Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Kelompok 6
Ade Rezi Amelia
Alfi Kholishotuz Z.T
Amien Fadli
Arei Laxmie N.W
Dea Aulia Larasati
Evi Kusumawati
140341601181
140341606477
140341603277
140341605233
140341604082
140341601274
APRIL 2014
KATA PENGANTAR
rahmat,
taufik
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................3
D. Manfaat................................................................................................3
E. Ruang Lingkup ...................................................................................4
F. Definisi Operasional............................................................................4
BAB II KAJIAN TEORI
A. Hutan Dataran Rendah..........................................................................5
B. Hutan Alas Purwo.................................................................................6
C. Metode PCQ.........................................................................................8
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian...........................................................................9
B. Populasi dan Sampel ............................................................................10
C. Alat dan Bahan......................................................................................11
D. Prosedur Pengamatan...........................................................................13
E. Teknik Analisis Data.............................................................................14
BAB IV DATA,ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Data......................................................................................................16
B. Analisis Data........................................................................................18
C. Pembahasan.........................................................................................23
BAB V PENUTUP
A. Simpulan..............................................................................................25
B. Saran ...................................................................................................26
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati
yang utama di dunia. Walaupun luasnya hanya meliputi 1,3% permukaan bumi
namun kawasan ini mengandung berbagai jenis makhluk hidup. Ditinjau dari
keanekaragaman tumbuhan ditemukan 225-300 jenis bakteri dan alga biru, 4.28012.000 jenis jamur (Fungi), 1.000-18.000 jenis ganggang (Alga), 1500 jenis lumut
(Bryophyta), 1.250- 1.500 jenis paku-pakuan (Pteridophyta), 100 jenis
Gymnospermae dan 2500-30.000 jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae)
dengan 100-150 suku tumbuhan (Hasairin et al, 1997).
Sebagai bentuk perlindungan akan keanekaragaman hayati tersebut,
pemerintah membuat Taman Nasional. Menurut Palupi (2001),Taman Nasional
adalah kawasan pelestarian alam yang terdiri atas zona inti dan zona-zona lain
yang dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Salah satu
Taman Nasional yang berada di kawasan Jawa Timur yaitu Taman Nasional Alas
Purwo yang terletak di Banyuwangi.
Kawasan Alas Purwo merupakan kawasan dimana ekosistem di dalamnya
sangat dilindungi dan dibawah naungan undang-undang. Sehingga dapat diketahui
bahwa keanekaragamannya terlindungi dan tumbuh dengan baik. Sehingga tujuan
diadakannya penelitian ini adalah peneliti akan mengetahui keanekaragaman yang
ada di hutan Alas Purwo khususnya dunia tumbuhan dengan menggunakan
metode tertentu. Hasil yang didapatkan dari metode tersebut akan mengetahui
nilai keanekaragaman tiap-tiap tumbuhan yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo?
2. Bagaimana Indeks Nilai Penting (INP) pada tiap keanekaragaman tumbuhan di
Taman Nasional Alas Purwo?
3. Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman tumbuhan di
Taman Nasional Alas Purwo?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo.
2. Untuk mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) pada tiap keanekaragaman
tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo.
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman
tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui keanekaragaman tumbuhan pada hutan dataran rendah di Taman
Nasional Alas Purwo.
2. Mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) pada tiap keanekaragaman tumbuhan
pada hutan dataran rendah di Taman Nasional Alas Purwo.
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman tumbuhan pada
hutan dataran rendah di Taman Nasional Alas Purwo.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Taman Nasional Alas Purwo pada
tanggal 24 25 Maret 2016. Penilitian ini terbatas pada hutan di sekitar pantai
Triangulasi.
F. Definisi Operasional
triangulasi
INP menunjukkan peran suatu tumbuhan dalam suatu ekosistem
Kelimpahan adalah banyaknya individu yang terdapat dalam suatu
Faktor Abiotik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suhu udara,
suhu tanah, Intensitas cahaya, kelembapan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Hutan adalah
sebuah
kawasan
yang
ditumbuhi
dengan
lebat
perlindungan, dan tempat bersembunyi. Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai
farmasi terbesar di dunia karena hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di
hutan hujan ini.
Hutan hujan tropis secara sederhana adalah hutan hujan di daerah tropis.
Hutan ini dapat dijumpai di sekitar ekuator dari 23,5 LU hingga 23,5 LS yaitu
daerah antara Cancer Tropis dan Capricorn Tropis. Hutan ini dapat ditemukan di
Asia (Indonesia), Australia, Afrika (Kongo), Meksiko, Amerika Tengah, Amerika
Selatan (Bolivia, Venezuela, Kolombia, Brazil, Suriname, Peru), Papua Nugini,
pulau-pulau di samudera Pasifik, kepulauan Karibia, dan pulau-pulau Samudera
Hindia.
1. Ciri-Ciri Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis ini terdapat di daerah khatulistiwa di seluruh dunia, seperti
Asia tengah termasuk Indonesia, Amerika tengah dan selatan, Afrika, serta
Australia.
Ciri-ciri hutan hujan tropis sebagai berikut :
a) Hutan hujan tropis adalah hutan dengan pohon-pohon yang tinggi, iklim yang
b)
c)
d)
e)
Pohon mati disebabkan umur yang tua, biasanya dari ujung cabang memutar
kembali kepada tajuk, sedemikian sehingga spesimen hampir mati tua
(`overmature' ) adalah stagheaded'', dengan dahan lebat yang diarahkan oleh
hilangnya anggota yang semakin langsing; lubang biasanya berongga pada tingkat
ini. Gugur tajuk ke bawah adalah bagiannya, dan secepatnya batang dan musim
gugur potongan dahan sisanya, sering menyurut oleh suatu hembusan keras badai
yang diawali dengan angin. Alternatif batang terpisah sebagai kolom berdiri.
Banyak pohon tidak pernah menjangkau tingkat lanjut seperti itu tetapi diserang
mati oleh kilat atau turun satu demi satu atau di dalam kelompok pada
kedewasaan utama mereka atau lebih awal.
Kematian dari suatu pohon individu atau suatu kelompok menghasilkan
suatu gap di dalam kanopi hutan yang memungkinkan pohon lain tumbuh. Ini
pada gilirannya menjangkau kedewasaan dan barangkali senescence; kemudian
mati. Kanopi Hutan, secara terus menerus mengganti pohon tumbuh dan mati. Ini
merupakan suatu kesatuan hidup dalam keadaan keseimbangan dinamis. Itu
menyenangkan untuk diteliti pertumbuhan ini siklus kanopi ke dalam tiga fasa:
tahap gap, membangun tahap, dan tahap dewasa ( cf. Watt 1947). Tingkat dan
pengaturan dari tahap ini berbeda dari hutan ke hutan, sebagian besar berbeda
sebab faktor yang menyebabkan kematian. Di Hutan Hujan Dipterocarpaceae
selalu hijau pada Malaya Tengah, suatu daerah dimana gap kecil merupakan hal
yang biasa terjadi. Jumlah materi tumbuhan baru memproduksi per unit area per
unit waktu, yang dapat disebut netto produktivitas primer hutan, berbeda antara
tiap tahapan. Tahap gap yang rendah, meningkat ke suatu maksimum di dalam
tahap pertumbuhan, dan merosot sepanjang tahap dewasa ( cf. Watt 1947).
3. Stratifikasi
Hutan sering dianggap menjadi lapisan atau strata dan formasi hutan
berbeda untuk mendapatkan jumlah strata berbeda & Strata ( Lapisan, atau
tingkat) sering mudah dilihat dalam hutan. Mungkin pemakaian umum istilah
stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadangkadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon
yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata,
A-E. Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang
biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu, di
atas berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat
pohon lebih rendah, lapisan C ditunjukan bergabung dalam B kecuali pada dua
poin-poin dekat akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forestfloor tumbuh-tumbuhan herba dan semaian bibit kecil. Bersama-Sama ini lima
lapisan menjadi anggota synusiae dari tumbuhan autotrophic independent
mekanis. Dihubungkan dengan Lapisan struktural ini, sering kasus yang di dalam
strata yang lebih rendah tajuk pohon kebanyakan lebih tinggi dari lebar, dan
sebaliknya.
Lapisan bentuk tajuk berhubungan dengan pertumbuhan pohon. Pohon
muda masih bertumbuh tingginya lingkar hampir selalu monopodial, dengan
batang tunggal (ada beberapa perkecualian, sebagai contoh Alstonia), dan tajuk
pada umumnya sempit dan jangkung. Pohon Dewasa kebanyakan jenis adalah
sympodial, tanpa batang pusat tunggal, dan beberapa dahan melanjut untuk
tumbuh menambah lebar tajuk setelah dewasa tingginya telah dicapai; paling
pada umumnya, sympodial tajuk lebih luas dibanding mereka adalah dalam, terus
meningkat sangat dengan meningkatnya umur pohon. Pohon lebih pendek belum
dewasa dibanding yang tinggi.Lapisan bentuk tajuk begitu sangat diharapkan.
Pertumbuhan Tinggi kebanyakan jenis pohon menjadi sempurna ketika hanya
antara sepertiga dan setengah mencapai lubang diameter akhir. Diikuti daundaunan akan cenderung untuk dipusatkan berlapis-lapis di mana suatu jenis atau
suatu kelompok jenis dari dewasa serupa tingginya mendominasi suatu posisi,
sebagai contoh, di dalam hutan dipterocarp.
4. Lapisan utama pada hutan hujan tropis
Hutan hujan tropis memiliki empat lapisan utama. Masing-masing lapisan
merupakan tempat hidup tanaman dan hewan yang berbeda yang telah beradaptasi
untuk hidup di wilayah tersebut. Lapisan ini telah diidentifikasi sebagai tajuk
kanopi (emergent), kanopi atas (upper canopy), bawah kanopi (understory), dan
lantai hutan (forest floor).
ketinggian
antara
2436
Pohon adalah bentuk hidup yang utama pada hutan hujan. Bahkan tumbuhan
bawah sebagian besar terdiri dari tambuhan berkayu bergentuk pohon berhutan;
semak belukar yang terlihat jarang, meskipun demikian lapisan D sering dengan
bebas disebut lapisan semak belukar
a) Tajuk
Aspek yang paling penting dari bentuk pohon untuk adalah perbedaan
antara konstruksi tajuk monopodial dan sympodial. Kebanyakan jenis berubah
ke bentuk tajuk sympodial ketika mereka dewasa tetapi beberapa
mempertahankan bentuk tajuk monopodial sepanjang seluruh hidup, sebagai
contoh, semua Annonaceae dan Myristicaceae di hutan tropis timur jauh, ini
umum terjadi di antara jenis pohon kecil berkembang di dalam kanopi. k
dengan volume kayu yang meningkat per area, dan pohon-pohon monopodial
dengan karakteristik tajuk yang sempit, merupakan subyek yang lebih baik
dalam penanaman dibandingkan jenis sympodial. Ini merupakan salah satu
alasan mengapa conifer yang akan ditanam pada tropika basah yang memiliki
daya tarik lebih untuk diperhatikan, khusunya Pinus spp tropis, dan Araucaria
dan mengapa Shorea spp dari kelompok Dipterocarpaceae kayu Meranti
Merah Terang dan jenis cepat tumbuh lainnya, jenis yang memerlukan cahaya,
jenis kayu keras asli setempat, sepertiAlbizia falcata, Campnosperma,
Endospernum dan Octomeles, memiliki perhatian yang terbatas.
Tajuk pohon memiliki konstruksi yang tepat. Faktor utama yang
menentukan bentuk tajuk adalah pertumbuhan apical versus lateral, meristem
radial simetrik versus bilateral simetrik, berselangseling dan berirama versus
pertumbuhan berlanjut dari tunas dan daun atau bunga. Kombinasi faktorfaktor ini hanya memberikan pembatasan jumlah total dari model yang
mungkin dari konstruksi tajuk. Arsitektur pohon tidak berkorelasi baik dengan
taksonomi, beberapa famili kaya akan model, contohnya Euphorbiaceae dan
yang lain miskin, contohnya Myristicaceae.
b) Batang Pohon
Untuk mengamati bentuk batang pohon di atas lantai hutan selalu lebih kurang
seperti tiang, sedikitnya sampai bagian yang paling rendah.
c) Banir
berkayu
paling
besar
tumbuh
d = d1 + d2 + ..........+ dn
n
dimana:
d
= banyaknya pohon
x 100 %
INP
KR
FR
DR
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan dalam penelitian analisis vegetasi dengan metode Point
Centered Quarter (PCQ) sebagai berikut.
Peletakan sejumlah titik dimulai dari dekat/bibir pantai triangulasi secara acak
dalam komunitas tumbuhan (dataran rendah, homogen dan hutan bakau).
Areal titik yang ditentukan akan dibuat menjadi kuadrat/plot berukuran 10x10
meter dengan empat kuadran yang berukuran sama (kuadran 1, 2 ,3 dan 4).
Dilakukan pengambilan populasi dan sampel dengan perbedaan jarak dari bibir
pantai sehingga diperoleh pengambilan populasi dan sampel tersebut pada
jarak 0 meter, 240 meter dan 480 meter dari bibir pantai.
jarak 0 meter, 240 meter dan 480 meter dari bibir pantai.
Sampel: pohon yang kelilingnya berukuran >30 cm diukur setinggi dada pada
plot dengan jarak 0 meter, 240 meter dan 480 meter dari bibir pantai.
Alat:
Bahan:
Klinometer
Kantong plastik
Roll meter
Kertas label
Meteran kain
Tali tampar
Kompas bidik
Alat tulis
Kamera
Termohygrometer
Soil termo
Soil analyzer
D. Prosedur Pengamatan
Prosedur yang akan digunakan dalam penelitian PCQ kali ini yaitu sebagai
berikut.
1. Menentukan tempat pengamatan berupa vegetasi yang kompleks, pada
penelitian kali ini berupa hutan dataran rendah, hutan homogen dan hutan
bakau.
2. Menentukan titik pengambilan sampel yaitu hutan triangulasi di dekat bibir
pantai triangulasi.
3. Membuat kuadrat/plot dengan ukuran 10x10 meter.
4. Membagi plot tadi menjadi 4 kuadran yaitu kuadran 1,2,3 dan 4.
5. Menyiapkan klinometer dan roll meter serta alat pengukur faktor abiotik.
6. Mengukur faktor abiotik pada setiap plot tersebut.
7. Menentukan pohon yang terdekat dari titik pusat plot pada keempat kuadrat
dengan sampel pohon yaitu pohon dengan keliling minimal 30 cm diukur
setinggi dada pengamat.
8. Jarak pohon ke titik pusat diukur, dan diameter pohon tersebut dihitung
berdasarkan data keliling batang pohon yang telah diukur setinggi dada.
9. Mengukur tinggi pengamat dari mata hingga ujung kaki.
10. Mengukur jarak pengamat dengan pohon menggunakan roll meter.
11. Menentukan sudut elevasi tinggi/pucuk pohon dengan menggunakan
klinometer.
12. Melakukan analisis perhitungan keanekaragaman pohon.
13. Selanjutnya membuat 25 plot menuju ke dalam hutan triangulasi dengan jarak
antar plot/kuadrat sepanjang 10 meter.
14. Plot yang dijadikan pengambilan sampel PCQ yaitu plot 1 (0 m dari bibir
pantai), plot 13 (240 m dari bibir pantai) dan plot 25 (480 m dari bibir pantai)
dengan 3 kali pengulangan.
15. Melakukan langkah 5-12 pada masing-masing plot.
16. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
E. Teknik Analisis
Basal area (BA) merupakan penutupan kanopi pohon .
Diameter didapatkan dari pengukuran keliling batang pohon.
= keliling pohon
BA
= Basal Area
= 3,14
= Diameter batang
= 1.
Kerapatan Mutlak
Kerapatan relatif
Frekuensi relatif
Dominasi relatif
BAB IV
DATA,ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. DATA
Tabel 4.1
Samplin
g
Ulanga
n
No
Quarter
Jenis
Tumbuhan
Jarak pohon ke
titik pusat (cm)
K
Pohon
(cm)
D
Pohon
(cm)
Tinggi
Pohon (,
Jarak
Pengamat)
(cm)
Ba
(cm)
1
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
13
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
25
1
2
3
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Callophylum
inopilum
Barringtonia
asiatica
Drepetes Sp.
Drepetes Sp.
Drepetes Sp.
Swetinea
macrophyla
Swetinea
macrophyla
Syzigium
littoralle
Mitrephora
polyprena
Drophea
enneandra
Swetinea
macrophyla
Pouteria
123
316
100,63
2266,1
670,00
432
90
28,66
1768
644,79
77
423
95
35
34
75
11,15
10,82
23,88
598
577
850
97,59
91,90
447,65
190
177
56,37
2655,3
2494,4
0
90
80
25,47
6220,8
384
40
12,74
2097,7
127,41
137
40
12,73
779
127,21
60
57
18,15
857
258,60
430
120
38,21
851,4
380
77
24,52
983
509,25
1146,1
0
471,97
obaxata
Rata-rata
jarak
235,08
0,001809491
B. ANALISIS DATA
DENSITAS
Spesies
Jumlah
Callophylum inopilum
Barringtonia asiatica
Swetinea macrophyla
Syzigium littoralle
Drepetes Sp.
Drophea enneandra
Mitrephora polyprena
Pouteria obaxata
0,13
0,13
0,38
0,13
0,38
0,13
0,13
0,13
Densitas Relatif
(Kr)
8,33%
8,33%
25,00%
8,33%
25,00%
8,33%
8,33%
8,33%
0,002714236
DOMINASI
Jumla
h
BA (m)
6,7
6,5
41,5
Syzigium littoralle
1,3
Drepetes Sp.
6,4
Drophea enneandra
2,6
Mitrephora
polyprena
1,3
Spesies
Callophylum
inopilum
Barringtonia
asiatica
Swetinea
macrophyla
Rerata BA
(m)
6,7
6,5
13,83
1,3
2,13
2,6
1,3
Dominansi
0,0015154
5
0,0014702
1
0,0093867
3
0,0002940
4
0,0014475
9
0,0005880
8
0,0002940
4
Dr (%)
9,44%
9,15%
58,45%
1,83%
9,01%
3,66%
1,83%
Pouteria obaxata
4,7
TOTAL
12
71
4,7
39,0666666
7
0,0010630
8
0,0160592
3
6,62%
FREKUENSI
Spesies
Fr (%)
INP (%)
Ranking
Callophylum inopilum
Barringtonia asiatica
Swetinea macrophyla
Syzigium littoralle
Drepetes Sp.
Drophea enneandra
Mitrephora polyprena
Pouteria obaxata
11,11%
11,11%
22,22%
11,11%
11,11%
11,11%
11,11%
11,11%
28,881%
28,599%
105,673%
21,275%
45,125%
23,106%
21,275%
26,064%
3
4
1
7
2
6
7
5
Dari analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa INP
tertinggi dimiliki oleh Swetinea macrophyla, sehingga dominansi dimiliki
oleh vegetasi Swetinea macrophyla.
C. PEMBAHASAN