You are on page 1of 31

At tin 5

Ayat ke-5

. . .
"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,"
Kata ( ) radadnahu terdiri atas ( ) radada dirangkaikan dengan kata ganti dalam bentuk jamak
( ) na serta kata ganti yang berkdudukan objek ( ) ha / -nya. Di sini menggambarkan kejatuhannyake tempat
yang serendah-rendahnya. Bahkan tidak keliru jika dikatakan bahwa keterlibatan manusia amat besar (
) radada, antara lain berarti mengalihkan, memalingkan atau mengembalikan. Keseluruhan makna tersebut
disimpulkan sebagai perubahan keadaan sesuatu seperti keadaan sebelumnya. Atas dasar ini kata tersebut dapat
pula diartikan menjadi kembali.
Ada beberapa pendapat tentang mengapa manusia dialihkan ke tingkat yang serendah-rendahnya :
Pendapat pertama :
Keadaan kelemahan fisik dan psikis di asat tuanya, seperti di kala ia masih bayi. Pendapat ini ditolak
oleh sementara pakar, berhubungan dengan adanya pengecualian pada ayat kecuali orang-orang yang beriman
dan beramal sholeh, karena orang beriman pun dapat mengalami keadaan serupa. Makna ini dapat diterima
jika kata illa, diterjemahkan tetapi bukan kecuali.
Pendapat kedua :
Neraka dan kesengsaraan. Pendapat ini juga dipertanyakan, apakah sebelum ini manusia pernah berada
di
neraka.
Pendapat
ini
bisa
diterima
jika
kata radadnahu dipahami
dalam
arti mengembalikannyaatau menjadikannya.
Pendapat ketiga :
Keadaan ketika ruh illahi belum menyatu dengan diri manusia. Pendapat ini lebih dapat di terima
menurut Qurais Shihab seperti pada Q.S. Al Hijr (14) : 29 dan Q.S. Shad (38) : 72, Q.S. Al Muminun (23) : 1214, dijelaskan tentang reproduksi tanah manusia dari saripati tanah, kemudian nutfah, kemudian alaqah,
kemudian mudhghat dan izham, proses fisik ini kemudian dijadikan ia oleh Allah makhluk yang berbeda dari
yang lain, yakni dengan jalan menghembuskan ruh illahi kepadanya.
Manusia akan mencapai tingkat (ahsan-taqwim) apabila terjadi perpaduan yang seimbang antara
kebutuhan jasmani dan rohani, antara kebutuhan fisik dan jiwa. Jika hanya memenuhi kebutuhan jasmaninya
saja, maka manusia akan kembali kepada proses awal sebelum ruh illahi itu menyentuh fisiknya, kembali
keasfala syafilin.

Selain 3 pendapat diatas, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kalau binatang
menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan perut dan syahwat biologisnya, kita
tidak bisa mengategorikannya sebagai perbuatan hina, karena binatang tidak diberi akal dan
nurani. Namun, kalau manusia melakukan hal yang sama seperti binatang, kita
mengategorikannya sebagai perbuatan hina karena manusia diberi akal dan nurani untuk
mengontrol
perbuatannya.
Nah,
kalau
kita
tidak pernah menggunakan akal sehat dan nurani untuk mengarungi kehidupan, berarti
derajat kita anjlok ke level yang serendah-rendahnya.
Agar tidak turun ke derajat yang paling rendah, Allah swt. Memerintahkan
manusia untuk mengisi hidup dengan iman dan amal saleh, sebagaimana dijelaskan pada
ayat berikutnya,

AT-TIN 6

"Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh; maka bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya."

1.
2.
3.
4.
5.

Orang yang tidak akan turun pada derajat yang paling rendah
adalah
orangorang beriman. Iman secara bahasa bermakna "pembenaran". Maksudnya
pembenaran terhadap apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., yang pokokpokoknya tergambar dalam rukun iman yang enam; yakni (1) keesaan Allah
swt., (2) malaikat, (3) kitab-kitab suci, (4) para nabi dan rasul Allah, (5) hari kemudian, (6)
takdir yang baik & buruk.
Peringkat iman dan kekuatannya berbeda antara satu dan saat lainnya. Begitu
pula dengan kekuatan iman masing-masing manusia, berbeda antara satu dengan
lainnya. Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa 'Al immanu yaziidu wa yanqushu'
(iman itu fluktuatif, dapat bertambah dan bisa juga berkurang). Karena itulah kita wajib
merawat iman agar tetap prima.
Seseorang dapat dikatakan memiliki iman yang kuat bila memenuhi ciri-ciri sbb:
memiliki jiwa muraqabah, artinya selalu merasa dilihat, ditatap, dan diawasi Allah swt.
hatinya mudah tersentuh dengan nasihat-nasihat agama,
berjiwa tawakal, pasrah kepada Allah setelah berikhtiar dengan sungguh-sungguh,
selalu berkomunikasi dengan Allah dengan shalat dan doa,
memiliki kepekaan sosial, sehingga selalu menyisihkan sebagian hartanya untuk
fakir miskin.
Ciri-ciri ini diambil dari firman Allah dalam surat al-anfal ayat 2-4 yang artinya :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka, dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Yaitu orangorang yang mendirikan sholat
dan
menafkahkan
sebagian
dari
rizki
yang Kami berikan pada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarbenarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan
ampunan serta nikmat yang mulia." (Q.S. Al Anfal 8:2-4)
Setelah beriman, yang bisa menyelamatkan manusia
dari
kejatuhan
adalah
'Amilus shalihat' (beramal saleh). Kalimat 'Amilus
shalihat'
dalam
Al
Quran
disebut hingga 52 kali. Kata 'amiluu berasal dari kata 'amalun,
artinya
pekerjaan yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Kata 'shalihaat' berasal dari kata
'shaluha', artinya bermanfaat atau sesuai.
Jadi, amal saleh adalah aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa
pekerjaan itu memberi manfaat untuk dirinya maupun untuk orang lain, serta
pekerjaannya itu sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ditentukan.
Syaikh
Muhammad Abduh mendefinisikannya sebagai berikut, "Amal saleh adalah segala
perbuatan yang berguna bagi diri pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara
keseluruhan."
Perlu ditegaskan, amal saleh harus dibarengi dengan poin pertama yaitu iman.
Tanpa iman kepada Allah swt., amal yang dilakukan akan sia-sia belaka.
AL-BAQARAH AYAT 34

QS: 2:34
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada
Adam," maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir. (34)

Ini merupakan kemuliaan yang besar bagi Adam a.s. dari Allah dan menganugerahkannya
kepada keturunannya. Kemudian, Dia memberitahukan bahwa Dia menyuruh para malaikat
supaya bersujud kepada Adam, sebagaimana dikemukakan dalam hadits tentang syafaat yang
besar (58), Dia menjadikan para malaikat-Nya bersujud kepadamu. Sujud itu merupakan
penghormatan, pengagungan, penghargaan, pemberian salam, dan ketaatan kepada Allah
karena malaikat itu menjalankan perintah Allah. Qatadah berkata bahwa Firman Allah Dan
ketika Kami berfirman kepada para malaikat Bersujudlah kamu kepada Adam, maka
ketaatan ditujukan kepada Allah dan sujud bagi Adam. Demikianlah, para malaikat bersujud,
kecuali iblis, sebagai ketaatan kepada perintah Allah. Maka mereka pun bersujud kecuali
iblis. Dia membangkang dan sombong. Dia termasuk orang-orang yang kafir.
Ada beberapa pendapat yang mendeskripsikan iblis sebelum ia melakukan kemaksiatan.
Kami akan menyajikannya dalam rangka memberikan penjelasan ayat. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa iblis merupakan bagian dari spesies malaikat yang disebut jin,
berkedudukan sebagai ketua jin, dan penjaga pintu surga. Dia memiliki kerajaan langit dunia
dan kerajaan bumi ... dan selanjutnya. Namun, Ibnu Jarir mengutip melalui sanad dari alHasan bahwasanya dia berkata, Iblis sama sekali bukan dari golongan malaikat. Iblis adalah
asli bangsa jin, sebagaimana halnya Adam adalah asli bangsa manusia. Ini merupakan kutipan
sahih dari al-Hasan.
Demikianlah, tatkala Allah menyuruh para malaikat bersujud kepada Adam, maka masuk
pula Iblis ke dalam perintah itu. Sebelum durhaka, iblis adalah hamba yang saleh. Dia
beribadah bersama para malaikat. Tatkala Allah menyuruh bersujud kepada Adam, maka para
malaikat bersujud karena taat kepada Allah, kecuali iblis; musuh Allah itu membangkang dan
takabur untuk bersujud kepada Adam a.s. karena hasud atas kemuliaan yang telah diberikan
Allah. Iblis berkata, Aku terbuat dari api dan orang ini dari tanah. Kedurhakaan merupakan
dosa pertama iblis yang disebabkan oleh kesombongan. Dalam kitab sahih ditegaskan (59):

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski sebesar biji
sawi.

Di dalam hati iblis terdapat kesombongan, kekafiran, dan keingkaran yang memastikannya
untuk diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah. Iblis termasuk golongan orang-orang kafir
karena penolakannya itu, dan jadilah ia dari golongan kafirin. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa sujud itu hanya diperintahkan kepada para malaikat bumi. Menurut pendapat yang
sahih, seluruh malaikat, baik yang ada di bumi maupun di langit bersujud kepada Adam, dan
zahir ayat itu pun universal. Maka seluruh malaikat bersujud, kecuali iblis. halaman 109110

AR-RIFAI, Muhammad Nasib; Kemudahan dari Allah: ringkasan tafsir ibnu Katsir /
Muhammad Nasib Ar-Rifai: penerjemah, Syihabuddin. - - Cet.1 - - Jakarta: Gema Insani
Press 1999

AL BAQARAH 31-32

Dalam ayat ini Allah SWT menunjukkan suatu keistimewaan yang telah
dikaruniakannya kepada Nabi Adam as yang tidak pernah dikaruniakan
Nya kepada makhluk-makhluk Nya yang lain, yaitu ilmu pengetahuan dan
kekuatan akal atau daya pikir yang memungkinkannya untuk mempelajari
sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Dan keturunan ini diturunkan pula
kepada keturunannya, yaitu umat manusia. Oleh sebab itu, manusia (ialah
Nabi Adam dan keturunannya) lebih patut daripada malaikat untuk
dijadikan khalifah.
Ini juga mengandung pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu
pengetahuan yang lebih banyak daripada makhluk Allah yang lainnya,
hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi
sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan serta kekuatan akal dan
daya pikir yang dimilikinya.
Dalam al-Quran kata pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah. Kata ini
berasal dari kata rabba, yurabbi yang berarti memelihara, mengatur,
mendidik. Kata tarbiyah berbeda dengan talm yang secara harfiyah juga
memiliki kesamaan makna yaitu mengajar. Akan tetapi, kata talm lebih
kepada arti transfer of knowladge (pemindahan ilmu dari satu pihak
kepada pihak lain). Sedangkan tarbiyah tidak hanya memindahkan ilmu
dari satu pihak kepada pihak lain, namun juga penanaman nilai-nilai luhur
atau akhlk al-karmah, serta pembentukan karakter.
tujuan pendidikan bukan menjadikan manusia sebagai hamba ilmu, budak
teori atau penkultusan kepada seorang tokoh ilmuwan. Tetapi tujuan
utama dari pendidikan adalah menjadikan manusia sebagai insan rabbani
(manusia yang berketuhanan). Pendidikan tidak hanya menjadikan
manusia pintar dan menguasai ilmu pengetahuan, namun menjadikan
manusia sebagai manusia yang kenal dan takut dengan Tuhannya dengan
ilmu yang dimiliki tersebut.
Ta'lim merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya berisi kajian-kajian
ilmu agama dan di dalamnya terdapat penyaji materi dan peserta. Ta'lim
mempunyai beberapa makna antara lain :
a.
Ta'lim adalah proses pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang
dan sering (intensitas) sehingga mutaalim (siswa) dapat maknanya serta
berbekas di dalam dirinya (selalu diingat).
b.
Ta'lim adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan murid dengan
batasan-batasan adab tertentu, bersahabat dan bertahap.
c.
Ta'lim merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru, tidak hanya
sekedar penyampaian materi, melainkan juga dijelaskan isi, makna dan
maksudnya agar murid menjadi paham dan terhindar dari kekeliruan,
kesalahan dan kebodohan.

d.

Ta'lim merupakan pembinaan intelektual, pemberian ilmu yang


mendorong amal yang bermanfaat sehingga guru menjadi suri tauladan
dalam perkataan dan perbuatan.
AL-BAQARAH AYAT 30

Ketika hendak menciptakan manusia untuk diberi mandat penuh sebagai khalifah
dibumi, Allah SWT terlebih dahulu ingin mendengarkan pendapat para malaikat.Makna yang
demikian ini amat sangat mustahil bagi allah SWT

Allah SWT memberitahukan kepada para malaikat tentang rencana tersebut, lalu
ditentang dan diprotes oleh para malaikat. Makna yang demikian ini juga sangat mustahil
bagi Allah dan mustahil pula bagi para malaikat.
Mengenai tafsir Surat Al Baqarah : 30 di kalangan para ahli tafsir ada 2 pendapat :
(1) Pendapat para Mufassir Salaf ( Pakar Tafsir Klasik / Kuno )
Lebih selamat kalu ayat tersebut kita anggap tidak ada yang lebih tahu maksudnya kecuali
Allah SWT. Tetapi kita tetap yakin bahwa Allah tidak memberikan informasinya kepada kita
kecuali untuk semata-mata kita ambil sebagai landasan dalam bersikap dan bertindak. Hanya
saja kita tidak tahu maksud sebenarnya yang tersirat dalam ayat 30 tersebut, sekalipun dengan
menggunakan bahasa yang sebenarnya tidak sulit untuk dipahami.
Berbeda dengan ayat sesudahnya QS Al Baqarah : 31 yang dapat kita pahami bahwa manusia
oleh Allah telah diberi keistimewaan tertentu dengan dibekali berbagai macam ilmu, agar ia
mampu mengelolah dunia beserta dengan isinya yang memang dipersiapkan untuk
kepentingan manusia itu sendiri. Akan tetapi gambaran dalam ayat 30 tentang perdebatan
atau tanya jawab antara Allah dan para Malaikat sama sekali tidak kita ketahui maksudnya.
Kecuali kalu kita korelasikan dengan ayat 31, maka ada beberapa kemungkinan tentang
maksud ayat 30 itu sebagai berikut :
1.
manusia tidak dituntut untuk mengetahui semua rahasia dan hikmah yang tersirat
dalam proses awal penciptaan dirinya, karena para malaikat sendiri juga tidak tahu.
Ketika para malaikat bertanya-tanya, maka Allah berkenan memberikan petunjuk
yang intinya menghendaki supaya mereka tunduk dan patuh tanpa perlu mengajukan
pertanyaan, kemudian memberikan penjelasan bahwa manusia telah dibekali dengan berbagai
cabang ilmu yang tidak mereka miliki. Lalu allah pamerkan kemampuan manusia itu kepada
para malaikat sebagaimana disebutkan dalam ayat 31.
2.

Allah merestui hambahnya untuk bertanya tentang rahasia penciptaan manusia yang
mereka tidak ketahui. Pertanyaan malaikat yang disebutkan dalam ayat 30 itu boleh jadi
dalam bentuk ucapan jika mereka berpotensi untuk berbicara seperti kita, dan boleh jadi
dalam bentuk sikap tunduk yang disertai dengan permohonan agar mereka diberi ilmu untuk
dapat mengetahui sesuatu yang musykil (sulit dipahami).
3.

Ayat 30 itu bertujuan untuk menghibur Nabi Muhammad SAW yang lagi susah dalam
menghadapi pelecehan kaum musyrik terhadap dakwahnya, bahkan beliau lebih susah lagi
ketika menghadapi tantangan mereka untuk meminta bukti yang dapat mereka pegang. Maka
Allah pun memberikan contoh kepada beliau tentang abagimana menanggapi tuntutan
malaikat untuk meminta penjelasan tentang rahasia yang tidak mereka ketahui. Dalam hal ini
nabi termasuk beliau sebaiknya selalu tetap bersabar dalam menghadapi kaum penentang dan
4.

tetap menyikapi mereka sebagaimana Allah menyikapi para malaikat, yaitu dengan
memberikan argumentasi yang tidak terbantahkan.
AL BAQARAH 183

[1] Dalam ayat ini terkandung beberapa hal:


- Puasa termasuk syari'at yang tidak dimansukh karena maslahatnya yang begitu besar
bagi manusia.
- Mendorong umat ini agar semangat melakukannya, yakni hendaknya mereka
berlomba-lomba dengan generasi sebelum mereka dalam menyempurnakan amalan dan
bersegera kepada hal yang baik.
- Puasa bukanlah hal yang berat yang hanya dibebankan kepada kita.
[2] Ayat di atas menerangkan bahwa puasa merupakan sebab terbesar untuk
memperoleh ketakwaan. Puasa merupakan tameng bagi seseorang dari perbuatan
maksiat, karena ia dapat melemahkan syahwat yang menjadi sumber maksiat. Di dalam
puasa terkandung nilai-nilai ketakwaan, di antaranya:
- Di dalam puasa seseorang meninggalkan hal-hal yang disukainya seperti makan,
minum dan berjima'. Jika seseorang mampu meninggalkan hal-hal yang disukainya,
nantinya ketika dihadapkan perbuatan maksiat yang disukai hawa nafsunya, maka ia
mampu menahan dirinya sebagaimana ia mampu menahan dirinya dari makan, minum
dan berjima'. Dengan begitu ia dapat bertakwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala
dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
- Orang yang berpuasa melatih dirinya agar merasa diawasi Allah Subhaanahu wa
Ta'aala. Ketika puasa, ia meninggalkan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya padahal
ia mampu karena mengetahui bahwa dirinya diawasi Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
- Puasa mempersempit ruang gerak setan, di mana ia berjalan melewati tempat
peredaran darah.
- Orang yang berpuasa biasanya banyak menjalankan keta'atan dan maksiatnya
berkurang. Hal ini termasuk nilai-nilai ketakwaan.
- Orang yang kaya ketika merasakan pedihnya rasa lapar, membuat dirinya merasakan
derita orang-orang fakir dan miskin. Hal ini akan membuatnya ingin bersedekah karena
telah merasakan derita orang-orang fakir dan miskin.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-183187.html#sthash.xtGpTfu3.dpuf
AL-MAIDAH AYAT 88
[8] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kaum mukmin untuk
menyelisihi orang-orang musyrik yang mengharamkan apa yang dihalalkan Allah Ta'ala.

[9] Makanan halal adalah makanan yang tidak haram, bukan makanan yang didapatkan
dari mencuri, merampas dan mengambil tanpa hak. Sedangkan makanan yang baik
adalah makanan yang tidak kotor.
[10] Keimanan kepada Allah menghendaki pelakunya bertakwa kepada-Nya dan
memperhatikan hak-Nya, di samping itu, iman tidaklah sempurna kecuali dengannya.
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa apabila seseorang mengharamkan yang halal baik
berupa makanan, minuman atau lainnya, maka yang demikian tidaklah menjadikan
makanan atau minuman itu haram. Akan tetapi, jika dia memakannya atau
meminumnya, maka ia harus membayar kaffarat yamin/sumpah (lih. At Tahrim: 2).
Lihat perincian kaffarat yamin di ayat 89 setelahnya. Dan jika yang diharamkan adalah
istrinya, maka kaffaratnya adalah kaffarat Zhihar (lih. Al Mujaadilah: 3-4).
See
more
93.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-83-

AL-ARAAF 26
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberi nikmat kepada manusia dengan memudahkan
pakaian penting untuk mereka, serta pakaian yang dimaksudkan sebagai keindahan.
Demikian pula memudahkan untuk mereka segala sesuatu seperti makanan, minuman,
kendaraan, dsb. Allah memudahkan untuk mereka perkara dharuri (primer) dan
pelengkapnya (sekunder), serta menerangkan bahwa hal itu bukanlah sebagai tujuan,
akan tetapi Alah menurunkannya untuk membantu mereka menjalankan ibadah dan
menaati-Nya, oleh karena itu Dia berfirman, Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih
baik. Maksudnya ialah selalu bertakwa kepada Allah dan beramal saleh itulah yang
lebih baik daripada pakaian hissiy (yang dirasakan di luar), karena pakaian takwa akan
seantiasa bersama hamba, tidak akan usang dan binasa, serta akan menemaninya ke
liang kubur, ia merupakan penghias hati dan ruh. Adapun pakaian luar, maka tujuannya
adalah menutup aurat yang nampak dalam waktu tertentu atau penghias manusia, dan
tidak ada manfaat lain di luar itu. Di samping itu, jika tidak ada pakaian luar, maka akan
nampak aurat luarnya yang jika darurat tidaklah membahayakannya, berbeda jika idak
ada pakaian batin, yaitu takwa, maka aurat batinnya terbuka dan ia akan memperoleh
kehinaan dan kerugian.
[11] Apa yang disebutkan kepada mereka itu dapat mengingatkan sesuatu yang
bermanfaat bagi mereka dan yang berbahaya, dan mereka dapat menyerupakan pakaian
luar dengan pakaian batin serta memikirkan betapa pentingnya pakaian batin, yaitu
takwa.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-araaf-ayat-20-30.html#more
AN-NISA 1
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memulai surat ini dengan perintah bertakwa kepada-Nya,
mendorong mereka beribadah kepada-Nya dan menyuruh menjaga tali silaturrahim.
Allah Ta'ala menerangkan sebab yang mengharuskan semua itu, yaitu karena Dia adalah
Tuhan kamu yang menciptakan kamu. Demikian juga karena kamu biasa menggunakan
nama-Nya untuk meminta antara yang satu dengan yang lain. Di samping itu, Dia pun
selalu mengawasi kamu. Ini semua menghendaki kita untuk memiliki sikap muraqabah,

rasa malu dan tetap menjaga ketakwaan kepada-Nya. Di awal surat ini, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan secara umum bertakwa kepada-Nya dan
menyambung tali silaturrahim, dan akan disebutkan secara rincinya ketakwaan itu pada
ayat-ayat selanjutnya. Nampaknya ayat-ayat selanjutnya berpangkal kepada masalah
tersebut, menerangkan apa yang masih samar dalam masalah di atas.
[2] Disebutkan bahwa manusia berasal dari seorang diri adalah agar manusia menyadari
bahwa bapak mereka adalah sama (Adam 'alaihis salam), di mana hal ini menghendaki
mereka untuk saling menyayangi antara satu dengan lainnya. Oleh karenanya,
disebutkan pula perintah memelihara hubungan silaturrahim dan tidak memutuskannya
untuk memperkuat masalah ini. Disebutkan sebelumnya perintah bertakwa kepada
Allah adalah agar manusia semuanya sama-sama menyembah kepada Allah dan bersatu
di atasnya.
[3] Maksud daripadanya menurut jumhur (mayoritas) mufassirin ialah dari bagian
tubuh (tulang rusuk) Adam 'alaihis salam. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan
Muslim. Namun ada pula yang menafsirkan daripadanya di sini adalah dari unsur yang
serupa, yakni tanah yang daripadanya Adam 'alaihis salam diciptakan.
[4] Yaitu Hawa'.
[5] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau
memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti As-aluka
billah artinya "saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah."
Digunakannya nama Allah adalah karena orang yang meminta mengetahui bahwa orang
yang diminta tentu mengagungkan Allah Tuhannya, oleh karenanya ia tentu akan
memenuhi permintaannya.
See
more
at:
http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-surat-nisa-ayat-16.html#sthash.6dpa0v4Y.dpuf
AT-TAUBAH 79-80
[7] Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Masud radhiyallahu 'anhu ia berkata: Ketika
turun ayat sedekah, kami berusaha mengangkutkan barang (agar memperoleh imbalan
untuk disedekahkan), lalu datang seseorang yang bersedekah dengan jumlah yang besar,
maka mereka (orang-orang munafik) menimpali, Orang ini riya. Kemudian datang
seseorang yang bersedekah dengan satu sha (gantang), mereka pun menimpali,
Sesungguhnya Allah tidak butuh terhadapnya. Maka turunlah ayat, Alladziina
yalmizuunadst.
Dalam celaan mereka terhadap kaum mukmin terdapat beberapa keburukan, di
antaranya:
- Mencari-cari sikap orang mukmin agar dapat mencela mereka,
- Celaan mereka kepada orang mukmin karena iman yang ada dalam diri mereka
merupakan kekufuran kepada Allah Taala dan benci terhadap agama,
- Mencela sendiri merupakan perkara haram, bahkan dosa besar dalam urusan dunia,
dan jika dalam perkara taat, maka lebih besar lagi dosanya.

- Orang yang taat kepada Allah dan melakukan amalan secara sukarela seharusnya
dibantu dan didorong, bukan malah dilemahkan.
- Buruk sangka yang tinggi terhadap orang yang berbuat baik.
Oleh karena itulah, Allah akan menghina mereka sebagai balasan penghinaan mereka
terhadap orang-orang mukmin, dan bagi mereka azab yang pedih.
[8] Sehingga permintaan ampun untuk mereka dan amal mereka tidak bermanfaat.
See
more
89.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-at-taubah-ayat-75-

AL-ISRA 79-80
[29] Yakni tempat yang dipuji oleh orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian,
yaitu tempat di mana Beliau melakukan syafaat agar urusan manusia diselesaikan.
Ketika itu manusia mencari orang yang mau memberikan syafaat untuk mereka, mereka
mendatangi Adam, lalu Nuh, Ibrahim, Musa, kemudian Isa, namun mereka tidak bisa
dan mengemukakan alasannya, sehingga akhirnya mereka mendatangi Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berbicara kepada Allah agar Allah
merahmati mereka di padang mahsyar yang ketika itu matahari didekatkan satu mil
sehingga keringat manusia berkucuran.
[30] Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini turun ketika Beliau diperintahkan berhijrah.
[31] Yakni yang disenangi, di mana aku tidak melihat sesuatu yang tidak aku sukai di
sana.
[32] Dari Mekah.
[33] Dari musuh-musuh-Mu. Ada yang menafsirkan, bahwa dalam ayat ini kita
memohon kepada Allah agar ketika memasuki suatu ibadah dan selesai darinya dengan
niat yang ikhlas dan bersih dari ria dan dari sesuatu yang merusakkan pahala serta
sesuai dengan perintah. Ada pula yang menafsirkan, bahwa dalam ayat ini kita
memohon kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala agar kita memasuki kubur dengan baik
dan keluar daripadanya waktu hari berbangkit dengan baik pula. Syaikh As Sadiy
berkata, Ini adalah keadaan paling tinggi yang diberikan Allah kepada seorang hamba,
yakni semua keadaannya baik, dan mendekatkan dirinya kepada Tuhannya, dan agar
dirinya pada setiap keadaan berada di atas dalil yang nyata; yakni mencakup ilmu yang
bermanfaat dan dapat beramal saleh karena mengetahui masalah dan dalil-dalil.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-isra-ayat-70-82.html#more
AL-FURQAN 63-73
[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan banyaknya kebaikan-Nya,
nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya serta taufiq-Nya kepada mereka untuk beramal
saleh sehingga mereka berusaha mencapai tempat-tempat tinggi di kamar-kamar surga.

[2] Ubudiyyah (penghambaan) terbagi menjadi dua:


- Ubudiyyah kepada rububiyyah Allah, maka dalam hal ini semua manusia ikut di
dalamnya, baik yang muslim maupun yang kafir, yang baik maupun yang jahat,
semuanya adalah hamba Allah yang diatur-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman, Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada
Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (Terj. Maryam: 93)
- Ubudiyyah kepada uluhiyyah Allah, yaitu ibadah yang dilakukan para nabi dan para
wali-Nya, dan penghambaan kepada uluhiyyah inilah yang dimaksud dalam ayat di atas.
Oleh karena itulah, Allah hubungkan kata ibaad (hamba-hamba) kepada Ar Rahman
sebagai isyarat bagi mereka, bahwa mereka memperoleh keadaan ini disebabkan
rahmat-Nya.
Dalam ayat ini dan selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat-sifat
mereka yang merupakan sifat yang sangat utama.
[3] Dia bertawadhu (berendah diri) kepada Allah dan berendah hati kepada makhlukNya. Ayat ini menerangkan sifat mereka, yaitu sopan, tenang, dan bertawadhu.
[4] Yakni ucapan yang bersih dari dosa. Mereka memaafkan orang yang bodoh dan tidak
mengucapkan kecuali yang baik. Mereka santun dan tidak membalas keburukan dengan
keburukan, tetapi membalasnya dengan kebaikan.
[5] Maksudnya orang-orang yang shalat tahajjud di malam hari semata-mata karena
Allah.
[6] Yakni hindarkanlah dari kami; jagalah kami dari sebab-sebab yang memasukkan
kami ke dalamnya, dan ampunilah perbuatan kami yang mendatangkan azab.
[7] Ucapan ini mereka ucapkan karena tadharru (merendahkan diri) kepada Tuhan
mereka, menjelaskan butuhnya mereka kepada Allah, dan bahwa mereka tidak sanggup
memikul azab Allah serta agar mereka dapat mengingat nikmat-Nya.
[8] Baik nafkah wajib maupun sunat.
[9] Sampai melewati batas sehingga jatuh ke dalam pemborosan dan meremehkan hak
yang wajib.
[10] Sehingga jatih ke dalam kebakhilan dan kekikiran.
[11] Mereka mengeluarkan dalam hal yang wajib, seperti zakat, kaffarat dan nafkah yang
wajib dan dalam hal yang patut dikeluarkan namun tidak sampai menimbulkan
madharrat baik bagi diri maupun orang lain. Ayat ini terdapat dalil yang memerintahkan
untuk hidup hemat.
[12] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Masud ia
berkata, Aku bertanya - atau Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya- , Dosa
apa yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab, Yaitu kamu adakan tandingan
bagi Allah, padahal Dia menciptakanmu. Aku bertanya, Kemudian apa? Beliau
menjawab, Engkau membunuh anakmu karena takut jika ia makan bersamamu. Aku
bertanya lagi, Kemudian apa? Beliau menjawab, Engkau menzinahi istri tetanggamu.

Ibnu Masud berkata, Lalu turun ayat ini membenarkan sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan
sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina;
Imam Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhuma, bahwa orang-orang yang sebelumnya musyrik pernah melakukan
banyak pembunuhan dan melakukan banyak perzinaan, lalu mereka mendatangi Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, Sesungguhnya apa yang engkau
ucapkan dan engkau serukan sungguh bagus. Sudikah kiranya engkau memberitahukan
kepada kami penebus amal kami? Maka turunlah ayat, dan orang-orang yang tidak
mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang
diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan turun
pula ayat, Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Terj. Az Zumar: 53)
Syaikh Muqbil berkata, Tidak menutup kemungkinan ayat tersebut turun berkenaan
dua sebab tersebut secara bersamaan.
[13] Bahkan hanya beribadah kepada-Nya dengan ikhlas.
[14] Yaitu jiwa seorang muslim dan orang kafir yang mengikat perjanjian.
[15] Seperti membunuh seorang karena membunuh orang lain, membunuh pezina yang
muhshan dan membunuh orang kafir yang halal dibunuh (seperti kafir harbi).
[16] Mereka menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri-istri mereka dan hamba
sahaya mereka.
[17] Yakni salah satu di antara ketiga perbuatan buruk itu.
[18] Ancaman kekal di neraka tertuju kepada mereka yang melakukan ketiga perbuatan
itu (syirk, membunuh dan berzina) atau orang yang melakukan perbuatan syirk.
Demikian pula azab yang pedih tertuju kepada orang yang melakukan salah satu dari
perbuatan itu karena keadaannya yang berupa syirk atau termasuk dosa besar yang
paling besar. Adapun pembunuh dan pezina, maka ia tidak kekal di neraka, karena telah
ada dalil-dalil baik dari Al Quran maupun As Sunnah yang menunjukkan bahwa semua
kaum mukmin akan dikeluarkan dari neraka dan orang mukmin tidak kekal di neraka
meskipun melakukan dosa besar. Ketiga dosa yang disebutkan dalam ayat di atas adalah
dosa besar yang paling besar, karena dalam syirk merusak agama, membunuh merusak
badan dan zina merusak kehormatan.
[19] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Said bin
Jubair, ia berkata, Abdurrahman bin Abzaa memerintahkan aku dengan mengatakan,
Bertanyalah kepada Ibnu Abbas tentang kedua ayat ini, apa perkara kedua (orang yang
disebut dalam ayat tersebut)? Yaitu ayat, Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar
dst. (Terj. Al Israa: 33) dan ayat, Dan barang siapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja ...dst. (Terj. An Nisaa: 93) Maka aku bertanya kepada Ibnu
Abbas, ia menjawab, Ketika turun ayat yang ada dalam surah Al Furqan, orang-orang

musyrik Mekah berkata, Kami telah membunuh jiwa yang diharamkan Allah dan kami
telah menyembah selain Allah serta mengerjakan perbuatan-perbuatan keji. Maka Allah
menurunkan ayat, kecuali orang-orang yang bertobatdst. Adapun yang disebutkan
dalam surah An Nisaa itu adalah seorang yang sudah mengenal Islam dan syariatnya,
lalu ia melakukan pembunuhan, maka balasannya adalah neraka Jahanam, ia kekal di
dalamnya. Kemudian aku menyebutkanya kepada Mujahid, ia berkata, Kecuali orang
yang menyesali (perbuatannya).
[20] Dari dosa-dosa tersebut dan lainnya, yaitu dengan berhenti melakukannya pada
saat itu juga, menyesali perbuatan itu dan berniat keras untuk tidak mengulangi lagi.
[21] Kepada Allah dengan iman yang sahih yang menghendaki untuk meninggalkan
maksiat dan mengerjakan ketaatan.
[22] Yakni amal yang diperintahkan syari (Allah dan Rasul-Nya) dengan ikhlas karena
Allah.
[23] Dalam hal ini ada dua pendapat: Pendapat pertama, perbuatan mereka yang buruk
diganti dengan perbuatan yang baik. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, Mereka
adalah kaum mukmin, di mana sebelum beriman, mereka berada di atas kejahatan, lalu
Allah menjadikan mereka benci kepada kejahatan, maka Allah alihkan mereka kepada
kebaikan, sehingga Allah merubah kejahatan mereka dengan kebaikan. Said bin Jubair
berkata, Allah merubah penyembahan mereka kepada berhala menjadi menyembah
kepada Ar Rahman, yang sebelumnya memerangi kaum muslimin menjadi memerangi
orang-orang musyrik dan Allah merubah mereka yang sebelumnya menikahi wanita
musyrikah menjadi menikahi wanita mukminah. Al Hasan Al Basri berkata, Allah
merubah mereka yang sebelumnya amal buruk menjadi amal saleh, yang sebelumnya
syirk menjadi ikhlas dan yang sebelumnya berbuat zina menjadi menikah, dan yang
sebelumnya kafir menjadi muslim. Pendapat kedua, keburukan yang telah berlalu itu
berubah karena tobat nashuha, kembali kepada Allah dan ketaatan menjadi kebaikan.
[24] Bagi orang yang bertobat.
[25] Kepada hamba-hamba-Nya, di mana Dia mengajak mereka bertobat setelah mereka
menghadapkan kepada-Nya dosa-dosa besar, lalu Dia memberi mereka taufik untuk
bertobat dan menerima tobat itu.
[26] Hendaknya dia mengetahui, bahwa tobatnya telah sempurna, karena ia telah
kembali ke jalan yang menghubungkan kepada Allah, di mana jalan itu merupakan jalan
kebahagiaan dan keberuntungan. Oleh karena itu, hendaknya ia ikhlas dalam tobat dan
membersihkannya dari campuran maksud yang tidak baik. Kesimpulan ayat ini adalah
dorongan untuk menyempurnakan tobat, melakukannya dengan cara yang paling utama
dan agung agar Allah menyempurnakan pahalanya sesuai tingkat kesempurnaan
tobatnya.
[27] Ada pula yang menafsirkan dengan tidak menghadiri Az Zuur, yakni ucapan dan
perbuatan yang haram. Oleh karena itu, mereka menjauhi semua majlis yang di
dalamnya penuh dengan ucapan dan perbuatan yang haram, seperti mengolok-olok
ayat-ayat Allah, perdebatan yang batil, ghibah (gosip), namimah (mengadu domba),
mencaci-maki, qadzaf (menuduh zina), nyanyian yang haram, meminum khamr (arak),
menghamparkan sutera, memajang gambar-gambar, dsb. Jika mereka tidak menghadiri

Az Zuur, maka tentu mereka tidak mengucapkan dan melakukannya.Termasuk ucapan


Az Zuur adalah persaksian palsu.
[28] Yakni tanpa ada maksud untuk menemuinya, akan tetapi bertemu secara tiba-tiba.
[29] Yakni tidak ada kebaikan atau faedahnya baik bagi agama maupun dunia seperti
obrolan orang-orang bodoh.
[30] Mereka bersihkan diri mereka dari ikut masuk ke dalamnya meskipun tidak ada
dosa di sana, namun hal itu mengurangi kehormatannya.
[31] Mereka tidak menghadapinya dengan berpaling; tuli dari mendengarnya serta
memalingkan pandangan dan perhatian darinya sebagaimana yang dilakukan orang
yang tidak beriman dan tidak membenarkan, akan tetapi keadaan mereka ketika
mendengarnya adalah sebagaimana firman Allah Taala, Sesungguhnya orang yang
benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila
diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan
memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.(Terj. As Sajdah: 15)
Mereka menghadapinya dengan sikap menerima, butuh dan tunduk. Telinga mereka
mendengarkan dan hati mereka siap menampung sehingga bertambahlah keimanan
mereka dan semakin sempurna keimanannya serta timbul rasa semangat dan senang.
See
more
77.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-furqan-ayat-63-

AN-NISA 142
[9] Dengan menampakkan di luar sesuatu yang berbeda dengan keadaan di dalam
dirinya, oleh karenanya diberlakukan kepada mereka hukum-hukum dunia berdasarkan
zhahirnya. Mereka mengira bahwa hal itu tidak diketahui Allah dan tidak ditampakkanNya kepada hamba-hamba-Nya, padahal Allah menipu mereka, bahkan sikap mereka ini
saja sebenarnya sudah menipu diri mereka sendiri, dan tipuan apa yang lebih besar
daripada orang yang mengusahakan sesuatu yang merugikan dirinya. Hal itu juga
menunjukkan kurangnya akal pemiliknya, di mana ia menggabung maksiat dan
memandangnya baik. Termasuk tipuan-Nya kepada mereka (kaum munafik) adalah
seperti yang disebutkan dalam surat Al Hadid ayat 13, "Pada hari ketika orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman,
"Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu".
Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri
cahaya (untukmu)". lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu
di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa."
[10] Maksudnya Alah membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu mereka
dilayani seperti halnya orang-orang mukmin dilayani. Namun demikian, Allah telah
menyediakan bagi mereka neraka sebagai pembalasan terhadap tipuan mereka itu.
[11] Padahal shalat merupakan amal ibadah yang paling utama. Rasa malas dan bosan
tidaklah muncul kecuali karena hilangnya rasa cinta kepadanya di hati mereka. Jika
sekiranya hati mereka rindu kepada Allah dan berharap terhadap apa yang ada di sisiNya, tentu tidak muncul sikap malas.

[12] Riya adalah melakukan suatu amal tidak untuk mencari keridhaan Allah tetapi
untuk mencari pujian atau popularitas di masyarakat. Orang munafik melakukan shalat
dengan maksud dipuji manusia, dihormati dan dimuliakan dan tidak melakukannya
dengan ikhlas karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
[13] Maksudnya mereka shalat hanya sesekali saja, yaitu apabila mereka berada di
hadapan orang lain. Memang demikian, karena mengingat Allah tidaklah muncul kecuali
dari orang mukmin yang hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan mengagungkanNya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#more
AL-HADID AYAT 14
5] Yakni di dunia, kami sama seperti kamu mengucapkan Laailaahaillallah, kami shalat,
kami puasa dan beramal seperti amal kamu?
[6] Ya, benar secara zhahir amalmu sama seperti amal kami, akan tetapi amalmu adalah
amal orang-orang munafik yang tidak didasari iman dan niat yang benar.
[7] Dengan berbuat munafik.
[8] Bahwa kamu akan mendapatkan seperti yang didapatkan kaum mukmin, namun
kamu tidak yakin.
[9] Yaitu kematian, sedangkan kamu dalam keadaan seperti itu.
[10] Setan telah menghias kekafiran dan keragu-raguan kepada kamu, lalu kamu merasa
tenang dengannya dan kamu percayai janjinya yang dusta dan membenarkan beritanya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-hadid-ayat-13-21.html#more
AT-TAUBAH 75-79
Yakni melapangkan rezeki-Nya kepada kami dan mengayakan kami.
[2] Seperti melakukan sedekah, menyambung tali silaturrahim, menjamu tamu,
membantu pembela kebenaran dan mengerjakan amal saleh lainnya.
Faedah/catatan:
Sebagian ahli tafsir menyebutkan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seseorang
yang bernama Tsalabah, ia datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar
didoakan menjadi orang yang kaya. Ia berjanji kepada Allah, jika Allah menjadikannya
kaya, maka ia akan bersedekah, menyambung tali silaturrahim, dan menolong penegak
kebenaran, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakannya. Ia memiliki seekor
kambing yang kemudian berkembang biak menjadi banyak yang membuatnya sibuk
sampai tidak hadir shalat berjamaah kecuali beberapa waktu saja, dan kemudian ia
bertambah sibuk sampai tidak sempat shalat berjamaah selain shalat Jumat saja, dan
bertambah sibuk lagi sampai ia tidak shalat Jumat dan shalat berjamaah. Maka Nabi

shallallahu 'alaihi wa sallam mencarinya dan mengirimkan orang untuk mengambil


zakat darinya, namun Tsalabah tidak memberikan. Ketika ayat ini urun, maka sebagian
keluarganya menyampaikan ayat ini kepadanya, maka ia pun datang membawa
zakatnya, namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menerimanya. Setelah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, maka ia datang membawa zakat kepada Abu Bakar,
namun Abu Bakar tidak menerimanya, dan kemudian kepada Umar, namun ia juga
tidak menerimanya. Kisah ini meskipun masyhur, namun sesungguhnya tidak shahih.
Kisah ini didhaifkan oleh para pakar ahli hadits, seperti Ibnu Hazm, Baihaqi, Qurthubi,
Haitsami, Al Iraqi, Ibnu Hajar, As Suyuthi, Al Manawi dan lainnya. Mereka
menerangkan bahwa dalam isnadnya terdapat Ali bin Zaid seorang yang dhaif,
sebagaimana di antara perawinya ada yang bermana Maaan bin Rifaaah dan Al Qaasim
bin Abdurrahman, di mana keduanya adalah dhaif (lihat taliq Abdurrahman bin
Muallaa Al Luwaihiq terhadap kitab tafsir As Sadiy pada tafsir ayat 75-78 dari surat At
Taubah).
[3] Dan tidak memenuhi janjinya.
[4] Oleh karena itu, seorang mukmin harus berhati-hati, jangan sampai ketika ia berjanji
kepada Allah, bahwa jika keinginannya dikabulkan Allah, maka ia akan melakukan ini
dan itu, lalu ia tidak melakukannya, karena bisa saja Allah menanamkan kemunafikan
dalam hatinya sebagaimana yang menimpa mereka. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

Tanda orang munafik itu tiga; apabila berbicara berdusta, apabila berjanji mengingkari,
dan apabila dipercaya khianat. (HR. Bukhari-Muslim)
Nah, orang tersebut melakukan yang demikian, ia berjanji namun mengingkari dan
berbicara namun berdusta. Berdasarkan ayat ini, maka perbuatan-perbuatan tersebut
meskipun sebagai nifak amali namun bisa menjadi jembatan ke arah nifak akbar, yaitu
nifa itiqadiy, nasalullahs salaamah wal aafiyah. Oleh karena itu, dalam ayat
selanjutnya Allah mengancam mereka yang memiliki sifat-sifat itu.
[5] Seperti bisikan mereka yang isinya mencela Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
para sahabat, serta mencela agama Islam.
[6] Sehingga Dia akan membalas semua amal mereka meskipun tersembunyi bagi orang
lain.
[7] Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Masud radhiyallahu 'anhu ia berkata: Ketika
turun ayat sedekah, kami berusaha mengangkutkan barang (agar memperoleh imbalan
untuk disedekahkan), lalu datang seseorang yang bersedekah dengan jumlah yang besar,
maka mereka (orang-orang munafik) menimpali, Orang ini riya. Kemudian datang
seseorang yang bersedekah dengan satu sha (gantang), mereka pun menimpali,
Sesungguhnya Allah tidak butuh terhadapnya. Maka turunlah ayat, Alladziina
yalmizuunadst.

Dalam celaan mereka terhadap kaum mukmin terdapat beberapa keburukan, di


antaranya:
- Mencari-cari sikap orang mukmin agar dapat mencela mereka,
- Celaan mereka kepada orang mukmin karena iman yang ada dalam diri mereka
merupakan kekufuran kepada Allah Taala dan benci terhadap agama,
- Mencela sendiri merupakan perkara haram, bahkan dosa besar dalam urusan dunia,
dan jika dalam perkara taat, maka lebih besar lagi dosanya.
- Orang yang taat kepada Allah dan melakukan amalan secara sukarela seharusnya
dibantu dan didorong, bukan malah dilemahkan.
- Buruk sangka yang tinggi terhadap orang yang berbuat baik.
Oleh karena itulah, Allah akan menghina mereka sebagai balasan penghinaan mereka
terhadap orang-orang mukmin, dan bagi mereka azab yang pedih.
See
more
89.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-at-taubah-ayat-75-

AL-HASR 11-12
[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala heran terhadap keadaan kaum munafik
yang memberikan semangat kepada saudara mereka dari kalangan Ahli Kitab untuk
menolong dan membela mereka melawan kaum mukmin.
[2] Maksudnya, Bani Nadhir.
[3] Dalam janji mereka itu. Hal ini tidaklah mengherankan, karena dusta menjadi sifat
mereka, menipu menjadi keseharian mereka, kemunafikan dan pengecut menjadi
kebiasaan mereka. Oleh karena itu, Allah mendustakan mereka dengan firman-Nya di
atas dan menerangkan kenyataan yang akan terjadi pada ayat selanjutnya.
[4] Karena kecintaan mereka terhadap kampung halaman mereka, tidak sabar untuk
berperang dan selalu mengingkari janji.
[5] Karena sikap pengecut dan penakut menguasai mereka. Oleh karena itu, mereka
akan membiarkan saudara-saudara mereka dari kalangan Ahli Kitab.
[6] Yakni jika ditakdirkan mereka mau menolongnya, maka mereka akan lari ke
belakang.
[7] Yaitu orang-orang Yahudi yang menjadi saudara-saudara mereka.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-hasyr-ayat-11-17.html#more
AL-BAQARAH 8-10

[1] Mereka adalah orang-orang munafik yang luarnya menampakkan keislaman, namun
batinnya kafir. Kemunafikan ini adalah kemunafikan besar yang terkait dengan akidah
dan mengeluarkan pelakunya dari Islam. Berbeda dengan kemunafikan kecil yang
terkait dengan amalan, ia tidaklah mengeluarkan pelakunya dari Islam namun sebagai
wasilah/sarana yang bisa mengarah kepada kemunafikan besar, misalnya bila bicara
berdusta, bila berjanji mengingkari, bila diamanahkan berkhianat, malas beribadah,
berat melaksanakan shalat berjama'ah dsb. Di antara kelembutan Allah Ta'ala kepada
kaum mukminin adalah ditampakkan-Nya kepada kaum mukminin hal-ihwal serta sifat
mereka yang membedakan dengan yang lain agar kaum mukminin tidak tertipu oleh
mereka. Mereka dikatakan "tidak beriman" karena iman yang sesungguhnya adalah
pengakuan lisan yang dibenarkan oleh hati dan dipraktekkan oleh anggota badan, jika
tidak seperti itu sama saja hendak menipu.
[2] Karena akibat penipuan itu kembalinya tidak kepada siapa-siapa selain kepada diri
mereka sendiri. Namun sayang karena kebodohan mereka yang sangat membuat mereka
tidak menyadari.
[3] Yakni keyakinan mereka terdahap kebenaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam lemah dan mereka masih ragu-ragu. Kelemahan dan keragu-raguan keyakinan itu
menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, agama dan orang-orang Islam, lalu tidak diobati sehingga Allah menambah lagi
penyakit terebut.
Penyakit yang menimpa hati ada dua; penyakit syubhat dan penyakit syahwat.
Kekafiran, kemunafikan, keraguan dan bid'ah merupakan penyakit syubhat, sedangkan
kecintaan terhadap perbuatan keji dan maksiat merupakan penyakit syahwat.
See
more
16.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-baqarah-ayat-8-

AN-NUR 47-50
[23] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan keadaan orang-orang zalim yang
dalam hatinya ada penyakit atau kelemahan iman atau ada kemunafikan, keraguan dan
kelemahan ilmu, bahwa mereka mengatakan bahwa diri mereka memegang teguh
keimanan kepada Allah dan ketaatan, namun kenyataannya mereka tidak melakukan
apa yang mereka katakan, dan sebagian dari mereka berpaling jauh dari ketaatan
sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, muridhuun (berpaling), karena orang
yang meninggalkan terkadang memiliki niat untuk kembali, namun orang ini malah
berpaling. Kita dapat menemukan keadaan seperti ini, yakni mengaku beriman dan taat
namun tidak melakukan banyak ketaatan, khususnya ibadah yang berat bagi jiwa,
seperti zakat, nafkah yang wajib maupun yang sunat, jihad fii sabilillah, dsb.
[24] Maksudnya, dipanggil utnuk berhukum kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
[25] Mereka menginginkan hukum jahiliyyah, mereka mengutamakan undang-undang
yang tidak syari karena mereka tahu bahwa mereka akan disalahkan, di mana hukum
syara tidaklah memutuskan kecuali sesuai kenyataan.
[26] Mereka tunduk kepadanya bukan karena ia adalah hukum syari, akan tetapi karena
sesuai dengan hawa nafsu mereka. Oleh karenanya mereka dalam hal ini tidaklah terpuji

meskipun mereka datang dengan tunduk, karena hamba yang hakiki adalah orang yang
mengikuti yang hak baik dalam hal yang ia suka maupun tidak, baik yang membuatnya
senang maupun sedih. Adapun orang yang mengikuti syariat karena sesuai hawa nafsu
saja, maka ia bukanklah hamba hakiki. Oleh karena itu, dalam ayat selanjutnya Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman mencela mereka karena berpaling dari hukum syari.
[27] Yang membuat hatinya tidak sehat.
[28] Meragukan kebenaran hukum Allah dan Rasul-Nya.
[29] Karena hukum Allah dan Rasul-Nya adalah adil dan tepat (hikmah). Dalam ayat ini
terdapat dalil bahwa iman tidak sebatas di lisan saja bahkan amal pun menjadi
bagiannya. Oleh karenanya, Allah menyebut mereka bukan mukmin karena berpaling
dari ketaatan. Ayat ini juga menunjukkan wajibnya tunduk kepada hukum Allah dan
Rasul-Nya dalam setiap keadaan, dan bahwa orang yang mengkritiknya berarti ada
penyakit dalam hatinya dan ragu-ragu dalam keimanannya. Demikian juga
menunjukkan haramnya berburuk sangka terhadap hukum-hukum syariat atau
menyangkanya tidak adil atau tidak tepat.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-nur-ayat-41-54.html#more
AN-NISA 60-63
[22] Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Abu Barzah Al Aslamiy adalah
seorang dukun yang memutuskan perkara di kalangan orang-orang Yahudi dalam hal
yang mereka perselisihkan, lalu orang-orang musyrik pergi mendatanginya, maka Allah
Azza wa Jalla menurunkan ayat, "Alam tara ilalladziina yaz'umuuna sampai, "In
aradnaa illaa ihsaanaw wa taufiiqaa." (Hadits ini disebutkan oleh Al Waahidiy dalam
Asbaabunnuzul, Al Haitsami berkata dalam Majma'uzzawaa'id, "Diriwayatkan oleh
Thabrani dan para perawinya adalah para perawi kitab shahih." Abu Abdirrahman
berkata, "Guru Thabrani (yakni Abu Zaid Ahmad bin Yazid Al Huuthiy) tidak saya
temukan biografinya, akan tetapi hadits ini dimutaba'ahkan oleh Ibrahim bin Sa'id Al
Jauhari menurut Al Waahidiy. As Suyuthi dalam Lubaabunnuqul menyebutkan bahwa
hadits ini sanadnya shahih.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalan Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata: Jallas bin
Shaamit, Mu'tab bin Qusyair, Raafi' bin Zaid dan Bisyr mengaku muslim, lalu beberapa
orang kaumnya yang muslim mengajak menyelesaikan pertengkaran mereka kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun mereka malah mengajak kepada dukun; para
hakim jahiliyyah, maka Allah menurunkan ayat di atas.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Asy Sya'biy ia berkata: Telah terjadi pertengkaran antara
seorang Yahudi dan seorang munafik. Orang Yahudi berkata, "Ayo kita selesaikan
masalah ini kepada orang ahli dalam agamamu atau kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam", karena orang Yahudi mengetahui bahwa Beliau tidak mengambil sogok dalam
hal hukum, namun malah ditolak, sehingga keduanya sepakat untuk mendatangi
seorang dukun di Juhainah, maka turunlah ayat di atas.
[23] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan hamba-hamba-Nya merasa aneh
terhadap sikap orang-orang munafik.

[24] Yaitu Ka'ab bin Al Asyraf; seorang yahudi yang memusuhi Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam dan kaum muslimin. Ada pula yang mengatakan, bahwa maksud thagut di sini
adalah Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
yang biasa ,memutuskan masalah di kalangan orang-orang Yahudi. Termasuk Thaghut
juga adalah: 1. orang yang menetapkan hukum tidak dengan syari'at Allah. 2. berhalaberhala.
[25] Padahal keimanan menghendaki untuk tunduk kepada syari'at Allah dan
menjadikannya hakim terhadap semua masalah. Oleh karena itu, barang siapa yang
mengaku dirinya mukmin, tetapi ternyata ia lebih memilih hukum thagut, maka
pengakuannya dusta.
[26] Maksudnya hukum yang ada dalam Al Qur'an.
[27] Yakni karena kemaksiatan dan berhukum kepada thagut, kemudian mereka merasa
butuh denganmu dalam menghadapi musibah itu.
[28] Untuk menyebutkan alasan berhukum kepada selain Beliau.
[29] Dalam berhakim kepada selainmu.
[30] Antara dua orang yang bertengkar dengan mengadakan pendekatan hukum; karena
tidak siap menanggung pahitnya kebenaran. Perkataan mereka adalah dusta, padahal
kebaikan dan kedamaian hanya ada pada hukum Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta'ala
berfirman, "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Terj. Al
Maa'idah: 50)
[31] Berupa kemunafikan, niat yang buruk dan udzur yang dusta.
[32] Dengan membiarkannya dan tidak mempedulikan.
[33] Jelaskanlah kepada mereka hukum Allah dan sampaikanlah targhib (dorongan) dan
tarhib (ancaman).
[34] Misalnya secara sir (rahasia), karena yang demikian dapat membuahkan hasil.
Dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa pelaku maksiat, jika berpaling, maka dinasehati
secara rahasia dan menasehati dengan kata-kata yang bisa membekas di hatinya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-56-63.html#more
AT-TAUBAH 62-66
[2] Dengan menaatinya. Disebutkan dhamirnya dengan bentuk mufrad karena
talazumnya (terikat bersama) dua keridhaan.
[3] Surat At Taubah disebut sebagai surat Al Faadhihah (membuka aib), karena dalam
surat ini disebutkan rahasia-rahasia yang disembunyikan oleh kaum munafik. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala senantiasa menyebutkan, Dan di antara mereka dst.,
menyebutkan sifat-sifat mereka, hanya saja Dia tidak menyebutkan secara tayin (orang
perorang) karena beberapa faedah, di antaranya:

- Allah Subhaanahu wa Ta'aala adalah As Sittir, Dia suka menutupi aib hamba-hambaNya.
- Celaan yang Allah sebutkan tidak hanya mengena kepada kaum munafik di waktu itu
saja, tetapi mengena pula kepada selain mereka (kaum munafik yang datang setelahnya)
sampai hari kiamat.
- Tidak membuat mereka berputus asa dari bertobat.
[4] Berupa kemunafikan.
[5] Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma ia
berkata, Suatu hari ada seseorang yang berkata dalam perang Tabuk di sebuah majlis,
Saya belum pernah melihat orang yang lebih rakus perutnya, lebih dusta lisannya dan
lebih pengecut ketika menghadapi musuh daripada para pembaca Al Quran ini, lalu
ada seseorang yang berkata di majlis itu, Engkau dusta, engkau adalah munafik, saya
akan menyampaikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka sampailah
berita itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan ayat Al Quran pun turun.
Abdullah berkata, Saya melihat orang itu berpegangan dengan sabuk unta Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan tersandung oleh batu, sambil berkata,
Wahai Rasulullah, kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja. Sedangkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Mengapa kepada Allah, dan ayatayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (Hadits ini para perawinya
adalah para perawi kitab shahih selain Hisyam bin Saad, maka Muslim tidak
memakainya selain hanya sebagai syahid (penguat) sebagaimana diterangkan dalam Al
Mizan. Hadits ini disebutkan pula oleh Thabari dari jalannya juz 10 hal. 172. Hadits ini
memiliki syahid yang hasan dalam riwayat Ibnu Abi Hatim juz 4 hal. 64 dari hadits
Kaab bin Malik).
[6] Untuk mengisi waktu kosong di perjalanan dan tidak sengaja mengucapkan
demikian.
[7] Hal itu, karena mengolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya merupakan
kekafiran yang mengeluarkan dari Islam, karena agama dibangun di atas dasar
pengagungan kepada Allah, agama-Nya dan Rasul-Nya, sedangkan mengolok-olok
bertentangan dengan dasar ini dan sangat berlawanan sekali. Oleh karena itulah, ketika
kaum munafik itu datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meminta maaf
terhadap ucapan ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan ayat di
atas, Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok? Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah
beriman" Beliau tidak menoleh kepadanya dan tidak berkata lebih.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa di antara permintaan maaf, ada yang tidak pantas
diterima maafnya, yakni jika dimaafkan bukan malah memperbaiki dirinya, tetapi malah
semakin jauh dari kebaikan. Meskipun hukum asalnya, jika ada yang meminta maaf
harus dikasihani dan dimaafkan, namun orang yang seperti ini tidak layak dimaafkan.
[8] Yakni tidak bisa dimaafkan semuanya dan segolongan di antara kamu perlu
dihukum. Meskipun kalau mereka bertobat, maka tobatnya diterima. Dalam ayat ini juga
terdapat dalil bahwa barang siapa yang membicarakan secara rahasia yang isinya
membuat makar terhadap agama, mengolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya,
maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan menampakkannya dan membuka aibnya serta

menghukumnya dengan hukuman yang berat. Demikian pula terdapat dalil bahwa
mengolok-olok salah satu dari kitabullah atau sunnah Rasul-Nya yang sahih,
melecehkanya, merendahkannya, atau mengolok-olok Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam atau merendahkannya, maka dia kafir kepada Allah. Di samping itu, ayat di atas
juga menunjukkan bahwa tobat diterima dalam semua dosa meskipun besar.
[9] Selalu berbuat kufur dan nifak.
See
more
74.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-at-taubah-ayat-62-

AT-TAUBAH 74
[32] Ibnu Jarir berkata: telah menceritakan kepadaku Ayyub bin Ishaq bin Ibrahim, ia
berkata: telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Rajaa, ia berkata: telah
menceritakan kepada kami Israil dari Simak dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia
berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah duduk di bawah naungan
sebuah pohon dan bersabda, Sesungguhnya akan datang kepada kalian seseorang yang
memandang dengan kedua mata setan. Apabila dia datang, maka janganlah berbicara
dengannya. Tidak lama kemudian datanglah seorang laki-laki yang nampak biru, lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilnya dan bersabda, Atas dasar apa
kamu dan kawan-kawanmu memakiku? Maka orang itu pun pergi dan kembali dengan
membawa kawan-kawannya. Mereka pun bersumpah dengan nama Allah, bahwa
mereka tidak mengucapkannya dan tidak melakukannya, maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memaafkan mereka. Alah Subhaanahu wa Ta'aala lantas menurunkan
ayat, Yahlifuuna billahi maa qaaluudst. kemudian menyifai mereka semua sampai
akhir ayat.
Dalam Ash Shahihul Musnad oleh Syaikh Muqbil disebutkan, Ayyub bin Ishaq bin
Ibrahim bin Safiri adalah guru At Thabari. Ibnu Abi Hatim berkata, Kami mencatat
tentangnya ketika di Ramalah, dan saya sebutkan kepada bapak saya, lantas ia
mengenalinya dan berkata, Ia seorang yang sangat jujur. Sedangkan Abdullah bin
Raja Abu Amr, Abu Zurah berkata, Hasan haditsnya dari Israil, Abu Hatim berkata,
Tsiqah, dan Yaqub bin Sufyan berkata, Tsiqah.
[33] Seperti perkataan mereka, Sungguh, orang yang kuat akan mengusir orang-orang
yang lemah. Orang-orang yang lemah yang mereka maksud adalah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Demikian pula olok-olokkan mereka
kepada Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya.
[34] Maksudnya mereka ingin membunuh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam sepulang dari Tabuk. Jumlah mereka ketika itu dua belas orang. Mereka mencoba
membunuh Beliau pada malam Aqabah ketika Beliau pulang dari Tabuk, di mana ketika
itu, Beliau melewati aqabah (jalan di atas bukit), sedangkan para sahabat yang lain
melewati jalan lembah. Ketika itu, Ammar bin Yasir dan Hudzaifah bin Al Yaman
bersama Beliau memegang unta Beliau dan mengarahkannya. Tiba-tiba mereka
mendengar serangan orang-orang yang meutup muka dari belakang, maka Beliau
mengirim Hudzaifah, kemudian Hudzaifah memukul muka unta-unta mereka dengan
tongkatnya, maka Allah menaruh rasa takut ke dalam hati mereka dan mereka pun lari
ketakutan. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan nama-nama
mereka itu dan maksud mereka melakukan hal itu kepada Hudzaifah, oleh karenanya

Hudzaifah disebut shaahib sir (orang yang mendapat rahasia) Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
[35] Sungguh aneh, mengapa mereka mencela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam;
orang yang menjadi sebab keluarnya mereka dari kebodohan kepada cahaya,
menjadikan mereka kaya setelah sebelumnya miskin. Bukankah seharusnya orang yang
berjasa kepada mereka dimuliakan, dipercayai dan dihormati; tidak dicela, dan
pantaskah air susu dibalas dengan air tuba?
[36] Dari kemunafikan dan beriman kepadamu. Di ayat ini, Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menawarkan mereka untuk bertobat meskipun mereka telah melakukan
perbuatan yang demikian buruk.
[37] Dengan mendapatkan kesedihan, kegelisahan dan kekecewaan karena menangnya
agama Allah dan apa yang mereka harapkan tidak tercapai.
[38] Dengan dimasukkan ke dalam neraka.
See
more
74.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-at-taubah-ayat-62-

AL-MUNAFIQUN 1-3
[1] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Zaid bin Arqam
ia berkata, Aku berada dalam pasukan perang, lalu aku mendengar Abdullah bin Ubay
berkata, Janganlah kamu berinfak kepada orang-orang yang berada di dekat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga mereka bubar (meninggalkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam). Sungguh, jika kita pulang dari sisi Beliau,
pastilah orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah dari sana." Maka aku
ceritakan hal itu kepada pamanku atau ke Umar, lalu dia menceritakannya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau memanggilku dan aku menceritakan
kepadanya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan orang kepada
Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya, lalu mereka bersumpah bahwa mereka tidak
berkata demikian, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganggapku
dusta dan membenarkannya, sehingga aku merasakan kesedihan yang belum pernah
aku rasakan sebelumnya. Aku pun duduk di rumah, lalu pamanku berkata kepadaku,
Engkau tidak ingin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendustakanmu dan
membencimu, maka Allah Taala menurunkan ayat, Apabila orang-orang munafik
datang kepadamu (Muhammad),dst. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
mengirim orang kepadaku untuk membacakan ayat dan berkata, Sesungguhnya Allah
telah membenarkan kamu wahai Zaid. (HR. Bukhari dan Muslim)
[2] Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, jumlah kaum muslimin di
Madinah cukup banyak dan Islam pun semakin kuat di sana, maka di antara
penduduknya yang belum memeluk Islam menampakkan keimanan di luar dan
menyembunyikan kekafiran di batinnya agar kedudukannya tetap terjaga, darahnya
tetap terpelihara dan harta mereka dapat terjaga, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala
menyebutkan sifat mereka agar diketahui sehingga kaum mukmin dapat bersikap
waspada terhadap mereka dan berada di atas pengetahuan.
[3] Dengan lisan mereka yang berbeda dengan hatinya.

[4] Persaksian dari kaum munafik ini adalah dusta dan nifak, padahal untuk
memperkuat Rasul-Nya tidak dibutuhkan persaksian mereka.
[5] Dalam ucapan dan dakwaan mereka.
[6] Mereka bersumpah bahwa mereka beriman adalah untuk menjaga diri dan harta
mereka agar jangan dibunuh atau ditawan atau dirampas hartanya.
[7] Karena menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran, bersumpah
berada di atas keimanan dan memberikan kesan bahwa mereka benar dalam
sumpahnya.
[8] Dengan lisan mereka, atau maksudnya mereka tidak tetap di atas keimanan.
[9] Dengan hati mereka, yakni mereka tetap terus di atas kekafiran.
[10] Sehingga tidak dapat dimasuki kebaikan lagi untuk selamanya.
[11] Hal yang bermanfaat bagi mereka.
- See more
11.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-munafiqun-ayat-1-

AL-ANFAL 49
[36] Yakni lemahnya keyakinan.
[37] Karena berangkat melawan musuh yang banyak dalam jumlah sedikit.
[38] Maka dia akan menang. Hal itu, karena jika sekiranya manusia berkumpul untuk
memberikan manfaat kepada seseorang meskipun sedikit niscaya mereka tidak akan
mampu kecuali sesuai yang ditetapkan Allah Taala, dan jika sekiranya mereka
berkumpul untuk menimpakan bahaya, niscaya mereka tidak akan mampu kecuali
sesuai yang ditetapkan Allah Taala.
[39] Tidak ada yang dapat mengalahkan-Nya.
[40] Dalam tindakan-Nya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-anfaal-ayat-41-51.html#more
AN-NISA 142
[9] Dengan menampakkan di luar sesuatu yang berbeda dengan keadaan di dalam
dirinya, oleh karenanya diberlakukan kepada mereka hukum-hukum dunia berdasarkan
zhahirnya. Mereka mengira bahwa hal itu tidak diketahui Allah dan tidak ditampakkanNya kepada hamba-hamba-Nya, padahal Allah menipu mereka, bahkan sikap mereka ini
saja sebenarnya sudah menipu diri mereka sendiri, dan tipuan apa yang lebih besar
daripada orang yang mengusahakan sesuatu yang merugikan dirinya. Hal itu juga
menunjukkan kurangnya akal pemiliknya, di mana ia menggabung maksiat dan
memandangnya baik. Termasuk tipuan-Nya kepada mereka (kaum munafik) adalah

seperti yang disebutkan dalam surat Al Hadid ayat 13, "Pada hari ketika orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman,
"Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu".
Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri
cahaya (untukmu)". lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu
di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa."
[10] Maksudnya Alah membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu mereka
dilayani seperti halnya orang-orang mukmin dilayani. Namun demikian, Allah telah
menyediakan bagi mereka neraka sebagai pembalasan terhadap tipuan mereka itu.
[11] Padahal shalat merupakan amal ibadah yang paling utama. Rasa malas dan bosan
tidaklah muncul kecuali karena hilangnya rasa cinta kepadanya di hati mereka. Jika
sekiranya hati mereka rindu kepada Allah dan berharap terhadap apa yang ada di sisiNya, tentu tidak muncul sikap malas.
[12] Riya adalah melakukan suatu amal tidak untuk mencari keridhaan Allah tetapi
untuk mencari pujian atau popularitas di masyarakat. Orang munafik melakukan shalat
dengan maksud dipuji manusia, dihormati dan dimuliakan dan tidak melakukannya
dengan ikhlas karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
[13] Maksudnya mereka shalat hanya sesekali saja, yaitu apabila mereka berada di
hadapan orang lain. Memang demikian, karena mengingat Allah tidaklah muncul kecuali
dari orang mukmin yang hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan mengagungkanNya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#more
AN-NISA 130-135
[15] Karena sulit bersatu, baik dengan adanya talak (penceraian dari pihak suami), faskh
(pembatalan pernikahan), khulu' (permintaan cerai dari pihak istri) dsb. Cerai
merupakan solusi terakhir.
[16] Dengan memberikan pasangan lain yang lebih cocok.
[17] Dia memberikan karunia dengan hikmah (bijaksana) dan menahan dengan hikmah.
Jika hikmah menghendaki untuk menahan ihsannya kepada sebagian hamba-Nya
karena suatu sebab yang menghendaki hamba tersebut tidak diberikan karunia-Nya,
maka Dia menahan karunia itu karena keadilan dan hikmah-Nya.
[18] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitakan tentang meratanya kepemilikan-Nya
pada alam semesta, di mana hal itu menghendaki Dia mengatur semuanya dengan
semua bentuk pengaturan dan bertindak kepadanya dengan berbagai bentuk tindakan,
baik berupa qadar (ketetapan-Nya di alam semesta) maupun yang berupa penetapan
syari'at dan menyuruh mereka mengikuti syari'at itu dengan bertakwa.
[19] Kepada wasiat itu dengan tidak mau bertakwa.
[20] Maksudnya ciptaan-Nya, milik-Nya dan hamba-Nya segala yang ada di langit dan
yang ada di bumi, oleh karena itu kekafiran kalian tidaklah memadharratkan-Nya sedikit

pun, bahkan malah memadharratkan diri kamu. Demikian juga kekafiran itu tidaklah
mengurangi kerajaan-Nya, bahkan Dia memiliki hamba yang lebih baik dan lebih
banyak dari kamu, di mana mereka selalu taat dan tunduk kepada-Nya.
[21] Tidak butuh kepada makhluk-Nya dan kepada ibadah mereka, bahkan merekalah
yang butuh kepada-Nya.
[22] Dalam tindakan-Nya kepada makhluk-Nya. Dia berhak mendapatkan segala pujian
dan sanjungan, karena Dia memiliki sifat-sifat terpuji dan karena nikmat-Nya yang
begitu banyak yang diberikan kepada makhluk-Nya, oleh karenanya Dia Maha Terpuji
dalam semua keadaan.
[23] Diulangi kata-kata ini untuk memperkuat keharusan bertakwa.
[24] Ada yang mengartikan "wakiilaa" di atas dengan "sebagai saksi bahwa apa yang
ada di langit dan di bumi milik-Nya".
[25] Sebagai penggantimu yang lebih taat kepada Allah dan lebih baik dari kamu. Dalam
ayat ini terdapat ancaman terhadap manusia karena kekafiran mereka dan berpalingnya
mereka dari Tuhan mereka.
[26] Terhadap amalnya.
[27] Bagi orang yang menginginkannya, dan tidak ada yang memiliki balasan itu selainNya. Oleh karena itu, mengapa kamu lebih memilih yang rendah (hanya balasan di
dunia), padahal tidak ada yang diperolehnya dari balasan dunia selain yang ditaqdirkan
buatnya, dan mengapa kamu tidak meminta yang lebih tinggi dari itu, yaitu balasan di
dunia dan di akhirat dengan cara berbuat ikhlas kepada-Nya dan menaati-Nya.
Sesungguhnya orang yang mengejar dunia, seperti orang yang menanam rumput, oleh
karena itu tidak akan tumbuh padi. Sebaliknya, orang yang mengejar akhirat seperti
orang yang menanam padi, yakni akan tumbuh pula rumput, dan dia akan mendapatkan
dunia dan akhirat.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-128-134.html#more
[3] Yakni dengan mengakui kebenaran dan tidak menyembunyikannya.
[4] Oleh karena itu, jangan mempertimbangkan orang kaya karena kekayaannya dan
orang miskin karena kasihan kepadanya, bahkan tetaplah kamu bersaksi terhadap
kebenaran kepada siapa pun orangnya. Menegakkan keadilan termasuk perkara agung,
dan yang demikian menunjukkan keadaan agama seseorang, kewara'annya dan
kedudukannya dalam agama Islam. Oleh karenanya wajib bagi orang yang memperbaiki
dirinya dan menginginkan keselamatan untuk memperhatikan hal ini dan
menjadikannnya sebagai pusat perhatiannya serta menyingkirkan segala penghalang
yang menghalanginya dari keinginan berlaku adil dan mengamalkannya. Di antara
penghalang utama yang dapat menghalangi seseorang dari keadilan adalah mengikuti
hawa nafsu, maka dalam ayat di atas Allah mengingatkan untuk menyingkirkan
penghalang ini, Dia berfirman, "Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran ".
[5] Hal itu, karena jika kamu mengikuti hawa nafsu, maka kamu akan menyimpang dari
jalan yang benar, karena hawa nafsu biasanya membuat buta bashirah (mata hati) yang

ada dalam diri seseorang sehingga ia pun melihat yang hak sebagai batil dan yang batil
sebagai hak. Barang siapa yang dapat selamat dari hawa nafsunya, maka dia akan diberi
taufiq kepada kebenaran dan akan ditunjuki ke jalan yang lurus.
[6] Termasuk ke dalamnya memutar balikkan fakta, tidak menyempurnakannya, saksi
menta'wil kepada maksud yang lain dsb. ini semua termasuk memutar balikkan fakta.
[7] Termasuk pula jika hakim enggan memberikan keputusan terhadapnya.
[8] Oleh karena itu, Dia akan memberikan balasan kepadamu. Dalam ayat ini terdapat
ancaman yang keras bagi orang yang memutar balikkan fakta atau enggan bersaksi,
termasuk pula min baab aulaa/apalagi- orang yang menghukum dengan batil atau
bersaksi palsu, karena orang-orang yang sebelumnya tadi meninggalkan yang hak,
adapun mereka, yakni orang yang berhukum dengan batil atau bersaksi palsu, maka dia
telah meninggalkan kebenaran dan malah menegakkan yang batil.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-135-143.html#more
AT-TAUBAH 63
AL-MUNAFIQUN 4
[12] Karena bagusnya kata-kata mereka dan enak didengar. Tubuh dan ucapan mereka
mengagumkan, namun di balik itu tidak ada akhlak yang utama dan petunjuk sedikit
pun.
[13] Mereka diumpamakan seperti kayu yang tersandar untuk menyatakan sifat mereka
yang buruk meskipun tubuh mereka bagus-bagus dan pandai berbicara, akan tetapi
sebenarnya otak mereka adalah kosong tidak dapat memahami kebenaran seakan-akan
kayu yang tersandar ke tembok yang tidak ada manfaatnnya.
[14] Karena mereka takut turun ayat yang membuka rahasia mereka atau menghalalkan
darah dan harta mereka. Mereka takut kalau isi hati mereka terbongkar.
[15] Karena musuh yang menampakkan dirinya jauh lebih ringan daripada musuh dalam
selimut, yang tidak diketahui sebagai musuh, dimana ia melakukan tipu daya dan
membuat makar diam-diam.
[16] Karena mereka akan menyebarkan rahasiamu kepada orang-orang kafir.
[17] Bisa juga maksudnya, dipalingkan dari beriman setelah tegaknya bukti. Atau
maksudnya, bagaimana mereka mereka dapat dipalingkan dari agama Islam setelah
tegak bukti dan dalilnya serta jelas rambu-rambunya beralih kepada kekafiran yang
tidak memberikan apa-apa kepada mereka selain kerugian dan kesengsaraan.
- See more
11.html#more

at:

AL-BAQARAH 11-12

http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-munafiqun-ayat-1-

[4] Yakni ketika mereka dinasehati.


[5] Kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda,
melainkan dengan melakukan kekafiran dan kemaksiatan, yang di antaranya
menyebarkan rahasia kaum muslimin kepada musuh mereka, menghasut orang-orang
kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.
[6] Secara dusta dan bermaksud membantah.
[7] Perbuatan yang mereka lakukan itu dengan anggapan mengadakan perbaikan
sesungguhnya adalah kerusakan, akan tetapi karena kebodohan dan penentangan
mereka membuat mereka tidak menyadari bahwa yang demikian merupakan kerusakan.
Kemaksiatan yang besar adalah kemaksiatan yang dilakukan dengan meyakini benarnya
perbuatan itu dan seperti inilah keadaan mereka sehingga sangat sulit untuk rujuk,
berbeda dengan kemaksiatan yang dilakukan dengan meyakini salahnya perbuatan itu,
orang yang seperti ini lebih mudah untuk rujuk.
[8] Karena tidak ada kerusakan yang paling besar daripada mengingkari ayat-ayat Allah,
menghalangi manusia dari jalan-Nya, hendak menipu Allah dan para wali-Nya dan
menolong orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya ditambah dengan agggapan
bahwa hal itu merupakan perwujudan mengadakan perbaikan. Perbuatan maksiat
dikatakan sebagai kerusakan karena rusaknya bumi diakibatkan oleh maksiat,
sebaliknya bumi hanya akan menjadi baik dengan iman dan keta'atan kepada Allah
Ta'ala. Untuk itulah Allah menciptakan manusia dan melimpahkan rezeki kepada
mereka, yakni agar mereka gunakan untuk keta'atan dan ibadah kepada-Nya, jika yang
dilakukan malah kebalikannya maka sama saja berusaha merusak bumi.
See
more
16.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-baqarah-ayat-8-

AL-BAQARAH 204-206
[1] Dia adalah salah seorang munafik, bernama Al Akhnas bin Syuraiq. Ucapannya
sangat manis di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan dia bersumpah
bahwa dirinya seorang mukmin dan mencintai Beliau, sehingga Beliau mendekatkan
orang tersebut dengan majlis Beliau, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala
mendustakannya. Orang tersebut seperti yang dijelaskan pada ayat selanjutnyapernah melewati tanaman dan beberapa ekor keledai milik sebagian kaum muslimin,
lalu tanaman itu dibakarnya dan keledai-leledai itu disembelihnya pada malam hari
(dari tafsir Al Jalaalain).
[2] Ucapannya seakan-akan benar dan memberikan manfaat. Padahal jika ucapannya
benar, tentu antara ucapan dengan perbuatan tidak berbeda, namun pada kenyataannya
ia menentang Islam dengan keras.
[3] Yakni terhadap Islam dan kaum muslimin. Sikapnya akan nampak ketika dia
bertengkar, dia akan menampakkan sifat-sifat buruk dan menampakkan akhlak yang
bukan akhlak seorang mukmin. Berbeda dengan seorang mukmin, di mana bahtera yang
ditumpanginya adalah mudah memaafkan, tugasnya tunduk kepada kebenaran dan
tabi'atnya lapang dada.
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa ucapan yang keluar dari mulut seseorang bukanlah
dalil yang menunjukkan benar atau dusta serta baik atau buruknya seseorang sampai
ada amal yang membenarkan atau mentazkiyahnya, dan bahwa sepatutnya kita

mengetest keadaan para saksi serta tidak tertipu dengan tazkiyah (rekomendasi) dari
diri mereka sendiri.
[4] Dengan melakukan perbuatan maksiat.
[5] Ada yang berpendapat bahwa ayat di atas merupakan perumpamaan orang-orang
yang berusaha menggoncangkan iman orang-orang mukmin dan selalu mengadakan
kekacauan.
[6] Orang tersebut menggabung antara dua sifat buruk: suka bermaksiat dan sombong
ketika dinasehati. Balasan yang pantas terhadap orang tersebut adalah neraka
jahannam, dan neraka jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali.
See more
at:
http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-204212.html#more
AL MIDAH 33
[20] Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Urainah saat mereka ke Madinah
dan merasakan sakit di sana, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkan
mereka mendatangi unta, meminum kencing dan susunya. Ketika mereka sudah sehat,
mereka malah membunuh pengembalanya dan membawa pergi untanya. Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari Anas bin Malik hadits orang-orang Urainah, ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim sekelompok orang untuk mencari
mereka, lalu mereka ditangkap. Maka Allah menurunkan tentang hal tersebut
ayat, "Innamaa jazaa'ullladziina yuhaaribuunallaha wa rasuulahudst."
[21] Yakni dengan menyerang kaum muslimin, terang-terangan memusuhi dan
mengadakan kerusakan di muka bumi, melakukan pembunuhan, merampas harta dan
mengacaukan keamanan.
[22] Melakukan pembajakan, yakni tindakan menghadang manusia baik di kota maupun
di desa, lalu merampas harta mereka, membunuh dan menakut-nakuti manusia
sehingga jalan yang ditempuh mereka menjadi tidak aman.
[23] Maksudnya adalah memotong tangan kanan dan kaki kiri; dan jika melakukan lagi,
maka dipotong tangan kiri dan kaki kanan.
[24] Para mufassir berbeda pendapat, yakni apakah hukuman di atas menunjukkan
pilihan, dalam arti bahwa imam (pemerintah) atau wakilnya boleh melakukan hukuman
mana saja sesuai yang dipandangnya bermaslahat, atau apakah hukuman tersebut
disesuaikan dengan tindakan kejahatan yang dilakukan, di mana masing-masing
kejahatan ada hukuman tersendiri?. Untuk pendapat pertama berdasarkan dengan
zhahir lafaz ayat tersebut. Sedangkan pandapat kedua memandang bahwa penyesuaian
hukuman sejalan dengan kebijaksanaan Allah Ta'ala. Oleh karena itu, hukuman
bunuh jika pembajak itu melakukan pembunuhan, hukuman bunuh dan
penyaliban dilakukan jika pembajak melakukan pembunuhan, ditambah dengan
mengambil harta manusia, agar dijadikan pelajaran bagi orang lain. Namun jika
hanya mengambil harta saja tanpa melakukan pembunuhan, maka dengan dipotong
tangan dan kaki secara silang. Sedangkan hukuman dengan diasingkan atau yang
semisalnya seperti pemenjaraan, jika pembajak tersebut mengacaukan keamanan
(menakut-nakuti).
[25] Hal ini menunjukkan bahwa membajak merupakan dosa yang sangat besar, di
mana hal itu menghendaki pelakunya untuk dihinakan dan diazab di akhirat. Jika

demikian berat hukuman yang ditimpakan kepada pembajak, maka hal ini menunjukkan
bahwa membersihkan bumi dari pengrusak, mengamankan jalan dari adanya
pembajakan termasuk amal shalih yang amat besar, ketaatan utama dan termasuk
memperbaiki bumi.
See
more
at:
http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-maidah-ayat-2737.html#sthash.04TAlQxe.dpuf
AT-TAUBAH 86-87
[19] Ada yang mengatakan, bahwa maksudnya adalah surat At Taubah ini.
[20] Maksudnya: bersama orang-orang yang tidak ikut berperang dari kalangan orangorang yang beruzur, seperti orang-orang yang lemah dan orang yang sakit menahun.
[21] Karena kemunafikan mereka dan karena apa yang ada dalam hati mereka berupa
penyakit, keraguan, dan sifat pengecut sehingga membuat mereka senang meninggalkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
[22] Yaitu wanita-wanita, anak-anak, orang-orang lemah, orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang sudah tua.
[23] Mereka tidak memahami hal yang bermaslahat bagi mereka dan tidak ada lagi
keinginan untuk mengerjakan perbuatan yang di sana terdapat kebaikan dan
keberuntungan.
See
more
89.html#more

at:

http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-at-taubah-ayat-75-

AN-NISA 72-73
[25] Mereka ini adalah orang-orang mukmin yang lemah iman, namun ada yang
mengatakan bahwa mereka ini adalah orang-orang munafik. Yang rajih adalah yang
pertama, yakni orang-orang mukmin yang lemah iman berdasarkan kata-kata "di
antara kamu", yang tertuju kepada kaum mukmin, dan kata-kata "seakan-akan belum
pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia", sedangkan antara
orang-orang kafir, orang-orang musyrik dan orang-orang munafik tidak memiliki
hubungan kasih sayang dengan orang-orang mukmin. Di samping itu, karena kaum
mukmin ada dua golongan; yang kuat imannya dan yang lemah imannya. Orang
mukmin yang kuat imannya membuat mereka berani berjihad, sedangkan orang
mukmin yang masih lemah imannya tidak berani berjihad. Dari perkataan
mereka "Sungguh, Allah telah memberikan nikmat kepadaku karena aku tidak ikut
berperang bersama mereka" dapat diketahui bahwa yang dicita-citakan oleh orangorang yang berat berjihad itu tidak lain adalah kehidupan dunia dan kesenangannya.
Cita-cita seperti ini tidak lain karena kurangnya ilmu dan akal mereka, dan tidak
mengetahuinya tentang hakikat kehidupan dunia.
[26] Terbunuh atau kalah dalam pertempuran.

[27] Kata-kata ini diucapkan karena kelemahan akal dan imannya, di mana ia mengira
bahwa tidak berangkat jihad yang di sana seseorang bisa mendapatkan musibah
merupakan kenikmatan, padahal nikmat yang sesungguhnya adalah ketika seseorang
mendapat taufiq untuk dapat menjalankan ketaatan yang besar ini, di mana di dalamnya
menguatkan iman, menyelamatkan hamba dari siksa dan kerugian, memperoleh pahala
yang besar dan keridaan Ar Rahman. Adapun duduk tidak berangkat berjihad, meskipun
ada istirahatnya namun hanya sebentar, dan setelahnya adalah keletihan yang panjang,
penderitaan yang besar dan tidak memperoleh apa yang diperoleh para mujahid.
[28] Yaitu kemenangan atau ghanimah.
[29] Dengan nada penyesalan.
[30] Dia berharap dirinya hadir dalam peperangan tersebut agar memperoleh
ghanimah, dan tidak ada yang diinginkannya selain ghanimah saja tidak lebih, seakanakan dirinya bukan golongan kamu wahai kaum mukmin, dan seakan-akan tidak ada
hubungan keimanan antara kamu dengan dia. Padahal keimanan itu menghendaki
pemiliknya agar bersama-sama dengan kaum mukmin yang lain memikul beban demi
mendatangkan maslahat dan menghindarkan madharat, merasa senang ketika ketika
saudaranya memperoleh kemenangan dan merasa sedih ketika saudaranya tidak
memperolehnya serta berusaha bersama-sama kepada sesuatu yang dapat memperbaiki
keadaan agama dan dunia mereka. Namun ternyata yang terlintas dalam hatinya hanya
dunia dan kesenangannya, tidak memikirkan masalah tadi. Tetapi karena kelembutan
Allah Subhaanahu wa Ta'aala, Dia tidak membuat mereka berputus asa dari rahmat-Nya
serta tidak menutup pintunya, bahkan Dia tetap mengajaknya menutupi kekurangan itu
dan menyempurnakan dirinya. Oleh karena itu, di ayat selanjutnya Dia mengajak
mereka memperbaiki dirinya dengan berbuat ikhlas dan berangkat untuk berjihad di
jalan-Nya.
[31] Memperoleh banyak ghanimah.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-64-74.html#more
AL-HASR 11-14
[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala heran terhadap keadaan kaum munafik
yang memberikan semangat kepada saudara mereka dari kalangan Ahli Kitab untuk
menolong dan membela mereka melawan kaum mukmin.
[2] Maksudnya, Bani Nadhir.
[3] Dalam janji mereka itu. Hal ini tidaklah mengherankan, karena dusta menjadi sifat
mereka, menipu menjadi keseharian mereka, kemunafikan dan pengecut menjadi
kebiasaan mereka. Oleh karena itu, Allah mendustakan mereka dengan firman-Nya di
atas dan menerangkan kenyataan yang akan terjadi pada ayat selanjutnya.
[4] Karena kecintaan mereka terhadap kampung halaman mereka, tidak sabar untuk
berperang dan selalu mengingkari janji.
[5] Karena sikap pengecut dan penakut menguasai mereka. Oleh karena itu, mereka
akan membiarkan saudara-saudara mereka dari kalangan Ahli Kitab.

[6] Yakni jika ditakdirkan mereka mau menolongnya, maka mereka akan lari ke
belakang.
[7] Yaitu orang-orang Yahudi yang menjadi saudara-saudara mereka.
[8] Sebab yang menjadi mereka seperti itu adalah karena kaum mukmin lebih ditakuti
mereka daripada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Mereka mengutamakan takut kepada
makhluk yang tidak berkuasa memberikan manfaat dan menimpakana madharrat
daripada takut kepada Allah Al Khaliq yang di Tangan-Nya manfaat dan madharrat,
memberi dan mencegah.
[9] Tingkatan-tingkatan perkara. Demikian pula tidak mengetahui hakikat segala
sesuatu, tidak tergambar oleh mereka akibatnya. Sesungguhnya orang yang mengerti
adalah orang yang takutnya, harapnya dan cintanya kepada Allah Subhaanahu wa
Ta'aala di atas segala sesuatu, bahkan yang lain mengikutinya.
[10] Yakni mereka tidak akan siap memerangi kamu kecuali jika mereka di negeri-negeri
yang berbenteng atau di balik tembok, karena hal itu biasanya dapat melindungi mereka
karena mereka bersandar kepada benteng dan tembok; bukan karena keberanian
mereka. Hal ini termasuk celaan yang besar untuk mereka.
[11] Saling membenci dan bermusuhan.
[12] Kalau seandainya mereka mengerti dan memiliki akal tentu mereka akan
mengutamakan yang lebih utama daripada yang kalah utama, mereka tidak akan ridha
dengan bagian yang paling kurang dan tentu mereka bersatu, sehingga mereka akan
saling tolong-menolong untuk maslahat bersama baik agama maupun dunia.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-hasyr-ayat-11-17.html#more

You might also like