You are on page 1of 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Limbah
Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen
penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki
manfaat bagi masyarakat. Limbah terdiri dari limbah organik dan limbah
anorganik. Limbah organik merupakan limbah yang memiliki unsur hidrokarbon
(hidrogen dan karbon) yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Sedangkan
limbah anorganik merupakan limbah yang tidak memiliki unsur hidrokarbon dan
sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Limbah biasanya diproduksi dalam bentuk
padatan dan cairan. Limbah padatan merupakan kotoran atau buangan yang
berbentuk padatan seperti kotoran sampah organik (sisa dapur, sisa makanan,
sampah sayuran dll.), sedangkan limbah cairan merupakan kotoran atau buangan
yang berbentuk cairan seperti sisa air sabun, air tinja, limbah produksi makanan
dan minuman, dan limbah agroindustry(Doraja, dkk., 2012).
2.2.Sampah
Dalam Undang-undang RI No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,
definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat. Menurut Suprihatin (1999) di dalam Nisandi (2007),
berdasarkan asalnya sampah padat dapat digolongkan menjadi dua yaitu sampah
organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang terdiri dari
bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau
dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini
dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian
besar sampah organik, meliputi sampah dari sisa dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.Sampah anorganik yaitu sampah yang berasal dari sumber daya
alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri.
Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam,
sedangkan sebagian lainnya hanya dapat diurakan dalam waktu yang lama.
Sampah jenis ini di tingkat rumah tangga meliputi botol kaca, botol plastik, tas
plastik, dan kaleng.
Menurut Hadiwiyono (1983), secara umum komponen yang paling banyak
terdapat pada sampah di beberapa kota di Indonesia adalah sisa-sisa tumbuhan
yang mencapai 80-90 % bahkan kadang-kadang lebih.Sumber sampah yang
terbanyak dari pemukiman dan pasar tradisional. Sampah pasar seperti sayur
mayur, buah-buahan, ikan, dan lain-lain, sebagian besar (95%) berupa sampah
organik sehingga lebih mudah untuk ditangani dan bisa diurai oleh mikroba.
Sedangkan sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam,
tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya

anorganik (Sudradjat, 2006). Sampah organik pasar berpotensi untuk


dimanfaatkan sebagai bahan pupuk. Losada et al. (2001) melaporkan bahwa
kandungan nutrien yang terdapat dalam sampah organik pasar di kota-kota besar
mencapai 100 kilogram per ton berat kering. Kandungan hara tersebut bahkan
cenderung lebih tinggi dibandingkan kotoran sapi (Tabel 1). Namun demikian,
tingginya potensi keharaan sampah organik pasar tersebut bertolak belakang
dengan tingkat pemanfaatannya yang tergolong masih sangat rendah. Banyak
faktor yang menjadi penyebabnya, diantaranya adalah sulitnya penanganan,
khususnya dalam proses pengomposan.
Tabel 1. Karakteristik sampah organik kota dibandingkan kotoran sapi.
Parameter
C-organik (%)

Sampah Kota Kotoran Sapi


38,23

43,17

N-Total (%)

2,25

1,12

P2O5 (%)

1,15

2,10

K2O (%)

2,43

2,27

C/N Rasio

7,30

51,30

pH

7,00

7,30

53,85

38,55

Kadar Air (%)

Sumber : Sastro et al., 2007; Yadav et al., 2013

2.3. Sludge Biogas


Sludge biogas adalah sisa hasil pengolahan kotoran ternak pada biogas
yang telah hilang gasnya. Bahan dari sisa proses pembuatan biogas bentuknya
berupa cairan kental yang telah mengalami fermentasi anaerob sehingga dapat
dijadikan pupuk organik dan secara langsung digunakan untuk memupuk tanaman
(Hessami et al.,1996). Sludge sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
tanaman. Penelitian yang dilakukanoleh Suzuki et al, (2001) di Vietnam serta
Kongkaew et al., (2004) di Thailand menunjukkan bahwa sludge biogas kaya akan
unsur makro yaitu N, P dan K serta unsur mikro seperti Ca, Mg, Fe, Mn, Cu dan
Zn. Kotoran ternak segar dari seluruh populasi ternak di Indonesia tahun 2009
sebanyak 88.714.888.170 juta ton/tahun, apabila diproses menjadi gas bio (asumsi
secara keseluruhan) akan menghasilkan gas bio yang setara dengan minyak tanah
sebanyak 4.331 juta liter/tahun dan menghasilkan pupuk organik kering sebanyak
34,6 juta ton/tahun (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2010).
Pemanfaatan lumpur keluaran biogas ini sebagai pupuk dapat memberikan
keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan kompos. Ayub (2004)

menyatakan bahwa kualitas lumpur sisa proses pembuatan biogas lebih baik
daripada kotoran ternak yang langsung dari kandang.Hal ini disebabkan proses
fermentasi di dalam biodigester terjadi perombakan anaerobik bahan organik
menjadi biogas dan asam organik yang mempunyai berat molekul rendah sepeti
asam asetat, asam butirat dan asam laktat. Peningkatan asam organik akan
meningkatkan konsentrasi unsur N, P dan K. Dengan keadaan seperti ini, sludge
biogas sudah menjadi pupuk organik padat dan pupuk organikcair.
Berdasarkan analisa -lurry yang dilakukan oleh Tim BIRU (2012), didapat
hasil komposisi dalam slurry dari kotoran sapi pada analisis berbasis kering
memiliki kandungan bahan organik 68,59 %, C-Organik 17,87 %, N-Total 1,47%,
C/N ratio 9,09 %, P2O5 0,52 %, dan K2O 0,38 %. Kandungan lain yang terdapat
dalam Bio-slurry yaitu asam amino, asam lemak, asam organik, asam humat,
vitamin B-12, hormon auksin, sitokinin, antibiotik, dan nutrisi mikro yaitu besi
(Fe), tembaga (Cu), zink (Zn), mangan (Mn), dan molibdenum (Mo)
(International Training Workshop, 2010).
2.4.Pupuk Organik
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 2/Pert./HK.060/2/2006, yang
dimaksud dengan pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman atau hewan
yang telah mengalami rekayasa berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk
memasok bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
(Direktorat Sarana Produksi, 2006).
Pengomposan atau pembuatan pupuk organik merupakan suatu metode
untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang lebih
sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Proses pembuatannya dapat
dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah
dekomposisi bahan organik dengan kehadiran oksigen (udara), produk utama
dari metabolis biologi aerobik adalah karbodioksida, air dan panas.
Pengomposan anaerobik adalah dekomposisi bahan organik tanpa menggunakan
oksigen bebas; produk akhir metabolis anaerobik adalah metana, karbondioksida
dan senyawa tertentu seperti asam organik.. (Yuwono, 2006).
Sampah organik dapat digunakan langsung pada tanah karena mengandung
nutrient organik. Namun, nutrien tersebut tidak langsung memberikan hasil yang
optimal pada tanah dalam bentuk inorganik seperti nitrat (NO 3-) dan fosfat (PO3-)
melainkan perlu aktivitas bakteri untuk memecah nutrient organik kompleks
menjadi sederhana dan akhirnya menjadi nutrient inorganik (Polprasert, 1989).
Fermentasi anaerobik tidak menghilangkan banyak nutrien dari sampah organik
maupun peternakan tetapi menyediakan nutrien yang dibutuhkan. Menurut

Kristanto (2002), bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara
biokimia, sehingga menghasilkan bahan organik baru yang lebih
bermanfaat.Menurut Murbandono (2002), pupuk merupakan bahan-bahan yang
diperlukan tanah baik langsung maupun tidak langsung. Hasil pengomposan dapat
digunakan untuk pupuk tanaman yang dikenal sebagai pupuk organik.
Pengomposan banyak dilakukan terhadap limbah yang mudah membusuk, limbah
padat perkotaan, buangan industri, lumpur pabrik, dan sebagainya. Zuzuki et al.
(2001) menyatakan bahwa sludge yang berasal dari biogas sangat baik untuk
dijadikan pupuk karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh
tumbuhan seperti fosfor (P), magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), tembaga
(Cu), dan seng (Zn).
Berdasarkan bentuknya pupuk organik dibedakan menjadi dua yaitu pupuk
organik padat dan pupuk organik cair.. Pupuk organik yang baik memiliki
beberapa ciri yaitu N harus berada dalam bentuk persenyawaan organik, tidak
meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah, dan mempunyai persenyawaan C
yang tinggi (Sutejo, 1995). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses
pembuatan pupuk organik yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan,
mikroorganisme yang bekerja, kelembaban dan aerasi, temperatur dan keasaman
(pH). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pembuatan pupuk organik dapat
berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut, (Indriani, 2002):
a.Nilai C/N Bahan
Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh
tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak
sama dengan C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbon
dan nitrogen. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai
kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut
dapat digunakan atau dapat diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik
yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70; daun-daunan >
50 (tergantung jenisnya); cabang tanaman 15-60 (tergantung jenisnya); kayu yang
telah tua dapat mencapai 400. Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang
diperlukan untuk pembuatan pupuk organik semakin cepat. Mikroba memecah
senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein
Tabel 3. Kandungan C dan N beberapa jenis bahan

Bahan organik

Rasio
C/N

Kadar N
(%)

Kekeringan bahan
(%)

Kotoran ayam

15

6.3

25

Kotoran kuda

25

2.8

Kotoran sapi,
kerbau

18

1.7

18

Tinja manusia

6-10

5.5-6.5

11

Buangan BPH

7-10

Sampah kota

54

1.05

Jerami jelai

68

1.05

Sayuran

12

3.6

Rumput muda

12

sumber:case
2011

2.Ukuran
Bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses


pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri.
Untuk itu, bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang
keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak
keras dicacah dengan ukuran yang agak besar sekitar 5 cm. Pencacahan bahan
yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur
(banyak air) kurang baik (kelembabannya menjadi tinggi).
3.Komposisi Bahan
Komposisi bahan dari beberapa macam bahan organik akan lebih baik dan
cepat. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat pertumbuhan yang
dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme
juga mendapatkan bahan tersebut dari luar.
4.Jumlah Mikroorganisme
Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi, Actinomycetes dan
protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan organik yang
akan dijadikan pupuk. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme diharapkan
proses pembuatan pupuk organik akan lebih cepat.

You might also like