You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN STEMI INFERIOR


RUANG ICCU RSU PROF Dr. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO
STASE KEPERAWATAN GADAR & KRITIS

Oleh:
TEDY NURDIANTO
G4D013067

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG (Subagjo et al., 2011; Sylvana, 2005).
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak
dapat nutrisi-oksigen dan mati (Sylvana, 2005). STEMI Inferior di tandai dengan
adanya segmen ST yang mengalami elevasi pada lead II, III, dan AVF.
A. ETIOLOGI
Menurut Sylvana (2005) STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
2. Penyempitan aterorosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
B. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang
menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
4. Bisa atipik:
a) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
b) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung
bisa tanpa disertai nyeri dada.
(Elizabeth, 2008; Subagjo et al., 2011)

C. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu
(Mansjoer, 2000). STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi
rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai vibrous
cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core) (Sylvana, 2005).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard
yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena
daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi (Price & Wilson,
2006).

PATHWAY STEMI INFERIOR


Thrombus atau arterosklerosis

Aliran darah koroner yang mengarah


pada bagian inferior menurun secara
mendadak
Terjadi penignkatan kebutuhan
metabolism jantung

Peningkatan kebutuhan
suplai O2

Penurunan fungsi jantung

Peningkatan kebutuhan
O2 tidak diimbangi
fungsi optimal jantung

Sesak napas dan


pernapasan tidak
stabil

Penurunan suplai darah keseluruh


tubuh dan organ

Paru-paru

Nyeri dada

MK: Nyeri akut

Tidak mampu mentoleransi


aktivitas tertentu
MK: Pola napas
tidak efektif

(Mansjoer, 2000; Price &


Wilson, 2006; Smeltzer & Bare,
2001)
(Subagjo, Achyar, &
Ratnaningsih, 2011)

Keadaan iskemik
jantung berkembang
cepat menjadi infark

MK: intoleransi aktivitas

D. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI menurut (Jackson &
Jackson, 2011; Sjamsuhidayat & Jong, 2010; Smeltzer & Bare, 2001; Suyono,
2001), adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun
pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara
akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain.
Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian
di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10
hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi
basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen
dijumpai kongesti paru.
3. Gagal jantung
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis

8. Kelainan septal ventrikel


9. Disfungsi katup
10. Aneurisma ventrikel
11. Sindroma infark pascamiokardias
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Subagjo et al. (2011) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
dengan STEMI berdasarkan masalah yang muncul adalah:
1.

Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
a) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
b) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB
yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi
yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat
kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
f) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan
syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi
farmakologis, bila sarana tersedia.

2. Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau
tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a) Pertahankan preload ventrikel kanan.

b) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak
repon dengan atropin.
e) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
f) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
g) Pompa balon intra-aortik.
h) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i) Penghambat ACE
j) Reporfusi
k) Obat trombolitik
l) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit
multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau
menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan
shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
b) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan
angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi
dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan
jika dosis awal gagal.
c) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema
paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen
berikut:

Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10


menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading
selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian
infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC
shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus
diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J
( klas I)
b) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap
shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus
dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)
F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
No
.

Diagnosa
Tujuan Dan Kriteria Hasil
Keperawatan

Ketidakefektif
an pola nafas
berhubungan
dengan infark.

Setelah diberikan asuhan


keperawatan selama 2x 24
jam diharapkan keadaan
pasien mencapai:
Airway manajemen
Indikator
Sesak napas

Penggunaan
O2
RR: 20x/m

Awal

Target

Intervensi
Beri/atur posisi
semi fowler
Berikan oksigen
Ajarkan teknik
bernafas dan
relaksasi
Observasi
frekuensi
kedalaman
pernafasan

Rasional
Meningkatkan
ekspansi paru-paru dan
memudahkan
pernafasan
Penambahan suplai
oksigen
Memlatih nafas pasien
Kecepatan pernafasan
biansanya meningkat
dispnea dan terjadi

termasuk
penggunaan otot
bantu

Pernapasan
cupign
hidung
Penggunaan
otot bantu
pernapasan
2

Nyeri akut
berhubungan
dengan
iskemia
dan infark jari
ngan miokard

Awal

Nyeri
berkurang

Tidak
meringis
Mampu
mengontrol
nyeri
Nadi 60-90
x/m

Intoleransi
aktivitas berh
ubungan
dengan adany
a iskemik jari
ngan miokard

Pantau TTV
Anjurkan teknik
relaksasi progresif
dan latihan nafas
dalam
Target Delegatif dalam
pemberian obatanal
getik
Observasi lokasi,
karakter, durasi,
dan intensitas,
nyeri, dengan
menggunakan skala
nyeri 0 (tidak nyeri)
sampai 10 (nyeri
hebat). Kaji gejala
berkaitan, seperti
mual dan diaporesis.

Perubahan nadi, TD
menunjukkan adanya
perubahan tingkat
nyeri pasien
Teknik relaksasi dan
distraksi berguna
untuk mengalihkan
perhatian pasien
terhadap nyeri
Pemberian obat
analgetik untuk
penahan nyeri
Dengan
mengobservasi
tingkat nyeri pasien
dapat ditentukan
sejauh mana nyeri
yang dirasakan dan
untuk memudahkan
member intervensi
selanjutnya.

Membantu aktivitas
ADL
Tingkatkan
aktivitas secara
bertahap
Ubah posisi pasien
(miring kiri, miring
kanan) dan latih
ROM (Ring Of
Motion)

Pasien sedikit bisa


melakukan aktivitas
Meningkatkan
toleransi aktivitas
pasien
Mencegah kontraktur

Setelah diberikan asuhan


keperawatan selama 1x 24
jam diharapkan masalah
nyeri akut mencapai:
Manajemen nyeri
Indikator

Setelah diberikan asuhan


keperawatan selama 1x 24
jam diharapkan toleransi
aktivitas pasien
meningkat dengan outcome:
Manajemen nutrsi
Indikator
Pasien tidak
lemas

Pasien

Awal

peningkatan kerja
nafas dan kedalaman
nafas

Target

mampu
beraktivita
s
Nadi : 6090 x/m

DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, C. J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Jackson, M., & Jackson, L. (2011). Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed.). Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Price, S. A., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Sjamsuhidayat, R., & Jong, W. d. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.). Jakarta: EGC.
Smeltzer, & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and suddarth.
Jakarta: EGC.
Subagjo, A., Achyar, & Ratnaningsih, E. (2011). Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.
Suyono, S. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (3 ed.). Jakarta: Balai Penerbitan FKUI.
Sylvana, F. (2005). Infark Miokard Akut. (Skripsi), Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.

You might also like