You are on page 1of 24

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Meningens
Meningens merupakan selaput atau membran yang terdiri dari connective
tissue yang melapisi dan melindungi otak. Meningens membentang di bawah
lapisan dalam dari tengkorak yang terdiri dari duramater, arachmoideamater dan
piamater yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda. Perikranium yang
masih merupakan bagian dari lapisan dalam tengkorak dan duramater bersamasama disebut juga pachymeningens. Sementara piamater dan arachnoideamater
disebut juga leptomeningens.6

Gambar 2.1 Potongan melintang tengkorak dan meninges

2.1.1

Duramater
Duramater atau pachymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara

konvensional duramater ini terdiri dari dua lapis , yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Lapisan endosteal

merupakan lapisan periosteum yang

menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan


lapisan duramater yang , sering disebut dengan cranial duramater. Terdiri dari
jaringan fibrous yang padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri
menjadi duramater spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhir

sampai segmen kedua dari os sacrum.


Pada pemisahan dua lapisan duramater ini , diantaranya terdapat sinus
duramatris yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah
dari drainase vena pada otak dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding
dari sinus- sinus ini dibatasi oleh endothelium. Pada lapisan duramater ini terdapat
banyak cabang-cabang pembuluh darah yang berasal dari arteri carotis interna,
a.maxillaris, a. pharyngeus ascendens, a. occipitalis dan a. vertebralis. Dari sudut
klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari a. maxillaris)
karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada duramater terdapat banyak ujung- ujung saraf sensorik, dan peka
terhadap regangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung-saraf ini dapat
menimbulkan sakit kepala yang hebat.6
Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus
trigeminus mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan tengah.
Sementara nervus vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika
ada rangsangan langsung terhadap duramater, sementara jaringan otak sendiri
tidak sensitif terhadap rangsang nyeri. Beberapa nervus kranial dan pembuluh
darah yang mensuplai otak berjalan melintasi duramater dan berada di atasnya
sehingga disebut juga segmen extradural intrakranial. Sehingga beberapa nervus
dan pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa harus membuka
duramater.6
2.1.2

Arachnoideamater
Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan yang

terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi pembuluh


darah kapiler, vena penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera dapat terjadi
perdarahan subdural.6 Arachnoideamater yang membungkus basis serebri
berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan
transparant. Arachnoideamater membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang disebut
granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis
superior. Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara

folia cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut


reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral.
2.1.3

Piamater
Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan yang

terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi cairan


serebrospinal dan bentangan serat trabekular (trabekula arachnoideae). Piamater
menempel erat pada permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan girus
otak. Pembuluh darah otak memasuki otak dengan menembus lapisan piamater.
Kecuali pembuluh kapiler, semua pembuluh darah yang memasuki otak dilapisi
oleh selubung pial dan selanjutnya membran glial yang memisahkan mereka dari
neuropil. Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini (ruang VirchowRobin) berisi cairan serebrospinal. Plexus koroid dari ventrikel cerebri yang
mensekresi cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh darah pial (tela
choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel (ependyma).6
2.2 Meningioma
2.2.1 Definisi
Meningioma adalah tumor pada meningens yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul
pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis tetapi umumnya
terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat
jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi.
Meningioma adala tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat
pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu
belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan
erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Timbulnya meningioma kebanvakan di
tempat ditemukan banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan
Mallary (1920) dan didukung Penfield (1923) didapatkan suatu konsep bahwa sel
yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya
arachnoid fibroblast atau meningeal fibroblastoma. Meningioma berasal dari
leptomening yang biasanya berkembang jinak. Gushing (1922), menamakannya
meningioma karena tumor ini berdekatan dengan meningen.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab dari meningioma belum dipahami dengan baik, namun beberapa
penelitian menunjukkan beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan
terjadinya meningioma, yaitu sebagai berikut.
a. Radioterapi
Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan factor resiko utama
terjadinya meningioma. Radiasi dosis rendah seperti pada pengobatan
tinea kapitis maupun dosis tinggi seperti pada penanganan tumor otak lain
(misalnya meduloblastoma) meningkatkan resiko terjadinya meningioma.
Radioterapi dosis tinggi berhubungan dengan terjadinya meningioma
dalam waktu yang relative singkat, antara 5-10 tahun. Sementara radiasi
dosis rendah membutuhkan waktu beberapa decade sampai timbulnya
meningioma. Tumor yang timbul akibat radiasi cenderung bersifat
multiple dan secara histology ganas, serta memiliki kecenderungan yang
lebih tinggi untuk timbul kembali.
b. Trauma capitis
Trauma kepala diduga dapat menyebabkan tumor meningens, namun
sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut yang dapat membuktikan
hal tersebut.
c. Hormonal dan jenis kelamin
Rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran yang
cukup penting juga dalam timbulnya tumor meningens. Estrogen dan
progesterone

diduga

merupakan

salah

satu

penyebab

timbulnya

meningioma karena angka prevalensi yang lebih tinggi pada wanita.


Reseptor estrogen ditemukan pada meningioma, yakni ikatan pada
reseptor tipe 2 walaupun tingkat afinitasnya terhadap estrogen tidak sekuat
reseptor yang ditemukan pada kanker payudara. Sebagai perbandingan,
reseptor

progesterone

diekspresikan

pada

80%

wanita

penderita

meningioma dan 40% pada pria. Lokasi ikatan dengan progesterone lebih
jarang pada meningioma yang agresif. Cara kerja reseptor-reseptor ini
masih belum diketahui, namun inhibitor estrogen dan progesterone telah
dicoba sebagai terapi walaupun belum ada bukti keberhasilan.

d. Mutasi genetik
Meningioma diduga timbul melalui proses bertahap yang melibatkan
aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor tumor. Penelitian genetic
molecular telah menunjukan beberapa penyimpangan, yang paling sering
adalah hilangnya 22q pada 80% penderita meningioma sporadic. Hal ini
mengakibatkan hilangnya NF-2 gen supresor tumor yang berlokasi di
22q11 dan berkurangnya produk protein merlin yang bertanggung jawab
terhadap interaksi sel.1 Sel yang memiliki defek pada merlin tidak dapat
mengenali sel sekitarnya dan terus menerus tumbuh. Beberapa kelainan
telah dideteksi pada kromosom lain, dan diduga beberapa onkogen dan
gen supresor tumor terlibat dalam pembentukan meningioma.
2.2.3 Epidemiologi
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan
frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada
wanita daripada pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan
memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu
keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam pencarian karena belum
cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai
neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla
spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.
Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah
parasagitalis. Yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal
biasanya gepeng atau kecil bundar. Jika meningioma terletak infratentorial,
kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat sudut
serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih
tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan
penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan
hyperostosis.
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak
yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20%

menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri


merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati,
disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan
mengatur mood.
2.2.4 Klasifikasi
A. Klasifikasi WHO
Klasifikasi dari

WHO

bertujuan

untuk

memprediksi

perbedaan

karakteristik klinis dari meningioma dengan grading secara histologis berdasarkan


statisik

korelasi

klinikopatologis

yang

signifikan.

Berdasarkan

tingkat

keganasannya meningioma dibagi menjadi 3, yaitu jinak (WHO grade 1), atipikal
(WHO grade 2), dan anaplastik (WHO grade 3).

Tabel 2.1 Kriteria grading WHO

Meningioma jinak yang tergolong dalam grade 1 WHO dapat menginvasi


duramater, sinus dura, tulang tengkorak, dan kompartmen ekstrakranial seperti
bola mata, jaringan lunak, dan kulit. Meskipun invasi ini membuat mereka
semakin sulit direseksi, mereka tidak termasuk meningioma atipikal maupun
malignan. Sebaliknya, invasi otak dihubungkan dengan angka kekambuhan dan
kematian yang hampir sama dengan meningioma atipikal secara umum, meskipun
tumor nampak jinak. Meskipun lebih banyak terjadi pada meningioma tipe baru,

invasi otak belum dihubungkan dengan perubahan genetik tertentu, namun telah
dilaporkan terjadi pada tumor tanpa ketidakseimbangan kromosom yang jelas.3

Gambar 2.2 Histologi meningioma grade 1 WHO

Angka kejadian meningioma atipikal (grade 2 WHO) berkisar antara 15-20%


dari keseluruhan meningioma. Setelah reseksi total, meningioma jinak
dihubungkan dengan angka kekambuhan dalam waktu 5 tahun sebanyak 5%.
Sebaliknya, angka kekambuhan untuk meningioma atipikal yang direseksi total
adalah sekitar 40% dalam waktu 5 tahun dan meningkat seiring berjalannya waktu
pemantauan.

Dengan

demikian,

diagnosis

dari

meningioma

atipikal

memperpendek jangka waktu pemantauan post operasi.3

Gambar 2.3 Histologi meningioma grade 2 WHO

Korelasi histologi yang paling dipercaya berhubungan dengan kekambuhan


adalah ditemukannya peningkatan aktivitas mitotik. Namun demikian, jika tidak
ditemukan gambaran peningkatan aktivitas mitosis, gambaran histologi lain
berhubungan dengan kemungkinan kekambuhan dan dengan demikian memiliki
implikasi juga. Menurut definisi dari WHO pada tahun 2000, ditemukannya 3 dari
5 kriteria berikut mengarah pada diagnosis meningioma atipikal, yakni
peningkatan selularitas, perbandingan yang tinggi antara inti dengan sitoplasma,
nukleolus yang menonjol, pertumbuhan tidak berpola, dan fokus nekrosis spontan
(bukan karena emboli). Masalah invasi otak kurang diperjelas dalam skema
WHO, meskipun implikasi klinis yang sama menunjukan bahwa hal ini dapat
digunakan sebagai kriteria lain untuk meningioma atipikal. Tipe meningioma
clear-cell dan kordoid dihubungkan dengan angka kekambuhan yang lebih besar
meskipun tidak memenuhi kriteria di atas. Dengan demikian, meningioma tipe ini
digolongkan dalam grade 2 WHO berdasarkan definisinya. Meningioma clear-cell
disusun oleh lembaran sel poligonal dengan sitoplasma jernih kaya glikogen,
positif untuk asam periodat Schiff, dan perivaskular yang padat serta kolagenisasi
interstisial. Meningioma kordoid memiliki daerah yang secara histologi mirip
dengan kordoma, dengan untaian sel-sel tumor epiteloid kecil yang mengandung
sitoplasma eosinofilik atau bervakuola yang tertanam dalam matrix basofilik kaya
musin. Meningioma clear-cell sering timbul pada medula spinalis dan fossa
posterior, sementara meningioma kordoid lebih sering pada daerah supratentorial.
Meskipun fitur genetik yang berkaitan dengan meningioma clear-cell masih belum

10

diketahui, suatu translokasi yang tidak seimbang pada der(1)t(1;3)(p12-13;q11)


diduga sebagai penanda sitogenetik spesifik untuk tipe kordoid. Namun,
penemuan ini masih harus dibuktikan karena target gen dari translokasi tersebut
masih belum diketahui.3
Meningioma anaplastik (grade 3 WHO) terhitung sebanyak 1-3% kasus dari
keseluruhan kasus meningioma. Tumor ini memiliki karakteristik klinik serupa
dengan neoplasma ganas lainnya, yang dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya
secara luas dan membentuk deposit metastasis. Meningioma anaplastik dikaitkan
dengan angka kekambuhan sekitar 50-80% setelah tindakan reseksi secara bedah
dan nilai median harapan hidup kurang dari 2 tahun. Secara histologis,
meningioma anaplastik memiliki gambaran keganasan dengan index mitosis
sebesar 20 atau lebih mitosis per 10 lapang pandang mikroskopis. Beberapa
meningioma anaplastik sulit dikenali sebagai neoplasma meningotelial karena
mereka dapat menyerupai sarkoma, karsinoma atau bahkan melanoma.
Meningioma anaplastik biasanya memiliki daerah nekrosis yang amat luas.
Meskipun demikian, embolisasi terapeutik (iatrogenik) harus dikecualikan sebagai
penjelasan alternatif sebelum dilakukan penilaian.3

Gambar 2.4 Histologi meningioma grade 3 WHO

Beberapa tipe meningioma secara konsisten dikaitkan dengan perilaku ganas


dan karena itu sesuai dengan grade 3 WHO. Meningioma papiler, yang biasanya
menyerang anak-anak, menunjukan invasi ke otak dan jaringan lokal pada 75%
pasien, kekambuhan sekitar 55%, dan metastasi pada 20% pasien. Meningioma
papiler secara histologi dikenal dari pertumbuhan diskohesif, yang menghasilkan

11

bentuk perivaskuler pseudopapiler dan struktur yang menyerupai pseudorosette


yang mirip dengan gambaran ependimoma. Meningioma agresif lainnya adalah
meningioma rabdoid, yang mengandung sel rabdoid dengan banyak sitoplasma
eosinofilik, nukleus yang terletak eksentris, dan inklusi paranuklear yang secara
ultrastruktur sesuai dengan bundel ulir dari filamen intermediat. Gambaran
rabdoid dan papiler keduanya dapat terlihat sebagai perubahan yang berprogresi,
karena keduanya biasanya timbul pertama kali pada saat kambuh dan meningkat
seiring perjalanan waktu.
B. Klasifikasi berdasarkan lokasi tumor
-

Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus menlngioma). Falx


adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan
hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar.
Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx

Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada


permukaan atas otak.

Meningioma Sphenoid (20%). Daerah sphenoidalis berlokasi pada daerah


belakang rnata. Banyak terjadi pada wanita.

Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang


menghubungkan otak dengan hidung.

Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan


bawah bagian belakang otak.

Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah


kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.

Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis
dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding
dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.

Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada


mata atau di sekitar cavum orbita.

Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi

12

cairan di seluruh bagian otak.


2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa
pada gejala awal.
Meningioma tumbuhnya perlahan-lahan dan tanpa memberikan gejalagejala dalam waktu yang lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Ini khas untuk
meningioma tetapi tidak patognomonis. Diperkirakan meningioma intrakranial yang
merupakan 1,44% dari seluruh otopsi sebagian besar tidak menunjukkan gejalagejala dan didapatkan secara kebetulan. Dari permulaan sampai timbulnya gejalagejala rata-rata 26 bulan, dilaporkan juga gejala-gejala yang lama timbulnya
yaitu antara 20-30 tahun. Walaupun demikian gejala-gejala yang cepat tidak
menyingkirkan adanya meningoma.
Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intrakranial yang lain
misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal
seperti kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah
ada sejak lama bahkan ada yang bertahun-tahun sebelum penderita mendapat
perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan.
Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala
lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut:
1) kejang (48%)
2) gangguan visus ( 29%)
3) gangguan mental ( 13%)
4) gangguan fokal ( 10%)
Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak
tumor dan tingginya tekanan intrakranial. Tanda-tanda fokal sangat tergantung
dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan

13

otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven
gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa dini. Gejala-gejala ini tirnbul
akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antar hemisfer atau dari otak
kedalam tumor.
1) Sakit Kepala
Merupakan gejala yang paling sering, sakit kepala ini tidak khas, dapat
umum atau terlokalisir pada daerah yang berlainan. Hal ini sudah lazim walaupun
tidak dikaitkan dengan meningkatnya tekanan intrakranial. Meningioma Intra
Ventrikuler seringkali mengalami sakit kepala dan peningkatan tekanan
intrakranial, karena meningioma di tempat tersebut dapat bergerak dan dapat
mengadakan penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Sakit kepala
tersebut bersifat unilateral dan gejala-gejala ini mungkin hilang timbul. Selain
sakit kepala juga disertai mual dan muntah-muntah.

2) Kejang
Didapati 48% dari kasus meningioma mengalami kejang terutama pada
meningioma parasagittal dan lobus temporalis. Adanya kejang ini akan
memperkuat diagnosa.
3) Gangguan Mata
Gangguan mata yang terjadi pada meningioma dapat berupa :
a) penurunan visus
b) papil oedema
c) nystagmus
d) gangguan yojana penglihatan
e) gangguan gerakan bola mata
f) exophthalmus.
4) Hemiparese
Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan. tumortumor intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningioma didapati kelumpuhan

14

fokal, Crose dkk mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai
gangguan sensoris dari N V.
5) Gangguan mental
Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula
dengan lokalisasi dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengan
gangguan mental. Gejala mental seperti: dullness, confusion, stupor merupakan
gejala-gejala yang paling sering.
Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan
saraf otak (nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Grouse
yaitu N II, V, VI, IXdan X. Gejala yang menarik adalah adanya Intermittent
cerebral symptoms. Pada 219 penderita dengan meiiingioma supra tentorial
didapatkan ganggnan fungsi serebral yang mendadak intermitten dan sementara
dapat beberapa raenit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa afasia,
kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi
(olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi
serebral berulang-ulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa
membingungkan dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler,
migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan
tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak dan perlahanlahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam
gejala eurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa.
6) Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS)
FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak
semuanya berhubungan dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut.
Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari tempat-tempat yang jauh dari tumor di
mana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan lokalisasi tumor tersehut.
Seperti biasanya diagnosa klinik ditegakkan dari Icumpulan/tanda-tanda, tetapi
kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahan-kesalahan pada
diagnosa, apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250
kasus meningioma intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang
salah karena gejala-gejala yang tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala

15

yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena adanya Silent area di mana tumortumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala-gejala. Yang termasuk
silent area: parasagital anterior, konveksitas frontal dan intraventrikuler.

Gambar 2.5 Gejala umum dari meningioma

16

Gejala lain yang muncul ditentukan oleh lokasi tumor, dan biasanya
disebabkan oleh kompresi atau penekanan struktur neural penyebab.5
-

Meningioma falx dan parasagital, sering melibatkan sinus sagitalis


superior. Gejala yang timbul biasanya berupa kelemahan pada tungkai

bawah.5
Meningioma konveksitas, terjadi pada permukaan atas otak. Gejala
meliputi kejang, nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal, dan
perubahan kepribadian serta gangguan ingatan. Defisit neurologis fokal
merupakan gangguan pada fungsi saraf yang mempengaruhi lokasi
tertentu, misalnya wajah sebelah kiri, tangan kiri, kaki kiri, atau area kecil
lain seperti lidah. Selain itu dapat juga terjadi gangguan fungsi spesifik,
misalnya gangguan berbicara, kesulitan bergerak, dan kehilangan sensasi

rasa.5
Meningioma sphenoid, berlokasi pada daerah belakang mata dan paling
sering menyerang wanita. Gejala dapat berupa kehilangan sensasi atau rasa
baal pada wajah, serta gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan disini
dapat berupa penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, sampai

kebutaan.5 Dapat juga terjadi kelumpuhan pada nervus III.1


Meningioma olfaktorius, terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan
otak dengan hidung. Gejala dapat berupa kehilangan kemampuan

menghidu dan gangguan penglihatan.5


Meningioma fossa posterior, berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak terutama pada sudut serebelopontin. Merupakan tumor
kedua tersering di fossa posterior setelah neuroma akustik. 1 Gejala yang
timbul meliputi nyeri hebat pada wajah, rasa baal atau kesemutan pada
wajah, dan kekakuan otot-otot wajah. Selain itu dapat terjadi gangguan

pendengaran, kesulitan menelan, dan kesulitan berjalan.5


Meningioma suprasellar, terjadi di atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. Gejala yang dominan
berupa gangguan penglihatan akibat terjadi pembengkakan pada diskus
optikus.5 Dapat juga terjadi anosmia, sakit kepala dan gejala hipopituari.1

17

Meningioma tentorial. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan tanda-

tanda serebelum.1
Meningioma foramen magnus, seringkali menempel dengan nervus
kranialis. Gejala yang timbul berupa nyeri, kesulitan berjalan, dan

kelemahan otot-otot tangan.1


Meningioma spinal, paling sering menyerang daerah dada terhitung sekitar
25-46% dari tumor spinal primer. Gejala yang timbul merupakan akibat
langsung dari penekanan terhadap medula spinalis dan korda spinalis,
paling sering berupa nyeri radikular pada anggota gerak, paraparesis,
perubahan refleks tendon, disfungsi sfingter, dan nyeri pada dada.
Paraparesis dan paraplegia timbul pada 80% pasien, namun sekitar 67%

pasien masih dapat berjalan.1


Meningioma intraorbital. Gejala yang dominan terutama pada mata berupa

pembengkakan bola mata, dan kehilangan penglihatan.5


Meningioma intraventrikular, timbul dari sel araknoid pada pleksus
koroidales dan terhitung sekitar 1% dari keseluruhan kasus meningioma.1
Gejala meliputi gangguan kepribadian dan gangguan ingatan, sakit kepala
hebat, pusing seperti berputar.5 Selain itu dapat juga terjadi hidrosefalus
komunikans sekunder akibat peningkatan protein cairan otak.1

2.2.6 Diagnosis
Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari
meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran
radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma
hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.5
Beberapa sarjana menyatakan bahwa perubahan-perabahan dari X-foto
skull pada meningioma 22,5% adalah normal, 75,5% abnormal. Kelainan
radiologis tersebut adalah:
a. Hyperostosis : 25% - 44,1 %
b. Pembesaran dari canalis yang dilalui oleh arteri meningiamedia (foramen
Spinosum): 25%
c. Pengapuran dari tumor : 3% 20%
d. Kerusakan dari tulang : 1,5% -16,1%

18

e. Pembuatan specule : 4,3%; adalah pembuatan tulang-tulang baru sebagai


tiang yang ramping tegak lurus pada permukaan tulang yang normal.
f. Penebalan tulang yang difus
Hiperostosis

dan

kalsifikasi

tumor

teratama

Psammomatous merupakan

tanda yang paling penting untuk diagnosa meningioma disamping peningkatan


vascularisasi dan kerusakan tulang.
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Dindikasikan untuk tumor pada meninges. Tampak erosi tulang dan
dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak.
Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninges
yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat
bersifat fokal maupun difus .
Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika
dibandingkan dengan jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan
gambaran berlobus dan kalsifikasi pada beberapa kasus. 1 Edema dapat bervariasi
dan dapat tidak terjadi pada 50% kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat,
tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter dan
mengakibatkan penurunan densitas. Perdarahan, cairan intratumoral, dan
akumulasi cairan dapat jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul
akibat provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25%
kasus. Gambaran CT scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari
meningioma. Penelitian membuktikan bahwa 45% proses kalsifikasi adalah
meningioma.

19

Gambar 2.6 Hasil CT scan meningioma parasagital

Gambar 2.7 Hasil CT scan meningioma konveksitas

20

Gambar 2.8 Hasil CT scan meningioma sphenoid

Gambar 2.9 Hasil CT scan meningioma tentorial

21

Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada
sisanya jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. 1 Kelebihan MRI adalah
mampu memberikan gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi,
membedakan tipe jaringan ikat, kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI
dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, invasi sinus
venosus, dan hubungan antara tumor dengan jaringan sekitarnya.
Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular,
menilai aliran darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan
dilakukan

embolisasi

preoperasi

untuk

mengurangi

resiko

perdarahan

intraoperatif.1
Gambaran radiografi yang tidak khas seperti kista, perdarahan, dan
nekrosis sentral seringkali menyerupai gambaran glioma dan muncul pada sekitar
15% kasus meningioma. Meningioma malignan sering menunjukan gambaran
destruksi tulang, nekrosis, gambaran iregular, dan edema yang luas. Diagnosis
banding secara radiografi meliputi metastasis dural, tumor meningeal primer lain,
granuloma dan aneurisma. Metastasis seringkali dikaitkan dengan edema luas dan
destruksi tulang sementara meningioma dikaitkan dengan edema sedang dan
hiperostosis.1
2.2.7 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis meningioma dapat ditegakan, permasalahan berikutnya
adalah memutuskan diperlukan tindakan pembedahan atau tidak. Beberapa
meningioma sering timbul tanpa gejala, hadir tiba-tiba dengan kejang, atau
melibatkan struktur tertentu sehingga reseksi hampir mustahil dilakukan. Tumor
jenis ini tidak memerlukan intervensi segera dan dapat dipantau bertahun-tahun
tanpa menunjukan pertumbuhan yang berarti. Jika pasien menunjukan gejala yang
signifikan seperti hemiparesis, atau ada progresi yang jelas terlihat melalui
pencitraan radiologi, maka diperlukan intervensi segera. Sampai saat ini,
penatalaksanaan yang paling penting adalah dengan pembedahan.1
a. Pembedahan

22

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk meningioma.


Tujuan utamanya adalah mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya tanpa
kehilangan fungsi otak.7 Eksisi komplit dapat menyembuhkan kebanyakan
meningioma. Faktor-faktor yang berperan dalam pembedahan meliputi lokasi dari
tumor, defisit nervus kranialis preoperasi, vaskularitas, invasi dari sinus venosus,
dan keterlibatan arteri. Reseksi sebagian dapat menjadi pilihan jika pengangkatan
seluruh tumor dapat mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.1
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, meningioma digolongkan ke
dalam 3 grup berdasarkan resiko pembedahannya. Cara penggolongannya
menggunakan algoritme CLASS, yakni Comorbidity (komorbiditas), Location
(lokasi), Age (umur pasien) Size (ukuran tumor), Symptoms and signs (tanda dan
gejala). Grup 1 dengan skor CLASS lebih dari +1, memiliki angka keberhasilan
yang tinggi, yakni pada 98,1% kasus. Grup 2 dengan skor 0 sampai -1 memiliki
hasil yang buruk pada sekitar 4% kasus. Sementara grup 3 dengan skor di bawah
-2 memiliki hasil paling buruk yakni 15% dari seluruh kasus.2
Teknik terbaru saat ini adalah dengan memanfaatkan rekonstruksi 3
dimensi dengan komputer untuk membantu ahli bedah dalam merencanakan
prosedur operasi. MRI intraoperasi dapat menunjukan gambaran langsung selama
pembedahan. Embolisasi preoperasi dilakukan untuk mengurangi vaskularitas
tumor, memfasilitasi pengangkatan tumor, dan mengurangi resiko perdarahan.
Embolisasi pada ekor dura dapat mengurangi resiko kekambuhan. Namun
prosedur ini tidak banyak dilakukan mengingat tidak semua rumah sakit memiliki
fasilitas maupun personel yang terlatih dalam bidang ini.1
Tindakan pembedahan mampu menghilangkan beberapa gejala neurologis,
kecuali neuropati kranial yang seringkali sulit dihilangkan. Angka morbiditas
akibat pembedahan bervariasi antara 1-14%. Setelah reseksi komplit, angka
kekambuhan untuk meningioma grade rendah adalah sekitar 20% dalam 5 tahun
pertama dan 25% dalam 10 tahun. Jika tumor muncul kembali, harus
dipertimbangkan untuk dilakukan reseksi ulang. Secara umum, angka harapan
hidup 5 tahun untuk pasien berusia di bawah 65 tahun adalah sekitar 80%, dan
menurun mendekati 50% untuk pasien di atas 65 tahun.1

23

Simpson

Completeness of Resection

10-year

Grade
Grade I

Recurrence
9%

complete removal including resection of underlying bone

Grade II

and associated dura


complete removal + coagulation of dural attachment

19%

Grade III

complete removal w/o resection of dura or coagulation

29%

Grade IV

subtotal resection

40%

Tabel 2.2 Simpson Grading Scale

b. Radioterapi
Indikasi dilakukannya terapi radiasi adalah tumor residual / sisa setelah
tindakan pembedahan, tumor berulang, dan riwayat atipikal atau malignan.
Radioterapi digunakan sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai
melalui pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan.
Regresi total terlihat pada 95% pasien dalam 5 tahun pertama dan 92% dalam 10
dan 15 tahun setelah dilakukan radioterapi dengan atau tanpa eksisi subtotal.
Angka regresi tumor untuk 10 tahun pada pasien yang dilakukan kombinasi
reseksi subtotal dan radiasi adalah 82%, sementara pada pasien yang hanya
dilakukan reseksi subtotal adalah 18%. Waktu kekambuhan sekitar 125 bulan pada
pasien yang mendapat terapi kombinasi dan 66 bulan pada pasien yang menjalani
reseksi subtotal saja. Pada tumor malignan, angka harapan hidup 5 tahun setelah
pembedahan dan radiasi adalah 28%. Angka kekambuhan tumor maligna adalah
90% setelah reseksi subtotal dan 41% setelah terapi kombinasi.1
c. Terapi Medikamentosa
Interferon saat ini sedang diteliti sebagai inhibitor angiogenesis. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menghentikan pertumbuhan pembuluh darah yang
mensuplai tumor. Interferon dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami
kekambuhan dan meningioma maligna. Hidroxyurea dan obat-obat kemoterapi
lain diyakini dapat memulai proses kematian sel atau apoptosis pada sebagian
meningioma. Namun pada uji coba klinis, obat ini dianggap gagal karena
meningioma bersifat kemoresisten. Inhibitor dari receptor progesteron seperti RU486 juga sedang dievaluasi sebagai pengobatan untuk meningioma. Namun

24

percobaan klinik terbaru, RU-486 tidak menunjukan perbaikan apapun. Begitu


juga dengan terapi antiestrogen yang tidak menunjukan perbaikan nyata ssecara
klinis pada percobaan. Beberapa agen molekular seperti penghambat receptor
faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth Factor Receptor / EGFR),
inhibitor receptor faktor pertumbuhan derivat platelet (Platelet Derived Growth
Factor Receptor / PDGFR), dan penghambat tirosin kinase masih diuji coba secara
klinis. Kebanyakan uji coba ini terbuka untuk pasien dengan meningioma yang
tidak dapat dioperasi atau yang mengalami kekambuhan.7 Kortikosteroid dapat
digunakan untuk mengontrol edema sekitar tumor namun tidak dapat digunakan
dalam jangka panjang karena efek sampingnya yang merugikan.1
Tergantung pada lokasi dari tumor, gejala yang ditimbulkan, dan keinginan
pasien, beberapa meningioma dapat ditunggu dan dipantau secara hati-hati dan
teliti.7
2.2.8 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif,
perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar.
Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi,
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila
letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila
ada:
a. Invasi dan kerusakan tulang
b. tumor tidak berkapsul pada saat operasi
c. invasi pada jaringan otak.
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah
maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post
operasi selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan (1957-1966) adalah

25

8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu


perdarahan dan edema otak.

26

You might also like