You are on page 1of 6

Motivator Indonesia Muda , Motivator Indonesia Asia , Motivator Indonesia

Sebagai motivator Indonesia, izinkan kali ini saya membahas soal terbang. Seru nih.
Di seminar motivasi dan training motivasi, saya tidak pernah menyampaikan soal ini.

Di film Spiderman yang terbaru (Homecoming, rilis 2017), sepertinya Spiderman


akan ditemani oleh Iron Man, meskipun durasinya tak lama. Mungkin ini kompensasi
atas kemunculan Spiderman di film Civil War yang melagakan Captain America dan
Iron Man.

Terlihat di film-film bagaimana Iron Man alias Tony Stark bisa terbang dengan baju
besinya yang teramat canggih. Manusia terbang, mungkinkah itu terjadi dalam dunia
nyata? Mungkin saja. Buktinya? Adalah Franky Zapata dengan Hoverboard-nya
mampu terbang bagai Iron Man, meskipun Hoverboard masih kalah canggih.

Di Bali saya pernah mencoba alat semacam ini, namanya flyboard atau waterboard.
Bedanya, yang saya coba itu masih ada kabel besar yang terhubung ke speedboad. Itu
pun saya cuma bisa melayang-layang di atas air doang. Nggak bisa di darat.

Terlepas dari itu, guru saya pernah berwasiat, "Hiasi hari-hari kita dengan prestasi,
niscaya hidup kita akan lebih berisi dan lebih bergengsi." Nah, Abbas Ibn Firnas
adalah salah satu sosok yang berhasil menghiasi hari-harinya dengan prestasi. Hm,
Anda pernah mendengar namanya?

Abbas Ibn Firnas, seorang fisikawan dan ahli penerbangan dari abad ke-9, tercatat
sebagai MANUSIA PERTAMA yang mengembangkan alat penerbangan dan berhasil
terbang (sumber: National Geographic). Karena ini sangat penting, ada baiknya kalau
tulisan ini Anda share.

Ya, Abbas Ibn Firnas-lah yang pertama, bukan Wright bersaudara seperti persepsi
khalayak dan publikasi media selama ini. Abbas Ibn Firnas, yang dikenal juga sebagai
Armen Firman, wafat pada tahun 888, karena cedera punggung akibat uji coba
pesawat buatannya.

Hebatnya lagi, Abbas bukan hanya penemu pesawat terbang pertama. Ia juga ilmuwan
serba bisa. Salah satunya, ia menemukan jam air yang disebut Al-Maqata. Dan masih
banyak lagi. Atas berbagai kontribusinya terhadap dunia, beberapa negara
menyematkan penghormatan khusus kepadanya.

Misal, Libya mengeluarkan perangko bergambar dirinya. Irak mengabadikan namanya


sebagai nama bandara di utara Baghdad. Namanya juga dipakai sebagai nama
jembatan di kota asalnya, Cordoba. Nama Armen Firman sendiri menjadi nama salah
satu kawah di bulan.

Ya, ia berhasil menghiasi hari-harinya dengan prestasi. Sekarang, giliran kita. Tak
harus seperti Tony Stark, Franky Zapata, dan Abbas Ibn Firnas. Berprestasilah di
bidang kita masing-masing. Bukan untuk dikenang manusia atau dikagumi manusia,
melainkan untuk menebar manfaat kepada seluas-luasnya manusia.
Ingatlah, emas dinilai dari karat. Manusia? Dinilai dari manfaat. Tak perlu kita
berdebat, saya yakin Anda 100 persen sepakat. Sekian dari saya, Ippho Santosa. Share
ya.

Sebagai motivator Indonesia, saya sering mengajak peserta untuk bersikap tangguh.
Saya pun bertanya.

Mana yang lebih besar? Semangatmu? Atau alasanmu? Kalau alasan yang dipilih,
tentulah sudah ketebak gimana nasibmu. Gitu-gitu melulu.

Beralasan dan bermalasan itu dekat sekali dengan sikap 'menyerah'. Ujung-ujungnya,
gagal dan terjungkal.

Menyerah, itu BUKAN menunjukkan besarnya HAMBATAN, tapi itu cuma


menunjukkan besarnya alasan dan kemalasan.

Jangan malas. Yang nyaman belum tentu baik. Yang serba menantang juga belum
tentu baik. Apa yang membuatmu bertumbuh, itu yang terbaik.
Jangan malas. Tak perlu membandingkan sukses kita dengan orang lain. Nggak akan
ada habis-habisnya. Bandingkan saja dengan pencapaian kita tahun sebelumnya.

Jangan malas. Orang -orang yang percaya pada KEINDAHAN IMPIAN dan
keindahan masa depannya, mana mungkin bermalasan?

Jangan malas. Sukses yang dilandasi dengan kegigihan dan kejujuran, akan lebih
langgeng. Bahkan orang tersebut akan lebih dihargai daripada kesuksesan dan
pencapaiannya.

Sukses dan keberuntungan berpihak pada mereka yang terus-menerus mencoba, terus-
menerus belajar, dan terus-menerus beramal.

Share tulisan ini kalau Anda setuju. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Sebagai motivator Indonesia dan motivator Muslim, kadang saya prihatin.

Kenapa? Yah, negeri-negeri muslim yang kaya sumber daya alam sering sekali abai
dan lalai dengan ilmu. Kuliah, malas. Riset, malas. Menulis, malas. Membaca, malas.
Sehingga untuk urusan riset-riset dan buku-buku, kita hampir-hampir selalu
menginduk ke Barat. Padahal Islam sangat memuliakan ilmu.

Zaman sekarang? Hendaknya kita:

Baca buku. Baca riset.


Sekolah. Kuliah.

Ikut coaching. Ikut mentoring.

Ngomong-ngomong Anda tahu:

- Siapa mentornya Soekarno?

- Siapa mentornya Tan Malaka?

- Siapa mentornya M. Natsir?

Ternyata orangnya yang sama. Siapakah orang hebat itu? Dialah HOS Tjokroaminoto,
gurunya para pendiri bangsa, yang juga perintis Serikat Dagang Islam. Perihal HOS
Tjokroaminoto sebagai mentor ini diingatkan kembali oleh Menteri Pendidikan
sewaktu mengundang 20-an profesional dan motivator, salah satunya saya.

Ya, mentor itu gudangnya ilmu.

Di seminar-seminar motivasi sering saya sampaikan bahwa Nabi Muhammad saja


punya mentor. Ini beneran. Untuk urusan bisnis, yang menjadi mentor adalah
pamannya. Untuk urusan agama, yang menjadi mentor adalah Malaikat Jibril. Boleh
dibilang, mentor adalah pihak yang bisa membimbing kita menuju impian kita, karena
dia lebih dahulu mencapainya dan dia bisa mengajarkan cara-cara mencapainya.
Ada orang yang bisa mencapai, namun tidak bisa mengajar. Sebaliknya, ada orang
yang bisa mengajar, namun belum pernah mencapai. Kedua-duanya perlu. Sekiranya
kita harus mengorbankan waktu dan uang demi mendekati sang mentor, yah keluarkan
saja. Saya pun begitu, dari dulu sampai sekarang. Hasil akhirnya, malah menghemat
waktu dan uang saya. Karena saya tahu persis, coba-coba sendiri jauh lebih lama dan
jauh lebih mahal.

Belajarlah. Cari ilmu. Cari mentor. Mudah-mudahan nasib kita membaik. Sekian dari
saya, Ippho Santosa. Share ya.

You might also like