Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.Tinjauan Pustaka
KEP adalah salah satu gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup
mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. Menurut
Departemen Kesehatan RI (1999), Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang
gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Penyakit akibat KEP ini
dikenal dengan kwashiorkor, marasmus, dan marasmic kwashiorkor. Tanda-tanda
klinis dari marasmus antara lain, anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, wajah
seperti orang tua, cengeng, rewel, lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit, kulit
mudah diangkat, kulit terlihat longgar, dan berkeriput, otot menyusut (wasted), tulang
rusuk tampak terlihat jelas dan tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat
berkeriput (baggy pant), ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol,
mata besar dan dalam, tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang.
Tanda-tanda klinis dari kwashiorkor adalah oedema (terutama kaki bagian bawah),
bentuk muka bulat seperti bulan (moon face), rambut tipis, warna coklat kemerahan
(pirang/abu-abu dan mudah lepas/mudah dicabut tanpa rasa sakit), kulit kering,
hiperpigmentasi dan bersisik, serta ada tanda lain, yaitu crazy pavement dermatosis
(bercak-bercak putih/merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian
tubuh yang sering mendapat tekanan, hepatomegali (pembengkakan hati), cengeng,
rewel, terkadang apatis, anak sering menolak segala jenis makanan,sering diserati
infeksi, anemia, dan diare, pandangan mata anak tampak sayu, otot mengecil,
sedangka tanda-tanda klinis pada marasmic-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda
marasmus dan kwashiorkor (Supariasa, dkk, 2001).
KEP sendiri lebih sering dijumpai pada anak prasekolah. Anak balita (1-5
tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan
gizi (KEP). Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia (WHO/Word Health
Organization) menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat Indonesia adalah peringkat
terendah di ASEAN yaitu peringkat ke-142 dari 170 Negara. Menurut kajian UNICEF
1998, masalah gizi (kurang), disebabkan oleh faktor yang disebut sebagai penyebab
langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung adalah ketidak seimbangan antara
asupan makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung
1
yaitu ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pelayanan kesehatan dan
lingkungan, dan berkaitan pula dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan anggota keluarga. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 di Provinsi
Sumatera Barat tentang status gizi pada balita, menurut status gizi (BB/U) prevalensi
balita gizi kurang adalah 14,4% dan gizi buruk 2,8%.Menurut status gizi (TB/U)
Prevalensi Balita Pendek adalah 18,4% dan balita Sangat pendek 14,3%. Menurut
status gizi (BB/TB) Prevalensi Balita Kurus adalah 4,2% dan Sangat kurus 4,0%.
Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit
infeksi, dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan anak.
1.2.Tujuan Penulisan
1.2.1. Menjelaskan definisi KEP
1.2.2. Menyebutkan faktor-faktor penyebab KEP
1.2.3. Menyebutkan dan menjelaskan akibat dan tanda-tanda bila terjadi KEP
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1.
Materi
2
Subyek yang digunakan adalah balita yang tinggal okasi penelitian adalah di
wilayah kerja puskesmas Sei Aur, Kabupaten Pasaman Barat. Penelitian ini dilakukan
dari bulan Januari sampai dengan Juli 2012. Kasus dalam penelitian ini adalah balita
(>2-5tahun) yang KEP, kurus (<-2 SD) dan sangat kurus (-3 SD). Kontrol pada
penelitian ini adalah balita (>2-5 tahun) yang mempunyai status gizi normal (-2 SD
s/d +2 SD).
2.2.
Metode
Desain penelitian menggunakan case control study dengan jumlah sampel 72
orang, menggunakan perbandingan kasus dan kontrol yaitu 1 : 1. Pengolahan data
dengan cara editing, coding, entry data, cleaning. Dan analisis data secara univariat,
bivariat dan multivariat.
BAB III
HASIL PENELITIAN
3.1.
Analisis Univariat
Analisis univariat berguna untuk melihat distribusi frekuensi masing-masing
variabel baik variabel dependen maupun independen. Rata-rata asupan energi pada
kelompok kasus adalah 845,51 191,86, asupan energi minimum 673 kkal, dan
3
asupan energi maksimum 1389,04 kkal. Pada kelompok kontrol rata-rata asupan
energi adalah mean 953,18 249,61, asupan energi minimum 672,02 kkal, dan
asupan energi maksimum 1389,04 kkal. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk asupan
energi pada kelompok umur 1-3 tahun yaitu 800 kkal (80% AKG), dan asupan energi
pada kelompok umur 4-6 tahun yaitu 1240 kkal (80% AKG). Rata-rata asupan protein
pada kelompok kasus adalah mean 22,67 4,52, dengan asupan minimum 16,40 kkal,
dan asupan maksimum 32,2 kkal. Pada kelompok kontrol rata-rata asupan protein
adalah mean 25,97 4,88, dengan asupan minimum 17,51 kkal, dan asupan
maksimum 35,40 kkal. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk asupan protein pada
kelompok
umur 1-3 tahun yaitu 20 gr (80% AKG), dan asupan protein pada
3.3.Analisis Multivariat
6
No Variabel
1
2
Jumlah anak
Asupan
protein
OR
0,016
Lowe
r
4,201 1,310
0,005
5,551 1,660
CI 95%
Upper
13,473
18,562
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.
Analisis Univariat
Rata-rata asupan energi pada kelompok kasus adalah 845,51 191,86, asupan
energi minimum 673 kkal, dan asupan energi
kelompok kontrol rata-rata asupan energi adalah mean 953,18 249,61, asupan energi
minimum 672,02 kkal, dan asupan energi maksimum 1389,04 kkal. Angka Kecukupan
Gizi (AKG) untuk asupan energi pada kelompok umur 1-3 tahun yaitu 800 kkal (80%
7
AKG), dan asupan energi pada kelompok umur 4-6 tahun yaitu 1240 kkal (80%
AKG).Rata-rata asupan protein pada kelompok kasus adalah mean 22,67 4,52,
dengan asupan minimum 16,40 kkal, dan asupan maksimum 32,2 kkal. Pada
kelompok kontrol rata-rata asupan protein adalah mean 25,97 4,88, dengan asupan
minimum 17,51 kkal, dan asupan maksimum 35,40 kkal. Angka Kecukupan Gizi
(AKG) untuk asupan protein pada kelompok umur 1-3 tahun yaitu 20 gr (80% AKG),
dan asupan protein pada kelompok umur 4-6 tahun yaitu 31,20 gr (80% AKG).
4.2.
Analisis Bivariat
4.2.1. Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian KEP
Berdasarkan tabel dapat dilihat proporsi responden yang mengalami
KEP lebih banyak ditemukan pada asupan energi yang rendah bila
dibandingkan dengan responden yang normal. Hasil uji statistik ditemukan
adanya hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan kejadian KEP
(p- value <0,05) dimana nilai OR = 3,31 dan 95% CI : 1,15-9,52, artinya
asupan energi merupakan faktor resiko terjadinya KEP, dimana anak yang
asupan energi nya rendah berisiko untuk KEP 3,31 kali jika dibandingkan
dengan anak yang asupan energinya nya cukup.
4.2.2. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian KEP
Berdasarkan Tabel dapat dilihat proporsi responden yang mengalami
KEP lebih banyak ditemukan pada asupan protein yang rendah bila
dibandingkan dengan responden yang normal. Hasil uji statistik ditemukan
adanya hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian KEP
(p- value <0,05) dimana nilai OR = 3,35 dan 95% CI : 1,23-9,10, artinya
asupan protein merupakan faktor resiko terjadinya KEP, dimana anak yang
asupan protein nya rendah berisiko untuk KEP 3,35 kali jika dibandingkan
dengan anak yang asupan protein nya cukup.
4.2.3. Hubungan Pola Asuh makanan dengan Kejadian KEP
Berdasarkan Tabel dapat dilihat proporsi KEP lebih banyak ditemukan
pada responden dengan pola asuh makan kurang bila dibandingkan dengan
responden dengan status gizi normal. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi
Square di dapatkan nilai p = 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pola asuh makan dengan kejadian KEP (pvalue >0,05). Namun, menurut kelompok kami, berdasarkan tabel dapat dilihat
proporsi KEP lebih banyak ditemukan pada responden dengan pola asuh
8
makan tinggi bila dibandingkan dengan responden dengan status gizi normal.
Adanya kesalahan penulisan pada jurnal, mungkin karena penulis kurang teliti
dalam penulisan. Menurut kami, jika terjadi kekeliruan dalam penulisan tabel
dan penulisan hasil yang diperoleh dari tabel oleh penulis, karena tidak masuk
akal jika responden dengan pola asuh makan tinggi yang paling banyak
ditemukan anak yang mengalami KEP, karena jika pola asuh makan baik, pasti
kemungkinan terjadinya KEP sangat kecil.
4.2.4 Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Kejadian KEP
Berdasarkan Tabel dapat dilihat proporsi KEP lebih banyak ditemukan
pada responden dengan ketersediaan pangan rendah bila dibandingkan dengan
responden dengan status gizi normal. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi
Square di dapatkan nilai p = 0,634 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan dengan kejadian KEP
(p- value >0,05). Namun, menurut kelompok kami, berdasarkan tabel dapat
dilihat proporsi KEP lebih banyak ditemukan pada responden dengan
ketersediaan pangan tinggi bila dibandingkan dengan responden dengan status
gizi rendah. Adanya kesalahan penulisan pada jurnal, mungkin karena penulis
kurang teliti dalam penulisan hasil yang diperoleh dari tabel.
4.2.5. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian KEP
Berdasarkan Tabel dapat dilihat proporsi KEP lebih banyak ditemukan
pada responden dengan pendidikan ibu rendah bila dibandingkan dengan
responden dengan status gizi normal. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi
Square di dapatkan nilai p = 0,803 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian KEP (pvalue >0,05).
4.2.6. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian KEP
Berdasarkan Tabel dapat dilihat proporsi KEP lebih banyak ditemukan
pada responden ibu yang bekerja bila dibandingkan dengan responden dengan
status gizi normal. Dari hasil uji statistik dengan uji Chi Square di dapatkan
nilai p = 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian KEP (p- value >0,05).
4.2.7. Hubungan Umur dengan Kejadian KEP
Berdasarkan tabel dapat dilihat proporsi responden yang mengalami
KEP lebih banyak ditemukan pada umur ibu yang berisiko bila dibandingkan
9
dengan responden yang normal. Dari hasil uji statistik ditemukan adanya
hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kejadian KEP (p- value
<0,05) dimana nilai OR = 4,43 dan 95% CI : 1,39 14,04, artinya umur ibu
merupakan faktor resiko terjadinya KEP, dimana anak yang umur ibu nya
berisiko, berpeluang untuk menderita KEP 4,429 kali jika dibandingkan
dengan anak yang umur ibu nya tidak berisiko. Namun, menurut kelompok
kamin, berdasarkan tabel dapat dilihat proporsi responden yang mengalami
KEP lebih banyak ditemukan pada umur ibu yang tidak berisiko bila
dibandingkan dengan responden yang beresiko. Adanya kesalahan penulisan
pada jurnal, mungkin karena penulis kurang teliti dalam penulisan hasil yang
diperoleh dari tabel.
4.2.8. Hubungan Jumlah anak dengan Kejadian KEP
Berdasarkan Tabel dapat dilihat proporsi responden yang mengalami
KEP lebih banyak ditemukan pada jumlah anak ibu yang banyak bila
dibandingkan dengan responden yang normal. Dari hasil uji statistik
ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jumlah anak ibu dengan
kejadian KEP (p- value <0,05) dimana nilai OR = 3,18 dan 95% CI : 1,21
8,39, artinya jumlah anak merupakan faktor resiko terjadinya KEP, dimana
anak yang jumlah anak ibu nya banyak berisiko untuk KEP 3,18 kali
dibandingkan dengan anak yang jumlah anak ibu nya yang sedikit.
4.3.
Analisis Multivariat
4.3.1. Faktor Dominan Resiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP)
Berdasarkan Tabel tersebut terlihat bahwa variabel umur ibu dan
asupan energi dikeluarkan dari model karena memiliki nilai p>0,05.
4.3.2. Hasil Analisis Regresi Logistik
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik pada Tabel bahwa faktor
resiko yang dominan terhadap kejadian KEP balita adalah jumlah anak dan
asupan protein. Responden dengan jumlah anak banyak berpeluang 4,201 kali
(95% CI : 1.31 13.47) menderita KEP dibanding dengan responden yang
memiliki jumlah anak yang sedikit. Responden dengan asupan protein rendah
berpeluang 5,55 kali (95% CI : 1,66 18,56) menderita KEP dibanding
10
BAB III
PENUTUP
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi. Penyebab langsung terjadinya KEP adalah penyakit infeksi dan asupan
makanan yang tidak seimbang. Faktor penyebab tidak langsung adalah tidak cukupnya
persediaan pangan dalm rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, sanitasi atau air
bersih dalam pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan rendahnya tingkat
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan orang tua. Pada umumnya KEP, disebabkan oleh
11
faktor kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan
kwashiorkor, marasmus, dan marasmic kwashiorkor. Faktor yang dominan terhadap kejadian
KEP balita adalah jumlah anak dan asupan protein. Variabel yang paling dominan
berhubungan dengan kejadian KEP balita adalah asupan protein.
DAFTAR PUSTAKA
Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Depkes RI,
12
DAFTAR ISI
Judul .................................................................................................................... i
Daftar Isi
....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Tinjauan Pustaka
1.2. Tujuan Penulisan
................................................................................ 1
................................................................................ 1
................................................................................ 2
.................................................................... 3
2.1. Materi
........................................................................................................ 3
2.2. Metode
........................................................................................................ 3
.................................................................... 4
13
................................................................................ 5
................................................................................ 7
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Analisis Univariat................................................................................ 7
4.2. Analisis Bivariat
................................................................................ 8
................................ 8
.................... 9
.................... 9
.............................. 10
.............................................................................. 11
4.3.1. Faktor Dominan Resiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) ...... 11
4.3.2. Hasil Analisis Regresi Logistik
...................................................... 11
MAKALAH
NUTRITIONALSTATUS ASSESMENT
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
14
OLEH :
NATHANIA LIANTARI 472013005
SITI BASYARIAH 472013013
YOHANA IKKA MAYLANI 472013017
MAYANG JANUARTI P 472013022
SHARON REGINA YALMAV 472013025
JULIA MARIYANI HEHAKAYA 472013031
CHARLOTTA LIKA INGA PALEKAHELU 472013034
PROGRAM STUDI GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
15