You are on page 1of 57

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara merupakan badan usaha yang sebagian atau
seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. Salah
satunya berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang
atau jasa bagi masyarakat. Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah
telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat
BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki
oleh public atau dengan kata lain tidak sepenuhnya dipegang oleh pemerintah.
BUMN sendiri terbagi dalam beberapa jenis yaitu Perusahaan Perseroan
(Persero), Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan
Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD yang masing-masing memiliki fungsi,
peran, dan karakteristik tersendiri. Dalam kaitannya dengan Bulog, pada
dasarnya Bulog merupakan salah satu jenis BUMN yang termasuk dalam
kategori Perusahaan Umum. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik, tugas
dan fungsi dari Bulog itu sendiri yang secara garis besar mengelola sarana
demi kepentingan umum atau publik.
Adanya langkah pemerintah mereformasi Bulog untuk kembali
menangani perberasan dinilai positif sebagai upaya menjaga stabilitas beras.
Bulog memiliki tugas membeli gabah atau beras produksi dalam negeri
melalui instrument pengadaan beras yang mengacu pada Harga Pembelian
Pemerintah (HPP). Pada dasarnya perubahan status Bulog pada tahun 2003
dari LPND (Lembaga Pemerintah Non Departemen) menjadi Perum telah

memperluas Perum Bulog secara umum untuk melakukan aktivitas komersial


(bisnis) sebagai bagian dari peran pentingnya dalam pelayanan jasa publik.
Berdasarkan tahap strategis bisnis perusahaan, cakupan kegiatan, usaha
komersial Bulog dibagi menjadi tiga yaitu industri, perdagangan, dan jasa.
Kegiatan komersial Bulog ini diharapkan dapat mendukung tugas PSO
sehingga dapat memberikan nilai tambah pada tiap kegiatan yang dilakukan
Bulog sehingga akan meningkatkan kualitas dari Bulog tersebut.
Dengan adanya perubahan status tersebut maka tugas dan fungsi dari
Perum Bulog harus berubah sebagai berikut :
1. Perubahan kebijakan pangan pemerintah dan pemangkasan tugas
dan fungsi Bulog sehingga hanya diperbolehkan menangani
komoditas beras, penghapusan monopoli impor seperti yang
tertuang dalam beberapa Keppres dan SK Menperindag sejak tahun
1998. Keppres RI terakhir tentang Bulog, yakni Keppres RI No.
103 tahun 2001 menegaskan bahwa Bulog harus beralih status
menjadi BUMN selambat-lambatnya Mei 2003.
2. Berlakunya beberapa UU baru, khususnya UU No. 5 Tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli, dan UU No. 22 Tahun 2000
tentang Otonomi Daerah yang membatasi kewenangan Pemerintah
Pusat dan dihapusnya instansi vertikal.
3. Masyarakat luas menghendaki agar Bulog terbebas dari unsurunsur yang bertentangan dengan tuntutan reformasi, bebas dari
KKN dan bebas dari pengaruh partai politik tertentu, sehingga
Bulog mampu menjadi lembaga yang efisien, efektif, transparan
dan mampu melayani kepentingan publik secara memuaskan.

4. Perubahan ekonomi global yang mengarah pada liberalisasi pasar,


khususnya dengan adanya WTO yang mengharuskan penghapusan
non-tariff barrier seperti monopoli menjadi tariff barrier serta
pembukaan pasar dalam negeri. Dalam LoI yang ditandatangani
oleh pemerintah Indonesia dan IMF pada tahun 1998, secara
khusus ditekankan perlunya perubahan status hukum Bulog agar
menjadi lembaga yang lebih efisien, transparan dan akuntabel.
Perubahan sifat usaha dari Perusahaan Umum Bulog adalah
menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk
keuntungan

berdasarkan

prinsip

pengelolaan

Perusahaan.

Hal

ini

dimaksudakan untuk :
1. Menyelenggarakan usaha logistik pangan pokok yang bermutu dan
memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
2. Dalam hal tertentu melaksanakan tugas-tugas tertentu yang
diberikan Pemerintah dalam pengamanan harga pangan pokok,
pengelolaan cadangan pangan Pemerintah dan distribusi pangan
pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan
pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan oleh
pemerintah dalam rangka ketahanan pangan.
Kedudukan dari LPND adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden serta berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. LPND (Bulog)
mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen
logistik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam rangka menjalankan tugasnya, LPND (Bulog) mempunyai


fungsi sebagai berikut :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
manajemen logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan
distribusi beras serta pengendalian harga beras.
2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BULOG
3. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di
bidang manajemen logistik pengadaan, pengelolaan persediaan, dan
distribusi beras serta pengendalian harga beras.
4. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang

perencanaan

tatalaksana,

umum,

kepegawaian,

ketatausahaan,
keuangan,

organisasi

kearsipan,

dan

hukum,

persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.


Untuk selajutnya dalam rangka menjalankan fungsinya LPND (Bulog)
memiliki kewenangan sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung
pembangunan secara makro.
3. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu :
1) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang
manajemen logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan
distribusi beras serta pengendalian harga beras.
2) Perumusan norma dan pengadaan, pengelolaan dan distribusi
beras.
3) Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang merupakan salah satu
perusahaan umum milik pemerintah (BUMN) yang ditugaskan
oleh pemerintah pusat untuk membidangi urusan pengelolaan,
persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras melalui

pengamanan stok beras, pengamanan harga dasar beras dan


penyaluraannya termasuk program beras untuk keluarga miskin
(Raskin), termasuk stabilisasi harga gabah / beras, sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 89/
PMK .02/2008. Salah satu tugas dari Perum Bulog Sub Divre 1
Semarang

adalah

menciptakan

ketahanan

pangan

dan

meminimalisir kejadian rawan pangan sedini mungkin. Dengan


motto Andalah Ketahanan Pangan yang dipegang selama ini,
diharapkan dapat dijadikan patokan dan pegangan bagi Perum
Bulog Sub Divre 1 Semarang untuk mewujudkan ketahanan
pangan.
4) Sebelum berubah status menjadi Perusahaan umum, status
hukum Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang adalah Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) berdasarkan Keppres RI
No. 39 tahun 1978. Kemudian dalam rangka melaksanakan
tugas dan fungsinya LPND berperan sebagai stabilisator harga
bahan pangan di era 1980-an dan orientasi bufferstock serta
ditunjang dengan dibangunnya gudang-gudang yang tersebar di
wilayah Indonesia. Struktur organisasi BULOG diubah sesuai
Keppres No. 39/1978 tanggal 6 Nopember 1978 dengan tugas
membantu persediaan dalam rangka menjaga kestabilan harga
bagi

kepentingan

petani

maupun

konsumen

sesuai

kebijaksanaan umum Pemerintah. Memasuki tahun 2000, sesuai


Keppres No.29 Tahun 2000 tanggal 26 Februari 2000, kegiatan

utama Bulog adalah sebagai pengelola persediaan, distribusi,


dan pengendalian harga beras serta usaha jasa logistik. Bulog
beroperasi berdasarkan Keppres No. 103/2001 tanggal 13
September 2001. 1
Peranan Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang di bidang perberasan telah
berlangsung lama dan selama ini dapat dikatakan tidak memiliki cukup
keleluasaan untuk mengintervensi pasar. Disamping itu kegiatan juga tidak
didukung oleh dana taktis operasional yang memadai dan dibatasi oleh
birokrasi perizinan pemerintahan. Namun, harus disadari bahwa Perum Bulog
Sub Divre 1 Semarang memiliki peranan yang sangat strategis dalam
mengamankan harga gabah dan menyiapkan stok beras. Perusahaan umum
Bulog Sub Divre 1 Semarang berhak untuk melakukan usaha-usaha dalam
rangka mencapai maksud dan tujuan dari Perum Bulog yakni sebagai berikut:
1. Melakukan kerjasama usaha atau patungan (joint venture) dengan
badan usaha lain
2. Membentuk anak Perusahaan
3. Melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.
Perum Bulog Sub Divisi Regional 1 Semarang yang dalam keputusan
disebut dengan Sub Divre, berada di bawah dan bertanggung jawab secara
langsung kepada kepala Divre. Sub Divre 1 Semarang mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi Perum Bulog di bidang
pelayanan publik, perencanaan, dan pengembangan usaha, serta administrasi
dan keuangan di wilayah kerja (eks.karesidenan Semarang) yaitu :
1. Kota Semarang
2. Kota Salatiga
3. Kabupaten Kendal
4. Kabupaten Semarang
1 sejarah-Perum-Bulog.html

5. Kabupaten Demak
Dalam menyelenggarakan tugas, Sub Divre 1 Semarang mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1. Pelaksanaan kegiatan di bidang pelayanan publik
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisa dan harga
3. Pelaksanaan kegiatan di bidang adminstrasi
4. Pelaksanaan di bidang akuntansi
5. Pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi pemerintah dan atau
badan usaha lain di wilayah kerja.
Pada dasarnya kinerja organisasi merupakan pencapaian keluaran
(output) pada organsasi. Perubahan status pada diri Bulog tentu saja sangat
berpengaruh pada bidang usaha dan kegiatan dalam Perum Bulog Sub Divre 1
Semarang itu sendiri. Untuk selanjutnya tidak hanya berpengaruh pada tujuan
atau visi serta misi, namun juga berpengaruh pada kinerja organisasi secara
keseluruhan. Akan tetapi, belum dapat diketahui sejauhmana pengaruh dari
perubahan status bulog terhadap kinerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang.
Salah satu yang mengalami perubahan akibat pengaruh dari perubahan
status pada Bulog adalah motto dari Perum Bulog itu sendiri yaitu Andalah
Ketahanan Pangan. Dimana sebelum Bulog menjadi Perum, kinerja bulog
lebih beroerientasi pada stabilitas harga. Perubahan tersebut tentu saja
menimbulkan cara baru dalam diri Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang
dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai lembaga pangan. Sistem
kinerja organisasipun harus berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan
yang ada. Walaupun tidak diketahui seberapa besar pengaruh dari perubahan
tersebut terhadap proses kinerja organisasi, namun seiring dengan perubahan
yang ada tetap harus ada penyesuaian dalam pelaksanakan kinerja di
dalamnya. Secara umum proses transmisi (perubahan status) tidak menjadi

alasan bagi Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang untuk lalai dalam
menjalankan tugas dan perannya. Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang tetap
berjalan dengan mengemban misi untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat.
Proses pencapaian tujuan tidaklah mudah, butuh proses kinerja yang keras
dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita tersebut. Namun, seringkali tidak
banyak orang mengetahui bagaimana sistem kinerja yang ada didalamnya.
Sebagian besar dari mereka hanya mengetahui dari berita-berita yang ada di
media massa mengenai kinerja Perum Bulog yang mengalami permasalahan.
Sebagai contoh, masalah mengenai pembagian raskin, penentuan kriteria
warga miskin yang berhak mendapatakan raskin, harga bahan pokok terutama
beras yang melonjak di pasaran dll. Maka dari itu, dibutuhkan suatu
transparansi kepada publik mengenai kegiatan atau bagaimana proses kinerja
dalam tubuh Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang itu sendiri agar tercapai
suatu kesatuan pemahaman antara publik dan organisasi.
Selain perubahan motto, perubahan juga terjadi pada strukut intern
Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang, adapun struktur organisasi sebelum
perubahan status adalah sebagai berikut :

KEPALA
WAKIL KEPALA
Urusan Tata Usaha
Pemeriksaan bidang pengawawsan dan pengendalian

Pemeriksa
pembantu
Pemeriksa pembantu
bid.umum
barangbid.keuangan pengendalian

Seksi pengadaan dan penyaluran

Seksi administrasi dan keuangan

Sub sie pengadaan


Sub sie Sub
persediaan
sie perawatan
Sub siedan
angkutan
kualitas
Sub dan
sie Analisis
penyaluran
harga dan pasar Sub sie keuangan
Sub sie verifikasi dan
Subklaim
sieSub
akuntansi
sie umum dan kepegawaian

Gudang Dolog

Dimana dalam statusnya sebelum menjadi perum, struktur organisasi lebih


ditekankan dengan meminimalisir seksi, akan tetapi banyak terdapat sub seksi
dibawahnya. Hal tersebut dilakukan dengan harapan setiap seksi dapat mengontrol
dengan baik tiap sub seksi yang ada dibawahnya, sehingga kegiatan organisasi
dapat terkontrol dan berjalan dengan baik.
Sedangkan sesudah perubahan status, struktur organisasi Perum Bulog Sub
Divre 1 Semarang adalah sebagai berikut:
Gambar 1.2 Struktur Organisasi Sesudah Perubahan Status Bulog

10

KEPALA

WAKIL KEPALA

Seksi Administras
Seksi Per
Seksi PelayananSeksi
Publik
Akuntansi

Unit Pengol
Gudang

11

Setelah perubahan, Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang lebih


menekankan pada penghapusan sub seksi kemudian memadatkannya ke
dalam suatu seksi. Sehingga dapat terlihat bahwa struktur organisasi dalam
perum bulog sub divre 1 semarang terdiri dari 5 seksi dimana sebelumnya
hanya terdapat 2 seksi. Selain itu, perubahan struktur organisasi dalam diri
Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang juga diasumsikan dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia serta output (keluaran). Hal ini dilakukan
dalam rangka meningkatkan kepercayaan serta animo masyarakat terhadap
perum bulog yang cenderung menurun akibat krisis moneter (mengakibatkan
harga-harga bahan pokok melambung) dan juga permasalahan lain seperti
kualitas beras terutama untuk rakyat miskin yang kurang memadai serta
permasalahan-permasalahan lain. Akan tetapi, belum dapat diketahui secara
pasti efektivitas dari perubahan status yang kemudian diikuti dengan
perubahan struktur organisasi serta adanya peningkatan SDM dan output
kepada masyarakat. Adanya penghapusan sub seksi serta pemadatan menjadi
seksi diharapkan dapat lebih meningkatkan efektivitas serta efisiensi dalam
bekerja.
Secara umum kinerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang sering
mendapatkan pujian sekaligus kritikan. Usia yang masih tergolong muda di
dalam perubahan status seringkali dianggap sebagai faktor penyebab belum
sempurnanya kinerja bulog. Tugas, kewenangan dan kebijakan yang berubah
menjadikan Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang juga harus turut serta
berubah mengikuti perkembangan. Permasalahan masih sering timbul seperti
pembagian raskin yang kurang sempurna, masalah harga beras di pasaran,

12

adanya keluhan warga mengenai kualitas beras,dsb. Padahal perubahan status


dan grand strategy perusahaan sendiri menginginkan adanya perbaikan serta
memperkuat jaringan pasar di bidang pangan pokok. Dengan munculnya
permasalahan tersebut membuktikan bahwa keinginan dari perubahan belum
dapat tercapai sepenuhnya. Permasalahan kinerja pada Perum Bulog Sub
Divre 1 Semarang diasumsikan tidak terlepas dari sumber daya manusia serta
dari output (keluaran), kemudian output (keluaran) tidak terlepas dari hasil
kerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi. Sedangkan sumber daya manusia adalah bagaimana para
karyawan atau pegawai dapat dijadikan sebagai partner organisasi dalam
pencapaian tujuan.
Setelah perubahan pada tahun 2003, orientasi kinerja Perum Bulog Sub
Divre 1 Semarang berubah menjadi penjaga ketahan pangan. Perum Bulog
Sub Divre 1 Semarang memiliki hak otonomi daerah atau hak untuk
mengatur segala hal yang berhubungan dengan kewenangan dan tanggung
jawabnya di wilayah eks karesidenan semarang. Akan tetapi, dengan tetap
menjalin hubungan kerja sama dan saling bantu membantu dengan divre atau
sub-sub divre lain.
Salah satu permasalahan yang sering timbul dari pelaksanaan program
kerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang adalah output (keluaran) yang
dianggap belum cukup maksimal. Adanya perubahan status mengharuskan
Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang merubah fokus kegiatan serta
kinerjanya. Dimana sebelum berubah menjadi perum, tugas utamanya adalah
sebagai penjaga kestabilan harga (stabilisator harga) yaitu dengan sistem

13

bufferstock. Sedangkan sesudah perubahan status, fokus kinerja berubah


menjadi penjaga ketahanan pangan, dimana Perum Bulog Sub Divre 1
Semarang diharuskan menjaga kebutuhan pangan di wilayah kerja khsusunya
dan kebutuhan pangan nasional pada umumnya. Perubahan tersebut yang
kemudian membawa Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang merubaha cara atau
proses kinerja. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keluaran serta peran
Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang itu sendiri sebagai andalan ketahan
pangan. Walaupun pada kenyataanya masih banyak pihak yang merasa
kinerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang belum maksimal, hal ini
dibuktikan dengan banyakanya keluhan serta permasalahan-permasalahan
yang muncul, seperti kualitas beras jelek, harga bahan pokok meningkat, dsb.
Akan tetapi, Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang tetap harus mengupayakan
kinerja yang terbaik demi tercapainya tujuan, visi serta misi organisasi.
Dalam statusnya sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen kinerja
dolog semarang tidak banyak memiliki rincian khusus. Kinerja lebih
menekankan pada instruksi dari atasan, sehingga tidak terdapat indikator serta
perencanaan yang jelas dalam setiap pelaksanannya. Sedangkan sesudah
perubahan status, Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang sudah menerapkan
perencanaan serta rincian yang jelas dalam setiap kegiatannya.
Adapun taksasi (capaian) kinerja pada tahun 2008 dan 2009 Perum
Bulog Sub Divre 1 Semarang :
Tabel 1.1
Capaian Kinerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang
Tahun 2008-2009

14

Bulan

Harga beras

Januari
Februri
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
Septembe

(Rp/kg)
2008
2009
6.405
6.594
6.375
6.725
6.221
6.6706
6.132
6.643
6.253
6.641
6.406
6.640
6.405
6.640
6.404
6.659
6.6436
6.697

Andil terhadap
inflasi (%)
2008
2009
0,2710
0,0607
-0,0324 0,0854
-0,1664 -0,0222
0,0880
-0,0442
0,1293
-0,0002
0,0968
0,0010
-0,0015 0,0010
-0,0009 0,0147
0,0233
0,0291

Inflasi nasional (%)


2008
1,77
0,65
0,95
0,57
1,41
2,46
1,37
0,51
0,97

2009
-0,07
0,21
0,22
-0,31
0,04
0,11
0,45
0,56
1,05

r
Jan Sep 6.337
6.661
0,2312
0,1253
10,47
2,28
Permasalahan otuput (keluaran) pada dasarnya juga tidak dapat terlepas
dari sistem atau prosedur pada diri bulog itu sendiri. Penerapan mekanisme
atau prosedur dalam pengeluaran serta pengiriman beras kepada masyarakat
juga dapat mengakibatkan permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan
kinerja. Selain itu, dalam pelaksnaan kinerja Perum Bulog Sub Divre 1
Semarang juga tidak dapat terlepas dari sistem atau prosedur bulog pusat.
Seperti dalam hal mekanisme penyaluran beras, dalam pelaksanaannya tetap
harus ada mekanisme yang jelas dari pusat sampai kepada masyarakat.
Mekanisme tersebut dapat menimbulkan hal positif ataupun negatif. Untuk
hal yang positif, dengan adanya mekanisme yang sudah ditentukan
sebelumnya, menjadikan proses atau prosedur kinerja jelas sehingga tidak
seenaknya sendiri dalam pelaksanaannya. Akan tetapi, sering kali proses yang
lama atau bebelit-belit menjadikan beras menjadi lebih lama tertampung, hal
ini

selain

mengakibatkan

kualitas

beras

menjadi

menurun

juga

mengakibatkan beras semakin lama diterima masyarakat. Meskipun

15

demikian, dalam setiap pelaksanannya perum Bulog Sub Divre 1 Semarang


selalu menggunakan mekanisme penyaluran yang sudah ditentukan
sebelumnya.
Adapun bagan atau mekanisme penyaluran penerimaan beras
(cadangan) pemerintah adalah sebagai berikut :

Gambar 1.3
Mekanisme Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah
Untuk Pengendalian Gejolak Harga

Menteri koordinator bidang perekonomian

Menteri perdanganagan

Menteri PertanianMenteri
selaku Ketua Harian DKP

perdagangan

Perum bulog
Keterangan :
Usulan

Divre

Perintah
Koordinasi
Laporan

Sub divre

Pemerintah prov
Penyaluran

Rekomendasi

Gudang

Pemerintah kota /kab kota


Satgas perum bulog

Pedagang

konsumen

16

Sedangkan asumsi permasalahan lain adalah kinerja Perum Bulog Sub


Divre 1 Semarang tidak dapat terlepas dari sumber daya manusia. Hal
tersebut tidak dapat terlepas mengingat bahwa salah satu grand strategy
perusahaan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara
berkesinambungan. Adanya grand strategy tersebut membuktikan bagaimana
sumber daya manusia sangat diperhatikan serta berperan penting dalam
pelaksanaan kegiatan serta kinerja dalam diri Perum Bulog Sub Divre 1
Semarang. Permasalahan yang sering timbul dari kinerja pegawai adalah
adanya ketidakseimbangan antara pegawai yang satu dengan yang lain.
Dalam hal ini adalah adanya pegawai atau karyawan yang serius mengerjakan
tugas atau pekerjaan, bahkan sampai melampaui jam kerja (lembur). Akan
tetapi, disisi lain terdapat karyawan atau pegawai yang bermalas-malasan atau
mengerjakan sesuatu yang tidak penting, misalnya: mengobrol, membaca
koran, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut menjadi sangat ironis
mengingat bahwa setiap pegawai atau karyawan pada dasarnya dibebankan
tugas dan tanggung jawab yang tidak jauh berbeda, yaitu sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Serta yang tidak kalah penting adalah gaji
atau upah yang diterima sama untuk setiap pegawai atau karyawan sesuai
dengan golongan atau pangkatnya. Hal tersebut yang kemudian dapat
diasumsikan menjadi salah satu faktor penghambat pencapaian tujuan
organisasi. Walaupun secara umum keadaan tersebut tidak jauh berbeda
dengan saat dimana bulog belum berstatus perum, namun hal tersebut dapat

17

menjadi hambatan tersendiri bagi Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang dalam
rangka peningkatan kinerja terutama pasca perubahan status.
Dari fakta-fakta tersebut maka penulis mengambil judul penelitian
Analisis Kinerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang (Dalam
Perubahan Status Bulog)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh positif antara variabel SDM dengan variabel kinerja
organisasi?
2. Apakah ada pengaruh positif antara variabel output (keluaran) dengan
variabel kinerja organisasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan faktor-faktor di atas maka tujuan dari penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui adanya pengaruh antara variabel SDM dengan variabel kinerja
organisasi.
2. Mengetahui adanya pengaruh antara variabel output (keluaran) dengan
kinerja organisasi .
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna :
1. Bagi Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang, sebagai tolak ukur untuk
mengukur seberapa besar pengaruh perubahan status terhadap kinerja
organisasi,
2. Bagi masyarakat umum, memberikan gambaran dan informasi mengenai
kinerja Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang untuk mencapai ketahanan
pangan,

18

3. Bagi pihak lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi
pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut,
1.5 Kerangka Teori
Secara umum analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (kamus besar bahasa indonesia).
Sedangkan anlisis kinerja adalah penelaahan secara mendalam dan sistematis
terhadap suatu pekerjaan, yang dapat memberikan keterangan tentang tugas,
tanggung jawab, dan sifat pekerjaan, untuk dapat melaksanakan pekerjaan
tersebut dengan baik . Secara umum suatu organisasi dapat dikatakan efektif
apabila tujuan atau nilai-nilai organisasi sebagaimana yang ditetapkan dalam
visinya tercapai. Nilai-nilai ini merupakan nilai-nilai yang ditetapkan bersama
antara stakeholders dari organisasi yang bersangkutan. Akan tetapi, seringkali
visi organisasi dapat tercapai, namun bukan secara sengaja atau sebagaimana
direncanakan. Karena itu perlu dinilai pula pengembanan misi organisasi dan
keterkaitannya dengan pencapian visi.
Ada beberapa pendekatan dalam mengukur serta melihat sampai berapa
jauh tercapainya tujuan yang ditetapkan. Salah satu pendekatan tersebut
adalah pendekatan sistem dimana pada pendekatan sistem ini perlu adanya
pengukuran sumber daya yang dibutuhkan, memelihara dirinya secara
internal sebagai suatu organisme, dan berinteraksi secara teratur dengan
lingkungan luar. Oleh karena itu, dalam pendekatan sistem dibutuhkan adanya
hubungan yang erat antara input dan output.
Menurut Prof. Dr. Yeremias T. Keban dalam Enam Dimensi Administrasi
Publik menyebutkan proses pengukuran kinerja yaitu :

19

Ekonomi

Biaya

Efisiensi

Sumberdaya

Efektivitas

Output

Outcome

Tk. Pelayanan Jangkauan

Kelompok sasaran
Selanjutnya didalam proses pengukuran tersebut terdapat empat titik
yaitu dimulai dari biaya sampai dengan outcome. Dimana indikator yang
digunakan adalah biaya dengan sumber daya yang disebut dengan economy,
sedangkan idnikator output dengan outcome yang disebut dengan
effectiveness. Pada dasarnya kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan yang kuat dengan dengan tujuan organisasi, kepuasan
konsumen dalam memberikan kontribusi pada ekonomi. Hal ini dikarenakan
suatu organisasi dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan
organisasi dapat berupa perbaikan pelayanan, pelanggan, pemenuhan
permintaan pasar, peningkatan kualitas produk atau jasa, meningkatnya
sumber

daya

saing,

dan

meningkatnya

kinerja

organisasi.

Dalam

meningkatkan kinerja organisasi dibutuhkan suatu manajemen dalam


mengelola organisasi. Manajemen kinerja mengelola kinerja dalam konteks
lingkungan bisnis baik internal maupun eksternal.
Menurut Wibowo dalam Manajemen Kinerja menyebutkan bahwa ruang
lingkup kinerja organisasi adalah :
1. Masukan

20

Merupakan masukan dalam bentuk tersedianya kapabilitas


sumber daya manusia, baik sebagai individu maupun sebagai tim.
2. Proses
Mencakup suatu proses pelaksanaan kinerja, tentang bagaimana
kinerja dijalankan.
3. Keluaran
Manajemen kinerja sangat berkepentingan dengan keluaran yang
merupakan hasil kerja organisasi.
4. Manfaat
Dalam pelaksanaannya kinerja tidak hanya memperhatikan
keluaran dan hasil kerja langsung dari sumber daya manusia. Akan
tetapi, perlu juga memperhatikan manfaat atau dampak hasil kerja.
1.5.1

Kinerja Organisasi (Y)


Kinerja merupakan salah satu faktor pendukung di dalam suatu
organisasi. Pada dasarnya kinerja merupakan sistem yang memuat
pengelolaan kinerja satuan kerja hingga ke individu dalam suatu
organisasi atau institusi. Proses pengelolaan ini dapat diintegrasikan
dalam sistem Business Intelligent untuk tujuan menggambarkan
penyelarasan beban tugas antar bagian dan menilai kinerja setiap
bagian dalam mencapai target yang ditetapkan untuk setiap tahun

berjalan. 2
1. Teori Kinerja Orgaisasi Menurut Moh. Pabundu Tika
Dalam rangka mengetahui tingkat pencapaian kinerja organisasi
serta faktor-faktor yang mempengaruhi, dibutuhkan suatu pengukuran
kinerja. Pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan
organisasi. Dalam sektor organisasi publik kesuksesan itu akan
digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan publik.
Menurut Moh. Pabundu Tika dalam Kinerja organisasi dan
Peningkatan Kinerja Perusahaan
2 www.visitek.co.id/kinerja/BrosurKinerja.pdf

21

Kinerja merupakan hasil hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seorang


atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.
Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksudkan adalah
pelaksanaan hasil pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok
yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya dalam suatu
organisasi.
Moh. Pabundu Tika dalam Kinerja organisasi dan Peningkatan
Kinerja Perusahaan, ada beberapa fungsi pekerjaan atau kegiatan
yang terkait dengan kinerja perusahaan yaitu :
1. Strategi Perusahaan
Strategi pemasaran yakni terkait dengan misi perusahaan, strategi
bisnis yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan
lingkungan bisnis.
2. Pemasaran
Peran utama dalam manajemen pemasaran antara lain adalah
membuat keputusan mengenai aspek-aspek pemasaran.
3. Operasional
Hal hal yang menyangkut operasional perusahaan antara lain
sebagai berikut :
1) Kualitas produk, yakni seberapa jauh produk yang dihasilkan
perusahaan bisa bersaing dari segi kualitas.
2) Teknologi yang digunakan, yakni apakah teknologi yang
digunakan perusahaan mengikuti perkembangan dunia pada
saat ini atau sudah ketinggalan zaman.
3) Kapasitas produksi, yakni seberapa besar kapasitas produksi
dari sumber-sumber yang ada seperti mesin dan tenaga kerja
yang ada.
4) Persediaan bahan baku dan barang jadi, adakah bahan baku
tersedia di tempat jika sewaktu-waktu dibutuhakan ataukah
langka dipasaran atau merupakan bahan impor.
4. Sumber Daya Manusia
Menurut Husein Umar dalam Moh. Pabundu Tika beberapa hal
penting dari sumber daya manusia yang perlu dievaluasi antara
lain mengenai produktivitas kerja, motivasi kerja, kepuasan kerja,
pelatihan dan pengembangan, serta gaya kepemimpinan.
5. Keuangan
Menurut JD. Martin dalam Moh.Pabundu Tika, bidang asli
keuangan yang semula bersifat deskriptif dengan penekanan pada

22

merger, peratura pemerintah, dan cara-cara meningkatkan modal,


telah berkembang menjadi suatu bidang studi komphrehensif
yang mempelajari semua aspek pencairan dan penggunaan dan
secara efisien.
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses
pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun swasta.
Namun, karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda
dengan sektor swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya
pun terdapat perbedaan.
2. Teori Kinerja Organisasi Menurut Mahmudi
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan, termasuk infornasi dan efisiensi penggunaan sumber daya
dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa,
perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan
dalam mencapai tujuan.
Pengukuran kinerja sangat penting dalam hal tingkat pencapaian
suatu kinerja organisasi. Dalam mengukur tingkat kinerja diperlukan
adanya tahap-tahap atau langkah-langkah yang pada akhirnya
membentuk suatu siklus kinerja.
Adapun siklus pengukuran (penilaian) kinerja adalah sebagai
berikut :

23

Siklus Pengukuran (Penilaian) Kinerja


TAHAPAKTIVITAS
Kondisi
Prasyarat
MISI ORGANISASI
Menyusun Strategi Organisasi
Menentukan Tujuan Organisasi
Menentukan Tujuan Unit Kerja

I
Bagaimana merencanakan
Perencanaan
Membangun kompetensi
Mengarahkan perilaku
Membuat rencana kerja

Kerja

II

Apa yang direncanakan


Akuntabilitas kinerja
Tujuan sasaran
Target kinerja
Standar kinerja
Kriteria kinerja

Tanggung jawab pegawai


PelaksanaanTanggung
kinerja jawab manajer
Memberikan komitmen terhadap pencapaian tujuanMenciptakan kondisi yang memotivasi pegawai
Meminta feedback atas kinerjanya
Mengobservasi kinerja
Melakukan komunikasi secara terbuka
Up-dating & Up-grading
Mengumpulkan data
Memberikan feedback
Menyiapkan untuk di-review kinerjanya
Memperkuat perilaku

III
IV

Pertimbangan
Kompetensi
Posisi staf
Perencanaan suksesi
Promosi
pelepasan

Penilaian kinerja

Review kinerja

Pengarahan (coaching)
Pengembangan staf
Mentoring
Perencanaan karier
Pengakuan kinerja staf

Pembaharuan kinerja dan kontrak ulang


24

Menurut mahmudi dalam Manajemen Kinerja Sektor Publik,


Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang
mencakup banyak faktor faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1. Faktor personal atau individual
2. Faktor gaya kepemimpinan
3. Faktor tim
4. Faktor sistem
5. Faktor konstekstual (situasional)
Mahmudi, 2007 tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik
adalah :
1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan
keputusan pemberian reward atau punishment
5. Memotivasi pegawai
6. Menciptakan akuntabilitas publik.
3. Teori Kinerja Organisasi Menurut I Gusti Agung Rai
Pengukuran kinerja berfungsi untuk menilai sukses atau tidaknya
suatu organisasi, program, atau kegiatan. Pengukuran kinerja
diperlukan untuk menilai tingkat besarnya terjadi penyimpangan
antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan. Dengan
mengetahui penyimpangan tersebut, dapat dilakukan upaya perbaikan
dan peningkatan kinerja.
Akan tetapi, alasan utama yang mendasari pentingnya pengukuran
kinerja adalah terkait dengan tanggung jawabnya dalam memenuhi
akuntabilitas dan harapan masyarakat. Organisasi sektor publik
bertanggung jawab atas penggunaan sumber dana dan sumber daya
dalam kesesuaiannya dengan prosedur, efisiensi, dan ketercapaian
tujuan. Pengukuran kinerja pada sektor publik memiliki beberapa
tujuan sebagai berikut:

25

1.
2.
3.
4.
5.

Menciptakan akuntabilitas publik


Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya
Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
Memotivasi pegawai
Namun, pada pelaksanannya pengukuran kinerja sektor publik

lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan pengukuran kinerja pada


sektor privat. Meskipun demikian, bukan berarti pengukuran kinerja
tidak dapat dilakukan dalam sektor publik. Adapun permasalahanpermasalahan terkait dengan pengukuran kinerja sektor publik adalah
sebagai berikut:
1. Pemerintah memberikan kewajiban dan nilai bukan produk atau
barang kepada masyarakat.
2. Organisasi-organsiasi publik biasanya lebih banyak melibatkan
suatu proses daripada produk.
3. Suatu proses yang baik belum tentu menghasilkan produk akhir
yang dapat diterima oleh semua pihak.
4. Suatu produk publik biasanya tidak dihasilkan oleh suatu organisasi
atau pihak tetapi bersama-sama dengan pihak lain.
5. Kinerja publik tidak terisolasi atau berdiri sendiri namun saling
terkait.
6. Unsur sebab akibat dalam sektor publik sering kali tidak diketahui
dan tidak jelas.
7. Lingkungan yang sangat dinamis dan tidak statis.
Menurut I Gusti Agung Rai dalam bukunya Audit Kinerja Sektor
Publikdalam pengukuran kinerja pada sektor publik terdapat aspekaspek yang digunakan sebagai pedoman untuk mengukur kinerja
organisasi sektor publik, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Input (masukan) adalah sumber daya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kegiatan dalam rangka menghasilkan output, seperti
sumber daya manusia (SDM), dana material, waktu, teknologi, dan
sebagainya.

26

2. Process (proses) adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengolah


input menjadi output.
3. Output (keluaran) adalah barang dan jasa yang dihasilkan secara
langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan input yang
digunakan.
4. Outcome (hasil) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya output atau efek langsung dari output pada jangka
mengengah.
Kemudian ketiga faktor tersebut sangat berkaitan erat dengan
faktor-faktor lain, yaitu economy berkaitan dengan pengadaan input,
efficiency berkaitan dengan proses input menjadi output, sedangkan
effectiveness berkaitan dengan manfaat serta dampak output dan
outcome.
Dalam perkembangannya faktor pendukung tersebut atau biasa
disebut dengan 3E perlu diperluas dengan Equity atau keadilan.
Keadilan berarti bahwa semua masyarakat mempunyai kesempatan
yang sama untuk memperoleh pelayanan, tanpa diskriminasi atau hak
istimewa bagi kelompok tertentu. Pada dasarnya prinsip keadilan atau
equity berkaitan dengan prinsip kesetaraan (equality), yaitu prinsip
dimana pemerintah menerapkan pemerataan pelayanan kepada seluruh
masyarakat

yang

lebih

membutuhkan.

Walaupun

dalam

pelaksanaannya tidak dapat dijalankan 100%, ada yang dikorbankan


atau diabaikan.
4. Teori Kinerja Organisasi Menurut Mohammad Mahsun
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang
dalam strategic planning suatu organisasi. Untuk mengetahui seberapa

27

besar tingkat pencapaian kinerja suatu organisasi diperlukan suatu


pengukuran kinerja. Dimana pengukuran kinerja merupakan proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi, penggunaan
sumber daya dalam menghasilkan sumber daya dalam menghasilkan
barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan
dengan maksud yang diinginkan, serta efetivitas tindakan dalam
mencapai tujuan.
Oleh karena sifat dan karakteristiknya yang unik, maka organisasi
sektor publik memerlukan ukuran penilaian kinerja yang lebih luas,
tidak hanya tingkat laba, tidak hanya efisiensi dan juga tidak hanya
ukuran finansial.
Menurut Mohammad Mahsun pengukuran kinerja organisasi sektor
publik meliputi aspek-aspek antara lain :
1. Kelompok masukan (input)
Segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat
berjalan untuk menghasilkan keluaran
2. Kelompok proses (Process)
Ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun
tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut
3. Kelompok keluaran (output)
Segala sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari
suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun tidak
berwudud (intangibel)
4. Kelompok hasil (outcome)
Segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran
kegiatan pada jangkan menengah yang mempunyai efek
langsung
5. Kelompok manfaat (benefit)
Segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir pelaksanaan
kegiatan
6. Kelompok dampak (impact)
Pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif

28

Sektor publik tidak bisa lepas dari kepentingan umum sehingga


pengukuran kinerja mutlak diperlukan untuk mengetahui seberapa
berhasil misi sektor publik tersebut dapat dicapai penyedia jasa dan
barang-barang publik. Sementara dari perpektif internal organisasi,
pengukuran kinerja juga sangat bermanfaat untuk membantu kegiatan
manajerial keorganisasian. Berdasarkan aspek-aspek kinerja yang
harus diukur pada sektor publik tersebut dapat ditelusuri sampai
sejauh mana cakupan pengukuran kinerja sektor publik ini.
Menurut BKP (2000) dalam Mohamad Mahsun (2009) cakupan
pengukuran kinerja sektor publik harus mencakup item-item sebagai
berikut:
1. Kebijakan (policy) untuk membantu pembuatan maupun
pengimplementasian kebijakan.
2. Perencanaan dan penganggaran (planning and budgeting)
untuk membantu perencanaan dan penganggaran atas jasa
yang diberikan dan untuk memonitor perubahan terhadap
rencana.
3. Kualitas (quality) untuk memajukan standarisasi atas jasa
yang diberikan maupun keefektifan organisasi.
4. Kehematan (economy) untuk me-review pendistribusian dan
keefektifan penggunaan sumber daya
5. Keadilan (equity) untuk meyakini adanya distribusi yang adil
dan dilayani semua masyarakat
6. Pertanggungjawaban (accountability) untuk meningkatkan
pengendalian dan mempengaruhi pembuatan keputusan
Pada dasarnya pengukuran kinerja juga harus didasarkan pada
karakteristik operasional organisasi. Hal tersebut diperlukan untuk
mendefinisikan karakteristik operasional yang berbeda membutuhkan
ukuran kinerja yang berbeda pula. Suatu pengukuran kinerja yang
didasarkan atas karakterstik operasional ini antara lain bermanfaat
untuk mengkuantitatifkan tingkat efisien dan efektivitas suatu
pelaksanaan kegiatan. Selain itu dengan adanya indikator dan ukuran

29

kinerja yang sesuai dengan jenis kegiatan organisasi maka pengkuran


kinerja dapat digunakan sebagai dasar melakukan perubahan,
penghapusan, dan perbaikan sehingga hasil operasi organisasi mampu
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

1.5.2

SDM (X1)
Pada dasarnya kinerja individu merupakan salah satu faktor
penting dalam perkembangan organisasi. Sering kali kinerja organisasi
secara keseluruhan sangat terkait dengan kinerja individu. Untuk
mengetahui seberapa besar tingkat pencapaian kinerja individu maka
diperlukan pengukuran kinerja.
Untuk menciptakan sistem kinerja yang optimal, setiap pegawai
dalam organisasi harus secara aktif mencari umpan balik (feedback)
atas kinerja mereka. Akan tetapi, sering kali pegawai sangat susah
untuk atau tidak suka untuk dinilai. Hal tersebut pada dasarnya yang
menjadi salah satu hambatan dalam peningkatan kinerja mereka yang
kemudian berhubungan dengan kinerja organsasi.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan bagi keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam
mencapai tujuan, baik pada organisasi publik atau private. Dalam
perspektif manajemen strategis, sumber daya manusia merupakan
human capital dan intelectual capital yang akan menentukan
efektivitas dari faktor-faktor yang lain. Untuk dapat mencapai sasaran

30

dan tujuan strategis organisasi, dibutuhka individu atau sumber daya


manusia yang kompeten, handal dan visioner. Oleh karena itu,
kompetensi dan kemampuan imdividu harus sejalan dengan visi dan
misi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia agar sejalan
dengan arah visi dan misi organisasi dapat ditempuh melalui
perancangan atau desain perilaku.
Perilaku sumber daya manusia agar sejalan dengan arah visi dan
misi organisasi, dapat ditempuh melalui perancangan atau desai
perilaku SDM yang sesuai dengan kompetensi inti organisasi. Oleh
karena itu, menurut Brian Bocker dalam Mahmudi (2007), arsitektur
strategi SDM yang bertumpu pada kompetensi terdiri dari tiga matan
rantai nilai yaitu : fungsi SDM, sistem SDM, dan perilaku SDM.
Adapun standar kompetensi digambarkan dalam 3 mata rantai sebagai
berikut:
Arsitektur Manajemen SDM

Fungsi SDM
Sitem SDM
Perilaku SDM
Profesionalisme SDM dengan
Kinerja
strategi
tinggi,
Fokus
kompetensi
kebijakan
strategi kompetensi,
dan praktik strategis
motivasi, dan perilaku yan

Fungsi SDM terkait dengan upaya menciptakan profesionalisme


dan srategi kompetensi. Mengenai fungsi SDM menyatakan bahwa
dalam mengelola sumber daya manusia secara aktif terdapat dapat dua

31

dimensi pokok.yaitu fungsi teknis dan strategis. Sistem SDM terkait


dengan kebijakan, praktik, dan manajemen kinerja relevan dengan
strateginya. Sedangkan, perilaku SDM sudah merupakan out put dari
sistem dan fungsi dari SDM.
Dalam perkembangannya perencanaan sumber daya manusia
merupakan bagian integral dari fungsi manajemen SDM atau
manajemen secara umum (salah satunya manajemen kinerja). Selain
itu, perencanaan SDM juga merupakan langkah kritis dalam
menentukan strategi SDM dalam jangka pendek dan jangak panjang.
Didalam menyusun kerangka perencanaan SDM harus sudah
tergambar standar kebutuhan, arah dan strategi pengembangan karier,
model pelatihan. Dibawah ini digambarkan keterkaitan pendekatan
kompetensi dalam manajemen SDM aparatur sebagai berikut :
RENCANA STRATEGI ORGANISASI

RENCANA STRATEGI SDM

Eevaluasi kinerja

Analisis jabatan / kebutuhan SDM

Kesejahteraan, penghargaan dan kompensasi


KOMPETENSI

Seleksi dan penga

Mutasi dan penataan

Diklat
Pengembangan karier

32

1.5.3

Output (keluaran) (X2)


Kinerja organisasi sangat berkepentingan dengan keluaran yang
merupakan hasil kerja organisasi. Hasil kerja yang dapat dicapai
organisasi perlu dibandingkan dengan tujuan yang diharapkan
organisasi untuk dicapai. Keluaran organisasi dapat lebih besar atau
lebih rendah dari tujuan yang ditetapkan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui apabila terjadi deviasi antara hasil kerja dengan tujuan
yang diharapkan, dan diberikan sebagai umpan balik untuk
perencanaan tujuan yang akan datang dan impelementasi kinerja yang
sudah dilakukan. Keluaran merupakan hasil langsung dari kinerja
organisasi, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
Dalam perkembangannya output dibedakan menjadi dua jenis yaitu
output antara dan output akhir. Output antara yaitu kapasitas suatu
organisasi untuk menghasilkan barang dan jasa sedangkan ouput akhir
adalah barang dan jasa aktual yang mampu atau telah dihasilkan oleh
organisasi tersebut. Output merupakan barang atau jasa yang
dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan
pada input yang digunakan3 . Dalam perkembangannya output sering
dihubungkan dengan efficiency (spending well) dalam organisasi atau
merupakan perbandingan antara output dan input. Suatu organisasi
dapat dikatakan efisien apabila organisasi tersebut :

3 Rai, I Gusti Agung,2008.Audit Kinerja Pada Sektor Publik.Jakarta:Salemba Empat

33

1. Menghasilkan output yang lebih bestuar dengan menggunakan


input tertentu
2. Menghasilkan output tetap untuk input yang lebih rendah dari
yang seharusnya
3. Menghasilkan produksi yng lebih besar dari penggunaan
sumber dayanya
4. Mencapai hasil dengan biaya serendahki mungkin.
Pengukuran output yang dihasilkan bukan hanya berupa barang,
tetapi berupa jasa. Sedangkan pengukuran efisiensi yang hanya
membandingkan antara output dan input belum menunjukkan efisiensi
yang sesungguhnya.
Menurut I Gusti Agung Rai dalam Audit Kinerja pada Sektor
Publik, 2008 untuk dapat mengukur efisiensi yang sebenarnya,
terlebih dahulu membandingkan kembali hasil perbandingan output
dan input tersebut dengan standar efisiensi.di bawah ini beberapa
macam standar efisiensi :
1. Standar teknik (engineered standards)
Merupakan tingkat pengukuran eksak dengan tingkat
penelitian yng tinggi dan telah terbukti baik diterima umum
2. Standar historis (historical standards)
Merupakan tingkat efisiensi yang dicapai di masa lalu dapat
digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat efisiensi saat
ini. Pencapaian tingkat efisiensi di masa lalu tersebut
merupakan historical standards.
3. Perbandingan dengan organisasi lain (benchmark)

34

Yaitu membandingkan standar pencapaian pada organisasi


lain yang bergerak di bidang yang sama dan dapat
dipertimbangkan sebagai pelopor atau pemimpin di bidang
tersebut.
4. Pemanfaatan utilitas
Merupakan efisiensi karyawan, peralatan, fasilitas dan
lainnya ditunjukkan sebagai prosentase antara kapasitas
yang

dibandingkan

dengan

penggunaan

kapasitas

sesungguhnya (aktual).
1.5.4

Hubungan Antar Variabel

1. Variabel SDM dengan Kinerja Organisasi


Kinerja organisasi pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap
individu yang bekerja dalam organisasi. Tanggung jawab terhadap
manajemen kinerja sebenarnya tidak lahir dari manajer namun dari
individu. Apabila dalam organisasi setiap individu bekerja dengan
baik, berprestasi, bersemangat, dan memberikan kontribusi terbaik
mereka

terhadap

organisasi

maka

kinerja

organisasi

secara

keseluruhan akan baik. Dengan demikian, kinerja organisasi


merupakan cermin dari kinerja individu. Kinerja sumber daya manusia
dipengaruhi

oleh

beberap

faktor,

antara

lain:

pengetahuan,

keterampilan, kemampuan, motivasi, dan peran.


Dalam kerangka manajemen berbasis kinerja, setiap individu
bertanggung jawab atas kinerja. Menurut Grote dalam Mahmudi
(2007) menyebutkan terdapat lima tanggung jawab utama yang harus

35

dipenuhi oleh setiap individu dalam organisasi untuk mencapai hasil


kinerja yang diinginkan. Tanggung jawab individu tersebut antara lain:
1. Memberikan komitmen terhadap pencapaian tujuan
2. Meminta umpan balik (feed back) atas kinerja yang telah
dilakukan
3. Melakukan komunikasi secara terbuka dan teratur dengan
manajernya
4. Mendapatkan data kinerja dan membagi data itu kepada pihak
lain
5. Menyiapkan diri untuk dilakukan evaluasi atas kinerja yang telah
dicapai.
Menurut Mahmudi dalam Manajemen Kinerja Sektor Publik
mengatakan bahwa :
Dalam organisasi sektor publik, ikatan antara pegawai dengan
organisasi dapat dibangun dari kesamaan misi, visi, dan tujuan
organisasi.

36

Pengaruh Kinerja Individu dan


Kelompok Terhadap Kinerja Organisasi

Kinerja Individu (SDM) Kinerja Tim / Kelompok Kinerja Organisasi

Faktor Kinerja
Knowledge
Skill
Motivasi
Peran

Faktor kinerja
Keeratan tim
Kepemimpinan
Kekompakan
Struktur tim
Peran tim
Norma

Faktor kinerja
Lingkungan
Kepemimpinan
Struktur organisasi
Pilihan strategi
Teknologi
Kultur
Proses organisasi

Kinerja merupakan isu aktual dalam organisasi, karena kinerja


merupakan peranan kunci terhadap efektivitas atau keberhasilan
organisasi. Organisasi yang berhasil dan efektif akan ditopang oleh
sumber daya manusia yang berkualitas, kemudian tidak sedikit
organisasi yang gagal karena faktor kinerja sumber daya manusia.
Oleh karena itu, ada kesesuaian antara keberhasilan organisasi atau
kinerja organisasi dengan kinerja individu atau sumber daya manusia.
2. Variabel Output (keluaran) dengan Variabel kinerja organisasi
Kinerja sangat berkepentingan dengan keluaran yang merupakan
hasil kerja organisasi. Hasil yang dapat dicapai organisasi perlu
37

dibandingkan dengan tujuan yang diharapakan organisasi untuk


dicapai. Keluaran organisiasi dapat lebih besar atau lebih rendah dari
tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya apabila terjadi deviasi antara hasil
kerja dengan tujuan yang diharapkan, diberikan sebagai umpan balik
untuk perencanaan tujuan yang akan datang dan implementasi yang
sudah dilakukan. Keluaran merupakan hasil langsung dari kinerja
organisasi, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
Pada dasarnya proses manajemen merupakan suatu siklus
berkelanjutan,

maka

terlihat

adanya

keterkaitan

erat

antara

pengukuran kinerja dan outcome. Pengukuran kinerja dapat dilakukan


dengan menggunakan indikator kinerja. Menurut I Gusti Agung Rai
dalam Audit Kinerja Sektor Publik, 2008 menyatakan bahwa :
Konsep pengukuran kinerja pemerintah dimulai dari pengukuran
terhadap tingkat kehematan (ekonomi) dan tingkat kepatuhan terhadap
peraturan yang berlaku dalam kegiatan pemerolehan (procurement)
input, dilanjutkan dengan pengukuran tingkat efisiensi dalam proses
pengolahan input menjadi output dan diakhiri dengan pengukuran
tingkat efektivitas output terhadap program atau kegiatan yang sudah
ditetapkan (outcome).
Sedangkan menurut I Gusti Agung Rai dalam Audit Kinerja Sektor
Publik Konsep pengukuran kinerja dalam berbagai sistem adalah
sebagai berikut :

38

Sistem tradisional :
Berdasarkan pada standar dan peraturan pada bagaimana input seharusnya di
Penekanan pada ekonomi
Input dibatasi,output tidak dibatasi

Sistem

Input

Efisiensi teknis

Proses

Sistem berfokus pada outcome:


Berdasarkan pada jasa yang diberikan dan produk yang dihasilkan
Penekanan pda hubungan input ke output
Output dibatasi,input tidak dibatasi

Output
Efektivitas
Outcome

Sistem berfokus pada outcome :


Berdasarkan pada apa yang akan diraih
Penekanan pada hubungan input ke output
Output tidak dibatasi,input dibatasi

39

1.5.5

Hipotesis
Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmasi dalam Metode

Penelitian Kuantitatif hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap


masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empirik.
Dalam langkah-langkah penelitian, hipotesis merupakan rangkuman dari
kesimpulan-kesimpulan teoritik yang diperoleh dari kajian kepustakaan,
supaya mudah diuji harus dirumuskan secara operasional.
Jadi hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah-masalah
penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Dengan
demikian suatu penelitian harus dirumuskan dengan baik dan jelas agar
dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya.
Berdasarkan penelitian yang berjudul Analisis Kinerja Perum Bulog
Sub Divre 1 Semarang (Dalam Perubahan Status Bulog) hipotesisnya
adalah
1.5.8.1. Hipotesis Minor
a. Ada pengaruh positif antara variabel SDM (X1) dengan variabel
kinerja organisasi (Y).
b.

Ada pengaruh positif antara variabel output (keluaran) (X2)


dengan variabel kinerja organisasi (Y).

1.5.8.2. Hipotesis Mayor


Ada pengaruh positif antara variabel SDM (X1) dan variabel
output (keluaran) (X2) dengan variabel Kinerja organisasi (Y) pada
Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang.

40

2.5.8.3 Hipotesis Model Geometrikal


a.

Hipotesis Model Geometrikal Minor


SDM (X1)

Kinerja Organisasi (Y)

Output (X2)

Kinerja organisasi (Y)

b. Hipotesis Model Geometrikal Mayor

SDM (X1)
Kinerja organisasi (Y)
Output

1.5.6

(X2)

Definisi Konseptual
Dalam penelitian, seorang peneliti menggunakan istilah yang

khusus untuk menggambarkan secara tepat variabel yang hendak diteliti.


Inilah yang disebut konsep, yakni istilah dan definisi yang digunakan
untuk menggambarkan secara abstrak : kejadian, keadaan, kelompok atau
individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. (Singarimbun, 1989 :
32)
Variabel dalam penelitian ini dapat di definisikan sebagai berikut :
1. Kinerja organisasi (Y)

41

Yaitu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu


kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu
organisasi.
2. SDM (X1)
Yaitu salah potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk mewujudkan
perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang
mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung
di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang
seimbang dan berkelanjutan.
3. Output (keluaran) (X2)
Yaitu hasil dari pemrosesan dalam suatu kinerja atau sistem.
1.5.7

Definisi Operasional
Menurut Wignjosoebroto (1983) dalam Suyanto dan Sutinah

(2004:51) dalam Mochamad Fauzi (2009:156) definisi operasional adalah


spesifikasi prosedur ini (yang memungkinkan penegasan ada atau tidaknya
realitas tertentu sebagaimana digambarkan menurut konsepnya).
Berdasarkan kerangka pemikiran dan rumusan variabel penelitian
tersebut, maka dapat diuraikan indikator-indikator variabel sebagai berikut:
1. Kinerja organsasi (Y)
Menurut Mahmudi dalam Manajemen Kinerja Sektor Publik,
indikator indikator kinerja organisasi adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan kinerja
Merupakan kegiatan aktif terhadap masa depan yang bertujuan untuk
mempengaruhi masa depan .
- Target kinerja
- Indikator kinerja
2) Pelaksanaan kinerja
Merupakan implementasi dari perencanaan kinerja
- Pengorganisasian

42

- Pendelegasian
- Pengarahan
3) Penilaian kinerja
Merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
tujuan organisasi telah dicapai.
- Standar penilaian kinerja
4) Review kinerja
Merupakan tahap untuk membahas hasil yang telah dicapai dan
faktor-faktor kinerja yang mendukung pencapaian prestasi.
5) Pembaharuan dan pengontrakan ulang kinerja
Merupakan penetapan kembali akuntabilitas kinerja yang harus
dipenuhi,
2. SDM (X1)
Menurut Mohamad Mahsun dalam Pengukuran Kinerja Sektor
Publik Indikator Kinerja Individu adalah sebagai berikut :
1. Produktivitas Kerja
- Tingkat capaian kerja karyawan
2. Motivasi Kerja
- Cara pimpinan dalam memberikan dukungan atau motivasi
3. Kepuasan Kerja
- Tingkat kepuasan kerja karyawan
4. Pelatihan dan pengembangan
- Pengadaan pelatihan dan pengembangan
- Intensitas pelatihan dan pengembangan
5. Gaya kepemimpinan
- Cara pemimpin mengelola perusahaan
3. Output (X2)
Menurut Mohamad Mahsun dalam Pengukuran Kinerja Sektor
Publik Indikator output (keluaran) adalah :
1. Jumlah produk atau jasa yang dihasilkan
- stok barang yang tersedia
- Kualitas barang yang tersedia
2. Jumlah program-program atau rencana yang dihasilkan
- Kesesuaian program yang dihasilkan dengan tujuan organisasi
3. Jumlah keluhan masyarakat dalam menerima barang atau jasa
- Tingkat keluhan masyarakat
4. Ketepatan dalam memproduksi barang atau jasa
- Kesesuaian produksi barang dan jasa dengan kebutuhan
masyarakat

43

5. Tingkat kesesuaian dengan tujuan organisasi


- Produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan tujuan organisasi

1.5.8

Kerangka Pikir

Moh. Pabundu Tika


1.
2.
3.
4.

Strategi Perusahaan
Pemasaran
Operasional
Sumber
Daya
Manusia
5. Keuangan 1.
Mahmudi
1. Faktor personal atau
individual, SDM
2. Faktor
gaya
SDM
kepemimpinan
Kinerja organisasi
3. Faktor tim
Faktor
sistem
I4.Gusti
Agung
Rai
5. Faktor konstekstual
Output (hasil)
1. Input
(masukan)
(situasional)
2. Process (proses)
Mohamad
3. OutputMahsun
(keluaran)
4. Outcome (hasil)
1. Kelompok masukan
(input)
2. Kelompok
proses
1.6 Metode
Penelitian
(Process)
3. Kelompok keluaran
Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematika
(output)
4. Kelompok
hasil
dalam(outcome)
mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah (Muchamad Fauzi:2009). Adapun
5. Kel
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif
dan kualitatif.
44

1.6.1

Tipe Penelitian
Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1989 : 4)
penelitian dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
a.

Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang
digunakan untuk mengetahui terjadinya suatu aspek variabel
sosial tertentu dan mendeskripsikan variabel sosial tersebut.
b.

Penelitian Eksploratif
Penelitian ini bersifat terbuka, masih mencari-cari
belum mempunyai hipotesis. Penelitian ini sering digunakan
sebagai langkah pertama untuk penelitian yang lebih
mendalam baik penelitian penjelasan maupun penelitian
deskriptif.

c.

Penelitian Eksplanatori
Penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabelvariabel

penelitian

dan

menguji

hipotesis

yang

telah

dirumuskan sebelumnya.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
penelitian eksplanatori (penjelasan) kuantitatif karena penelitian ini
bermaksud untuk menjelaskan hubunganhubungan antar variabel penelitian
serta menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
1.6.2

Populasi Penelitian

45

Populasi adalah seluruh jumlah elemen penelitian yang akan


diteliti. Populasi dapat berupa individu, orang / area wilayah. Populasi
dalam penelitian ini adalah staff pegawai Perum Bulog Sub Divre 1
Semarang serta data-data yang menunjang penelitian.
1.6.3

Sampel Penelitian
Pengertian sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang

diteliti. Dengan demikian sampel dalam penelitian ini adalah pegawai


yang terdapat Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang
a

Elemen Penelitian
Elemen penelitian merupakan satuan-satuan sampel yang ada
dalam populasi. Di dalam penelitian ini yang akan dijadikan elemen
penelitian unit analisis adalah staff pegawai di bagian-bagian yang
terdapat di Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang

Sampling Size (Ukuran sampel)


Ukuran sampel adalah ukuran besarnya prosentase sampel yang
akan diambil dari pegawai di bagian-bagian yang terdapat di Perum
Bulog Sub Divre 1 Semarang sehingga menentukan jumlah pegawai yang

akan diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus


penarikan jumlah sampel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael
(Sugiyono, 2010: 98)

s=

. N . P .Q
d ( N1 ) + . P . Q
2

Keterangan :

46

= jumlah sampel

dengan dk

=1

P=Q

= 0,5

= 0,05

taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%

Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dihitung sbb:

s=

1 .42.0,5 .0,5
0,05 . ( 421 )+ 1 .0,5 .0,5
2

10,5
0,3525

= 29,78
= 30
1.6.4

Fokus dan Lokus Penelitian


1. Fokus penelitian
Fokus dari peneltitian ini adalah kinerja organisasi dan juga
berbagai variabel yang mempengaruhi.

2. Lokus penelitian
Lokus dalam penelitian ini adalah Perum Bulog Sub Divre I
Semarang.
1.6.5

Jenis Data

47

Data dalam penelitian diolah dan digunakan sebagai alat untuk


menganalisis dan memprediksi. Dalam penelitian ini digunakan
sumber-sumber data sebagai berikut :
a.

Data primer
Adalah sumber data utama yang diperoleh peneliti langsung
dari informan dengan kuesioner pada responden mengenai kinerja
organisasi Perum Bulog Sub Divre 1 Semarang .

b.

Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dengan cara membaca
buku, jurnal, catatan, dan berbagai dokumen atau sumbersumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.6.6

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan
menggunakan instrumen pendukung rekorder, kamera, catatan
lapangan, kuesioner, interview guide.

1.6.7

Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan

data yang

digunakan

dalam

penelitian ini adalah :


a.

Observasi

48

Pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan


langsung pada lokasi penelitian agar lebih jelas.
b.

Wawancara
Yaitu mengumpulkan data dengan cara tanya jawab
langsung

dengan

pihak-pihak

yang

sekiranya

dapat

memberikan keterangan yang berhubungan dengan penelitian.


c.

Kuesioner
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis
dan sistematis untuk dijawab oleh responden.

d.

Tinjauan Pustaka
Bertujuan untuk mendapatkan data yang berhubungan
dengan materi penelitian. Dilakukan dengan mempelajari
laporan dan dokumen-dokumen lainnya yang ada hubungannya
dengan penelitian ini.

1.6.8

Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan secara lengkap, maka dilakukan
tahapan pengolahan data yaitu sebagai berikut :
a.

Editing

49

Yaitu pekerjaan yang dilakukan dengan jalan meneliti


atau memeriksa kembali data yang diperoleh dari daftar
pertanyaan mengenai jawaban yang telah diberikan oleh
responden.
b.

Coding
Yaitu mengklasifikasikan jawaban responden dengan
pemberian tanda atau kode tertentu sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan dengan tujuan agar lebih memudahkan dalam
menganalisis.

c.

Tabulating
Yaitu pengelompokan data dalam tabel kerja dan
mengatur angka-angka sedemikian rupa sehingga dapat
dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori.

1.6.9

Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat ordinal karena peneliti mengurutkan respondennya dari
tingkatan paling rendah ke tingkatan paling tinggi. Ukuran ordinal
banyak digunakan dalam penelitian sosial terutama untuk
mengukur kepentingan, sikap, atau persepsi. Data yang diperoleh
dari jawaban responden tersebut dikodekan dalam angka-angka
kemudian diberi skor seperti halnya dalam skala likert. Untuk
memberikan skor atas jawaban responden dikategorikan menjadi 4
alternatif.

50

Berikut ini disajikan rumus untuk mencari rata-rata


distribusi, yaitu sebagai berikut :

frekuensi bobot
N
Kemudian hasil perhitungan dari rumus di atas dibandingan

dengan

(rata-rata ketegori penilaian), dimana rumus untuk

adalah sebagai berikut :


R
K
4 1
X
4
X 0,75
X

1.6.10 Analisis Data


Penganalisaan yang

dipakai dalam penelitian ini adalah

analisis data secara kuantitatif yaitu analisis data yang digunakan


untuk

data-data

yang

dikumpulkan

berjumlah

besar

dan

diklasifikasikan dalam kategori-kategori serta berwujud angka.

1.6.11 Pengujian Hipotesis

51

Pengujian hipotesis pada dasarnya untuk menguji hipotesis


yang telah diajukan sebelumnya. Adapun rumus-rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Korelasi Product Moment
Korelasi Product Moment berguna untuk menentukan
suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuatnya hubungan
suatu

variabel

dengan

variabel

lain

dengan

tidak

mempersoalkan apakah variabel tertentu tergantung dengan


variabel lain.
Nilai koefisien korelasi product moment berkisar antara
-1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya sebagai berikut :
1) Jika nilai r > 0 artinya telah terjadi hubungan linear
positif,

yaitu

makin

besar

nilai

variabel

(independen) makin besar pula nilai variabel Y


(dependen). Atau sebaliknya, makinj kecil nilai
variabel X (independen) makin kecil pula nilai
variabel Y (dependen).
2) Jika nilai r < 0 artinya telah terjadi hubungan linear
negative,

yaitu

makin

kecil

(independen) makin besar

nilai

variabel

pula nilai variabel Y

(dependen). Atau sebaliknya, makin besar nilai


variabel X (dependen) makin kacil pula nilai variabel
Y (dependen).

52

3) Jika nilai r = 0 artinya tidak ada hubungan sama sekali


antara variabel X (dependen) dan variabel Y
(independen).
4) Jika nilai r = 1 atau r = -1 artinya telah terjadi
hubungan linier sempurna. Sedangkan untuk nilai r
yang makin mengarah ke angka 0 maka hubungan
makin melemah.
Rumus :

x
y

xy
n
R x , y=
x
y


x y
n
R x , y=

Keterangan :
R x,y

= korelasi product moment

x, x

= nilai variabel bebas


53

= nilai variabel terikat

= jumlah responden

Setelah diperoleh nilai korelasi product moment maka


tahap selanjutnya adalah melakukan uji signifikansi korelasi
product moment, dengan rumus :
t=

r n2
1r

Keterangan :
t

= nilai signifikan

r = korelasi product moment


n = jumlah responden
Setelah dilakukan uji signifikan maka tahap selanjutnya
yaitu menentukan nilai kritis ( ) atau nilai tabel t dengan
derajat kebebasan :
dk

= n-k

Dimana

= banyaknya variabel bebas

= jumlah responden

Kemudian hasil penelitian tersebut dikonsultasikan


dengan harga t observasi, dimana kriterianya adalah :
a. Jika t hitung > t tabel pada taraf signifikansi 1% berarti sangat
signifikan. Hipotesis diterima.
54

b. Jika t hitung = t tabel pada taraf signifikansi 5% berarti


signifikan. Hipotesis diterima.
c. Jika t hitung < t tabel pada taraf signifikansi 5% berarti tidak
signifikan. Hipotesis ditolak.
Tabel 1.2
Pedoman untuk memberikan interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 0,250
Korelasi sangat lemah
0,251 0,500
Korelasi sedang
0,501 0,750
Korelasi kuat
0,751 1,00
Korelasi sangat kuat
Sumber : Sugiyono, 2004 : 183
b. Koefisien Komparatif dua sampel
Menurut Sugiyono dalam Statistik Untuk penelitian
menyebutkan bahwa dalam pengujian komparatif berarti
menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan
melalui ukuran sampel yang juga berbentuk perbandingan.
Dalam peneletian yang berjudul Analisis Kinerja Pada Perum
Bulog Sub Divre 1 Semarang (Dalam Perubahan Status
Bulog) maka rumus yang digunakan adalah :
Wilcoxon Match Pair Test
Teknik

ini

digunakan

untuk

menguji

hipotesis

komparatif dua sampel yang berkorelasi bila datanya


berbentuk ordinal (berjenjang).
Hipotesis
Ho : Tidak terdapat perbedaan.............antara sebelum dan
55

sesudah..........

Hi :

Terdapat

perbedaan.................antara

sebelum

dan

sesudah...........
Uji statistik
T terkecil
T : Jumlah jenjang bertanda
Kriteria uji
Ho ditolak : jika T hitung < T tabel
Ho diterima : jika T hitung T tabel
Bila sampel pasangan lebih besar dari 25 maka
distribusinya akan mendekati distribusi normal. Untuk itu
digunakan rumus z dalam pengujiannya yaitu :
z=

TT

T : jumlah jenjang atau rangking yang kecil


n (n+1)
Dimana : T = 4
T =

n ( n+1 ) (2 n+1)
24

Kriteria Uji
Ho ditolak : jika z < z tabel
Ho diterima : jika z z tabel

c. Koefisiensi Determinasi

56

Koefisien determinasi ini digunakan untuk mengetahui


berapa prosentase (%) pengaruh variabel SDM (X1) serta
variabel output (X2) secara bersama-sama mempengaruhi
variabel kinerja organisasi (Y) dengan rumus :
KD W .100%
2

KD

= Koefisien determinasi

57

You might also like