You are on page 1of 10

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PEMAHAMAN

INFORMASI MEDIS PADA PASIEN POLI THT DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA


MATARAM
Maya Farahiya, Hamsu Kadriyan, Muthia Cenderadewi
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Background : One of the competencies that must be mastered by medical doctor is doctorpatient communication in medical profession. Patients who get a complete medical information
can determine successful outcome in helping to resolve the patient's health problems. Medical
action should be preceded by informed consent/approval of medical measures to protect
themselves and their patients from things that are not desired when doing a medical procedure
on a patient. However, level of understanding is often varied from one patient to another which
makes some patients feel they are not getting a good service. Therefore this study is aimed to
determine the factors that can affect the level of understanding in patients of ENT clinic at
Bhayangkara Mataram Hospital.
Methods : A total of 50 outpatients in ENT clinic at Bhayangkara Mataram Hospital that have
met the inclusion and exclusion criteria were selected based on consecutive sampling technique.
The collection of data was conducted by using questionnaires. The data was statistically
analyzed using descriptive analysis, bivariate analysis (chi square method), and multivariate
analysis (logistic regression analysis) to test the strength of each risk factors.
Results : The percentage of patients with good level of understanding of medical treatment was
58% (29 patients) and the percentage of patients with a poor level of understanding was 42%
(21 patients). The statistical analysis shows that patient is a singular factor that can affect the
level of understanding of medical information (p<0,05).
Conclusions : Patient factor affect patients level of understanding for medical information.
Keywords : Medical Information, Level of understanding, Patient, Doctor, Environment.
Latar belakang: Salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter adalah komunikasi dokterpasien dalam profesi kedokteran. Pasien yang mendapatkan informasi medis yang lengkap dapat
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Namun,
pemahaman informasi medis yang diterima pasien seringkali berbeda sehingga pasien merasa
tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba mencari
faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman medis oleh pasien poli THT di
Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.
Metode: Sebanyak 50 pasien rawat jalan yang datang ke poli THT di Rumah Sakit Bhayangkara
Mataram yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih berdasarkan teknik
consecutive sampling menjadi sampel dalam penelitian ini. Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner. Analisa statistik menggunakan analisa deskriptif, analisa bivariat
menggunakan metode chi square, dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik untuk
menguji kekuatan masing-masing faktor resiko.
Hasil: Persentase pasien dengan tingkat pemahaman baik adalah 58% (29 orang) dan
persentase pasien dengan tingkat pemahaman kurang baik adalah 42% (21 orang). Penelitian
menunjukkan bahwa terdapat satu faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman informasi
medis (p<0,05).
Kesimpulan: Faktor pasien didapatkan mempengaruhi tingkat
pemahaman pasien terhadap informasi medis.

Kata kunci: Informasi Medis, Tingkat Pemahaman, Dokter,


Pasien, Lingkungan

PENDAHULUAN
Sejak terjadi perubahan paradigma
pelayanan kesehatan yang dahulu bersifat
doctor-centered menjadi patient-centered,
mulai
disadari bahwa
pengumpulan
informasi yang selama ini dilakukan oleh
banyak dokter kurang memberikan perhatian
terhadap apa yang dirasakan dan dipikirkan
pasien
selama
proses
konsultasi
berlangsung. Teknik pengumpulan informasi
seperti itu menyebabkan pasien seringkali
tidak mendapatkan pelayanan yang dapat
memuaskan dirinya. Dengan demikian,
terdapat kesenjangan antara apa yang
diinginkan oleh dokter dan apa yang
diinginkan oleh pasien. Bagi dokter,
konsultasi mungkin merupakan bagian dari
rutinitas sehari-hari, namun bagi pasien
konsultasi merupakan hal yang sangat
penting
dan
seringkali
sangat
mengkhawatirkan (Herkutanto, 2011).
Komunikasi dokter-pasien dalam
profesi kedokteran merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter.
Kompetensi
komunikasi
menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian
masalah kesehatan pasien. Selama ini
kompetensi komunikasi dapat dikatakan
kurang mendapat perhatian, baik dalam
pendidikan
maupun
dalam
praktik
kedokteran/kedokteran gigi. Di Indonesia,
sebagian dokter merasa tidak mempunyai
waktu yang cukup untuk berbincangbincang dengan pasiennya, sehingga hanya
bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa
saja tidak mendapatkan keterangan yang
cukup untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan perencanaan dan tindakan lebih
lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien
merasa dalam posisilebih rendah di hadapan

dokter (superior-inferior), sehingga takut


bertanya dan bercerita atau hanya menjawab
sesuai pertanyaan dokter saja (Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006).
Salah satu hal yang sangat penting
sebelum
melakukan
pelayanan
kedokteran/pelayanan kesehatan bagi pasien
yaitu informed consent/ persetujuan tindakan
medis/ persetujuan tindakan kedokteran.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
290/Menkes/Per/III/2008,
persetujuan
tindakan kedokteran adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran/ kedokteran
gigi yang akan dilakukan terhadap pasien,
dimana informed consent memberikan
perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medis tidak ada dasar
kebenaran
yang
dilakukan
tanpa
sepengetahuan pasiennya serta memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, dan
pada setiap tindakan medis melekat suatu
resiko. Menurut Manual Persetujuan
Tindakan Kedokteran yang diterbitkan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), suatu
persetujuan dianggap sah apabila pasien
telah diberi penjelasan/ informasi, pasien
atau yang sah mewakilinya dalam keadaan
cakap (kompeten) untuk memberikan
keputusan/ persetujuan, dan persetujuan
harus diberikan secara sukarela (Permenkes,
2008).
Mengingat kesadaran masyarakat
terhadap kebutuhan informasi medis terus
meningkat, terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat pemahaman
2

pasien antara lain budaya, kebiasaan, dan


tingkat pendidikan. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Fong Ha dkk di Royal
Perth
Australia
pada
tahun
2010
menunjukkan bahwa kebanyakan keluhan
tentang dokter terkait denganmasalah
komunikasi, bukan kompetensi klinis.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Putra
dkk pada tahun 2011 di Rumah Sakit Umum
Provinsi
NTB
menunjukkan
bahwa
sebanyak 78 orang (26%) yang berobat ke
Rumah Sakit Umum Provinsi NTB memiliki
tingkat pemahaman baik, sedangkan pasien
dengan tingkat pemahaman buruk sebanyak
222 orang (74 %). Hal ini terjadi karena
beberapa sebab, yaitu 64,3% dokter tidak
menjelaskan prognosis penyakit pasien, 95%
dokter
tidak
memperkenalkan
diri,
dan80,7% pasien tidak pernah mengakses
mengenai penyakit yang diderita, baik
melalui media cetak maupun elektronik.
Gambaran
ini
menunjukkan
bahwa
komunikasi yang buruk dapat menurunkan
tingkat pemahaman pasien terhadap
informasi medis (Fong Ha dkk, 2010; Putra
dkk, 2011).
Setiap poli di Rumah Sakit
Bhayangkara Mataram memiliki perbedaan
baik dari segi sumber daya maupun
pelayanan.
Perbedaan
ini
dapat
mempengaruhi tingkat pemahaman pasien
terhadap informasi medis yang akan atau
telah diberikan oleh dokter. Infromasi yang
harus disampaikan meliputi diagnosa, terapi,
dan kemungkinan alternatif terapi lain, cara
kerja, dan pengalaman dokter yang
melakukannya, kemungkinan perasaan sakit
atau perasaan lain, resiko, keuntungan
terapi, dan prognosa. Oleh karena berbagai
perbedaan tersebut, sangat penting jika
faktor-faktor tersebut diketahui secara jelas
agar dikemudian hari perbaikan pada faktorfaktor tertentu dapat dilakukan guna
memperbaiki tingkat pemahaman pasien
tergantung yakni tingkat pemahaman pasien
dari informasi medis.

terhadap informasi medis tersebut. Penulis


memilih poli THT di Rumah Sakit
Bhayangkara Mataram sebagai subjek
penelitian karena pasien dengan gangguan
THT cukup banyak dan belum pernah
dilakukan penelitian sebelumnya. Maka
penulis memutuskan untuk mengambil
permasalahan yaitu identifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pemahaman
informasi medis pada pasien poli THT di
Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.
METODELOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
jenis penelitian analitik observasional
dengan rancangan penelitian cross-sectional
analytic pada pasien yang berkunjung ke
poli THT Rumah Sakit Bhayangkara
Mataram. Metode penelitian cross-sectional
dipilih karena sampel diambil dalam satu
waktu yang kemudian dilakukan analisis.
Setiap pasien yang datang ke poli THT
Rumah Sakit Bhayangkara Mataram akan
dilakukan wawancara dan ditanya mengenai
beberapa hal sesuai dengan pertanyaan yang
telah disediakan pada kuesioner.
Penelitian ini dilakukan dengan
mengambil sampel pasien yang datang
untuk memeriksakan diri ke poli THT
Rumah Sakit Bhayangkara Mataram. Oleh
karena keterbatasan populasi, sampel dipilih
berdasarkan teknik consecutive sampling
dimana semua subyek data yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi masuk dalam
sampel penelitian sampai jumlah subyek
terpenuhi.
Penelitian
menggunakan
kuesioner yang terdiri dari beberapa
kelompok pertanyaan dan sampel penelitian
dipilih secara acak dalam penelitian ini
dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang.
Variabel dalam penelitian ini meliputi
variabel bebas yakni faktor dokter, pasien,
dan lingkungan, sedangkan variabel
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu menggunakan kuesioner dengan
3

wawancara terbimbing. Kuesioner yang


digunakan dalam penelitian ini sebelumnya
telah melalui uji validitas dan realibilitas.
Sumber-sumber data penelitian adalah
data primer dimana data-data yang
dikumpulkan diperoleh secara langsung dari
pasien.
Sebelum dilakukan analisis, data yang
diperoleh terlebih dahulu dilakukan editing,
coding, dan entry data dengan menggunakan
program SPSS.
Analisis data yang digunakan yakni
analisis
deskriptif
dilakukan
untuk
mengetahui persentase faktor risiko dan
persentase tingkat pemahaman, analisis
bivariat dengan metode Chi Square. untuk
mengetahui hubungan antara variabel
dokter, pasien, dan lingkungan terhadap
tingkat pemahaman pasien, dan analisis
multivariat digunakan untuk mengetahui
besarnya faktor risiko, dokter, pasien, dan
lingkungan terhadap tingkat pemahaman
yang dilakukan dengan menggunakan uji
regresi logistik.

Distribusi pasien berdasarkan kelompok


umur
Tabel 2. Distribusi pasien berdasarkan
kelompok umur
Umur
Jumlah (Orang)
17-25
11
26-35
16
36-45
10
46-55
11
>55
2
Total
50
Distribusi umur sampel terbanyak yang
datang memeriksakan diri yaitu kelompok
usia 26-35 tahun (32,0%), disusul dengan
kelompok umur 17-25 tahun dan kelompok
umur 46-55 (22,0%), dan kelompok usia
terendah yaitu >55 tahun (4,0%).

Ditribusi pasien berdasarkan tingkat


pendidikan
Tabel 3. Distribusi pasien berdasarkan
tingkat pendidikan
Pendidikan
Jumlah (Orang)
Tidak pernah bersekolah
0
Tidak tamat SD atau
0
sederajat

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dengan
menggunakan kuesioner terhadap 50 orang
sampel tersebut dapat dibuat tabel
karakteristik sampel berdasarkan jenis
kelamin, umur, perkerjaaan, dan tingkat
pendidikan.

Tamat SD atau sederajat


Tamat SMP atau sederajat
Tamat SMA atau sederajat
Tamat Perguruan Tinggi
atau sederajat

3
5
30
12

Distribusi pasien berdasarkan jenis


kelamin
Total
50
Tabel 1. Distribusi pasien berdasarkan jenis
kelamin
Tingkat pendidikan yang terbanyak dalam
Jenis kelamin
Jumlah (Orang)
penelitian ini yaitu sampel berpendidikan
Laki-laki
33
terakhir SMA atau sederajat yaitu 30 orang
Perempuan
17
(60,0%) serta sampel yang tidak pernah
Total
50
bersekolah dan tidak tamat SD atau sederajat
Distibusi pasien laki-laki (66,0%) lebih
memiliki jumlah paling kecil yaitu 0 orang
banyak dibandingkan dengan perempuan
(0,0%).
(34,0%).

Distribusi
kemampuan
komunikasi
dokter
dalam
berkomunikasi
Distribusi pasien berdasarkan pekerjaan
berdasarkan kategori baik dan kurang
Tabel 4. Distribusi pasien berdasarkan
baik
pekerjaan
Tabel 6. Distribusi dokter berdasarkan
kemampuan komunikasi dokter dalam
berkomunikasi berdasarkan kategori baik
dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Pekerjaaan
Jumlah (Orang)KDokter kurang baik
28
Tidak bekerja
9
BDokter baik
22
Petani
1
Total
50
Buruh
2
PNS
15
Mayoritas dokter yang menjadi sampel
Wiraswasta
8
dalam penelitian ini masuk dalam kategori
Lain-lain
15
dokterkurang baik yaitu sebanyak 28 orang
Total
50
(56,0%), sedangkan sebanyak 22 orang
Mayoritas pasien yang menjadi sampel
(44,0%) termasuk dalam kategori dokter
dalam penelitian ini bekerja dalam bidang
baik.
PNS dan pekerjaan di bidang lain (sebagian
besar bekerja sebagai polisi) sebanyak 15
orang (30,0%) dan diikuti oleh tidak bekerja
Distribusi
keadaan
lingkungan
sebanyak 9 orang (18,0%).
berdasarkan kategori baik dan kurang
baik
Tabel 7. Distribusi lingkungan berdasarkan
keadaan lingkungan berdasarkan kategori
baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Distribusi tingkat pengetahuan pasien
KLingkungan kurang baik
15
dalam menggali suatu informasi pasien
BLingkungan baik
35
berdasarkan kategori baik dan kurang
Total
50
baik
Mayoritas responden yang menjadi sampel
Tabel
5.
Distribusi
pasien
dalam penelitian ini (70,0%) menganggap
berdasarkantingkat kategori pengetahuan
lingkungan pemeriksaan sebagau kategori
pasien dalam menggali suatu informasi
lingkungan baik dan diikuti oleh kategori
berdasarkan kategori baik dan kurang baik
lingkungan kurang baik (30,0%).
Kategori
Jumlah (Orang)
KPasien kurang baik
28
Distribusi
tingkat
pemahaman
BPasien baik
22
berdasarkan
kategori
baik
dan
Total
50
burukkurang baik
Mayoritas pasien yang menjadi sampel
Tabel 8. Distribusi tingkat pemahaman
dalam penelitian ini masuk dalam kategori
berdasarkan kategori baik dan kurang baik
pasien kurang baik yaitu sebanyak 28 orang
Kategori
Jumlah (Orang)
(56,0%).
Tingkat pemahaman burukkurang 21
baik
Tingkat pemahaman baik
29
5

Total
50
Mayoritas responden yang menjadi sampel
dalam penelitian ini memiliki tingkat
pemahaman baik yaitu sebanyak 29 orang
(58,0%) dan diikuti oleh kategori tingkat
pemahaman kurang baik sebanyak 21 orang
(42,0%).

Pasien dengan tingkat pengetahuan


yang baik memiliki kecenderungan lebih
paham sebesar 4.533 kali lipat dibandingkan
pasien dengan tingkat pengetahuan yang
kurang baik.
Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian di poli
THT Rumah Sakit Bhayangkara Mataram
yang dilakukan terhadap 50 orang pasien
didapatkan sebanyak didapatkan total
keseluruhan sampel penelitian yang
berjumlah 50 orang pasien. Tingkat
pemahaman pasien yang dilakukan terhadap
50 orang pasientersebut menghasilkan data
bahwa28 orang (58,0%) memiliki tingkat
pemahaman baik dan sebanyak 21 orang
(42,0%) memiliki tingkat pemahaman yang
burukkurang baik. Terdapat satu faktor yang
mempengaruhi tingkat pemahaman pasien
yaitu variabel pasien.

Analisis
dengan
menggunakan
metode chi-square ini didapatkan hanya 1
variabel yang memiliki signifikansi atau
nilai p<0,05 seperti pada tabel barikut:
Tabel 9. Hasil uji variabel dengan chisquare
No
Faktor Resiko
1
Variabel pasien
2
Variabel dokter
3
Variabel lingkungan
Variabel
pasien
(p=0,014)
memiliki
signifikansi karena memiliki nilai p<0,05,
sedangkan variable dokter (p=0,061) dan
lingkungan (p=0,288) tidak memiliki
signifikansi.
Hasil uji regresi logistik dari 3
variabel tersebut menghasilkan 1 variabel
seperti pada tabel 2.:
Tabel 10. Variabel dengan uji regresi
logistik
No Variabel
Koefisisen
1
Variabel Pasien (P)
1,511
Nilai Konstanta
-0,288

Berdasarkan hasil uji statistik


dengan menggunakan metode Chi Square
(p<0,05) didapatkan signifikansi untuk
variabel pasien sebesar 0,014, maka
didapatkan faktor yang mempengaruhi
tingkat pemahaman informasi medis yaitu
variabel pasien. Pada penelitian ini
didapatkan bahwa faktor variabel pasien
yang mempengaruhi tingkat pemahaman
pasien yaitu sebesar 96,0% pasien memiliki
televisi (TV) di tempat tinggalnya dan
96,0% pasien mampu menjelaskan kepada
dokter tentang keluhan dan gejala yang
dirasakan. Distribusi tingkat pengetahuan
pasien dalam menggali suatu informasi
dengan kategori baik sebesar 44% dan yang
kurang baik sebesar 56%.

Keterangan: P = Pasien
Nilai koefisien dari variabel yang
berpengaruh (variabel pasien) adalah 1,511.
Kekuatan dari variabel pasien
tersebut dinilai dengan memperhatikan nilai
OR atau EXP(B) pada lembar SPSS.

Faktor-faktor yang mempengaruhi


tingkat pemahaman informasi medis pada
pasien yaitu pendidikan dan mengakses
informasi
terkait
kesehatan.
tingkat
pendidikan menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami

Tabel 11. Nilai OR atau EXP(B)


Nomor
Variabel
1
Variabel Pasien (P)
Keterangan: P = Variabel Pasien

pengetahuan yang mereka peroleh serta


kemampuan menjelaskan tentang penyakit
yang diderita pada tenaga kesehatan dimana
pada umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang makin semakin baik pula
pengetahuannya (Donggori, 2012). Pada
penelitian ini, sebagian besar pasien berkisar
pada umur 26-35 tahun. Ini menunjukkan
bahwa pada umur tersebut pengetahuan
seseorang dikatakan baik

Masyarakat dengan tingkat ekonomi


rendah memiliki ketergantungan dan
kebutuhan terhadap media massa yang lebih
tinggi daripada masyarakat dengan tingkat
ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang
terbatas. Masyarakat dengan tingkat
ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak
pilihan dan akses banyak media massa,dan
memiliki banyak kesempatan untuk bertanya
langsung ke tenaga kesehatan seperti dokter
termasuk bertanya langsung pada sumber
atau ahli dibandingkan mengandalkan
informasi yang mereka dapat dari media
massa tertentu(Donggori, 2012). Hal ini
dapat dikaitkan dengan pekerjaan pasien,
dimana pada penelitian ini sebagian besar
pekerjaan pasien adalah PNS (30%) dan
lain-lain (30%).

Usia juga dapat berpengaruh


terhadap pengetahuan seseorang. Usia
seseorang
dapat
berpengaruh
pada
pertambahan
pengetahuan
yang
diperolehnya, akan tetapi pada usia-usia
tertentu atau menjelang usia lanjut
kemampuan penerimaan atau mengingat
suatu
pengetahuan
akan
berkurang
(Windasari, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
1. Afif, Y.S., Santoso, S. 2014.
Informed Consent Pada Pelayanan
Alat Kontrasepsi Bawah Kulit Di
Puskesmas Waru, Kabupaten
Pamekasan, Provinsi Jawa Timur
Periode 1 Januari 31 Desember
2013. Available at: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/medico/arti
cle/view/7988/7747 [accessed April
25, 2015].
2. Arianto, A. 2013. Komunikasi
Kesehatan.
Available
at:
http://jurnalilkom.uinsby.ac.id/index.
php/jurnalilkom/article/view/42/36
[accessed March 26, 2015].

Akses terhadap iInformasi juga akan


memberikan pengaruh pada pengetahuan
seseorang. Meskipun seseorang memiliki
pendidikan yang rendah, tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik dari
berbagai media misalnya TV, radio, atau
surat kabar, maka hal itu akan dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pada
penelitian ini, sebagian besar pasien
mendapatkan informasi dari mengakses
media massa seperti televisi dan bukan dari
tenaga kesehatan seperti melalui penyuluhan
kesehatan.
Ini
menunjukkan
bahwa
masyarakat lebih banyak mendapatkan
informasi dari mengakses media massa
karena informasi yang didapatkan dari
tenaga kesehatan terbatas (Windasari, 2014).
Selain itu, ddukungan program penyuluhan,
bimbingan,
dan
konseling
untuk
meningkatkan pemberdayaan masyarakat
dalam
menerima
pelayanan
medis
diharapkan
dapat
melengkapi
dan
memudahkan terapan komunikasi efektif
dokter-pasien (Konsil Kedokteran Indonesia,
2006).

3. Donggori, R.I. 2012. Hubungan


Akses Media Massa Dengan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi
Pada Remaja di SMK Kristen
Gergaji, Semarang. Available at:
http://core.ac.uk/download/pdf/1173
6043.pdf [accessed October 31,
2015].
4. Fong Ha J, Anat DS, Longncker N.
2010.
Doctor-Patient

Communication: A Review. The


Ochsner Journal. 10(1): 38-43.

13. Rumanti, A.2002. Dasar-Dasar


Public
Relations.
Jakarta:Grasindo;107-108.
14. Samino. 2014. Analisis Pelaksanaan
Informed Consent.Jurnal Kesehatan,
Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm
71-78
15. Sarimin AD. 2006. Analisis FaktorFaktor Kejelasan Informasi Medis
yang Diterima oleh Pasien Pra
Operasi Katarak di Rumah Sakit
Umum William Booth Semarang
Tahun
2006.Tesis.
Program
Pascasarjana
Universitas
Diponegoro. Semarang

5. Fuady, M. 2005. Sumpah Hipocrates


: Aspek Hukum Malpraktek Dokter.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti; 4850.
6. Herkutanto, Basuki E, Jauzi S, et al.
2011. Pengetahuan dan Keterampilan
Komunikasi Dokter Pasien dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhinya.
Journal
Indonesian Medical Association.
61(5): 195-200.
7. Juliawati, M. 2014. Pentingnya surat
persetujuan
tindakan
medik
(informed consent) pada praktek
dokter gigi. Jurnal PDGI Vol. 63, No.
2.

16. Soewono,
S.
2005.
Batas
Pertanggungjawaban
Hukum
Malpraktik Dokter dalam Transaksi
Terapeutik. Surabaya: Srikandi; 5253; 70.

8. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006.


Standar kompetensi dokter gigi. ed 3.
Jakarta Selatan: Konsil Kedokteran
Indonesia.
9. Mulyohadi, A.M., Poernomo, S.S.,
Zahir, H. 2006. Komunikasi Efektif
Dokter Pasien. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
10. Peraturan
Menteri
Kesehatan
(Permenkes). 2008. Persetujuan
Tindakan Kedokteran. Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 29 tahun
2008. Jakarta.
11. Pohan, S. 2011. Komunikasi
dan Komunikasi Efektif. Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1
23456789/28929/4/Chapter
%20II.pdf [accessed April 6, 2015].
12. Putra, A. A., Syamsun, A., Josafat,
A. 2011. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Pemahaman
Informasi Medis pada Pasien di
Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.
Skripsi.
Fakultas
Kedokteran
Universitas Mataram. Mataram.

17. Susanto, L.B., Basuki, E.,


Bardosono, s. 2009. Teknik
Komunikasi untuk Mendapatkan
Informed Consent pada Suatu
Penelitian. Journal Maj Kedokt
Indon, Volum: 59, Nomor: 6.
18. Ulandari, S.T. 2014. Pengaruh
Pekerjaan dan Pendidikan Terhadap
Terjadinya Katarak pada Pasien
yang Berobat di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat Nusa Tenggara
Barat. Available at:
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf
_thesis/unud-1070-697482586tesis.pdf [accessed April 25, 2015].
19. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2004. Tentang
Praktik Kedokteran. 2004. Jakarta.
20. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009. Tentang
Kesehatan. 2009. Jakarta.
21. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009. Tentang
Rumah Sakit. 2009. Jakarta.

22. Windasari, N.N. 2014. Pendidikan


Kesehatan Dalam Meningkatkan
Kepatuhan Merawat Kaki Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II.
Available at:
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t30
374.pdf [accessed 25 April 2015].
23. Yoshepine, GG. 2011. Pelaksanaan
Persetujuan Tindakan Kedokteran
(Informed Consent) Di Rsup Dr. M.

Djamil Padang. Skripsi. Fakultas


Hukum Universitas Andalas Padang.
24. Zulkarnain, D.A., Syamsun, A.,
Hidayat, M. 2012. Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Tingkat
Pemahaman Informasi Medis Pada
Pasien Di Rumah Sakit Umum
Gerung.
Skripsi.
Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram.
Mataram.

You might also like