapat memperlihatkan jika sudah terjadi infiltrasi ke organorgan yang berdekatan atau sudah metastase. Meskipun gambaran saluran
empedu oleh CT Scan sudah sangat baik, namun dalam mendeteksi batu
saluran empedu hanya 20 sampai 40% saja dapat terdeteksi..

2.

DD (Differential Diagnosis)
Jawab:
Diagnosis

Koledokol Pankrea

Koledokol Ca Caput

Klinik

itiasis,

itiasis

Pankreas

(+)

(+)

(+)

(+) di

titis

Kolangitis Akut
,
Kolesistiti
s
Sklera

(+)

(-)

Ikterik
Nyeri perut

(+), kanan (+),


atas

biasa di

epigastrium,

epigastri

jika obstruksi

um

parsial nyeri
samar di
abdomen
kanan atas,
obstruksi
47

total nyeri
seperti ikterus
obstruktif
Demam

(+)

(+)

Nyeri Alih

(+) di

(+) di

bawah

punggun

punggung

scapula

g kanan

kanan

(+)

(+) di

kanan
Kulit kuning

(+)

(-)

(+)

(+)

Murphys

(+)

(-)

(+)

(-)

BAK teh tua

(+)

(-)

(+)

(-)

BAB dempul

(+)

(-)

(+)

(-)

Leukositosis

(+)

(+)

(-)

LED

Bilirubin

Total dan

Sedikit

Total dan

Total dan

direk

meningk

direk

direk

Sign

(-)

at
SGOT/SGPT

(-)

Normal

Normal

Normal

Nyeri kolik

(+)

(-)

(+)

Gatal-Gatal

(+)

(-)

(+)

Amilase &
Lipase

3.

(-)

WD
Jawab:
Ikterus Obstruktif et causa Koledokolitiasis disertai dengan kolangitis
dan kolesistitis

4.

Etiologi
Jawab:
1. Empedu mengandung terlalu banyak kolesterol
2. Empedu kurang mengandung garam empedu
48

3. Gangguan kontraksi pada kandung empedu


4. Infeksi bakteri dalam saluran empedu
5. Gangguan darah (anemia sel sabit).
6. Faktor hormonal yang dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan
kandung empedu
Kebanyakan batu empedu terbentuk dari kolesterol. Kolesterol cair biasa
hadir di kandung empedu dan saluran empedu dalam kondisi normal. Namun,
kolesterol cair tersebut dapat menjadi jenuh bila terlalu banyak kolesterol atau
terlalu sendikit asam empedu. Hal itu memungkinkan kolesterol mengkristal
dan menggumpal menjadi batu empedu.
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada saluran empedu lainnya.
Faktor predisposisi yang penting adalah :
-

Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu

Statis empedu

Infeksi kandung empedu


Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling

penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan


mengendap dalam kandung empedu .
Stasis

empedu

dalam

kandung

empedu

dapat

mengakibatkan

supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur


tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis.
Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan
perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang
tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam

saluran empedu dapat memegang peranan

sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler


dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler
sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu
empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.
49

5.

Epidemiologi
Jawab:
Kolesistitis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, dan banyak
terjadi setelah usia 40 tahun. Prevalensi meningkat seiring bertambah usia,
prevalensi pada perempuan berkulit putih dua kali lebih besar dibandingkan
laki laki. Pengaruh esterogen (kontrasepsi dan kehamilan ) meningkatkan
penyerapan dan sintesis kolesterol dalam empedu sehingga meningkatkan
angka terjadinya batu kandung empedu.
Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar
10-20% orang dewasa ( 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar
13 % kasus baru dan sekitar 13% nya dari penderita kandung empedu
menimbulkan komplikasi . Kira kira 500.000 orang yang menderita simptom
batu empedu atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan kolesistektomi.
Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000 kematian per tahun. Di
Amerika Serikat, ditemukan pula sekitar 20003000 kematian disebabkan
oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu
empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di
Indonesia belum dapat diketahui.

6.

Faktor Resiko
Jawab:
Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol
antara lain:
1) Obesitas
Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes
melitus tipe 2, hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi
kolesterol hepatik yang kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam
kandung empedu tinggi. Kadar kolesterol dalam kandung empedu yang
tinggi dapat mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau
pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya
kolelitiasis.

50

2) Obat-obatan
Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam
empedu.Obat-obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi
kolesterol melalui sekresi empedu dan tampaknya meningkatkan resiko
terjadinya batu kolesterol empedu.Sedangkan obat-obat dari analog
somatostatin dapat dapat mengurangi pengosongan kandung empedu.
3) Kehamilan
Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil.
Kadar progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung
empedu

yang mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi

tinggi bile dalam kandung empedu.


4) Kandung empedu statis
Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan
terlalu lama puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan
penurunan berat badan yang berlebihan.
5) Keturunan
Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1
sampai 2 kali lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orangorang Amerika keturunan Meksiko.Diantara orang-orang Amerika
keturunan Indian, kelaziman batu empedu mencapai lebih dari
80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan oleh
faktor-faktor genetik (yang diturunkan).

7.

Patofisiologi
Jawab:

51

Hipersaturasi kolesterol

3F
1. Fatty
2. Forty
3. female

Terbentuk batu dalam


kantung empedu

kolelitiasis

Ductus cysticus tersumbat

kolengitis

Gerakan peristaltic untuk mengeluarkan batu

Sensitasi saraf aferen plexus


coeliacus setinggi T 7, 8, 9
Nyerih alih yang dirasakan
pada kuadran kanan atas.
Dermatom yang dipersarafi
oleh T 7, 8 9

Regurgitasi cairan empedu dan


fosfatase alkalin ke sistemik

Badan dan
skelera kuning
dan Peningkatan
fosfatase alkalin

Garam empedu
mensentitasi ujung
saraf tipe C

Batu berpindah ke ductus


cysticus
Obstruksi total

choledokolitiasis

Tidak terbentuk
sterkobilin

Cairan empedu
statis

Feses seperti
dempul

Infeksi dan
inflamasi

Demam

Leukositosis dan
LED meningkat

Gatal-gatal

Difiltrasi oleh Ginjal


BAK Kuning

Nyeri alih ke bahu


karena kulit bahu di
persarafi oleh n.
supraclaviculares (C3,
4)

Iritasi peritoneum
parietal
subdiagfragmaticus y
dipersarafi oleh N.
phrenicus (C3-5)

52

8.

Patogenesis
Jawab:
Pada kasus ini kemungkinan terjadi pembentukkan batu empedu pada kandung
empedu terlebih dahulu (batu sekunder) atau terjadi pembentukkan batu pada
ductus intrahepatik (batu primer). Kemudian dua bulan yang lalu, batu empedu
tersebut ikut mengalir bersama cairan empedu mengyumbat di ductus cysticus
yang akan menyebabkan cholesistitis dan kemudian berakhir dengan
menyumbat

saluran

empedu

(duktus

choleodocus),

disebut

juga

choledocolithiasis. Keadaan ini menyebabkan munculnya rasa nyeri pada


abdomen kuadran kanan atas dan semakin parah ketika memakan makanan
berlemak (karena adanya sumbatan pada saluran empedu sehingga saat ada
makanan berlemak dan terjadi kontraksi kantung empedu untuk mengeluarkan
cairan empedu terjadilah peningkatan peristaltik saluran sebagai usaha untuk
mengeluarkan sumbatan yang mengakibatkan rasa nyeri hilang timbul). Pada
saat itu, kemungkinan sumbatannya masih parsial dan belum terjadi infeksi,
sehingga pada saat itu belum terjadi demam, menggigil, mata dan badan
kuning, perubahan pada feses dan urin. Pada saat tersebut, kemungkinan rasa
sakit hanya ditimbulkan dari perangsangan peritoneum visceralis dan belum
mencapai peritoneum parietalis (nyeri yang dan disertai nyeri alih). Kemudian
tanpa adanya terapi, pada 1 minggu yang lalu terjadi obstruksi total (kuning
pada mata dan kulit, BAB seperti dempul, gatal-gatal) dan mulai terjadi
infeksi sekunder dari organisme pencernaan dan muncul reaksi peradangan,
akan tetapi belum menjadi berat (demam datang hilang timbul). Selanjutnya,
karena tetap tidak ada terapi, infeksi dan reaksi peradangannya menjadi lebih
parah dan telah terjadi perangsangan saraf pada peritoneum parietal (nyeri
perut yang hebat).

9.

Manifestasi Klinis
Jawab:
Warna kekuningan pada kulit atau mata adalah penanda penting secara fisik
pada penyumbatan di empedu, disertai dengan nyeri perut kanan atas, mual,
muntah dan panas. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan Murphy yang positif
biasa ditemukan, sering teraba kandung empedu yang membesar, dan tandatanda peritonitis. Warna seperti dempul pada tinja juga dapat menaikkan
53

kecurigaan pada koledokolitiasis atau pankreatitis. Jika gejala tersebut


dibarengi dengan demam dan menggigil, dapat dipertimbangkan juga
diagnosis kolangitis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada
kuadran kanan atas dan, pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
leukositosis dan peningkatan bilirubin.

1. Asimptomatik
Biasanya

ditemukan

secara

tidak

sengaja

pada

saat medical

check

up melalui plain radiograf, sonogram abdomen atau CT scan.


Berikut adalah gambaran batu empedu yang ditemukan melalui pemeriksaan
ultrasonografi abdomen.

2. Simptomatik
a. Kolik Bilier
Terdapat nyeri kuadran kanan atas yang terjadi secara episodik, kadang
menjalar ke daerah punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat
obstuksi batu di daerah leher kandung empedu, atau duktus kistikus. Kolik
bilier biasanya dipengaruhi oleh makanan berlemak dan dapat hilang dengan
perubahan posisi tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi hati
normal, kecuali bila disertai infeksi.
b. Kolesistitis akut
Kolesistitis merupakan suatu inflamasi akut pada kandung empedu. Hal ini
disebabkan karena adanya obstruksi dari duktus sistikus. Keluhan nyeri sering
dimulai secara progresif memberat. Nyeri sangat sering terjadi pada malam
hari atau menjelang pagi. Nyeri ini biasanya terdapat pada kuadran kanan atas
abdomen atau di epigastrium. Keluhan nyeri ini dapat disertai dengan demam.
Pada kolesistitis akut dapat terjadi terjadi peningkatan sel darah putih
dan MurphySign (nyeri perut kanan atas yang diraba saat inspirasi).
c. Kolesistitis kronik
Kolisistitis akut yang berulang mengarah pada inflamasi kandung empedu
kronik. Biasanya tidak terdapat demam atau peningkatan sel darah putih.
Keluhannya bisa berupa seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan
nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang
hilang setelah bersendawa.
54

d. Koledokolitiasis
Koledokolitiasis sebagian besar berasal dari migrasi batu kandung empedu.
Sedangkan batu koledokus dapat terbentuk di saluran empedu itu sendiri
disebut koledolitiasis primer, biasanya batu ini terbentuk akibat stasis empedu
dan infeksi seperti pada kasus striktur akibat trauma, kolangitis sklerosing atau
kelainan bilier kongenital.
e. Kolangitis
Kolangitis merupakan infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam saluran
empedu akibat obstruksi. Keluhan kolangitis digambarkan dengan Triad
Charcot yaitu nyeri kuadran kanan atas, ikterik dan demam. Kolangitis dapat
mengarah pada syok septik.

10. Komplikasi
Jawab:
-

Ganggren

Perforasi

Empiema kandung empedu

Peritonitis

Hepatorenal syndrome

Pankreatitis

Severe sepsis sampai septic shock

Kolangitis

Kegagalan hati

11. Tatalaksana
Jawab:
a.

Pengobatan umum seperti istirahat total, pemerian nutrisi parenteral

(agar tidak terjadi gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat
penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotic
penting untuk mencegah komplikasi. Golongan AB yang dapat digunakan
seperti ampisilin, sefalosporin, dan metramidazol karena biasanya kumankuman penyebab adalah E. coli, s. faecalis, dan klebsiella.

55

b.

Kolesistektomi laparoskopi merupan teknik pembedahan invansif

menimal didalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum,


system endokamera, dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa
melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Jika usaha ini tidak
berhasil atau tidak memungkinkan dilakukan kolesistektomi laparoskopi maka
dilakukan kolesistektomi terbuka.
c.

Nutrisi
1. Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah
dicerna.
2. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk
jumlah kalori dikurangi.
3. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam
lemak.
4. Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

Penatalaksanaan batu saluran empedu


ERCP

terapeutik

dengan

melakukan

sfinterotomi

endoskopik

untuk

mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dilakukan tahun
1974. Sejak itu teknik ini telah berkembang pesat dan menjadi standar baku
terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat
atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui
mulut beserta skopnya.
1. Konservatif
-Dirawat,diberi cairan infus, istirahat baring
-Analgesik untuk mengurangi nyeri : Meperidine , Hydrocodone ,
Oxycodone
-Antibiotik pada fase awal untuk mencegah komplikasi. Golongan
ampisilin,sefalosporin,dan metronidazol cukup sensitive utuk bakteri yang
umumnya terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli,Streptococcus
faecalis, dan Klebsiella.
56

Ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin


generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu
diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus kasus yang sudah lanjut dapat
diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV.
2. Kolesistektomi (pengangkatan kandung empedu)
Masih terdapat perdebatan apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3
hari) atau menunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan
umum pasien membaik. Tindakan bedah pada fase akut akan
menyebabkan penyebarn infeksi ke rongga peritoneum dan oprasi lebih
sulit karena anatomi menjadi tidak jelas akibat proses inflamasi.
Sedangkan apabila tindakan ditunda lebih lama dapat menyebabkan
timbulkan ganggren dan komplikasi kegagalan tindakan konservatif
lainnya.

Teknik yang seing digunakan adalah koleksistektomi

laparoskopik karena mempunyai kelebihan mengurangi nyeri pasca


oprasi,secara kosmetika lebih baik,memperpendek lama perawatan
dirumah sakit dan menurunkan angka kematian.
Pada awalnya sfingterotomi endoskopik hanya diperuntukkan untuk pasien
usia lanjut yang mempunyai batu saluran empedu residif atau tertinggal pasca
kolisistektomi atau mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami
komplikasi operasi saluran empedu.
Pada kebanyakan senter besar ekstraksi batu dapat dicapai pada 80-90%
dengan komplikasi dini sebesar 7-10% dan mortalitas 1-2%. Komplikasi
penting dari sfingterotomi dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut,
perdarahan, dan perforasi.
Keberhasilan sfingterotomi yang begitu mengesankan ini dan kehendak pasien
yang kuat telah mendorong banyak senter untuk memperluas indikasi
sfingterotomi endoskopik terhadap dewasa muda dan bahkan pasien dengan
kandung empedu utuh dengan masalah klinis batu saluran empedu.
Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, sfingterotomi endoskopik telah
mulai dikerjakan pada tahun 1983., tetapi perkembangannya belum merata ke
semua senter karena ERCP terapeutik ini membutuhkan keterampilan khusus

57

dan jumlah pasien yang adekuat serta alaat fluoroskopi yang memadai untuk
mendapatkan hasil foto yang baik.
12. Pencegahan
Jawab:
a. Ursodeoxycholic acid
Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.
Hal ini telah di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat
karena pola makan rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang
berkaitan dengan risiko tinggi pembentukan batu empedu kolesterol baru (2030%

dalam

bulan).

Kemudian

dilakukan

pemberian

dosis

600

mg ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil mengurangi


insiden batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan
berupa pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan
untuk

mengurangi

serangan

kolik

bilier.

Namun,

ini

tidak

dapat

mengakibatkan pengurangan batu empedu.

b. Pola Makan dan Olah Raga


Sedikit bukti

yang menunjukkan bahwa komposisi makanan dapat

mempengaruhi riwayat penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas


yang mengikuti program penurunan berat badan cepat atau melakukan
pembedahan bariatric berisiko menderita batu empedu. Pencegahan jangka
pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu dipertimbangkan. Olah raga teratur
mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.

Risiko pembentukan batu empedu dapat dikurangi dengan menjalani gaya


hidup sehat, terutama untuk menjaga berat badan dengan meningkatkan
aktifitas fisik. Menerapkan pola makan yang tidak mengandung banyak lemak
jenuh dan tingkatkan asupan serat tampaknya juga membantu mengurangi
risiko batu empedu. Sedangkan faktor risiko utama lain seperti usia dan
berjenis kelamin wanita jelas tidak dapat diubah.

58

TIPS BAGI PENDERITA BATU EMPEDU


1.

Batasi makanan berlemak dan memperbanyak makanan berserat, karena


serat dapat mencegah pembentukan batu empedu lebih lanjut.

2.

Bila kelebihan berat badan maka turunkan berat badan secara bertahap
sangat penting untuk mencegah dan meminimalkan keluhan batu empedu.

3.

Tidak makan sebelum tidur. Makanan kecil sebelum tidur dapat


menaikkan garam empedu dalam kandung empedu.

4.

Membiasakan minum kopi dan makan kacang-kacangan. Selain berbagai


manfaat lainnya, ada beberapa bukti bahwa kopi bisa mengurangi risiko
mengembangkan batu empedu, setidaknya pada orang berusia 40 hingga
75 tahun. Dalam sebuah studi pengamatan yang melacak sekitar 46.000
dokter laki-laki selama 10 tahun, mereka yang minum dua sampai tiga
cangkir kopi berkafein setiap hari mengurangi risiko pengembangan batu
empedu sampai 40%. Dalam studi lain, konsumsi kacang tanah atau
kacang-kacangan lainnya juga berhubungan dengan risiko yang lebih
rendah untuk kolesistektomi. (American Journal of Clinical Nutrition vol
80, no. 1, hal 76-81).

5.

Tambahan suplemen untuk mencerna lemak sangat membantu seperti


lecithin dan vitamin B kompleks

6.

Tercukupinya vitamin C dapat mencegah pembentukan maupun


memperburuk kasus batu empedu

13. Prognosis
Jawab:
Quo ad vitam bonam (mengenai hidup matinya penderita, baik)
Quo ad fungsionam bonam (ditinjau dari segi aktivitas fungsional, baik)

14. KDU
Jawab:
Tingkat Kemampuan 3
3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
59

memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan


(bukan kasus gawat darurat).

V. HIPOTESIS
Ny. M, 48 tahun mengalami icterus obstruktif et causa choledocolitiasis.

VI. LEARNING ISSUE


a. Sistem Hepatobilier (Anatomi, Fisiologi, dan Histologi)

I.1.

Hepar
a. Anatomi
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata 1.500 gr
atau 2% dari total berat badan orang dewasa normal. Letaknya tepat dibawah
diafragma kanan. Hati memiliki 2 lobus, yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang
dibatasi oleh ligamentum falsiformis. Pada bagian posterior hati terdapat porta
hepatica tempat dimana masuknya vena porta dan arteria hepatica dan keluarnya
duktus hepatica.
Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas
abdominlais tepat dibawah diafrgama. Sebagian besar hepar terletak di profunda
arcus costalis dextra, dan hemidiafrgma dextra memisahkan hepar dari pleura,
pulmo, pericardium dan cor. Hepar terbentang ke seblah kiri untuk mencapai
hemidiafragma sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di
bawah kubah diafragma. Fascia viseralis membentuk cetakan visera tang letaknya
berdekatan sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini
berhubungan dengan pars abdominalis oesofagus, gaster, duodenum, fleksura coli
dextra, rend extra dan glandula suprarenalis dextra, serta vesica biliaris.
Hepar dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis
sinister yang kecil oleh perlekatan ligamentum peritoneale, ligamentum
falciforme. Lobus hepatis dexter terbagi lagi menjadi lobus quadrates, dan lobus
caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissure ligament teretis, vena cava inferior,
dan fissure ligament venosi.

60

Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada fascies viseralis, dan teletak
diantara lobus caudatus dan lobus quadrates. Bagian atas ujung bebas omentum
minus melekat pada pinggir-pinggir porta hepatis. Pada tempat ini terdpat duktus
hepaticus sinister dan dexter, ramus dexter dan sinister arteria hepatica, vena
portae hepatis, serta serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Disisni terdapat
beberapa kelenjar limf hepar. Kelenjar-kelnjar ini menapung cairan limf hepar dan
vesica biliarus, dan mengirimkan serabut eferannya ke nodi lymphoidei coeliaci.
Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, tetapi hanya sebagian
ditutupi oleh peritoneum. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis pada
masing-masing lobules bermuara ke vena hepaticae. Di dalam ruangan diantara
lobules-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria
hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang duktus choledochus (trias
hepatis). Darah arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar melalui sinusoid
dan dialirkan melalui vena sentralis.

61

Pendarahan
Vasa darah yang memberi darah ke hepar adalah a.hepatica dan v.portae
hepatis. a.hepatica membawa darah yang kaya oksigen ke hepar,
sedangkan v.portae hepatis membawa darah vena yang kaya hasil
pencernaan yang telah diserap dari tractus gastrointestinal. Darah arteri
dan vena masuk ke v.centralis dari setiap lobules hepatis melalui sinusoid
hepar.Vena centralis bermuara ke vena hepatica dextra et sinistra, dan
meninggalkan permukaan posterior hepar menuju vena cava inferior.
Limfe

62

Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3-1/2 seluruh limfe tubuh.


Vasa limfe meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di
porta hepatis. Vassa efferent menuju LN.coeliacus. Sejumlah kecil vasa
limfe menembus diafragma menuju LN.mediastinalis posterior.
Persyarafan
N.symphaticus dan N.parasymphaticus yang berasal dari plexus coeliacus.

b. Histologi

Secara mikroskopis, hepar terbagi menjadi unit fungsional yang disebut


lobulus yang berbentuk heksagonal. Lobulus tersebut mengelilingi vena sentralis
dan lobulus tersebut dikelilingi oleh cabang-cabang arteri hepatica,vena porta, dan
saluran empedu.
Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurana lebih
60% sel hepar, sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system empedu
dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya
endotolium, sel kuffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Hepatosit
63

sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent vena hepatica
dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena
porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen
secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting
kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan
langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga
tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan
petunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki
sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengn sebelahnya.
Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial endothelial berpori yang dipisahkan
dari hepatosit oleh ruang disse (ruang sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat dalam
dinding inusoid adalah sel fagositik. Sel Kuffer yang merupakan bagian penting
sistem retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limposit atau perisit.
Yang memiliki aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran
darah. Sinosoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan
hati. Peningkatan aktifitas sel-sel stellata tampaknya merupakan faktor kunci
dalam pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati.

64

c. Fisiologi
Fungsi hepar yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam
traktus intestinalis; (2) berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan
dengan karbohidrat, lemak dan protein; (3) menyaring drah untuk membuang
bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum.
Fungsi hepar yang utama adalah membentuk dan mengekskresi empedu.
Hati menyekresi sekitar sekitar 500 hingga 1.000 ml empedu kuning setiap hari.
Hati juga berperan dalam metabolism makronutrien yaitu karbohidrat, lemak dan
protein, serta berperan dalam fungsi detoksifikasi.
d. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsure
porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah
merah oleh sel retikuloendotelial. Wlaupun berasal dri hemoglobin, bilirubin tidak
mengandung zat besi. Bilirubin yang baru terbentuk ini larut dalam lemak. Di
dalam plasma akan berikatan dengan albumin. Oleh karena terbentuk secara
normal dari penghancuran sel darah merah, maka metabolism dan sekresi
selnjutnya dapat berlangsung secara terus-menerus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel eritorsit oleh makrofag di
dalam limpa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan
65

menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen globin mengalami
degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk pembentukan protein lain.
Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi
biliverdin dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Bilirubin reduktase
akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi.
Walaupun lebih dari 80% bilirubin terjadi dari eritrosit namun sekitar 1520% bilirubin dapat pula berasal dari hemoprotein lain seperti mioglobin,
sitokrom. Bilirubin tak terkonjugasi ini adalah suatu zat lipofilik, larut dalam
lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan lewat urine
melalui ginjal (disebut pula bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada
tes setelah dilarutkan ke dalam alcohol). Karena sifat lipofilik zat ini dapat melalui
membrane sel dengan relative musah. Setelah dilepas ke dalam plasma sebagian
besar bilirubin tak terkonjugasi ini akan membentuk ikatan dengan albumin
sehingga dapat larut dalam darah. Pigmen ini secara bertahap berdifusi ke dalam
sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi ini dikonjugasi
dengan asam glukoronat membentuk bilirubin glukoronida atau bilirubin
terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim
glukoroniltransferase, yaitu suatu enzim yang terdapat di RE dan merupakan
kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik.
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal
namun dalam keadaan normal tidak dapat dideteksi dalam urine. Sebagian besar
bilirubin terkonjugasi ini ini dikeluarkan ke dalam empedu, suatu komponen
kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukoronida dan garam empedu. Sesudah dilepas
kedalam saluran cerna bilirubin glukoronida diaktifasi oleh enzim bakteri dalam
usus, sebagian menjadi urobilinogen yang akan keluar melalui tinja (sterkobilin),
atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali
ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut ke dalam air, oleh karena itu sebagian
dikeluarkan melalui ginjal.

66

I.2.

Duktus Biliaris Hepatis


Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan, dan dipekatkan di dalam
vesica biliaris, kemudian dikeluarkan ke duodenum. Duktus biliaris hepatis terdiri atas
duktus hepaticus dexter dan sinister, ductus hepaticus communis, ductus choledochus,
vesica biliaris dan ductus cysticus.
Cabang-cabang interlobulare ductus choledochus terkecil terdapat di dalam
canalis hepatis; cabang-cabang ini menerima canaliculi biliaris; cabang-cabang ini
saling berhubungan satu sama lain dan secara bertahap membentuk saluran yang lebih
besar, sehingga akhirnya pada porta hepatis membentuk ductus hepaticus dexter dan
sinister. Ductus hepaticus dexter mengalirkan empedu dari lobus hepatis dexter dan

67

ductus hepaticus sinister mengalirkan empedu dari lobus hepatis sinister, lobus
caudatus, dan lobus quadrates.
a. Ductus Hepaticus.
Ductus Hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan
sinister pada porta hepatis. Keduanya segera bersatu membentuk ductus hepaticus
communis. Ductus ini panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan turun di pinggir bebas
omentum minus. Duktus ini bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris
yang ada di sisi kanannya membentuk duktus choledochus.

b. Ductus Choledochus.
Panjang ductus ini sekitar 8 cm. Pada bagian pertama perjalannya, ductus
ini terletak di pinggir bebas kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum.
Disini ductus choledochus terletak di pinggir kanan vena portae hepatis dan pada
sisi kanan arteria hepatica. Pada bagian kedua perjalanannya, duktus terletak di
belakang pars superior duodenum di sebelah kanan arteria gastroduodenalis. Pada
bagian ketiga perjalanannya, ductus terlteak di dalam sulcus yang terdapat pada
fascia posterior caput pancreatic. Di sini ductus choledochus bersatu dengan
ductus pancreaticus.
Ductus ini berakhir dibawah dengan menembus dinding medial pars
descenden duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya ducts
choledochus bergabung dengan ductus pancreaticus, dan bersama-sama bermuara
ke dalam ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla hepatopancreatica.
Ampulla ini bermuara ke dalam lumen duodenum melalui sebuah papilla kecil,
yaitu papilla duodeni mayor. Bagian terminal kedua ductus beserta ampulla
dikelilingi oleh seraut otot sirkuler yang diebut musculus sphincter ampullae.
Kadang-kadang, ductus choledochus dan ductus pancreaticus bermuara ke dalam
duodenium pada tempat yang berbeda.

c. Vesica Biliaris.
Adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan
bawah hepar. Vesica biliaris mmpunyai kemampuan menampung empedu
sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan empedu dengan cara
mengabsorbsi air. Kantong ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu fundus, corpus, dan
68

collum. Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah
margoinferior hepar. Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan
fascia visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum vesica
biliaris melanjutkan diri menjadi ductus cysticus, yang berbelok ke dalam
omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis untuk
membentuk ductus choledochus.

d. Ductus Cysticus.
Panjang ductus ini sekitar 8 cm dan menghubungkan collum vesica biliaris
dengan ductus hepaicus communis untuk membentuk ductus choledochus.
Biasanya ductus ini berbentuk seperti huruf S dan berjalan turun dengan jarak
yang bervariasi pada pinggir bebas kanan omentum minus.

69

I.3.

Pankreas
a. Anatomi
Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal dengan panjang sekitar 1215 cm dan tebal 2,5 cm dan berada pada posterior dari omentum majus . Pankreas
terdiri dari kepala, tubuh, dan ekor yang biasanya langsung berhubungan dengan
duodenum melalui dua duktus. Pancreas merupakan kelenjar endokrin dan
eksokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan secret yang mengandung enzimenzim yang dapat menghidrolisis protein lemak, dan karbohidrat. Bagian endokrin
kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans yang menghasilkan hormone insulin dan
glucagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat.
70

Kelenjar ini merupakan organ yang memanjang dan terletak pada


epigatrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan terletak pada
dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum
transpyloricum. Pankreas dapat dibagi menjadi caput, collum, corpus, dan cauda.
1. Caput Pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian
cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san vena
mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
2. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di
depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria
mesenterica superior dari aorta.
3. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
4. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale.
5. Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor ( W I R S U N G I )
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput,
menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars
desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus
choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang
muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
71

b. Ductus Pancreaticus Minor ( S AN T O R I N I )


Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian
bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada
papilla duodeni minor.
Hubungan
1. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan
mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.
2. Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae
hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria
mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula
suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
Vaskularisasi
1. Arteriae
a. a.pancreaticoduodenalis superior (cabang a.gastroduodenalis )
b. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a.mesenterica cranialis)
c. pancreatica magna dan a.pancretica caudalis dan inferior
cabang a.lienalis
2. Venae

a. Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke


sistem porta.
Aliran Limfatik
Kelenjar limf terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.
Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci
dan mesenterica superiores.
Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan
parasimpatis (vagus).

b. Histologi
72

Pancreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi


tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
1. Bagian Eksokrin
Pancreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus,
tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal
dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen
sempit. Tidak terdapat sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat
halus mengandung pembuluh darah, pembuluh limf, saraf dan saluran keluar.
Sebuah asinus pancreas terdiri dari sel-sel zimogen (penghasil protein). Ductus
ekskretorius meluas ke dalam setiap asinus dan tampak sebagai sel
sentroasinar yang terpulas pucat di dalam lumennya. Produksi sekresi asini
dikeluarkan melalui ductus interkalaris (intralobular) yang kemudian berlanjut
sebagai ductus interlobular.

2. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pancreas, yaitu PULAU LANGERHANS, tersebar di
seluruh pancreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas
sel pucat dengan banyak pembuluh darah. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan
retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat
retikulin di dalam pulau. Dengan cara pulasan khusus dapat dibedakan
menjadi:

Sel A = penghasil glukagon

Terletak di tepi pulau

Mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm

Batas inti kadang tidak teratur

Sel B = penghasil insulin

Terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau

Mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah

Mitokondria kecil bundar dan banyak

Sel D = penghasil somatostatin

Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan


dengan sel A

73

Mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan


granula homogen.

Sel C

Terlihat pucat, umumnya tidak bergranula dan terletak di tengah


di antara sel B

Fungsinya tidak diketahui

c. Fisiologi
1. Eksokrin
Sel sel asini menghasilkan beberapa enzim yang disekresikan melalui
ductus pankreas yang bermuara ke duodenum.
Enzimenzim tersebut berfungsi untuk mencerna 3 jenis makanan utama
= karbohidrat, protein, dan lemak. Sekresi ini juga mengandung sejumlah
besar ion bikarbonat menetralkan asam kimus dari lambung.
Enzim proteolitik = tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase.
Tripsin dan kimotripsin : memisahkan protein yang dicerna menjadi
peptida, tapi tidak menyebabkan pelepasan asam asam amino tunggal.
Karboksipolipeptidase : memecah beberapa peptida menadi asam asam
amino bentuk tunggal.
Enzim proteolitik yang kurang penting = elastase dan nuklease.
Enzim proteolitik disintesis di pankreas dalam bentuk tidak aktif berupa =
tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipolipeptidase = menjadi
aktif jika disekresikan di tractus intestinal. Tripsinogen diaktifkan oleh
enzim enterokinase yang disekresi mukosa usus ketika kimus berkontak
74

dengan

mukosa.

Kimotripsinogen

dan

prokarboksipolipeptidase

diaktifkan oleh tripsin.


Enzim pankreas untuk mencerna karbohidrat = amilase pankreas :
menghidrolisis serat, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat (kecuali
selulosa) untuk membentuk trisakaridan dan disakarida.
Enzim pencerna lemak = lipase pankreas : menghidrolisis lemak netral
menjadi asam lemak dan monogliserida. Kolesterol esterase : hidrolisis
ester kolesterol. Fosfolipase: memecah asam lemak dan fosfolipid.
Tiga rangsangan dasar yang menyebabkan sekresi pankreatik :
1. Asetikolin : disekresikan ujung n. vagus parasimpatis dan saraf2
kolinergenik.
2. Kolesistokinin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum
rangsangan asam.
3. Sekretin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum rangsangan
asam.
2. Endokrin
Fungsi endokrin kelenjar pankreas diperankan oleh pulau langerhans sel
, sel , sel , dan sel F.terdiri atas 4 sel
Sekresi sel sel ini berupa hormon yang akan langsug diangkut melalui
pembuluh darah.
Sel Hormon Target Utama Efek Hormonal Regulasi
1. (Glukagon)
Target : Hati, jaringan adiposa
Efek : merombak cadangan lipid, merangsang sintesis glukosa dan
pemecahan glikogen di hati, menaikan kadar glukosa. Distimulasi
oleh kadar glukosa darah yang rendah, dihambat oleh somatostatin.
2. (Insulin)
Target : Sebagian besar sel
Efek : membantu pengambilan glukosa oleh sel, menstimulasi
pembentukan dan penyimpanan glikogen dan lipid, menurunkan
kadar glukosa darah. Distimulasi oleh kadar glukosa darah yang
tinggi, dihambat oleh somatostatin.
3. (Somatostatin)
75

Target : Sel langerhans lain, epitel saluran pencernaan


Efek : menghambat sekresi insulin dan glukagon, menghambat
absorbsi usus dan sekresi enzim pencernaan. Distimulasi oleh
makanan tinggi-protein, mekanismenya belum jelas.
4. F (Polipeptida pankreas)
Target : Organ pencernaan
Efek : menghambat kontraksi kantong empedu, mengatur produksi enzim pankreas,
mempengaruhi absorbsi nutrisi oleh saluran pencernaan. Distimulasi oleh makanan
tinggi-protein dan rangsang parasimpatis

b. Ikterus Obstruktif
Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual.
Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka panjang
bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik
sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan
gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik.
Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut
pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi
bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur
intervensi lainnya untuk pengobatan.
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan
evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi
oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 1,3 mg/dL; ketika levelnya
meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis
sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu
dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.
Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel
darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut
ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati
membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphateglucuronyl
transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam
glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide
76

dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan


kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi
urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan
kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.
DEFENISI
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat
akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40
mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin
untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh
deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.
ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya
dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya
terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya
muncul pada 58% populasi. Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari
tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu
keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut
tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas
membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara
divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris.
Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar
aspek dorsal duodenum.
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan
ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier),
kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik
membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus
hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan
komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.

77

Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus
biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat
dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik.
Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara
tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian
kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter
Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau
bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut
ampula Vater.
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular
peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini
mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.
METABOLISME NORMAL BILIRUBIN
Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin
heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau.
Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan
dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel
hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek
berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui
urin. Didalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam
glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van
den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk.
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu
banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati,
terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya
hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini
disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus.
KLASIFIKASI
Gambar 3 berisi daftar skema bagi klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik
dan post-hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya
terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk
78

sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau
sebuah kondisi pre-hepatik.
DIAGNOSIS
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati.
Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal,
keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan
pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan
pembedahan.
Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin. Penyakit yang
menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang menyebabkan jaundice medis
seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi hepatosit, atau kegagalan
ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan jaundice surgical melalui
kegagalan transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab umum meningkatnya produksi bilirubin
termasuk anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka bakar, dan
reaksi transfusi. Ambilan dan konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis
dan akibat hepatitis virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan kolestasis intrahepatik
dan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk hepatitis
viral atau alkoholik, sirosis, kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat
disebabkan oleh beragam gangguan termasuk koledokolitiasis, striktur bilier benigna, kanker
periampular, kolangiokarsinoma, atau kolangitis sklerosing primer. Ketika mendiagnosa
jaundice, dokter harus mampu membedakan antara kerusakan pada ambilan bilirubin,
konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur secara medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik,
yang biasanya ditangani oleh ahli bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli endoskopi.
Pada kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan
pencitraan radiologis non-invasif membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab
jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas kanan dan
gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris umum biasanya sementara dan
berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis). Serangan jaundice tak-nyeri bertingkat
sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga sebuah keganasan/malignansi. Jika
jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung empedu menetap atau cedera kandung
empedu harus diperkirakan.
79

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tandatanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit
karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada
pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya
sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor
(dikenal hukum Courvoisier).
Hukum Courvoisier
Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu
kandung empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor
pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.

Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum
bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah
lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan
produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada
ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan
hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum
biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya
meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya
berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 8 mg/dL). Alkali
fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin
meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial.
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh
gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin
direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan
saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal
bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui
80

ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu
adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada
kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses
menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus
(pigmen tidak dapat mencapai usus).

Pemeriksaan Penunjang
USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang
pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat
ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor.
Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu
empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi
sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan
penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu
memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.
Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat
menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan
ginjal. Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu
empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat
kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan
endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan
saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah
ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan.

81

Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat
dimasuki kanul.
Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya
dapat

divisualisasikan

dengan

pemeriksaan Percutaneus

Transhepatic

Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui


jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila
ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT)
adalah pemeriksaan radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya
kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat.
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan
biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tandatanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran
empedu.
JAUNDICE OBSTRUKTIF
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan
terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum
sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda
adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses
menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus
obstruktif.
Patofisiologi jaundice obstruktif
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan
dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan
metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan
produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen
empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan
cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi
pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat
menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A,
82

D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis


berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau
osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam
empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi
fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya
sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida
sebagian besar tidak terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi
mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu
hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah
fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria
dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi
oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.

Etiologi jaundice obstruktif


Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran
misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan
cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.
Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di
daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan
gangguan aliran empedu.
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila
vater.
Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma
ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.

83

Gambaran klinis jaundice obstruktif


Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice
obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke
punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas.
Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin
disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien
jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).

Pemeriksaan pada jaundice obstruktif


1. Hematologi
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi.
Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.
Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih
rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin
biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga
mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab
obstruksi dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker
obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase
meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma
pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak
spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.
1. Pencitraan
Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu
membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk
menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4)

84

memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal,


informasi staging pada kasus malignansi)
USG

memperlihatkan

ukuran

duktus

biliaris,

mendefinisikan

level

obstruksi,

mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit


(mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung
empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil
atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan
struktur yang mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan
retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi
95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini
invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis
dan perdarahan.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi
gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting
dalam

evaluasi

sistem

pankreatikobilier.

EUS

juga

berguna

untuk

mendeteksi

dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus
biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi
padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik visualisasi
terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada
pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi
bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah
murni diagnostik.

Penatalaksanaan jaundice obstruktif

85

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk


menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut
dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya
untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater
atau dengan laparoskopi.
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat
dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa
nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat
dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa
kolesisto-jejunostomi,

koledoko-duodenostomi,

koledoko-jejunostomi

atau

hepatiko-

jejunostomi.

c. Bilirubin (Metabolisme)

Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsur porfirin dalam
hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel-sel
retikuloendotel.
Sungguhpun berasal dari hemoglobin, bilirubin tidak mengandung zat besi. Bilirubin
yang bau terbentuk ini larut dalam lemak. Di dalam plasma darah bilirubin ini berikatan
dengan albumin. Karena terbentuk secara normal dari penghancuran sel darah merah maka
proses metabolisme dan sekresi selanjutnya dapat berlangsung secara terus menerus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit oleh makrofag di dalam limfa, hati
dan alat retikuloendotel lain akan mengalami proses pemecahan menjadi heme dan globin.
Melalui proses oksidasi, komponen globin mengalami degadrasi menjadi asam amino dan
digunakan untuk pembentukan protein lain.

86

Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin dengan


melepas zat besi dan karbonmonoksida. Biliverdin redukse akan mereduksi biliverdin
menjadi bilirubin tidak terkonjugasi.
Sungguhpun lebih dari 80% bilirubin terjadi dari pemecahan heme yang berasal dari
eritrosit namun sekitar 15-20% bilirubin dapat pula berasal dari hemoprotein lain seperti
mioglobin, sitokrom. Bilirubin tidak terkonjugasi ini adalah suatu zat lipofilik, larut dalam
lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui
ginjal (disebut pula bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada tes setelah dilarutkan
dalam alkohol). Karena sifat lippofilik, zat ini dapat melalui membran sel dengan relatif
mudah. Setelah dilepas ke dalam plasma sebagian besar bilirubin tidak terkonjugasi ini
membentuk ikatan dengan albumin sehingga dapat larut di dalam darah. Pigmen ini secara
bertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tak berkonjugasi,
dikonjugasi dengan asam glukoromat membentuk bilirubin glukuronida atau bilirubin
terkonjugasi (disebut pula bilirubin direk). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim
glukoronil transferase suatu enzim yang terdapat di retikulum endoplasmik dan merupakan
kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik. Kelompok enzim
ini dapat diaktifkan dengan rangsangan fenobarbital, oleh karena itu fenobarbital dapat
dijadikan sebagai pengobatan, terutama apabila hanya terjadi penurunan kadar glukonil
trasferase.
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam
keadaan normal tidak dapat terdeteksi dalam urin. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi ini
dikeluarkan ke dalam empedu, suatu campuran kolesterol, fospholipid, bilirubin glukuronida
dan garam empedu. Sesudah dilepas ke dalam salurann cerna bilirubin glukoronida (bilirubin
terkonjugasi) diaktifkan oleh enzim bakteri di dalam usus, sebagian menjadi komponen
urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin), atau diserap kembali dari saluran
cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut
dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal.

87

VII. KERANGKA KONSEP

Ny. M, mengalami
hipersaturasi kolesterol

Faktor Resiko

Terbentuknya batu
empedu (kolelitiasis)

Kontraksi kandung
empedu oleh
kolesistokinin

Kolesistitis

Nyeri menjalar ke bahu


kanan

Mual

Murphy Sign (+)

Koledokolitiasis
Nyeri Kolik Bilier

Retensi bilirubin direk

Terjadi Infeksi sekunder

Bilirubin regurgitasi ke
perdarahan sistemik

Produksi
endotoksin

Demam

Kolangitis
akut

Pruritus, mata dan badan


kuning serta akral pucat

LFT, Leukositosis, LED


meningkat

Tidak terbentuk
sterkobilin

Bilirubin direk terfiltrasi


di ginjal

BAB seperti
dempul

BAK seperti teh tua

88

VIII. KESIMPULAN
Ny. M, 48 tahun mengalami ikterus obstruktif et causa Koledokolitiasis disertai
kolangitis dan kolesistitis.

89

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Diagnosa Dini Ikterus Obstruktif Pada Bayi. Dalam : Rusepno Hassan, Husein
Alatas. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II Edisi VII. Jakarta : Info Medika,
1997. h. 538-541
Anonim. Gallensteine. Http://www.internisten-im-netz.de. [diakses 28 Juni 2008]
Anonim. Ikterus. Http://ilmukedokteran.net. [diakses 28 Juni 2008]
Anonim. Ikterus. Dalam : Hassan Rusepno, Alatas Husein. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak Jilid II Edisi VII. Jakarta : Info Medika, 1997. h. 519-522
Anonim. 2012. Ikterus Obstruktif. http://tipsdokterumum.blogspot.com/2012/05/ikterusobstruktif.html
Anonim. Jaundice. Http://www.wrongdiagnosis.com [diakses 28 Juni 2008]
Balistreri F. William. Kolestasis Neonatus. Dalam : Wahab A. Samik (Editor Bahasa
Indonesia). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1996.
h. 1392-1397
Bisanto Julfina. Kolestasi Pada Bayi. Dalam: Hegar Badriul et al. Hot Topics in Pediatrics II.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002. h. 84-97
Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC
Campbell FC. Jaundice. Http://www.qub.ac.uk. [diakses 2 Juli 2008]
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta.EGC
Devaraj S. Amylase. Didapat dari http://emedicine.medscape.com/article/2054386-overview.
Diakses 15 Mei 2013.
Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series, 2006.
Dewi, SK. Murphys Sign. Didapat dari http://www.scribd.com/doc/60607260/Murphy-sSign. Diakses 15 Mei 2013.
Drake, Richard L, et al. 2007. Grays Anatomy for Students. United States: Elsevier. Inc

90

Guyton, Arthur C. dan Hall John E. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Setiawan Irawati
(Editor Edisi Bahasa Indonesia). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta :
EGC, 1997. h. 1108-1109
Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (E R C P) diagnostik dan
terapeutik pada Obstruksi Biller. Http://www.kalbe.co.id. [diakses 28 Juni 2008]
Lindseth Glenda N. Ikterus dan Metabolisme Bilirubin. Dalam : Hartanto Huriawati et al.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit volume 1 Edisi 6. Jakarta :
EGC, 2006. h.481-485
Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th Edition,
Lippincott 2003.
Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov. [diakses 28 Juni 2008]
Medline

Plus.

Endoscopic

Retrograde

Cholangio

Pancreatography

(ERCP).

http://www.nlm.nih.gov. [diakses 2 Juli 2008]


Ningrum. 2010 February 03. Ikterus Obstruktif (Obstructive Jaundice). [Online] [Cited 2011
November 14]; Available from URL: http://ningrumwahyuni.wordpress.com
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rani, Aziz, et al. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi ed.1. Jakarta: InternaPublishing
Robbins, Stanley L dan Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi volume 2edisi 7. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam : Principles of Surgery fifth
edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGraw-Hill, 1989. 10911099
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam, jilid
I, edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta,
hal:51-55.
Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal. Dalam: Sudoyo A.
W,

91

Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat- de Jong. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (Edisi 6). Jakarta:
EGC.
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
Soetikno, Rista D. 2007. Imaging Pada Ikterus Obstruktif. [online] [cited 2011 November 14]
; Available from URL: http://pustaka.unpad.ac.id
Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing
Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2006. 422-425
Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa Adji
Dharma, Edisi II.P: 329-330.

92

You might also like