You are on page 1of 101

Kegiatan Belajar

PATOLOGI

100 Menit

PENDAHULUAN

Patologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penyakit,


dimana meliputi pengetahuan dan pemahaman dari perubahan fungsi dan struktur
pada penyakit dari tingkat molekuler sampai dengan pengaruhnya pada setiap
individu. Patologi membahas penyakit dari segala segi meliputi ; sebab penyakit,
sifat, perjalanan penyakit, perubahan anatomi dan fungsional yang disebabkan
penyakit tersebut. Patologi mempunyai tujuan utama untuk mengidentifikasi sebab
suatu penyakit, yang akhirnya akan memberikan petunjuk dasar pada program
pengelolaan dan pencegahan penyakit tersebut. Selain Patologi juga dikenal istilah
Patofisiologi, yaitu bagian dari ilmu Patologi yang mempelajari gangguan fungsi
yang terjadi pada organisme yang sakit, yaitu meliputi asal penyakit, permulaan
dan perjalanan penyakit serta akibat yang ditimbulkannya.

Tujuan pembelajaran Umum :


Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami teori atau
konsep tentang pathogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi tubuh, mekanisme
adaptasi sel, interaksi genetic dan lingkungan, kelainan retrogresif, tahap kematian jaringan
dan nekrosis sel, kelainan congenital dan keturunan,, kelaianan sirkulasi,cairan tubuh dan
asam basa, radang dan proses infeeksi, proses penyembuhan luka, neoplasma dan proses
penuaan.
Tujuan Pembelajaran Khusus :

Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu :

1. Menguraikan berbagai konsep yang mendasari terjadinya kelainan struktur dan fungsi
tubuh manusia
2. Memahami proses kelainan struktur dan fungsi tubuh manusia
3. Memahami terjadinya perubahan fungsi organ tubuh
4. Memahami mekanisme proses terjadinya kelainan tubuh manusia sebagai dasar dalam
penerapan asuhan keperawatan
5. Memahami tahapan kematian
6. Menerapkan konsep patologi dalam asuhan keperawatan

URAIAN MATERI

1. Patogenesis dan Patofisiologi Kelainan Struktur dan Fungsi


Tubuh
Konsep Penyakit
Penyakit ialah suatu kondisi dimana terdapat keadaan tubuh yang abnormal
(terdapat kelainan), yang menyebabkan hilangnya kondisi normal
yang sehat.

Penyakit pada dasarnya merupakan reaksi tubuh terhadap


suatu rangsangan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam
tubuh sendiri, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan bentuk
( anatomi ) dan atau fungsi ( fisiologi )- nya.

Adanya suatu penyakit dapat dilihat melalui tanda- tanda


dan gejala yang berhubungan dengan abnormalitas yang
mendasarinya.

Penyakit pada dasarnya adalah suatu mekanisme adaptasi dari


sistem tubuh manusia yang gagal dalam menghadapi paparan
penyebab penyakit.

KARAKTERISTIK PENYAKIT

Etiologi (sebab)

Patogenesis (mekanisme)

Perubahan patologis dan klinis (mekanisme)

Komplikasi atau cacat (efek)

Prognosis (keluaran)

Epidemiologi (insiden)

b. Patogenesis kelainan struktur tubuh manusia

Patogenesis merupakan perkembangan atau evolusi penyakit yang menunjukkan mekanisme


dimana penyakit terjadi pada seseorang.
1. Lesi-lesi

2. Metastasis (Letak jaringan yang abnormal)

3. Obstruksi

4. Ruptur

1) Lesi

[Lesi adalah suatu kelaian patologis pada jaringan yang menimbulkan gejala/symptom.

Lesi dibagi 2 :

1. Lesi Primer (pertama kali timbul)


Contoh: Makula, Papula, Vesikula, dll
2. Lesi Sekunder (timbul setelah primer)
2) Metastasis
Metastasis adalah serangkaian langkah-langkah diamna kanker sel meninggalkan situs tumor asli
dan bermigrasi kebagian lain dari tubuh melalui aliran darah atau sistem limfatik yang kompleks.
Contoh : kanker usus besar memiliki kecenderungan untuk metastasize ke hati.
Rute Metastasis :
Menyebar ke rongga tubuh
Invasi limfatik
Hematogenous menyebar
Transplantasi
3) Obstruksi
4)Ruptur
c. Patogenesis Kelainan fungsi tubuh
1. Nyeri
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sehubungan dengan actual dan
potensial kerusakan jaringan, atau digambarkan seperti kerusakan.
Tipe Nyeri :
a) Nyeri Akut
9 - Terlokalisasi
9 - Tajam : seperti ditusuk, disayat, dicubit
9 - Respon syaraf simpatis
9 - penampilan gelisah, cemas
9 - Pola serangan jelas
b) Nyeri Kronis
- Menyebar
- Tumpul : ngilu, linu
- Respon syaraf parasimpatis
- Penampilan depresi, menarik diri
- Pola serangan tidak jelas
Berdasarkan patofisologisnya nyeri terbagi dalam :
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf
(neliola, et at, 2000)
3. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologik tidak dapat ditemukan
2. Demam
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2oc (99,5o F) sebgaai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preopatik hipotalamus anterior yang dipengaruhi
oleh interleukin-1 (IL-1).
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme
pertahanan hospes.
3. Mual
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap ekstitasi bawah sadar dipusat medulla, yang
merupakan bagian dari pusat muntah.

2..Mekanisme Adaptasi Sel


a) Proses Jejas Sel

Respons selular terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe cedera, durasi,
dan keparahannya.

Jadi, toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat dapat menimbulkan jejas sel yang
reversible. Begitupun sebaliknya

Akibat suatu stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe, status, kemampuan
adaptasi, dan susunan genetic sel yang mengalami jejas.

Empat system intrasel yang paling rentan terkena adalah :

1. Keutuhan membrane sel yang kritis terhadap homeostatis osmotic dan ionic selular.

2. Pembentukan adenosine trifosfat (ATP)

3. Sintesis protein

4. Keutuhan perlengkapan genetik.


Komponen struktural dan biokimiawi suatu sel terhubung secara utuh tanpa memandang
lokus awal jejas, efek mutipel sekunder yang terjadi sangat cepat.

Fungsi sel hilang jauh sebelum terjadi kematian sel dan perubahan morfologi jejas sel.

Iskemia merupakan kurangnya suplay darah pada pembuluh darah san jaringan tertentu.

Efek pertama hipoksia adalah pada respirasi aerobic sel, yaitu fosforelasi oksidatif oleh
mitokondria. Iskemia mencederai jaringan lebih cepat dibandingkan hipoksia.

b) Mekanisme perubahan kerusakan sel

kerusakan sel dapat terjadi karena:

1. Penurunan produksi ATP

2. kerusakan mitokondria

3. Influks kalsium intraselular dan loss of calcium homeostasis

4. accumulation of Oxygen derived free radical (Oxidative stress)

5. Defects in membran permeability

Depletion of ATP

penyebab : Hipoxia, Ischemia

What happens?
Karena tidak ada oksigen / kurangnya suplai oksigen maka proses fosforilasi oksidatif terhambat
dan produksi ATP melalui respirasi aerob berkurang / menurun.

tengah

Akibat turunnya kadar ATP maka akan merangsang peningkatan AMP. kemudian merangsang
fruktokinase dan fosforilasi, sehingga glikolisis anaerob meningkat. Akibatnya kadar glikogen
menurun dengan cepat. Hasil dari glikolisis anaerob adalah asam laktat. ingat asam! menurunkan
pH intraseluler. Akibatnya terjadi penggumpalan kromatin inti

kiri

Selain itu manifestasi hipoksia yang sering terjadi adalah pembengkakan sel akut. Hal ini
disebabkan karena kegagalan transport membran aktif Na+ K+ ATPase (tolong farmol masih
jumat >,<) sehingga natrium masuk ke dalam sel dan kalium berdifusi ke luar sel. Kemudian
terjadi peningkatan osmotik intraseluler (H2O masuk ke sel) sehingga terjadi pembengkakan sel.
Hal ini termasuk kerusakan sel Reversibel

efek lain

Dalam sel2 yg iskemik, asam lemak bebas dan lipofosfolipid (hasil degradasi fosfolipid)
tertimbun di dalam sel. Padahal toksik untuk membran.

hilangnya keutuhan membran menyebabkan influx kalsium dari ekstraseluler ke dalam sel naik
mengakibatkan disfungsi mitokondria, inhibisi enzim selular, denaturasi protein, dan mengarah
ke kematian sel.

Mitochondrial Damage

penyebab: hipoksia, toksin (misalnya bisa ular atau endotoksin), kalsium sitosolik, oxidative
stress, produk katabolisme lipid
Kalo pengaruh akibat hipoksia udah dijelaskan sebelumnya karena hipoksia menyebabkan
terakumulasinya lipofosfolipid -> membran sel permeabel -> Calcium masuk ke dalam sel ->
mitokondria tidak berfungsi

Seperti kita tau bahwa mitokondria merupakan pabriknya ATP. Adanya Reactive Oxigen Species
akan menyebabkan kerusakan degeneratif pada mitokondria.

Peningkatan faktor2 penyebab kerusakan mitokondria akan melepaskan cytochrome C yg


merupakan faktor pendorong terjadinya apoptosis (pro-apoptotic factor) sehingga menyebabkan
apoptosis sel.

Penyebab kerusakan sel

1. Penurunan kadar oksigen (Hipoksia), terjadi akibat

-Iskemia (kehilangan suplai arah) bisa karena adanya emboli

-oksigenasi inadekuat (misalnya kegagalan respiratorik)

-hilangnya kemampuan darah untuk ngangkut oksigen (misalnya anemia, keracunan CO abis
naik motor di belakang bis aspada sesek kan?)

2. Agen Fisik

Trauma mekanis

Incisi : trauma dari bidang tipis dengan luas permukaan sempit : misal pisau

Laserasi : kerusakan dari permukaan kulit yang tidak beraturan : misal jatuh

kontusi : tanpa disertai kerusakan epidermis : misal kebentur tembok

abrasi : kerusakannya sampe robek / koyak : misal kena pager berduri

fraktur : patah tulang

Temperatur

misal panas atau dingin yg terlalu sangat

Radiasi

Listrik

terutama ngaruh ke impuls saraf


3. Kimia

racun : arsen, sianida, garam merkuri

-insektisida dan herbisida : organofosfat, air tercemar insektisida

-polutan udara : CO

alkohol dan narkotik

4. Agen penginfeksi

bakteri, virus, parasit, fungi

5. Imunologi

penyakit autoimun

immunologic deficiency disease (e.g : HIV)

hipersensitivitas (e.g alergi)

amiloidosis

6. Genetic dearrangement

congenital malformation (e.g : Down syndrome akibat kelainan genetik sehingga pertumbuhan
fisik dan mental terhambat)

Decreased life of red blood cell ( Thalassemia, sickle cell anemia)

Inborn erros metabolism (e.g Pompey disease defisiensi enzim acid alpha-glucosidase enzyme
sehingga terjadi penumpukan glikogen dan lisosom

7. Nutritional imbalance

bisa dikatakan nutrisinya kurang atau bahkan lebih, misalnya:

Portein-calorie deficiencies : malnutrisi

Vitamin deficiencis

Anorexia nervosa

Excess of lipids : obesitas, atherosclerosis


Metabolic disease : Diabetes mellitus

c) Mekanisme kerusakan sel karena oksigen

Salah satu faktor yang paling sering mengakibatkan kerusakan sel yaitu defisiensi oksigen atau
zat gizi penting lainnya. Sel bergantung pada suplai oksigen yang kontinu, karena oksigen
merupakan energi pada reaksi-reaksi kimia oksidatif yang mengerakkan mesin sel dan
mempertahankan integritas berbagai komponen sel. Oleh karena itu, tanpa oksigen berbagai
aktivitas pemeliharaan dan penyintesis sel berhenti dengan cepat. Mekanisme umum yang terjadi
akibat dari kerusakan sel melibatkan deplesi (penipisan) ATP (sering disebabkan oleh hipoksia),
kerusakan membran (disebabkan oleh banyak faktor diantaranya radikal bebas), gangguan
metabolisme sel dan kerusakan genetic.

d) Mekanisme kerusakan sel karena radiasi

Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan
tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat
pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan
sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur
(panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua
energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan
vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang
kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan.

Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat
pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion
menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan radikal
bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen.
Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam
sel.

DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan
untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri.

Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama,
radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada
DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA
berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan,
misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik.

Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat
memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada
kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami
kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan
sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika
sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko
tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi. Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung
pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan
secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit). Kerusakan
yang terjadi pada DNA dan kromosom sel sangat bergantung pada proses perbaikan yang
berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung dengan baik/sempurna, dan juga tingkat
kerusakan sel tidak terlalu parah, maka sel bias kembali normal. Bila perbaikan sel tidak
sempurna, sel tetap hidup tetapi mengalami perubahan. Bila tingkat kerusakan sel sangat parah
atau perbaikan tidak berlangsung dengan baik, maka sel akan mati. Sel yang paling sensitive
terhadap pengaruh radiasi adalah sel yang paling aktif melakukan pembelahan dan tingkat
differensiasi (perkembangan/ kematangan sel) rendah. Sedangkan sel yang tidak mudah rusak
akibat pengaruh radiasi adalah sel dengan tingkat differensiasi yang tinggi.

e) Mekanisme Kerusakan sel karena radikal bebas

Radikal bebas sangat reaktif, tidak stabil, berinteraksi dengan protein, lipid dan karbohidrat serta
terkait dengan kerusakan sel yang disebabkan oleh bermacam2 bahan kimia dan peristiw
biologis.

Radikal bebas dari derivat oksigen

-Superoksida

dihasilkan langsung selama autooksidasi dalam mitokondria atau oleh enzim oksidase

superoksida diinaktivasi oleh superoksida dismutase (SOD) yang mengubah superoksida


menjadi H2O2 +O2

-Hidrogen peroksida

dihasilkan oleh dismutase superoksida ataupun secara langsung oleh oksidase dalam peroksisom

-Radikal hidroksil

dibentuk oleh:

1. hidrolisis air yg disebabkan oleh radiasi ion (H2O -> H+ + OH-)

2. Oleh interaksi dengan metal transisional dalam reaksi Fenton (Fe2+ + H2O2 -> Fe3+ + OH- +
OH-)

3. Melalui reaksi Haber-Weiss

Efek radikal bebas


1. memodifikasi protein

-menyebabkan oksidasi rantai asam amino sehingga terbentuk ikatan silang protein dengan
pembentukan ikatan disulfida

2. oksidasi pada rangka protein

-menyebabkan fragmentasi protein

3. inaktivasi enzim sulfhidril dan induksi mutasi DNA yg mengganggu pertumbuhan sel

f) Mekanisme Adaptasi Sel


Mekanisme adaptasi sel :
1. Organisasi sel

Yaitu unit kehidupan, kesatuan lahiriah yang terkecil menunjukkan bermacam-macam fenomena
yang berhubungan dengan hidup.

Karakteristik mahkluk hidup :

a. Bereproduksi

b. Tumbuh

c. Melakukan metabolisme

d. Beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal.

Aktifitas sel : sesuai dengan proses kehidupan, meliputi :

a. Ingesti mengekskresikan sisa metabolisme

b. Asimilasi bernafas bergerak

c. Mencerna mensintesis berespon, dll

A. Struktur Sel

Sel mengandung struktur fisik yang terorganisasi yang dinamakan organel. Sel terdiri dari
dua bagian utama : inti dan sitoplasma yang keduanya dipisahkan oleh membrane inti.
Sitoplasma dipisahkan dengan cairan sekitarnya oleh membrane sel. Berbagai zat yang
membentuk sel secara keseluruhan disebut protoplasma.

1. Membrane Sel
Merupakan struktur elastis yang sangat tipis, penyaring selektif zat zat tertentu.
2. Membrane Inti
Merupakan dua membrane yang saling mengelilingi. Pada kedua membrane yang bersatu
merupakan larut dapat bergerak antara cairan inti dan sitoplasma.
3. Retikulum endoplasma, yang terdiri dari :
RE granular yang pd permukaannya melekat ribosom yg terutama mengandung RNA yg
berfungsi dalam mensintesa protein.
RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid dan enzimatik sel.
4. Komplek golgi
Berhubungan dengan RE berfungsi memproses senyawa yg ditransfer RE
kemudian disekresikan.
5. Sitoplasma
Merupakan suatu medium cair banyak mengandung struktur organel sel
6. Mitokondria
Merupakan organel yg disediakan untuk produksi energi dalam sel.
Di sini dioksidasi berbagai zat makanan. katabolisme / pernafasan sel.

7. Lisosom

Merupakan bungkusan enzim pencernaan yg terikat membrane. Dan merupakan organ


pencernaan sel.

8. Sentriol

Merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada pembelahan sel.

9. Inti

Merupakan pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA yg disebut gen.
10. Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung RNA. Jumlah dapat satu atau
lebih.

Modalisasi cedera sel


Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang selalu berubah dan potensial terhadap rangsangan yang
merusak sel akan bereaksi :
Beradaptasi
Jejas / cidera reversible
Kematian

Sebab-sebab Jejas, Kematian dan Adaptasi sel :

1. Hipoksia, akibat dari :

Hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah


Gangguan kardiorespirasi

Hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen. :anemia dan keracunan. Respon sel
terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia: sel-sel dapat menyesuaikan,
terkena jejas, kematian.

2. Bahan Kimia (obat obatan )

Bahan kimia menyebabkan perubahan pada beberapa sel : permeabilitas selaput, homeostatis
osmosa, keutuhan enzim kofaktor. Racun menyebabkan kerusakan hebat pada sel dan kematian
individu.

3. Agen Fisik

Dapat merusak sel. Traumamekanik, yang menyebabkan pergeseran organisasi intra sel.

a. Suhu rendah

Gangguan suplai darah ( vasokontriksi ) suhu rendah membakar jaringan suhu tinggi.

b. Perubahan mendadak tekanan atsmofir, menyebabkan gangguan perbekalan darah untuk sel
sel individu. Tingginya gas gas atsmofir terlarut dalam yang di bawah tekanan atsmofir
darah. Jika mendadak kembali ke tekanan normal zat- zat akan terjebak keluar dari larutan secara
cepat dan membentuk gelembung gelembung jenis hipoksia. Menyumbat aliran darah dalam
sirkulasi mikro.
c. Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang ada di dalam sel atau
karena ionisasi sel yang menghasilkan radikal panas yang secara sekunder bereaksi dengan
komponen intra sel.
d. Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan : aritmi jantung luka bakar. Serta
gangguan jalur konduksi saraf.
4. Agen Mikrobiologi
Terdiri dari : Bakteri, virus, mikoplasma, klamidia, jamur dan protozoa. Merusak sel sel
penjamu. Mengeluarkan eksotosin, bakteri merangsang respon peradangan. Atau mengeluarkan
endotoksin, reaksi immunologi yang merusak sel. Timbul reaksi hipersensitivitas terhadap gen.
Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau sterptococus, gonore, sifilis, kolera, dll. Virus
mewariskan DNA, virus menyatu dengan DNA sel, setelah berada dalam sel virus akan
mengambil alih fungsi sel. RNA virus gen gen pada sel baru akan mengontrol fungsi sel.
Contoh penyakit : ensefalitis, campak jerman, rubella, poliomyelitis, hepatitis, dll.

5. Mekanisme Imun
Reaksi imun sering di kenal sebagai penyebeb kerusakan dan penyakit pada sel. Antigen
penyulut pada eksogen maupun endogen. Antigen endogen ( missal, antigen sel ) menyebabkan
penyakit Autoimun.
6. Gangguan Genetik
Mutasi, dapat menyebabkan : mengurangi suatu enzim, kelangsungan hidup sel tidak sesuai, atau
tanpa dampak yang diketahui.
7. Ketidak seimbangan Nutrisi
Defisiensi protein kalori
Avitaminosis
Aterosklerosis, obesitas kelebihan kalori
8. Penuaan

3. Mekanisme Interaksi Genetik dan Lingkungan Terhadap Manusia


a) Mekanisme interaksi genetik dan lingkungan terhadap manusia

Factor ekstrinsik dan intrinsic penyakit

a. Faktor Ekstrinsik Penyakit

Beberapa penyebab penting dari penyakit pada manusia adalah agen infeksi,
trauma mekanis, bahan kimia beracun, radiasi, suhu yang ekstrim, masalah gizi dan stres
psikologik. Walaupun faktor ekstrinsik ini merupakan penyebab penting dari kesengsaraan
manusia, tetapi pandangan tentang penyakit yang hanya memperhitungkan faktor-faktor ini
tidaklah lengkap. Karena penyakit sesungguhnya merupakan bagian dari hidup individu yang
sakit, karena itu harus juga dipertimbangkan mekanisme respon intrinsik dari individu tersebut
dan semua proses biologis yang terpengaruh oleh agen ekstrinsik tertentu.

b. Faktor Instrinsik Penyakit


Banyak sitat dan individu yang merupakan faktor intrinsik penyakit, karena sifat-sifat
tersebut mempunyai dampak yang penting pada perubahan berbagai keadaan pada individu.
Umur, jenis kelamin, dan kelainan-kelainan yang didapatkan dari perjalanan penyakit sebelumnya
adalah faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam patogenesis penyakit. Di atas segalanya,
keadaan genetik atau genom individu juga merupakan bagian esensial dari penyebab penyakit.
Hal ini benar, sebab sifat anatomik hospes, berbagai macam mekanisme fisiologis kehidupan
sehari-hari, dan cara memberikan respons terhadap cedera semuanya ditentukan oleh informasi
genetik yang terkumpul pada saat konsepsi. Dalam mempelajari sifat biologi penyakit, maka
faktor keturunan dan lingkungan selalu harus diperhatikan.

Interaksi antara Faktor Ekstrinsik dan Intrinsik: Suatu spektrum


Kita sering mendengar pertanyaan, "Apakah penyakit ini menurun?" Dalam beberapa hal,
pertanyaan tersebuttidak tepat. Faktor intrinsik hampir selalu terlibat dalam penyakit.
Karena itu sebaiknya pertanyaan tersebut diungkapkan sebagai berikut, "Sampai
seberapa jauhkah pentingnya faktor keturunan pada penyakit ini?" Pengecualian dari prinsip
ini relatif sedikit dan cukup ekstrim. Hares diakui, bahwa keturunan tidak mempunyai arti
penting jika penderita terkena ledakan atau jika is ditabrak oleh trek yang berjalan
melampaui batas kecepatan maksimum; tetapi, dengan mengesampingkan kejadian-
kejadian semacam itu, keturunan selalu merupakan faktor. Walaupun pada penyakit infeksi
yang jelas penyebabnya eksogen, faktor genetik dapat dan mempengaruhi kepekaan
terhadap agen yang menular tersebut dan terhadap pola penyakit yang ditimbulkannya.

Dengan memperhatikan keseimbangan relatif antara keturunan dan lingkungan sebagai


penyebab timbulnya penyakit, terdapat spektrum yang lebar. Pada ujung yang satu dari
spektrum itu terdapat penyakit-penyakit yang terutama ditentukan oleh beberapa agen
lingkungan terlepas dari latar belakang keturunan individu, sedangkan pada ujung yang
lain terdapat penyakit-penyakit yang merupakan akibat dari perencanaan susunan genetik
yang salah. Penyakit-penyakit yang terakhir ini mencakup yang biasanya di sebut
sebagai penyakit keturunan, penyakit yang diwujudkan pada hampir setiap orang pembawa
informasi genetik yang salah tanpa mengindahkan pengaruh ekstrinsik. Hampir semua
penyakit pada manusia berada di antara kedua ujung spektrum ini dan kedua faktor
tersebut, baik faktor genetik maupun faktor ekstrinsik, saling mempengaruhi secara bermakna.

SIFAT GENOM

Asam Nukleat dan Kode Genetik

Asam Nukleat adalah zat kimia yang ber tanggung jawab atas penyimpanan dan
penyaluran semua informasi yang diperlukan untuk perencanaan. pembentukan fungsi dari satu
sel dan bahkan seluruh tubuh secara utuh. Asam nukleat terbentuk dari nitrogen yang
mengandung basa (purin dan pirimidin), gula (deoksiribosa atau ribosa), dan asam fosfat.
Asam nukleat yang mengandung deoksiribosa disebut asam deoksiribonukleatatau DNA,
sedangkan satu lagi yang mengandung ribosa disebut asam ribonukleat atau RNA. DNA
merupakan pembawa informasi genetik untuk sintesis protein; RNA, termasuk mRNA
(messengerRNA), tRNA (transfer RNA) dan rRNA (ribosomal RNA), melaksanakan
instruksi-instruksi yang dibawa oleh DNA.

DNA dibentuk oleh dua untaian susunan molekul fosfat dan deoksiribosa secara
bergantian dengan satu basa purin (adenin atau guanin) atau satu basa pirimidin (timin
atau sitosin). Da-lam satu nukleotida terdapat satu deoksiribosa, satu kelompok fosfat,
dan satu basa, dan satu untai DNA merupakan polinukleotida. Basa tersusun seperti anak
tangga dan deoksiribosa dan kelompok fosfat tersusun seperti tiang dari tangga
tersebut. Kedua untai tersebut terkait pada satu aksis yang sama dan membentuk
heliks ganda. Urutan basa pada satu untai ber pasangan secara saling melengkapi
dengan basa yang berada pada untai yang lain, sehingga adenin (A) pada untai yang
satu selalu berpasangan dengan timin (T) pada untai yang lain, dan guanin (G) selalu
berpasangan dengan sitosin (C). Pasangan basa ini diikat menjadi satu oleh ikatan
hidrogen. Sewaktu terjadi replikasi DNA, maka urutan basa pada untai yang satu
secara "otomatis" menentukan urutan basa pada untai yang lain. Dalam tahap
persiapan pembelahan sel, untaian-untaian dalam heliks ganda berpisah dan masing-masing
berfungsi sebagai tempat sintesis dari pasangan untaian yang baru.

DNA membawa informasi genetik dalam bentuk kode, kode tersebut disusun dengan
memakai dua basa purin dan dua basa pirimidin. Tiga dari basa-basa ini dalam
susunannya pada kode molekul DNA diperlukan untuk asam amino tertentu dan dipakai
sebagai sisipan pada peptida yang sudah ada. Basa-basa ini menyalurkan semua
informasi yang diperlukan untuk sintesis protein. Suatu urutan tiga basa seperti ini disebut
kodon. Keempat macam basa di atas dapat diatur menjadi 64 susunan tiga basa yang urutannya
berbeda-beda, lebih dari cukup untuk membentuk 20 macam asam amino yang
berbeda dan derivatnya yang diperlukan untuk membentuk protein tubuh.

Biosintesis Protein
Pasangan basa sangat penting selama pro ses biosintesis protein, baik untuk RNA
demikian jugs untuk DNA. Sebenarnya semua DNA yang berada di dalam sel
berkedudukan di nukleus, sedangkan sintesis protein dari asam amino terjadi dalam
sitoplasma. RNA memainkan peranan sebagai perantara dalam menyalurkan kode in -
formasi dari nukleus ke sitoplasma, kemudian membantu pembentukan rantai peptida.
Transfer informasi dari nukleus ke sitoplasma dilakukan oleh mRNA. Di awal proses
sintesis protein, mRNA disintesis di dalam nukleus melalui proses yang melibatkan
pemas angan basa. Dalam proses ini, nukleotida bebas dipasangkan sesuai dengan
urutan nukleotida dalam DNA. Basa keempat dalam RNA adalah urasil bukan timin,
tetapi prosesnya sesuai seperti yang dijelaskan di atas. Sekali terbentuk, mRNA
memasuki sitoplasma dan melekat pada struktur yang di

sebut ribosom. Asam amino bebas tidak lang sung melekat pada mRNA, tetapi terlebih
dahulu diikat oleh tRNA. Pada setiap 20 asam amino terdapat satu tRNA. Bentuk RNA ini
"mencari" tempat yang tepat untuk melepaskan asam amino melalui proses pemasangan
basa pada mRNA di ribosom. Sistem pemasangan yang kompleks ini akhirnya mengikatkan
asam amino dalam urutan yang sesuai dengan urutan yang sudah diten tukan
sebelumnya oleh DNA di nukleus. Transfer informasi genetik dari DNA ke mRNA dikenal

dengan nama transkripsi. I nformasi ini terakhir kali dipakai untuk menyusun asam
amino menjadi peptida, proses ini disebut translasi.

Cara penyusunan nukleotida DNA yang sangat bervariasi memungkinkan


terbentuknya variasi DNA yang berbeda dalam jumlah yang sangat besar, demikian
pula RNA pelengkapnya. Suatu bagian DNA tertentu dapat "memerintahkan" sel untuk
menghasilkan bahan kimiatertentu untuk mengontrol biosintesis sistem enzim yang diperlukan
di dalam sel. Hampir sama dengan itu, sebagian DNA lainnya memerintahkan sel-sel
untuk mengembangkan susunan struktur-struktur tertentu. Pada akhirnya, adalah DNA yang
menentukan terkumpulnya ribuan juta sel yang membentuk tubuh. Bagian-bagian DNA
menentukan batas tinggi seseorang, bentuk wajah, dan sejumlah sifat bawaan dan proses-proses
yang memberikan sifat pada seorang individu. Be berapa DNA bahkan dipakai untuk
m*engendaiikan DNA lain, dengan memerintahkan sel kapan waktu untuk
"menghidupkan" dan memakai sebagian informasi DNA yang tersimpan didalamnya (Gambar
2-1).

Regulasi ekspresi* informasi genetik sangat penting, karena setiap sel somatik
normal dari seorang individu memiliki total informasi genetik yang sama dengan setiap
sel lain. Sehingga sel epidermis dari seorang individu mengandung informasi genetik
yang sama dengan sel-sel hati orang terse but. Perbedaan kedua sel ini tergantung pada
bagian "program" mana yang dikodekan oleh DNA untuk diekspresikan. Dengan kata lain,
"menghidupkan"segmen DNAyang memiliki kode untuk sifat-sifat sel kulit menyebabkan per-
kembangan fenotip sel kulit, dan sisa informasi

genetik lainnya yang berada di dalam sel ini tidak dipakai. Dalam perkembangan sel-sel
hati, segmen lain dari DNA yang "dihidupkan". Proses di mana sel-sel mengalami
perbedaan satu dengan yang lainnya, baik susunan maupun fungsinya disebut sebagai
diferensiasi.

Gen dan Kromosom

Pada sel-sel yang tidak membelah, DNA ditemukan hampir di seluruh bagian dalam
nukleus. Walaupun dengan mikroskop, molekul DNA tidak dapat dilihat sebagai struktur
yang tersendiri, tetapi hanya sebagai bagian dari bahan dalam nukleus yang diwarnai
dengan jelas. Sewaktu sel mulai membelah, bahan tersebut mulai mengatur dirinya
untuk membentuk untaian kromosom. Kromosom ini mengandung banyak molekul DNA
yang tersusun dalam urutan tertentu. Gen merupakan subunit dari kromosom. Gen
adalah bagian DNA yang menentukan produksi polipeptida yang mengendalikan perkembangan
satu sifat bawaan tertentu. Gen tidak tersebar secara acak tetapi terletak pada posisi
tertentu pada kromosom, lokasi ini disebut loci.

Sel-sel tubuh manusia pada umumnya terdiri dari 46 kromosom atau 23 pasang, merupakan
susunan diploid. Dari ke-23 pasang ini, 22 pa-sang disebut sebagai otosom, dan satu pasang
kromosom seks. Wanita memiliki dua kromosom X, dan pria memiliki satu kromosom X dan satu
kromosom Y dalam setiap sel. Dalam terminologi standar, seorang wanita normal ditandai dengan
46XX, seorang pria normal ditandai dengan 46XY. Kromosom yang terbentuk pada setiap
individu berasal dari kedua orangtua dalam porsi yang sama. Ovum dan sperma normal masing-
masing mengandung 23 kromosom, merupakan susunan haploid, sehingga pembuahan meng-
hasilkan zigotyang yang tersusun diploid dari 23 pasang yang homolog. Ovum hanya membawa
kromosom X, sedangkan sprematozoa membawa kromosom X atau kromosom Y.

Sebelum proses pembelahan sel, DNA yang berada di dalam sel melipat ganda. Kemudian,
selama pembelahan sel di mans setiap kromosom terpisah, terjadi pula pemisahan struktur,
dan terbentuklah dua sel anak yang identik. Pembelahan sel semacam ini disebut mitosis, berawal
dari zigot dan berakhir dengan pengalihan informasi genetik secara identik pada setiap sel so-
matik dari seorang individu yang sedang berkembang. Setiap sel somatik normal memiliki 46
kromosom. Tetapi jika sel-sel gamet atau sel benih dari seorang individu berkembang dalam
proses yang disebut gametogenesis, maka diperlukan pengurangan jumlah kromosom menjadi
23, sehingga zigot dari generasi selanjutnya akan memiliki jumiah kromosom yang normal,
masingmasing 23 kromosom dari gamet kedua orangtuanya. Sehingga pada gametogenesis,
terdapat fase pembelahan sel yang tidak sama dengan mitosis, fase yang menghasilkan total
DNA dan kromosomnya berkurang. Pembelahan sel semacam ini disebut meiosis. Dalam proses
pembelahan meiosis, terjadi pengurutan informasi genetik secara acak, sehingga setiap
kromosom membawa campuran gen dari kedua pasang kakek-nenek. "Pencampuran" informasi
genetik ini terjadi pada saat fertilisasi dari satu sperma yang terpilih secara acak dari sekelompok
sperma lain, dan satu ovum yang telah tersedia. Gengen dari seorang individu membentuk
genotip; ekspresi luar dari genotip, atau penampilan luar dari seorang individu disebut fenotip.
Sehingga walaupun satu anggota keluarga memiliki lebih banyak bagian DNA yang sama
dibandingkan dengan mereka yang bukan anggota keluarga tersebut, tetapi tidak identik, genom
identik hanya dimiliki oleh mereka yang kembar identik, yaitu saudara kembar hasil dari
fertilisasi satu ovum yang sama.

Kromatin Seks

Mated untuk membentuk kromosom disebut kromatin. Kromatin seks, baik X maupun'Y, mudah
dilihat dalam sel setelah diberi pewarnaan khusus.
Setiap sel hanya memiliki satu kromosom X yang aktif dan kromosom X kedua dari individu
normal tidak aktif secara genetik. Konsep tentang satu kromosom X aktif dikenal sebagai hipotesis
dari Lyon. Kromatin X yang tidak aktif disebut Barr body, yaitu massa yang mendapat pewarnaan
gelap jika dilihat dengan mikroskop, berada sangat dekat dengan membran nukleus terlihat
pada 20% sampai 60% individu yamg memiliki lebih dari satu kromosom X. Kromosom yang
tidak aktif ini pada sel-sel yang berbeda dalam satu individu yang sama dapat berasal dari ayah
atau dari ibu. Inaktivasinya timbul pada awal kehidupan embrionik dan tetap ada pada semua sel-
sel yang diturunkannya. Satu Barr body terlihat pada wanita normal yang memiliki satu
genotip XX, dan tidak terlihat pada pria normal dengan genotip XY.

Kromatin Y terlihat sebagai badan yang berfluoresensi cerah dalam sel. Satu badan Y ber-
fluoresen terlihat pada pria normal dengan genotip XY; sedang pada wanita tidak terlihat badan
berfluoresensi.

Kariotip

Kromosom dapat divisualisasi dan dipelajan dalam susunan yang disebut kariotip (Gambar 2-
4). Untuk menemukan kelainan-kelainan yang terjadi. Sel-sel dari seorang individu, biasanya sel
darah putih, ditanam pada medium pembiakan dan diinduksi untuk membelah. Mitosis dihambat
dengan menggunakan bahan kimia sewaktu berada dalam metafase, karena untaian kromosom
terlihat paling jelas. Setelah diwarnai maka dilakukan pemotretan kromosom, pasangan-pa-
sangan kromosom dapat dikenal melalui ukurannya, posisinya dari sentromer, dan panjangnya
lengan. Kecuali kromosom seks pasangan-pasangan kromosom lain tersusun dalan format
standar. Setelah itu setiap pasangan diberi nomor, 1 sampai 22, ditambah kromosom seks,
XX atau XY.

Kromosom X terletak dalam urutan nomor 7 dan 8 jika dilihat dari ukurannya dan merupakan
satu dari kromosom besar. Lebih dari 100 gen telah diketahui berada pada kromosom X. Kro-
mosom Y merupakan salah satu dari kromosom yang kecil dan mengandung informasi untuk
menginduksi perkembangan testis dan gen-gen untuk sifat-sifat seks sekunder pria. Kromosom
ini menentukan jenis kelamin dan kehadirannya
memberikan fenotip pria tanpa memperdulikan kehadiran kromosom X.

b) kelainan yang disebabkan oleh interaksi genetik dan lingkungan


Ekspresi Fenotip Dari Kelainan Genetik

Kelainan Kromosom

Dua tipe kelainan kromosom yang mungkin terjadi dalam sindrom karakteristik adalah ke-
lainan dalam jumlah dan kelainan dalam struktur dari kromosom.

Kelainan jumlah kromosom

Kelainan kromosom dapat berkembang dengan berbagai cars sewaktu pembelahan sel ber-
langsung. Kegagalan ini menghasilkan kelainan jumlah kromosom dalam sel, disebut aneuploidi.
Kesalahan jumlah kromosom ini dapat terjadi sewaktu pembelahan meiosis dari satu gamet atau
terjadi karena kegagalan berpisah di awal pembelahan sel dari satu zigot. Kegagalan berpisah
yaitu kegagalan dari pasangan kromosom homolog untuk berpisah selama meiosis atau dalam
tahap pertama pembelahan sel zigot. Kegagalan ini mengakibatkan pembelahan sel
menghasilkan satu sel anak yang mengandung satu kromosom ekstra dan satu sel anak lain yang
jumlah kromosomnya kurang satu dari normal.

Suatu aneuploidi yang mengandung satu kromosom ekstra pada posisi tertentu (ada tiga
bukan sepasang kromosom) disebut trisomi, dan aneuploidi yang kromosomnya kurang satu (ha-
nya satu dan bukan sepasang kromosom) disebut monosomi. Jika kegagalan berpisah terjadi pada
gamet, maka fertilisasi yang melibatkan sperms atau ovum tersebut akan menghasilkan zigot
dengan jumlah kromosom abnormal. Anomali ini akan terns ditransmisikan pada setiap sel
keturunan berikutnya. Jika kegagalan berpisah terjadi sewaktu pembelahan sel tahap pertama
dari zigot, akan terbentuk dua baris sel. Jika kegagalan berpisah terjadi pada tahap kedua atau
tahap selanjutnya dari pembelahan sel, hanya turunan dari sel yang abnormal yang akan
terkena dan sel-sel lainnya akan tetap normal. Fenomena ini menimbulkan keadaan mosaik,
yaitu kondisi di mans informasi genetik pada sel-sel seorang individu berbeda-beda.
akibat yang ditimbulkan bervariasi, tergantung dari jumlah pembelahan sel yang mengalami
kegagalan berpisah pada individu tersebut. Semakin dini kesalahan tersebut terjadi, semakin
banyak sel pada organisme tersebut yang terlibat; karena itu, semakin besar kemungkinan bahwa
organisme tersebut tidak dapat hidup.

Kelainan struktur kromosom

Kelainan struktur kromosom terjadi jika kromosom pecah dan pecahannya hilang atau
melekat pada kromosom lain. Kejadian ini disebut translokasi. Pengaturan kembali yang
dilakukan set dapat menghasilkan keseimbangan normal tetapi dapat jugs menjadi tidak
seimbang. Jika terjadi keseimbangan normal, total materi genetik di dalam sel tetap sama seperti
dalam sel dengan

kromosom normal. Pengaturan semacam ini biasanya tidak akan menimbulkan sindrom klinis.
Jika terjadi ketidakseimbangan, maka terjadi kelebihan atau kekurangan materi genetik dalam
barisan sel-sel tersebut. Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan perubahan dalam
fenotip klinis.

Prognosis kelainan kromosom

Kurang lebih 0,6% neonatus memiliki kelainan kromosom mayor yang dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas atau mortalitas. Tetapi, sebagian besar kelainan kromosom
menyebabkan kematian, dan hasil konsepsi lenyap pada tahap tertentu dalam kehamilan atau
tidak melekat pada uterus. Sekitar 50% dari embrio dan fetus yang mengalami abortus spontan
memiliki kelainan kromosom. Hilangnya sebagian kromosom atau duplikasi kromosom yang
tidak menimbulkan kematian seringkali mengakibatkan bentuk tubuh dismorfik, retardasi
mental, dan ketidakmampuan untuk berkembang. Trisomi otosom yang paling sering terjadi dan
dapat tetap bertahan hidup setelah lahir adalah trisomi 21, sindrom Down; trisomi 18, sindrom
Edward; dan trisomi 13, sindrom Patau (Tabel 2-1).

Zigot yang kekurangan kromosom' X dapat tetap hidup dan menghasilkan individu
yang hidup dengan kromosom 45X komplemen, atau Sindrom Turner. Kadang-kadang mosaik X
nampak terlihat, dengan beberapa garis sel mempunyai satu X atau tidak sama sekali. Insidensnya
kira-kira 1 di antara 2500 kelahiran bayi wanita dan sekitar 8% pada abortus spontan. Frekuen-
sinya lebih tinggi pada ibu usia muds. Zigot dengan genotip pria dengan kromosom X ekstra
menghasilkan individu dengan kromosom 47XYY komplemen atau Sindrom Klinefelter.
Insidensnya 1 dalam 850 kelahiran bayi pria. Keadaan ini mungkin tidak terdiagnosis pada masa
bayi atau anak-anak, namun baru diketahui pada masa adolesens ketika anak pria pergi ke dokter
karena pubertasnya terlambat.

Juga telah dilaporkan adanya beberapa kombinasi Xs dan Ys majemuk yang berbeda. Wanita
dengan genotip 47XXX terjadi kurang lebih 1 dalam 1000 kelahiran. Biasanya tidak terdapat
stigmata fenotip, tetapi individu tersebut menga

Abnormalitas Gen

Kongenital tidak sinonim dari herediter. Abnormalitas dapat berupa kongenital, yaitu
jika terjadi pada waktu lahir dan tidak ditentukan oleh genetik. Sebaliknya, abnormalitas yang
ditentukan oleh genetik dapat bukan kongenital, tapi mungkin dapat bermanifestasi pada setiap
saat dalam kehidupannya, dan pada beberapa keadaan baru muncul pada usia pertengahan.

Ekspresi fenotip dari gen dapat terjadi dalam satu dari empat macam pola keturunan:
dominan otosomal, resesif otosomal, dominan terkait X, dan resesif terkait X (mendelian). Dalam
tulisan, sifat bawaan dominan ditunjukkan dengan huruf besar; sifat bawaan resesif ditunjukkan
dengan huruf kecil.

Ada tiga kemungkinan dari genotip, AA, Aa, dan aa jika ada 2 alel (bentuk-bentuk
alternatif dari sebuah gen pada tempat yang sama dalam kromosom), A dan a, pada sebuah lokus. I
ndividu yang mempunyai 2 gen yang sama, AA atau aa, disebut homozigos untuk gen tersebut;
dan individu yang mempunyai Aa disebut heterozigos untuk gen tersebut.

Jika sifat bawaan dominan, maka ia selalu bermanifestasi bila individu tersebut
mempunyai gen A meskipun ada gen a dari heterozigot. Jika sifat bawaan resesif, ia hanya dapat
bermanifestasi bila tidak ada dosis majemuk, yaitu bila individu itu mempunyai homozigos aa.
Sifat bawaan ini tidak bermanifestasi pada homozigot AA atau heterozigot Aa. Namun,
heterozigot Aa adalah karier untuk sifat bawaan, sebab individu itu dapat meneruskan gen itu
kepada keturunannya. Selain itu, heterozigot juga dapat menunjukkan fenotip dari kedua alel. Bila
kedua gen dapat bermanifestasi tanpa tergantung kepada yang lain maka gen-gen itu disebut
sebagai kodominan.

Jika individu menunjukkan gangguan dominan otosomal, maka setidaknya satu


dari orang tuanya terkena (genotip Aa atau AA) atau bisa juga terjadi karena ada mutasi baru
(perubahan dari sebuah atau beberapa gen) dalam sebuah sel benih. Anak-anak pria dan wanita
akan terpengaruh pada jumlah yang sama. Sedan jenis kelamin dapat meneruskan sifat ba-
waannya kepada anak pria dan wanitanya dan akan ada transmisi vertikal dari sebuah sifat
bawaan kepada generasi-generasi seterusnya. Mutasi baru, lebih sering terjadi pada sel benih dari
ayah yang berusia 5 sampai 7 tahun lebih tua dari pada populasi ayah pada umumnya yang
meneruskan mutasi keturunan. Mutasi akibat usia orang tua yang lanjut memegang peranan
penting dalam terjadinya Sindrom Marfan dan kerdil akondroplastik.

Gangguan dominan otosomal tidak sering terjadi. Ekspresi sifat bawaan dari individu
heterozigot dapat bervariasi sehingga beberapa di antaranya nampak normal secara klinis.
Namun, pada keadaan homozigos keadaan klinisnya dapat secara series atau bahkan dapat
menyebabkan kematian. Salah satu contoh adalah hiperkolesterolemi familial. Dalam beberapa
keadaan, seperti penyakit Huntington dan penyakit ginjal polikistik, meskipun gen abnormalnya
sudah ada pada waktu konsepsi, keadaan patologisnya baru muncul pada saat dewasa.

Keadaan resesif otosomal hanya nampak bila individu yang terkena mempunyai dua alel
yang mutasi atau abnormal. Jika kedua orang tuanya secara fenotip normal tapi heterozigos
secara genotip (Aa), maka anak-anaknya dapat terkena jika genotipnya aa. Kombinasi lain yang
dapat mengakibatkan terkenanya anak adalah jika salah satu orang tuanya terkena (aa) dan
yang lainnya heterozigos (Aa). Pria dan wanita sama kemungkinannya untuk terkena.

Contoh-contoh dari gangguan gen tunggal

Dominan otosomal

Hiperkolesterolemi familial Penyakit ginjal polikistik Penyakit Huntington

Sferositosis herediter

Sindrom Marfan

Penyakit von Willebrand Osteogenesis imperfekta

Resesif otosomal

Anemia sel sabit

Fibrosis kistik

Penyakit Tay-Sachs Fenilketonuria [PKU] Albinisme

Mukopolisakaridosis Glycogen storage disease Galaktosemia

Beta warns

Terkait X

Distrofi otot Duchenne Hemofilia

Abnormalitas gen tunggal

Abnormalitas dari gen tunggal tak dapat diketahui dengan pemeriksaan sel secara mikroskopis,
karena kariotip dari individu yang terkena normal. Adanya gen abnormal dapat dilacak dengan
mengamati sebuah sifat bawaan fenotipik yang abnormal pada individu dan pada pohon
keluarga. Abnormalitas gen tunggal dapat nampak dalam berbagai keadaan, mulai dari defek
lokalisasi anatomis yang sederhana sampai pada gangguan yang tak nyata atau kompleks dari
kimia tubuh. Populasi secara keseluruhan dari frekuensi gangguan gen tunggal adalah sekitar
1%, dengan 0,7% sebagai dominan, 0,25% sebagai resesif, dan 0,04% terkait X (lihat daftar di
bawah sebagai contoh dari gangguan gen tunggal).

Akibat abnormalitas gen tunggal. Dalam sebuah kategori abnormalitas gen tunggal, DNA yang
menyimpang dapat mengakibatkan produksi molekul protein abnormal, misalnya, molekul
hemoglobin. Sedikit penyimpangan pada struktur hemoglobin dapat mengakibatkan perubahan se-
cara fisik dan dapat berkembang menjadi penyakit yang serius.

Individu dengan anemia sel sabit mempunyai gen resesif abnormal yang homozigot yang me-
ngubah satu asam amino dalam rantai hemoglobin beta. Hemoglobin yang berbeda ini meng-
hasilkan sel darah merah'yang mengalami deformitas atau berbentuk sabit. Sel darah merah
berbentuk sabit ini mudah sekali rusak, dan mengakibatkan tanda-tanda dan gejala yang hebat.
Individu yang mempunyai gen hemoglobin abnormal yang heterozigot, mempunyai sifat bawaan
sel sabit dan tidak mempunyai gejala untuk penyakit ini.

Beberapa gangguan resesif melibatkan abnormalitas dari protein enzim. Abnormalitas gen
tunggal ini mungkin muncul sebagai gangguan metabolisme sejak lahir. Pada keadaan normal,
jumlah enzim yang tersedia lebih dari yang dibutuhkan. Oleh karena itu, penurunan sampai se-
banyak 50%, seperti pada orang yang mempunyai hanya satu alel yang mutasi, yaitu dengan
genotip Aa, tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan. Tetapi defisiensi total pada individu
dengan dua gen mutan, yaitu genotip aa, akan mengakibatkan kelainan metabolisme yang
serius.

Akibat patologis pada gangguan metabolisme sejak lahir disebabkan oleh gangguan pada jalur

metabolik yang normal. Sebuah gen yang abnormal dapat mengakibatkan produksi yang salah
atau sama sekali tidak memproduksi. Jika produknya berupa enzim, maka akibat dari abnor-
malitas gen itu adalah hilangnya kerja dari enzim itu, keadaan yang kadang-kadang disebut
sebagai enzimopati
Akibat-akibat dari enzimopati bermacam-macam. Penyakit dapat terjadi akibat tidak adanya
produk akhir, penumpukkan substrat yang tidak terpakai karena adanya hambatan, atau akibat
penimbunan produk dari jalur metabolik lain yang biasanya sedikit dipakai akibat "terhambatnya"
jalur metabolik yang biasa dipakai. Contoh klasik dari keadaan yang disebabkan tidak adanya
produk akhir adalah albinisme. Pigmen melanin tidak diproduksi, akibatnya tidak ada pigmen
pada rambut, kulit atau iris. Contoh yang lain adalah tidak adanya hormon tiroid yang
mengakibatkan kretinisme; dan diabetes insipidus akibat tidak diproduksinya hormon anti
diuretik oleh kelenjar pituitaria.

Contoh penumpukan substrat-substrat pada jalur sebelum hambatan adalah galaktosemia, di


mans galaktosa tidak diubah menjadi glukosa karena tidak adanya enzim. Akibatnya, galaktosa
menumpuk pada darah dan jaringan lain, mengakibatkan kerusakan pada hati, otak dan ginjal.
Pada penyakit Tay-Sack, akibat ada enzim yang hilang, individu yang terkena akan cepat sekali
mengalami penumpukkan lipid tertentu di dalam neuron-neuron otaknya. Ini mengakibatkan de-
generasi sel-sel ini yang menyebabkan kebutaan, kelumpuhan, dan kematian, yang biasanya
terjadi sebelum berusia 4 tahun.

Penyakit dapat timbul akibat penumpukan metabolit tak terpakai yang terbentuk karena
dipakainya jalur metabolik alternatif. Metabolitmetabolit tak terpakai ini dapat berbahaya jika
ada dalam jumlah yang berlebihan. Contoh klasik untuk keadaan ini adalah fenilketonuria (PKU).
Akibat tidak adanya enzim pada jalur yang memetabolisme protein makanan, maka fenilalanin
akan menumpuk. Jalur alternatif yang memetabolisme fenilalanin akan menghasilkan zatzat
toksik.

Abnormalitas gen tunggal lain dapat mengakibatkan kelainan pada pertumbuhan tulang atau
kimia jaringan ikat atau aktivitas sekresi dari sel. Pada fibrosis kistik, terdapat kelainan pada
sekresi banyak kelenjar eksokrin, seperti pada kelenjar keringat, pancreas, dan sekresi bronchial
individu yang terkena akan cepat meninggal akibat komplikasi paru-paru. Ada jugs keadaan-
keadaan yang ditentukan secara genetik di mans individu yang normal menunjukkan respon yang
tidak umum terhadap beberapa agen dari luar, misalnya obat. Hal ini diketahui dengan adanya
perkembangan dari ilmu farmakogenetik, yang mempelajari respon yang berbeda-beds terhadap
obat. Daftar fenotip abnormal dari keadaan ini ditentukan oleh penurunan mendelian yang
meliputi ratusan keadaan yang berbeda.

Gen kromosom seks

Sama seperti halnya pada otosom, gen-gen pada kromosom X dapat bersifat dominan atau
resesif. Gen-gen abnormal yang terletak pada kromosom X disebut terkait X. Karena wanita
mempunyai dua kromosom X, maka ada dua kemungkinan bagi terjadinya gen mutan yaitu
homozigot atau heterozigot. Karena pria hanya mempunyai satu kromosom X, maka bagi sifat
bawaan terkait X selalu merupakan hemizigos. Oleh karena itu, setiap sifat bawaan pada kro-
mosom X selalu diekspresikan pada pria, sedangkan pada wanita bisa bersifat resesif atau
dominan. Karena seorang pria hanya dapat menurunkan kromosom X-nya pada anak wanita, maka
tidak pernah ada penurunan (transmisi) sifat bawaan terkait X dari seorang ayah kepada anak
laki-lakinya, tapi selalu ada penurunan dari ayah kepada anak wanitanya.

Wanita heterozigot memberikan transmisi yang sebanding kepada anak pria dan anak wa-
nitanya. Pria hemizigos hanya memberikan transmisi kepada anak wanitanya dan tidak kepada
anak prianya. Ekspresi fenotip dari sifat bawaan yang diturunkan lebih bervariasi dan lebih
ringan pada wanita heterozigot, karena adanya kromosom X normal pada mereka. Jarang sekali
ada tipe terkait X yang dominan. Pria hemizigos mendapatkan ekspresi penuh dari sifat
bawaan karena mereka hanya mempunyai sebuah kromosom X, dan bersifat abnormal.

Tipe terkait X yang resesif relatif sering terjadi. Kelainan ini sepenuhnya diekspresikan hanya
pada pria hemizigos. Wanita heterozigot selalu normal, tapi mereka adalah karier dari gen mutan

mempunyai kemungkinan 50% untuk menurunkan kepada anak prianya. Anak wanita-
nya adalah karier dan separuhnya normal. Semua anak wanita dari pasangan ayah yang
terkena dan ibu yang normal adalah karier, tapi tidak ada anak prianya yang terkena. Semua
anak wanita dari pasangan ayah yang terkena dengan ibu yang heterozigot, mempunyai gen yang
abnormal; 50% di antaranya terkena secara fenotip. Keadaan yang terakhir ini jarang terjadi.
Hemofilia A adalah gangguan pembekuan darah yang diturunkan secara terkait X yang paling
sering terjadi.

Pada penurunan terkait Y, gen-gen pada kromosom Y diturunkan dari ayah kepada anak
prianya dan tidak kepada anak wanitanya. Gengen yang diketahui ada pada kromosom Y adalah
gen yang menentukan kelamin pria dan antigen yang mempengaruhi penolakan pada proses
pencangkokan.

Keadaan-keadaan poligenik

Banyak hal yang "terjadi dalam keluarga" tapi tidak mengikuti pola mendelian atau penurunan
gen tunggal. Banyak sifat bawaan seperti itu yang mengakibatkan timbulnya gen majemuk
berisiko tinggi yang disebut sebagai poligenik. Analisa dari banyak keadaan poligenik,
menunjukkan bahwa itu adalah hasil dari interaksi dari beberapa gen yang terpisah dan berbagai
faktor lingkungan. Contoh dari keadaan yang multifaktorial itu meliputi hipertensi esensial,
diabetes melitus, penyakit arteri koroner, skizofrenia, labio dan palatoskisis, penyakit jantung
bawaan (lihat kotak di bawah).

Upaya pencegahan terjadinya kelainan poligenik atau multifaktorial, dapat melibatkan


banyak hal yang bersifat non-genetik, karena pengaruh lingkungan seperti pembatasan diet atau
perubahan gays hidup dan kebiasaan merokok, akan bermanfaat meskipun tidak berhubungan
dengan genetik.

Contoh keadaam multifaktorial yang diturunkan

Genetik dengan faktor-faktor lingkungan

Kelainan jantung

Labioskisis dan/atau palatoskisis


Hipospadia

Stenosis pilorus. Penyakit Hirschprung

Dub foot

Dislokasi sendi panggul kongenital

Spina bifida

Anomali atau malformasi kongenital umumnya merupakan hasil interaksi dari gen-gen
majemuk dengan beberapa keadaan lingkungan tertentu. Sebagian besar anomali kongenital ter-
jadi tanpa pola penurunan yang jelas. Penyelidikan pada kembar menunjukkan bahwa ke-
mungkinan untuk mendapatkan anomali tertentu pada tiap anak kembar lebih besar pada kembar
identik daripada kembar fraternal. Lagipula, banyak penelitian pada keluarga menunjukkan
bahwa kerabat dari seorang yang menderita anomali tertentu, mempunyai insidens yang lebih
besar daripada populasi pada umumnya. Sebaliknya, peranan dari lingkungan sudah jelas, karena
bahkan pada kembar identik sekalipun frekuensi dari anomali tertentu tidak sepenuhnya 100%.
Pada segi lain, ada faktor-faktor lingkungan, seperti zat kimia toksik, obat-obatan, pengaruh fisik,
dan virus-virus yang mengakibatkan anomali kongenital. Tetapi, bahkan pada lingkungan
teratogen yang sudah jelas dan kuat sekalipun seperti thalidomide, faktor-faktor lain (genetik
dan/atau lingkungan) tetap harus diperhitungkan, karena tidak semua janin yang terkena pada
mass kritisnya menunjukkan anomali. Tak perlu dikatakan lagi bahwa interaksi yang kompleks
antara gen majemuk dan faktor-faktor lingkungan mengakibatkan anomali yang belum dapat
dimengerti sepenuhnya.

Sebagai kesimpulan, beberapa penyakit pada manusia timbul sebagai akibat langsung dari ab-
normalitas DNA. Dasar persoalannya dapat melibatkan gen tunggal, gen majemuk, atau ke-
seluruhan dari kromosom. Ekspresi dari abnormalitas dapat bervariasi dari mulai malformasi
anatomis yang terlokalisir, sampai kepada masalah kimiawi dan metabolik yang kompleks, atau
meningkatnya kerentanan terhadap sesuatu dari lingkungan.
4.. Mekanisme Terjadinya Kelainan Retrogresif dan Penyebabnya
a) pengertian hipertrofi, hiperplasi, metaplasi, displasi, atrofi

Betuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :

1. retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang

kurang kompleks).

2. Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit

3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi

Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon
terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan adaptasi
selular. Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu:

a) Hipertrofi

Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada organ.
Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja
suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan
sebagian besar struktur dalam sel. Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi
pada jaringan yang terdiri atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi
yang bersifat patologis contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih
kecil dan kerja jantung jadi lebih berat.

b) Metaplasia

Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya
terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan
kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan
terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula. Contoh metaplasia
yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel kolumnar bersilia
menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka
panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan sel
kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap
wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang
bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia
yang bersifat patologis. Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi
untuk menjadi ganas. Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya
sesaat saja karena pasti akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi
patologis. contoh kasus peradangan kronis pada jaringan Salah satu contoh peradangan kronis
misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu peradanganpada dinding gaster terutama
pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi terjadinya gastritis adalah Helycobacter pylory
(pada gastritis kronis ). Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini
menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon
radang kronispada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu
mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster
misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada
akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa
pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa.
Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. Gastritis akut gastritis akut yang
bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi lokal, gejala biasanya
ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut / tegang juga dapat
menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat terjadi peningkatan yang
dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster.

c) Atrofi

Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim
dalam organ tubuh (Syhrin, 2008). Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada
jenis atrofi tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui
terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua
jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis. Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang
bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali
selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut
tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik
(Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana
glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus,
kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab
proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin,
involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya
rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri.

Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda
dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses
normal/alami. Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu
atrofi senilis, atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin. Secara umum,
atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local, atrofi
inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.

1. Atrofi senilis Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis
termasuk dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi
patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging
merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu
starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi
untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka
waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat makanan sama
sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang menderita gangguan pada
saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita stiktura
esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun makanan tersebut
tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan keluar kembali.
Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi,
inanisi, dan badan menjadi kurus kering.

2. Atrofi Lokal Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.

3. Atropi inaktivitas Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas
otot-otot mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila
terjadi kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls
trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring
lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik.
Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam
darah tidak mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi
berlubang-lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan
baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini
misalnya terjadi pada pankreas.

4. Atrofi desakan, Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu
yang lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi
pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak).
Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di
daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus menerus
mengakibatkan sternum menipis. Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim
ginjal dapat menipis akibat desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung
berisi air, yang biasanya terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu.
Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang
makin lama makin membesar ( Saleh, 1973).

5. Atrofi endokrin Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan
hoemon tertentu. Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ
tertentu berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit
Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar
gondok, adrenal, dan ovarium.

Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.

1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang

2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf

3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin

4. Kekurangan nutrisi

5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan organ
tersebut).

Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut. Secara umum, seluruh perubahan dasar
seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah atropi) memiliki proses yang sama, yaitu
menunjukkan proses kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih
memungkinkan untuk tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran
fungsi, sel tersebut tidak mati. Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural
sel. Sel yang mengalami atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu
pula dengan komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada
peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.

d) Hiperplasia

Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena pembentukan
atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat dua jenis
hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita temukan pada
kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika memasuki masa
pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat
mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami penambahan jumlah.
Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu
pertumbuhan yang besar.

e. Displasia adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan perkembangan sel dan jaringan yang
tidak normal. Istilah ini sering digunakan pada bidang onkologi, yaitu ilmu mengenai penyakit
keganasan atau kanker. Displasia sering kali merupakan awal mula dari pertumbuhan kanker.
Pada beberapa jenis kanker, displasia digolongkan sebagai kanker in situ, artinya sel atau
jaringan tersebut sudah memiliki sifat kanker tetapi pertumbuhannya masih terbatas pada lokasi
sel atau jaringan asal. Sel kanker belum meluas atau menyebar ke jaringan dan organ lain. Pada
jaringan sel yang normal, sebagian besar sel merupakan sel matur atau sel dewasa dan hanya
sebagian yang merupakan sel muda. Pada jaringan yang mengalami displasia, sel-sel muda
ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak, sedangkan sel dewasanya didapat dalam proporsi
yang lebih kecil. Sebagai contoh adalah penyakit displasia sel leher rahim. Displasia dinding
leher rahim dapat diperiksa dengan pap smear. Di bawah mikroskop akan tampak banyaknya sel-
sel muda. Jika hal ini terjadi, maka pasien harus segera mendapat tindakan, jika dibiarkan
displasia tersebut dapat segera menjadi kanker leher rahim. Istilah displasia sering tertukar
dengan metaplasia. Metaplasia adalah kondisi dimana jaringan dewasa pada suatu organ
tergantikan oleh jaringan dewasa lainnya yang bukan berasal dari tempat tersebut.

b) Macam--macam contoh kelainan retrogresif

Kelainan retrogresif adalah proses terjadinya kemunduran (degenerasi atau kembali ke arah yang
kurang kompleks) atau kemerosotan keadaan suatu sel, jaringan, organ, organisme, menuju
keadaan yang lebih primitif (menjadi lebih jelek dengan organisasi yang lebih rendah
tingkatannya), kehilangan kompleksitasnya termasuk metabolisme, deferensiasi dan
spesialisasinya.

Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik yang normal yang disebut Homeostasis
normal. Sel memiliki fungsi dan struktur yang terbatas, dalam metabolisme, diferensiasi, dan
fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel sekitarnya dan tersedianya bahan-bahan dasar
metabolisme.
Sel mendapatkan stimulus yang patologik, fisiologik dan morphologic. Bila stimulus
patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel maka timbul jejas sel atau sel yang sakit
(cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversible). Namun jika stimulus tetap atau
bertambah besar, sel akan mengalami jejas yang menetap (irreversible) yaitu sel yang mati atau
nekrosis. Perubahan-perubahan tersebut hanya mencerminkan adanya cedera-cedera
biomolekuler, yang telah berjalan lama dan baru kemudian dapat dilihat. Adaptasi, jejas dan
nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal suatu
sel. Kelainan retrogesif (regresif) adalah merupakan suatu proses kemunduran.
a. Atrofi
Atrofi adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat menjadi suatu
respons yang adaptif yang timbul sewaktu terjadi penurunan beban kerja sel atau jaringan.
Dengan menurunnya beban kerja, maka kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini
menyebabkan sebagian besar struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma,
vesikel intrasel, dan protein kontraktil, menyusut.
Atrofi dapat terjadi akibat sel/jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang
mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi nol). Atrofi juga dapat timbul
sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau rangsang saraf terhadap sel atau jaringan. Hal
ini tampak pada payudara wanita pasca menopause atau atrofi pada otot rangka setelah
pemotongan korda spinalis. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai respons terhadap defisiensi
nutrisi dan dijumpai pada orang yang mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga
terjadi akibat insufisiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat gizi vital dan oksigen
terhambat (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Atrofi dibedakan menjadi :
1. Atrofi fisiologik
Atrofi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada manusia. Beberapa alat
tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan kehidupan, dan
jika alat tubuh tersebut tidak menghilang pada usia tertentu malah dianggap patologik. Contoh :
kelenjar thymus, ductus thyroglosus. Misalnya pada atropi senilis, organ tubuh pada usia lanjut
akan mengalami pengecilan. Atrofi senilis juga dapat disebut atropi menyeluruh(general) karena
terjadi pada seluruh organ tubuh. Atrofi menyeluruh juga terjadi pada keadaan kelaparan
(Starvation).
Penyebab atropi senilis adalah :
1) Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli),
2) Berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosklerosis
3) Berkurangnya rangsang endokrin

Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada otak


sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu pula
rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause menyebabkan payudara menjadi kecil,
ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput.

Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama
misalnya pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar dilaut, padang
pasir, atau pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan seperti pada striktura
oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan cukup dan mengecil.

2. Atrofi patologik
Atrofi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1) Atrofi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam jangka
waktu lama.
2) Atrofi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
3) Atrofi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang
hormon tertentu.
4) Atrofi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga dibawah
nilai krisis.
5) Atrofi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus menghasilkan
hormone yang berlebihan akan mengalami atrofi payah.
6) Atrofi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan lemak
yang mengalami atrofi akan menjadi encer seperti air atau lender.
7) Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan organ
yang mengalami atrofi adalah jantung dan hati.
b. Degenerasi dan Infiltrasi
Degenerasi ialah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang non-fatal.
Perubahan-perubahan tersebut masih dapat pulih (reversible). Meskipun sebab yang
menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan lama dan derajatnya berlebih
akhirnya mengakibatkan kematian sel atau yang disebut nekrosis. Jadi sebenarnya jejas sel
(cellular injury) dan kematian sel merupakan kerusakan sel yang berbeda dalam derajat
kerusakannya. Pada jejas sel yang berbentuk degenerasi masih dapat pulih, sedangkan pada
nekrosis tidak dapat pulih (irreversible).
Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian mengenai sel-sel
yang semula sehat akibat adanya metabolit-metabolit yang menumpuk dalam jumlah berlebihan.
Karena itu perubahan yang awal adalah ditemukannya metabolit-metabolit didalam sel. Benda-
benda ini kemudian merusak struktur sel.
Jadi degenerasi terjadi akibat jejas sel, kemudian baru timbul perubahan metabolisme,
sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme yang diikuti oleh jejas
seluler. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat gangguan yang bersifat biokimiawi atau
biomolekuler. Sebagai contoh degenerasi dapat terjadi akibat anoxia. Infiltrasi dapat terjadi
akibat penumpukan glikogen didalam sel, karena itu disebut infiltrasi glikogen.
c. Gangguan Metabolisme

Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel hidup mempunyai
kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini kemudian mengakibatkan gangguan dalam
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak pada sel. Gangguan metabolisme intraseluler ini
akhirnya mengakibatkan perubahan pada struktur sel.

d. Nekrosis
Kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu rangsangan yang menyebabkan cedera pada
sel terlalu kuat atau berkepanjangan. Nekrosis sel dicirikan dengan adanya pembengkakan dan
ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai mitokondria, dan jelasnya stimulasi respons
peradangan (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai
darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi
protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup. Nekrosis
dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-perubahan tertentu baik secara
makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh
(opaque), tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan
nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksillin, sering pucat
(Pringgoutomo, 2002).
Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan denaturasi
protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti enzimatik oleh enzim hidrolitik dapat berasal dari
sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel radang penginvasi (heterolisis)
(Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu (Lestari,
2011) :
1. Psikonosis
Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan eosinofil, DNA
berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
2. Karioreksis
Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3. Kariolisis
Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNA-ase.

Macam-macam nekrosis :

1. Nekrosis koagulatif

Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan kerja
sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi
penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih
dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).

Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena
menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang
piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir, berwarna
merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).

Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang tidak
berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007).

2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)

Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi akibat kerja enzim
hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel
radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003).

3. Nekrosis kaseosa (sentral)

Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik teraba lunak kenyal
seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat
menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti keju
didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas debris granular
amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan
seluruhnya terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

4. Nekrosis lemak

Terjadi dalam dua bentuk:

a. Nekrosis lemak traumatik

Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung lemak (Sarjadi,
2003).

b. Nekrosis lemak enzimatik

Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di sekitar
pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic
dan proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003).
Aktivasi enzim pankreatik mencairkan membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida
yang terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium yang
menghasilkan area putih seperti kapur (mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

5. Nekrosis fibrinoid
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat penyakit
autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding
pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana. Pada
pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan (Sarjadi, 2003).

Penyebab nekrosis :

Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Iskemia

Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia seluler (kekurangan
oksigen pada sel). Dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut ini (Sarjadi, 2003):

a. Obstruksi aliran darah

b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)

c. Keracunan karbon monoksida

d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen

e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi saluran nafas,
konsentrasi oksigen udara yang rendah

2. Agen biologik

Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis. Toksin
biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik endogen maupun eksogen. Virus dan
parasit juga dapat mengeluarkan beberapa enzim dan toksin yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi jaringan dan menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002).

3. Agen kimia

Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh. Namun ketika
konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan osmotik sel.
Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan nekrosis ketika konsentrasinya rendah
(Pringgoutomo, 2002).

Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda. Misalnya, sel epitel pada tubulus ginjal dan sel beta
pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan. Gas yang digunakan pada perang seperti
mustard dapat merusak jaringan paru, gas kloroform dapat merusak parenkim hati serta masih
banyak lagi (Pringgoutomo, 2002).

4. Agen fisik
Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya matahari, dan radiasi
dapat menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002)

5. Hipersensitivitas

Hipersensitivitas (kerentanan) pada seseorang individu berbeda-beda. Kerentanan ini dapat


timbul secara genetik maupun didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi immunologik
kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang hipersensitivitas terhadap obat
sulfat ketika mengonsumsi obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal
(Pringgoutomo, 2002).

e. Apoptosis

Apoptosis, yaitu kematian sel yang diprogram. Apoptosis adalah suatu proses yang
ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi sel.
Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan
mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh sel disebelahnya. Apoptosis berperan dalam
menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi
sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA
yang salah. Apoptosis merupakan proses aktif yang melibatkan kerja sel itu sendiri dan namanya
diambil dari kata Yunani yang berarti menciut seperti menguncupnya sebuah bunga.

Timidin fosforilase (TP), suatu faktor pertumbuhan sel endotel yang dihasilkan trombosit,
telah terbukti melindungi sel dari apoptosis dengan merangsang metabolisme nukleosida dan
angiogenesis. Penggunaan obat yang secara khusus menargetkan TP telah direkomendasikan
untuk memperbaiki efek kemoterapi konvensional dengan meningkatkan apoptosis sel-sel yang
bermutasi (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Penyebab Apoptosis :
Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang
waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon,
rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua
atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang
akhirnya yang mengakibatkan kematian virus dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu
cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus. Virus tertentu
(misalnya; Virus EpsteinBarr yang bertanggung jawab terhadap monunukleosis) pada gilirannya
menghasilkan protein khusus yang menginaktifkan respons apoptosis. Defisiensi apoptosis telah
berpengaruh pada perkembangan kanker dan penyakit neuro degeneratif dengan penyebab yang
tidak diketahui, termasuk penyakit Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou
Gehrig). Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan sel B) sangat penting dalam
menimbulkan dan mempertahankan toleransi diri imun (Elizabeth J. Corwin, 2009).

f. Postmortal

Kematian bukanlah akhir dari proses dalam tubuh yang mengalami kematian.Tubuh akan
terus mengalami perubahan. Perubahan ini dipengaruhi oleh :

1. Suhu lingkungan sekitarnya

2. Suhu tubuh saat terjadi kematian

3. Ada tidaknya infeksi umum

Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain :

1. Autolisis ; jaringan yang mati dihancurkan oleh enzim-enzim antara lain enzim dari lisosom,
mikroorganisme yang mengifeksi jaringan mati. Tubuh yang mati akan mencair, kecuali jika
dicegah dengan pengawetan atau pendinginan.
2. Algor Mortis ; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan memerlukan waktu 24 s/d
48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu lingkungan. Suhu tubuh menjadi dingin karena proses
metabolisme terhenti. Jika ditempat yang dingin maka akan lebih cepat dingin, tetapi jika
ditempat yang panas akan lebih lambat.
3. Rigor Mortis (kaku mayat); timbul setelah 2 s/d 4 jam setelah kematian. Mencapai puncak
setelah 48 jam dan kemudian menghilang selama 3 sampai 4 hari.
4. Livor Mortis (lebam mayat) ; Nampak setelah 30 menit kematian dan mencapai puncaknya
setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada bagian bawah tubuh.
5. Pembekuan Darah postmortal ; beku darah post mortal berkonsistensi lunak, elastic dan
seperti gel, berbeda dengan thrombus yang konsistensinya keras dan kering.
6. Jejas postmortal ; enzim dalam tubuh masih aktif untuk beberapa waktu setelah kematian.
Jejas postmortal tidak dijumpai reaksi radang pada jejas, sedangkan pada lesi antemortal
Nampak reaksi radang.
7. Pembusukan ; hancurnya tubuh yang mati karena invasi bakteri. Kulit menjadi kehijauan
setelah 1 sampai 2 minggu.

g. Penimbunan Pigmen
Pigmen adalah substansi yang mempunyai warna dan terakumulasi di dalam sel. Pigmen
sering digambarkan berdasarkan sumber atau asalnya: eksogen (berasal dari luar tubuh) atau
endogen (dihasilkan di dalam tubuh). Pigmen eksogen paling umum berasal dari inhalasi partikel
karbon organik. Partikel ini terakumulasi di dalam makrofag dan limfonodus jaringan paru, yang
menghasilkan penampilan kehitaman pada paru yang disebut anthracosis.

Pigmentasi disebabkan penimbunan pigmen di dalam sel. Pigmentasi lipofuscin pada kulit
umum terjadi pada lansia. Juga pada otak, hati, jantung, dan ovarium. Pigmen ini agaknya tidak
mengganggu fungsi. Pigmen melanin dihasilkan melanosit kulit. Pada penyakit Addison tredapat
hiperpigmentasi kulit. Pada lansia, melanosit berkurang, sehingga kulit pada orang ini tampak
lebih pucat. Pigmen hemosiderin, turunan hemoglobin, adalah pigmen yang dibentuk karena
akumulasi timbunan besi yang berlebihan. Dalam organ disebut hemosiderosis. Umumnya tidak
sampai mengganggu fungsi (Jan Tambayong, 2000).

h. Mineral

Selain zat karbon, hydrogen, nitrogen dan oksigen yang merupakan bagian terpenting
dalam jaringan pada tubuh terdapat 13 macam unsur lain yang juga sangat penting dalam
kehidupan manusia, 7 diantaranya terdapat dalam jumlah banyak yaitu kalsium, fosfor,
magnesium, natrium, kalium, chlor, dan sulfur. Sedangkan 6 lainnya merupakan trace elements
tetapi vital yaitu besi, tembaga, mangan, yodium, kobal (Co), dan seng (Zn). Dalam makanan
sehari-hari sudah cukup, tetapi pengeluaran berlebihan (muntah, diare) atau gangguan
penyerapan dapat menimbulkan defisiensi.

Sebaliknya jumlah yang berlebihan dalam makanan atau gangguan ekskresi, menimbulkan
penimbunan yang berlebihan pada jaringan atau cairan tubuh dan dapat menyebabkan gangguan
metabolik, susunan kimiawi dan gejala klinik yang nyata.

i. Defisiensi

Ketidak seimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel antara lain defisiensi
protein, vitamin dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor pendukung
terjadinya arteriosklerosis yang dapat menyebabkan sel/jaringan mengalami defisiensi oksigen
dan makanan. Jejas yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi antara lain Starvation, marasmus,
kwashiorkor atau yang lebih dikenal gangguan nutrisi.

5. Tahap Kematian Jaringan dan Nekrosis Sel


a) Mekanisem kematian Jaringan atau Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan selakut atau trauma
(misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis), dimana
kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel,
adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel akan
menyebabkan kematian sel di mana sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan perubahan.
Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang
melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan membantu mencerna
sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara morfologis. Nekrosis
biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain karena stimulus patologis,
kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang sudah terprogram di mana
setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati. Mekanisme ini disebut apoptosis, sel
akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh
keadaan iskemia. Kematian sel bermula dari jejas (cedera) yang terjadi pada sel. Jejas tersebut
dapat kembali normal apabila keadaan lingkungan mendukung. Namun, ketika lingkungan tetap
buruk, cedera akan semakin parah yang mana sel tidak akan kembali normal (irreversible) dan
selanjutnya akan mati. Kematian sel memiliki dua macam pola, yaitu nekrosis dan apoptosis.
Berikut perbedaannya (Kumar; Cotran & Robbins, 2007)

MEKANISME NEKROSIS
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera
(jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, makan sel akan berusaha
beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat
mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi sel
tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan normal,
apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung secara
kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal) dan
selanjutnya akan terjadi kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

Mekanisme nekrosis

1. Pembengkakan sel

2. Digesti kromatin

3. Rusaknya membran (plasma dan organel)

4. Hidrolisis DNA

5. Vakuolasi oleh ER

6. Penghancuran organel

7. Lisis sel

b) Faktor penyebab kematian jaringan dan nekrosis


PENYEBAB NEKROSIS

Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Iskemia
Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia seluler (kekurangan
oksigen pada sel). Dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut ini (Sarjadi, 2003):
a. Obstruksi aliran darah
b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)
c. Keracunan karbon monoksida
d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen
e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi saluran nafas,
konsentrasi oksigen udara yang rendah
2. Agen biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis.
Toksin biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik endogen maupun eksogen.
Virus dan parasit juga dapat mengeluarkan beberapa enzim dan toksin yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi jaringan dan menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo,
2002).
3. Agen kimia
Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh. Namun ketika
konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan osmotik sel.
Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan nekrosis ketika konsentrasinya rendah
(Pringgoutomo, 2002).
Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda. Misalnya, sel epitel pada tubulus ginjal dan sel
beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan. Gas yang digunakan pada perang seperti
mustard dapat merusak jaringan paru, gas kloroform dapat merusak parenkim hati serta masih
banyak lagi (Pringgoutomo, 2002).
4. Agen fisik
Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya matahari, dan
radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo,
2002).
5. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas (kerentanan) pada seseorang individu berbeda-beda. Kerentanan ini dapat
timbul secara genetik maupun didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi immunologik
kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang hipersensitivitas terhadap obat
sulfat ketika mengonsumsi obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal
(Pringgoutomo, 2002).

c) Akibat kematian jaringan dan nekrosis bagi organ


Akibat Nekrosis
Sekitar 10% kasus terjadi pada bayi dan anak-anak. Pada bayi baru lahir, nekrosis kortikalis
terjadi karena:

a. persalinan yang disertai dengan abruptio placentae

b. sepsis bakterialis

c. Pada anak-anak, nekrosis kortikalis terjadi karena:

Infeksi

Dehidrasi

syok

Sindroma hemolitik-uremik. Pada dewasa, 30% kasus disebabkan oleh sepsis bakterialis.
Sekitar 50% kasus terjadi pada wanita yang mengalami komplikasi kehamilan:

abruptio placenta

placenta previa

perdarahan Rahim

infeksi yang terjadi segera setelah melahirkan (sepsis puerpurium)

penyumbatan arteri oleh cairan ketuban (emboli)

kematian janin di dalam rahim

pre-eklamsi (tekanan darah tinggi disertai adanya protein dalam air kemih atau
penimbunan cairan selama kehamilan)

Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik tersebut


dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan untuk
mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi (terjadi
resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak dihancurkan atau
dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi garam-garam kalsium yang
diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi jaringan nekrotik. Proses pengendapan ini disebut
kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik mengeras seperti batu dan tetap berada selama
hidup.

Perubahan-perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan :

Hilangnya fungsi daerah yang mati.

Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk bakteri
tertentu, misalnya bakteri saprofit pada gangren.

Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit.

Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran sel-sel yang mati.

6. Kelainan Kongenital dan Keturunan

a)Macam-macam kelainan kongenital dan keturunan

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan
disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

1. Celah bibir atau langit-langit mulut (sumbing)


Terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan mulut atau bibir tidak terbentuk
sebagaimana mestinya.
Bibir sumbing adalah suatu celah diantara bibir bagian atas dengan hidung.
Langit-langit sumbing adalah suatu celah diantara langit-langit mulut dengan rongga hidung.

2. Defek tabung saraf


Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda spinalis.
Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk tabung pada hari ke 29 setelah
pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka akan terjadi defek tabung
saraf.
Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau meninggal
segera setelah lahir.
2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan:
Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna di sekeliling
korda spinalis.
Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian otak tidak terbentuk.

3. Kelainan jantung
Defek septum atrium dan ventrikel (terdapat lubang pada dinding yang meimsahkan jantung
kiri dan kanan)
Patent ductus arteriosus (terjadi jika pembuluh darah yang penting pada sirkulasi janin
ketika masih berada di dalam rahim; setelah bayi lahir, tidak menutup sebagaimana mestinya)
Stenosis katup aorta atau pulmonalis (penyempitan katup aorta atau katup pulmonalis)
Koartasio aorta (penyempitan aorta)
Transposisi arteri besar (kelainan letak aorta dan arteri pulmonalis)
Sindroma hipoplasia jantung kiri (bagian jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh
tidak terbentuk sempurna)
Tetralogi Fallot (terdiri dari stenosis katup pulmonalis, defek septum ventrikel, transposisi
arteri besar dan hipertrofi ventrikel kanan).
Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama berperan dalam terjadinya kelainan
jantung bawaan (misalnya obat anti-kejang fenitoin, talidomid dan obat kemoterapi).
Penyebab lainnya adalah pemakaian alkohol, rubella dan diabetes selama hamil.

4. Cerebral palsy
Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantung
kepada beratnya kelainan.

5. Clubfoot
Istilah clubfoot digunakan untuk menggambarkan sekumpulan kelainan struktur pada kaki dan
pergelangan kaki, dimana terjadi kelainan pada pembentukan tulang, sendi, otot dan pembuluh
darah.

6. Dislokasi panggul bawaan


Terjadi jika ujung tulang paha tidak terletak di dalam kantung panggul.

7. Hipotiroidisme kongenital
Terjadi jika bayi tidak memiliki kelenjar tiroid atau jika kelenjar tiroid tidak terbentuk secara
sempurna.

8. Fibrosis kistik
Penyakit ini terutama menyerang sistem pernafasan dan saluran pencernaan. Tubuh tidak
mampu membawa klorida dari dalam sel ke permukaan organ sehingga terbentuk lendir yang
kental dan lengket.

9. Defek saluran pencernaan


Saluran pencernaan terdiri dari kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar, rektum
serta anus.
Diantaranya adalah:
Atresia esofagus (kerongkongan tidak terbentuk sempurna)
Hernia diafragmatika
Stenosis pilorus
Penyakit Hirschsprung
Gastroskisis dan omfalokel
Atresia anus
Atresia bilier
10. Sindrom Down, merupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada anak-anak yang
dilahirkan dengan kelebihan kromosom nomor 21 pada sel-selnya.
Mereka mengalami keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan gambaran fisik lainnya
yang khas; kelainan ini sering disertai dengan kelainan jantung.

11. Fenilketonuria
Merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi pengolahan protein oleh tubuh dan bisa
menyebabkan keterbelakangan mental.
Bayi yang terlahir dengan fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak diobati mereka
akan mengalami gangguan perkembangan yang baru terlihat ketika usianya mencapai 1
tahun.

12. Sindroma X yang rapuh


Sindroma ini ditandai dengan gangguan mental, mulai dari ketidakmampuan belajar sampai
keterbelakangan mental, perilaku autis dan gangguan pemusatan perhatian serta
hiperaktivitas.
Gambaran fisiknya khas, yaitu wajahnya panjang, telinganya lebar, kakinya datar dan
persendiannya sangat lentur (terutama sendi pada jari tangan).
Sindroma ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.

13. Distrofi otot


Distrofi otot adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan lebih dari 40 macam
penyakit otot yang berlainan, yang kesemuanya ditandai dengan kelemahan dan kemunduran
yang progresif dari otot-otot yang mengendalikan pergerakan.

14. Anemia sel sabit


Merupakan suatu kelainan sel darah merah yang memiliki bentuk abnormal (seperti bulan
sabit), yang menyebabkan anemia kronis, serangan nyeri dan gangguan kesehatan lainnya.

15. Penyakit Tay-Sachs


Penyakit ini menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan kebutaan, demensia,
kelumpuhan, kejang dan ketulian.

16. Sindroma alkohol pada janin


Sindroma in ditandai dengan keterlambatan pertumbuhan, keterbelakangan mental, kelainan
pada wajah dan kelainan pada sistem saraf pusat.

b) Penyebab terjadinya kelainan congenital dan keturunan

Penyebab terjadinya kelainan kongenital dan keturunan :

Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) etiologi kelainan bawaan dapat
dibedakan menjadi:

1. Faktor Genetik
Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan pada
unsur pembawa keturunan yaitu gen.

2. Faktor non-genetik

Kelainan oleh faktor non-genetik dapat disebabkan oleh obat-obatan, teratogen, dan radiasi.
Teratogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu, yang berpengaruh pada janin sehingga
menyebabkan kelainan bentuk atau fungsi pada bayi yang dilahirkan (Effendi, 2006 dalam
Neonatologi IDAI 2008).

o Teratogenik

Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko
suatu kelainan bawaan.
Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen.
Secara umum, seorang wanita hamil sebaiknya mengkonsultasikan dengan dokternya setiap obat
yang dia minum, merokok tidak mengkonsumsi alkohol tidak menjalani pemeriksaan rontgen
kecuali jika sangat mendesak.
Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen.
Beberapa infeksi selama kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainanbawaan:
a. Sindroma rubella kongenital
Ditandai dengan gangguan penglihatan atau pendengaran, kelainan jantung, keterbelakangan
mental dan cerebral palsy.
b. Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil
Bisa menyebabkan infeksi mata yang bisa berakibat fatal, gangguan pendengaran,
ketidakmampuan belajar, pembesaran hati atau limpa, keterbelakangan mental dan cerebral palsy
c. Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil
Jika ditularkan kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa
menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta
kematian bayi
d. Penyakit ke-5 bisa menyebabkan sejenis anemia yang berbahaya, gagal jantung dan kematian
janin Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan
terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota
gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan
mental.
o Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga
dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin
adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau
kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita
menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat
minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
o Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap
cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya
kelainan bawaan. Ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan
anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses
pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan
menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia
esofagus).
o Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan
bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah
satu atau kedua orang tua. Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom
setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
Pola pewarisan kelainan genetik:
Autosom dominan
Jika suatu kelainan atau penyakit timbul meskipun hanya terdapat 1 gen yang cacat dari salah
satu orang tuanya, maka keadaannya disebut autosom dominan. Contohnya adalah
akondroplasia dan sindroma Marfan.
Autosom resesif
Jika untuk terjadinya suatu kelainan bawaan diperlukan 2 gen yang masing-masing berasal dari
kedua orang tua, maka keadaannya disebut autosom resesif.
Contohnya adalah penyakit Tay-Sachs atau kistik fibrosis.
X-linked
Jika seorang anak laki-laki mendapatkan kelainan dari gen yang berasal dari ibunya, maka
keadaannya disebut X-linked, karena gen tersebut dibawa oleh kromosom X.
Laki-laki hanya memiliki 1 kromosom X yang diterima dari ibunya (perempuan memiliki 2
kromosom X, 1 berasal dari ibu dan 1 berasal dari ayah), karena itu gen cacat yang dibawa oleh
kromosom X akan menimbulkan kelainan karena laki-laki tidak memiliki salinan yang normal
dari gen tersebut.

7. Kelainan sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa


a) Macam-macam kelainan sirkulasi dan cairan tubuh (oedem, dehidrasi, hiper/hipokalemia,
hiper /hiponatrem, hiper/hipofosfat)

1. Hyperaemia / Congestion / Pembendungan


Kongesti/ hiperemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan di dalam
pembuluh darah pada daerah tertentu. Daerah dimana terjadi kongesti biasanya berwarna merah
atau ungu, hal ini terjadi karena bertambahnya darah di dalam jaringan. Secra mikroskopis
kapiler-kapiler dalam jaringan hyperemia melebar dan penuh berisi darah.
Pada dasarnya terdapat dua mekanisme dimana kongesti dapat timbul:
a. Kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah
b. Penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah

2. Edema
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan diantara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai
rongga tubuh.
Patogenesis Edema:
1. kenaikan permeabilitas pembuluh darah.
2. obstruksi saluran limfe

Etiologi edema ada beberapa, yaitu:


1. Tekanan hidrostatik
2. Obstruksi saluran limfe
3. Kenaikan permeabilitas dinding pembuluh
4. Penurunan konsentrasi protein
Dalam edema, cairan yang tertimbun digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Transudat : yaitu cairan yang tertimbun di dalam jaringan karena bertambahnya permeabilitas
pembuluh terhadap protein.
2. Eksudat : yaitu cairan yang tertimbun karena alasan-alasan lain dan bukan akibat dari
perubahan permeabilitas pembuluh.

Macam-macam oedema: Oedema ada yang setempat dan ada juga yang menyeluruh atau umum
disebut oedema anasarka. Jenis oedema:
1. Pitting oedema
2. Non pitting oedema

3. Dehidrasi
Dehidrasi ialah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai output yang melebihi
intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang.
Dehidrasi dapat terjadi karena :
a. Kemiskinan air (water depletion)
b. Kemiskinan natrium (sodium depletion)
c. Water and sodium depletion bersama-sama.
Kekurangan air atau dehidrasi primer :
Terjadi karena masuknya air sangat terbatas, misalnya pada pasien coma yang terus-menerus dan
penderita rabies oleh karena hydrofobia. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer adalah: haus,
air liur sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria, sampai anuri, sangat lemah, timbulnya
gangguan mental seperti halusinasi dan delirium.
Dehidrasi sekunder (sodium defletion)
Dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit.
Gejala-gejala dehidrasi sekunder : nausea, muntah-munyah, kekejangan, sakit kepala, perasaan
lesu dan lelah.

4. Hiperkalemia

Definisi Hiperkalemia

Hiperkalemia adalah suatu keadaan dimana jumlah kalium yang terdapat di dalam darah berada
pada kadar yang lebih tinggi dari 5 mEq/L darah. Dengan kata lain, hiperkalemia merupakan
kondisi kelebihan kalium pada tubuh. Kalium adalah kation atau ion bermuatan positif yang
utama dan paling penting bagi tubuh. Kalium beserta komponen elektrolit lainnya seperti
kalsium, mangnesium dan natrium memiliki peran penting dalam mengatur potensial aksi atau
aliran listrik di dalam tubuh sehingga berperan dalam kontraksi otot jantung, mengatur kontraksi
otot rangka dan polos, mencegah terjadinya osteoporosis pada tulang, mengatur kesimbangan air
dan garam pada tubuh, mengatur kestabilan pH darah, dan mencegah proses pembentukan batu
ginjal. Hiperkalemia ringan biasanya tidak menimbulkan gejala sama sekali sehingga akan sulit
dideteksi, namun hiperkalemia yang lebih berat dengan jumlah kalium lebih dari 5.5 mEq/L
dapat lebih berbahaya jika dibandingkan hipokalemia atau jumlah kalium yang rendah.

Gejala Hiperkalemia :

Gejala, Penyebab, Penanganan Hiperkalemia adalah suatu keadaan dimana jumlah kalium yang
terdapat di dalam darah berada pada kadar yang lebih tinggi dari 5 mEq/L darah. Dengan kata
lain, hiperkalemia merupakan kondisi kelebihan kalium pada tubuh. Berarti ini kebalikan dari
hipokalemia atau kekurangan kalium. Tahukah Anda, bahwa kalium temasuk salah satu dari
sejumlah elektrolit penting yang dibutuhkan tubuh. Kalium adalah kation atau ion bermuatan
positif yang utama dan paling penting bagi tubuh. Kalium beserta komponen elektrolit lainnya
seperti kalsium, mangnesium dan natrium memiliki peran penting dalam mengatur potensial aksi
atau aliran listrik di dalam tubuh sehingga berperan dalam kontraksi otot jantung, mengatur
kontraksi otot rangka dan polos, mencegah terjadinya osteoporosis pada tulang, mengatur
kesimbangan air dan garam pada tubuh, mengatur kestabilan pH darah, dan mencegah proses
pembentukan batu ginjal. Hiperkalemia ringan biasanya tidak menimbulkan gejala sama sekali
sehingga akan sulit dideteksi, namun hiperkalemia yang lebih berat dengan jumlah kalium lebih
dari 5.5 mEq/L dapat lebih berbahaya jika dibandingkan hipokalemia atau jumlah kalium yang
rendah. Apa Gejala Hiperkalemia? Hiperkalemia bisa saja asimtomatik, yang berarti bahwa ia
tidak menimbulkan gejala. Namun demikian, terkadang pasien dengan kelebihan kalium
mengeluhkan gejala yang samar-samar termasuk: mual, kelelahan, kelemahan otot, atau sensasi
kesemutan. Gejala yang lebih serius dari hiperkalemia termasuk detak jantung lambat dan nadi
lemah. Karena kalium merupakan elektrolit yang sangat vital bagi aktivitas arus listrik otot
jantung, Maka peningkatan ion kalium ekstraseluler dapat mengurangi perangsangan
miokardium dan menekan jaringan pacemaker jantung dan arus konduksi otot jantung.
Konsentrasi kalium darah yang tinggi akan sangat mempengaruhi sistem konduksi listrik
jantung, apabila konsentrasi tinggi ini terus berlanjut maka irama jantung akan menjadi tidak
normal dan jantung menjadi berhenti berdenyut. Perubahan arus listrik otot jantung dapat tercatat
di dalam rekam jantung EKG, gambaran EKG hiperkalemia adalah sebagai berikut :

Gelombang T tinggi, meruncing dan sempit di bagian dasar Gelombang P pendek, menghilang
dan diikuti interval PR yang memanjang Gelombang QRS dan T yang menyatu dan melebar
yang disebut sebagai Sine Wave hiperkalemia gambaran EKG hiperkalemia

Penyebab Hiperkalemia :

Hiperkalemia pada tubuh dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa kondisi berikut :
Penggunaan obat obatan yang menghalangi proses pembuangan kalium oleh ginjal, seperti obat
spironolakton, triamterene, dan ACE inhibitor (contohnya captopril). penyakit Addison akan
menyebabkan kelenjar adrenal tidak dapat memproduksi hormon yang dibutuhkan untuk
merangsang pembuangan kalium melalui ginjal dalam jumlah cukup. Penyakit gagal ginjal akan
menyebakan ginjal tidak berfungsi secara normal untuk membuang kalium sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya hiperkalemia berat. Oleh Karena itu penderita dengan fungsi ginjal
yang buruk harus menghindari makanan yang megandung banyak kalium seperti pisang, alpukat,
kentang, dan kacang kacangan. Pelepasan kalium dalam jumlah besar dari dalam sel yang
terjadi secara tiba tiba seperti pada saat adanya cedera yang banyak membuat jaringan otot
hancur, pada saat mengalami luka bakar yang hebat, atau dalam pada keadaan overdosis kokain.

5. Hipokalemia

Definisi Hipokalemia

Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar kalium yang terdapat di dalam darah berada
pada jumlah yang lebih rendah dari 3.8 mEq/L darah. Hipokalemia merupakan tanda dari
kekurangan kalium tubuh. Kalium merupakan salah satu dari sejumlah elektrolit penting yang
diperlukan oleh tubuh.

Gejala, Penyebab, Penanganan Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar kalium yang
terdapat di dalam darah berada pada jumlah yang lebih rendah dari 3.8 mEq/L darah.
Hipokalemia merupakan tanda dari kekurangan kalium tubuh. Kalium merupakan salah satu dari
sejumlah elektrolit penting yang diperlukan oleh tubuh. Berarti ini kebalikan dari hiperkalemia
atau kelebihan kalium. Kalium adalah ion bermuatan positif yang paling penting bagi tubuh.
Normalnya, kadar kalium darah adalah 3,6-5,2 milimol per liter (mmol / L) darah, kalium yang
lebih rendah dari nilai normal disebut hipokalemia sedangkan jika lebih tinggi disebut
hiperkalemia. Kalium bersama dengan elektrolit lain seperti natrium, kalsium dan magnesium
berperan penting dalam mengalirkan listrik atau potensial aksi di dalam tubuh. Selain itu
elektrolit juga mengatur fungsi otot jantung, dan kontraksi otot, mencegah timbulnya
osteoporosis, menjaga keseimbangan garam dan air tubuh, menjaga kestabilan pH darah, dan
dapat mencegah terbentuknya batu ginjal. Hipokalemia ringan biasanya tidak menunjukkan
gejala sama sekali, namun hipokalemia yang lebih berat dengan kadar kalium darah kurang dari
3 mEq/L darah dapat menyebabkan gejala terkait penyakit hipokalemia. Kadar kalium yang
sangat rendah (kurang dari 2,5 mmol / L) dapat mengancam jiwa dan membutuhkan perhatian
medis yang mendesak.

Gejala Hipokalemia :

Beberapa gejala yang dapat muncul pada saat terjadi hipokalemia antara lain: Kelemahan otot,
kram otot, kejang otot, kelumpuhan otot termasuk otot bantu pernapasan, detak jantung
abnormal, dan berdebar. Kalium sangat vital bagi aktivitas arus listrik dan potensial aksi otot
jantung. Penurunan kadar ion kalium ekstraseluler akan meningkatkan perangsangan
miokardium yang dapat berpotensi untuk menimbulkan aritmia atau gangguan irama jantung.
Aritmia jantung dan kelumpuhan otot pernapasan merupakan komplikasi hipokalemia yang
mengancam jiwa dan memerlukan penanganan yang segera. Perubahan pada arus listrik jantung
dapat terekam dalam EKG (rekam listrik jantung), dan berikut ini gambaran EKG hipokalemia:

1. Terbentuknya gelombang U yang jelas.


2. Terbentuknya Interval QT yang memanjang.
3. Terbentuknya ST depresi dan T flat atau inversi.
4. Meningkatnya amplitudo gelombang P. EKG hipokalemia gambaran EKG hipokalemia

Penyebab Hipokalemia :
Hipokalemia yang terjadi pada tubuh dapat disebabkan oleh beberapa keadaan berikut :
Masalah saluran pencernaan : muntah yang terjadi berulang ulang ulang, diare yang kronik,
dan penggunaan obat pencahar yang lama dapat mengakibatkan terlalu banyak kalium yang
hilang melalui saluran pencernaan.
Asidosis tubular ginjal : menyebabkan ginjal tidak berfungsi secara normal sehingga ginjal tidak
dapat menahan kalium dengan baik malah mengeluarkan kalium terlalu banyak.
Penggunaan diuretik : furosemid atau loop diuretik dapat menyebabkan ginjal membuang
kalium, natrium dan air yang berlebihan bersamaan dengan air kemih.
Penyakit hormon endokrin: peningkatan kadar aldosteron yang berlebihan seperti pada keadaan
hiperaldosteronisme atau sindrom Cushing juga dapat menyebabkan ginjal membuang kalium
yang berlebihan.
Penyakit genetik ginjal : Penderita sindrom Fanconi, sindroma Bartter, dan sindrom Liddle
terlahir mempunyai penyakit ginjal bawaan yang menyebabkan ginjal tidak berfungsi normal
untuk menahan kalium.
Asupan kalium rendah : merupakan penyebab hipokalemia yang paling jarang karena sumber
kalium banyak sekali ditemukan dalam makanan sehari-hari.

6. Hiponatremia

Definisi Hiponatremia :

Hiponatremia (kadar natrium darah yang rendah) adalah konsentrasi natrium yang lebih kecil
dari 136 mEq/L darah.

Penyebab :

Konsentrasi natrium darah menurun jika natrium telah dilarutkan oleh terlalu banyaknya
air dalam tubuh.Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang minum air dalam jumlah yang
sangat banyak (seperti yang kadang terjadi pada kelainan psikis tertentu) dan pada penderita
yang dirawat di rumah sakit, yang menerima sejumlah besar cairan intravena.
Jumlah cairan yang masuk melebihi kemampuan ginjal untuk membuang kelebihannya.

Asupan cairan dalam jumlah yang lebih sedikit (kadang sebanyak 1L/hari), bisa
menyebabkan hiponatremia pada orang-orang yang ginjalnya tidak berfungsi dengan baik,
misalnya pada gagal ginjal.
Hiponatremia juga sering terjadi pada penderita gagal jantung dan sirosis hati, dimana
volume darah meningkat.Pada keadaan tersebut, kenaikan volume darah menyebabkan
pengenceran natrium, meskipun jumlah natrium total dalam tubuh biasanya meningkat juga.

Hiponatremia terjadi pada orang-orang yang kelenjar adrenalnya tidak berfungsi


(penyakit Addison), dimana natrium dikeluarkan dalam jumlah yang sangat banyak.
Pembuangan natrium ke dalam air kemih disebabkan oleh kekurangan hormon aldosteron.

Gejala :

Beratnya gejala sebagian ditentukan oleh kecepatan menurunnya kadar natrium darah.
Jika kadar natrium menurun secara perlahan, gejala cenderung tidak parah dan tidak muncul
sampai kadar natrium benar-benar rendah.Jika kadar natrium menurun dengan cepat, gejala yang
timbul lebih parah dan meskipun penurunannya sedikit, tetapi gejala cenderung timbul.

Otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi natrium darah. Karena itu gejala
awal dari hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap, dapat
dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali).

Sejalan dengan makin memburuknya hiponatremia, otot-otot menjadi kaku dan bisa terjadi
kejang.
Pada kasus yang sangat berat, akan diikuti dengan stupor (penurunan kesadaran sebagian) dan
koma.

7. Hipernatremia

Definisi :

Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana kadar natrium
dalam darah lebih dari 145 mEq/L darah.

Penyebab :
Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan jumlah natrium.
Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara tidak normal jika kehilangan cairan
melampaui kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum terlalu sedikit air.

Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara tidak langsung menunjukkan bahwa
seseorang tidak merasakan haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat
memperoleh air yang cukup untuk minum.

Hipernatremia juga terjadi pada seseorang dengan:

- fungsi ginjal yang abnormal

- diare

- muntah

- demam

- keringat yang berlebihan.

Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua biasanya rasa haus lebih
lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan dengan anak muda.Usia lanjut yang hanya
mampu berbaring di tempat tidur saja atau yang mengalami demensia (pilkun), mungkin tidak
mampu untuk mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf hausnya masih berfungsi.

Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk memekatkan air kemih mulai
berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik. Orang tua yang minum diuretik, yang
memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air, memiliki resiko untuk menderita hipernatremia,
terutama jika cuaca panas atau jika mereka sakit dan tidak minum cukup air.

Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada orang tua.Hampir separuh
dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit karena hipernatremia meninggal.Tingginya
angka kematian ini mungkin karena penderita juga memiliki penyakit berat yang memungkinkan
terjadinya hipernatremia.
Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air, seperti yang
terjadi pada penyakit diabetes insipidus.Kelenjar hipofisa mengeluarkan terlalu sedikit hormon
antidiuretik (hormon antidiuretik menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak memberikan
respon yang semestinya terhadap hormon.Penderita diabetes insipidus jarang mengalami
hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup air.

Penyebab utama dari hipernatremi:

1. Cedera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa


2. Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia)
3. Penggunaan obat (lithium, demeclocycline, diuretik)
4. Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat berlebihan)
5. Penyakit sel sabit
6. Diabetes insipidus.

Gejala :

Gejala utama dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak.


Hipernatremia yang berat dapat menyebabkan:
- kebingungan
- kejang otot
- kejang seluruh tubuh
- koma
- kematian.

8. Hiferfosfatemia

Definisi :

Hiperfosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi fosfat dalam darah lebih dari 4,5 mgr/dL darah.
Penyebabnya :

Ginjal yang normal sangat efisien dalam membuang kelebihan fosfat sehingga
hiperfosfatemia jarang terjadi, kecuali pada penderita kelainan fungsi ginjal yang sangat berat.
Pada penderita gagal ginjal, hiperfostatemia merupakan suatu masalah karena dialisa sangat tidak
efektif dalam membuang kelebihan fosfat.

Gejala :

Jika pada penderita yang menjalani dialisa, konsentrasi fosfat darahnya meningkat, maka
konsentrasi kalsium darah akan menurun. Hal ini merangsang kelenjar paratiroid untuk
mengeluarkan hormon paratiroid, yang akan meningkatkan konsentrasi kalsium darah dengan
cara mengambil kalsium dari tulang. Jika keadaan ini terus berlanjut, bisa terjadi kelemahan
tulang yang progresif, mengakibatkan nyeri dan patah tulang karena cedera yang ringan. Kalsium
dan fosfat dapat membentuk kristal pada dinding pembuluh darah dan jantung, menyebabkan
arteriosklerosis yang berat dan memicu terjadinya stroke, serangan jantung dan sirkulasi darah
yang buruk. Kristal tersebut juga dapat terbentuk di kulit dan menyebabkan rasa gatal yang
hebat.Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.

9. Hipofosfatemia

Definisi :

Hipofosfatemia didefinisikan sebagai konsentrasi fosfor dibawah normal ( kurang dari 2,5
mgr/dL darah). Hipofosfatemia dapat terjadi selama pemberian kalori pada pasien dengan
malnutrisi kalori-protein yang parah. Hal ini paling mungkin untuk terjadi dengan masukan atau
pemberian sangat banyak karbohidrat sederhana. Hipofosfatemia jelas dapat terjadi pada pasien
malnutrisi yang mendapat nutrisi parenteral total (NPT) jika kehilangan fosfor tidak diperbaiki
secara adekuat.
Penyebab :

Hipofosfatemia menahun terjadi pada:

Hiperparatiroidisme
Hipotiroidisme (suatu kelenjar tiroid yang kurang aktif)
Fungsi ginjal yang buruk
Penggunaan diuretik dalam waktu lama.

Dosis racun dari teofilin bisa mengurangi jumlah fosfat dalam tubuh. Mengkonsumsi
sejumlah besar antacid alumunium hidroksida dalam waktu yang lama, juga bisa mengurangi
fosfat dalam tubuh, terutama pada penderita yang mengalami dialisa ginjal.

Cadangan fosfat juga akan berkurang pada:

Malnutrisi berat
Ketoasidosis diabetikum
Keracunan alkohol yang berat
Luka bakar hebat
Magnesium rendah
Kalium rendah
Respirasi alkalosis dapat menyebabkan penurunan fosfor karena perpindahan fosfor
interselular.

Gejala akan muncul hanya jika konsentrasi fosfat darah sangat rendah. Pada awalnya
penderita akan mengalami kelemahan otot. Selanjutnya tulang menjadi rapuh, mengakibatkan
nyeri tulang dan fraktur (patah tulang). Pada konsentrasi yang amat sangat rendah (kurang dari
1.5 mgr/dL darah) dapat berakibat serius menyebabkan kelemahan otot yang semakin
memburuk, stupor (penurunan kesadaran), koma dan kematian

b) Penyebab terjadinya kelainan asam basa (asidosis respiratorik / metabolik, alkalosis


respiratorik /metabolik

1. Asidosis Repiratorik

Asidosis respiratorik adalah kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat mengeluarkan semua
karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh.
Hal ini mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan tubuh lebih
asam, terutama darah.

Terdapat dua jenis asidosis respiratorik yaitu:

1. Akut

Kondisi ini mengacu pada kegagalan tiba-tiba pada sistem pernapasan sehingga memicu asidosis.

Hal ini dipicu oleh depresi sistem pernapasan pusat yang disebabkan berbagai alasan.

2. Kronis

Asidosis kronis mungkin merupakan kondisi sekunder untuk kondisi lain seperti penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).

PPOK akan meliputi penyakit bronchitis dan emphysema, dua penyakit di mana saluran udara
menyempit sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.

Jenis asidosis ini juga ditemukan menyertai sindrom hipoventilasi obesitas.

Ini adalah kondisi medis di mana orang begitu gemuk sehingga tidak dapat bernapas normal atau
cukup.

Hal ini akan mewujud pada peningkatan karbon dioksida dan penurunan kadar oksigen.

Penyebab Asidosis Respiratorik

Ada beberapa penyebab asidosis respiratorik, yang meliputi:

Penyakit yang berkaitan dengan saluran napas seperti penyakit paru obstruktif kronis atau
asma.

Masalah yang terkait dengan dada yang menyebabkan melemahnya paru-paru.

Penyakit yang mempengaruhi saraf dan otot yang bertugas memberi perintah ke paru-
paru untuk berkontraksi.

Obat-obatan yang mempengaruhi pernafasan seperti benzodiazepin, terutama ketika


diiringi dengan konsumsi alkohol.

Obesitas berat sehingga membuat seseorang kesulitan bernapas.

2. Asidosis Metabolik

Definisi Asidosis Metabolik


Asidosis metabolik adalah kondisi dimana keseimbangan asam-basa tubuh terganggu karena
adanya peningkatan produksi asam atau berkurangnya produksi bikarbonat.

Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun
hingga di bawah 7,35.

Jika dibiarkan, kondisi ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan koma dan
bahkan kematian.

Penyebab Asidosis Metabolik :

Asidosis metabolik disebabkan oleh peningkatan produksi asam atau mengkonsumsi makanan
atau zat yang dapat dikonversi menjadi asam. Kondisi ini juga disebabkan oleh hilangnya
bikarbonat seperti dalam kasus diare dan asidosis tubulus ginjal. Faktor lain, akumulasi asam
laktat merupakan alasan lain di balik asidosis metabolik.

Akumulasi asam laktat terjadi karena tidak tersedianya cukup oksigen untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, seperti dalam kasus gagal jantung dan syok.

Malaria juga bertanggung jawab pada munculnya kondisi ini kerena menghancurkan sel darah
merah dan dengan demikian mengurangi tingkat oksigen dalam tubuh.

Kondisi ini pada gilirannya mengakibatkan akumulasi asam laktat yang dikenal sebagai asidosis
laktik. Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan asidosis. Penggunaan lemak, alih-alih
karbohidrat, untuk menciptakan energi seperti dalam kasus diabetes mellitus, dapat
mengakibatkan produksi asam berlebihan.

Asidosis metabolik bisa terjadi pula saat ginjal gagal mengeluarkan asam melalui urine yang
merupakan gejala dari gagal ginjal.

3. Alkalosis Metabolik

Terganggunya keseimbangan akan mempengaruhi tubuh dan berpotensi mengakibatkan


komplikasi serius.

Tingkat basa cairan tubuh yang tinggi akan menyebabkan alkalosis metabolik (alkalosis
metabolic), sedangkan kelebihan asam akan menyebabkan asidosis metabolik (metabolic
acidosis).

Alkalosis adalah kondisi dimana pH cairan tubuh, terutama darah, memiliki kandungan basa
berlebih.

Dalam kondisi ini tingkat pH dari jaringan tubuh lebih tinggi dari kisaran pH normal.

Peningkatan basa disebabkan oleh naiknya konsentrasi serum bikarbonat (HCO3).


Ini adalah gangguan yang disebabkan oleh hilangnya atau turunnya ion hidrogen yang dipicu
meningkatnya kadar bikarbonat dalam tubuh.

Secara sederhana, alkalosis disebabkan oleh hilangnya hidrogen (H +) atau meningkatnya


bikarbonat (HCO3).

Penyebab Alkalosis Metabolik

Seperti disebutkan sebelumnya, alkalosis metabolik disebabkan oleh kelebihan alkali (basa) yaitu
bikarbonat dalam darah.

Kisaran normal pH darah adalah 7,36-7,44, yang berarti darah cenderung bersifat basa.

Sebagai pengingat, pH 7,0 dianggap netral, pH di atas 7,0 bersifat basa, sedangkan di bawah 7,0
adalah asam.

Penyebab metabolik alkalosis diantaranya adalah:

1. Kehilangan asam

Kehilangan asam (atau kehilangan hidrogen) bisa terjadi akibat muntah atau melalui buang air
kecil.

Muntah menyebabkan hilangnya asam klorida dalam tubuh.

2. Penggunaan obat tertentu

Penggunaan obat tertentu dan obat diuretik juga dapat menyebabkan buang air kecil berlebihan.

Kondisi ini akan memicu alkalosis hipokalemia akibat hilangnya kalium dari tubuh.

3. Diare

Diare juga bisa menyebabkan alkalosis akibat tubuh kehilangan klorida.

4. Obat Alkalotic

Obat Alkalotic tertentu seperti yang diberikan untuk mengobati ulkus peptikum dan hyperacidity
juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan asam-basa.

5. Kontraksi ruang ekstraselular

Kontraksi ruang ekstraselular terjadi karena asupan obat diuretik yang menyebabkan alkalosis
metabolik.

6. Hipokalemia
Hipokalemia juga dapat dikaitkan dengan alkalinitas yang berlebihan dalam tubuh.

4. ALKALOSIS RESPIRATORIK

Pernapasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu
banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi
yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik
adalah: Rasa nyeri, Sirosis hati, Kadar oksigen darah yang rendah, Demam, Overdosis
aspirin. Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan
rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot
dan penurunan kesadaran.

Salah satu gangguan keseimbangan asam basa respiratorik adalah alkalosis respiratorik.
Gangguan ini terjadi akibat hiperventilasi alveolaer sehingga terjadi penurunan PaCO2
(hipokapnia) yang dapat menyebabkan peningkatan pH.

Hiperventilasi alveoler terjadi karena stimulus pada pusat pernapasan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, penyakit paru akut dan kronik dan over ventilasi iatrogenik
(misalnya penggunaan ventilasi mekanik). Hiperventilasi kronik umumnya asimptomatik, sedang
hiperventilasi akut ditandai dengan rasa ringan di kepala (pusing), parestesia, dan kesenutan.

Faktor penyebab alkalosis respiratorik adalah:

a. Rangsang hipoksemia

- penyakit paru dengan kelainan gradien A-a (alveoler arteri)

- penyakit jantung dengan righ to left shunt

- penyakit jantung dengan edema paru

- anemia gravis

b. Stimulasi pusat pernapasan di medulla

- kelainan neurologi

- psikogenik, misalnya serangan panik, rasa nyeri

- gagal hati dengan ensefalopat

- kehamilan

- sepsis

- pengaruh obat, misalnya salisilat, hormon progesterone


8. Radang dan Mekanisme Proses Radang
a) Pengertian radang

Definisi Radang

Peradangan adalah reaksi jaringan terhadap kerusakan yang cukup untuk menyebabkan kematian
jaringan. Gejala radang utama diantaranya adalah nyeri, kemerahan, panas, kebengkakan, serta
gangguan pada fungsi tubuh normal (Boden 2005).

b) Sel-sel yang berperan pada proses radang

Sel polimorfonukleus netrofil (mikrofag) terdiri dari leukosit polimorfonukleus (netrofil,


eosinofil, basofil) :
o Netrofil : Utama untuk fagositosis. Dibantu zat-zat anti, mempererat kontak leukosit
o Basofil : Pertahanan pertama karena dapat migrasi dengan segera dan dalam jumlah yang
besar. Tidak berdaya pada kuman-kuman tertentu seperti tuberculosis
o Eosinofil : Jumlahnya bertambah dalam keadaan alergi, asthma, hipersensitif terhadap
kedatangan parasit terutama cacing. Khemoktasis dan fagositosis lebih rendah dari netrofil
Sel fagositik besar berinti bulat (makrofag)
o Dalam darah : Monosit (sebagian juga dari jaringan)
o Dalam jaringan : Makrofag, histiosit, sel kurrer, sel retikuendotel, sel datia.
o Sel kupffer: makrofag yang melapisi sinus-sinus pada hati, daya fagosit sangat besar sehingga
darah yang melalui hati steril
o Sel retikuendotel: sel yang melapisi sinus-sinus kelenjar getah bening, sumsum tulang dan
limpa
o Sel datia: sel besar berinti banyak, perubahan dari makrofag pada keadaan-keadaan
tertentu,Beberapa sel bersatu krn pembelahan inti yang tidak disertai pembelahan protoplasma
o Limfosit: dapat menghasilkan gammaglobulin (bag protein dari zat anti), Meningkat pada
radang menahun.
o Sel plasma: tidak terdapat di dalam darah, membuat gamma globulin yang berfungsi sebagai
zat anti.

c) Karakteristik Radang

Secara klinis peradangan akut ditandai 5 tanda cardinal


1. Rubor ( Redness ) adalah Kemerahan terjadi karena pelebaran pembuluh darah pada
jaringan yang mengalami gangguan.

2. Kalor ( Heat ) adalah Panas akibat bertambahnya pembuluh darah, sehingga daerah
tersebut memperoleh aliran darah lebih banyak.

3. Tumor ( Swelling ) = Bengkak, akibat edema yaitu cairan yang berlebihan dalam
jaringan interstitial atau rongga tubuh; dapat berupa eksudat atau transudat.

4. Dolor ( Pain ) = rasa Sakit, akibat penekanan jaringan karena edema serta adanya
mediator kimia pada radang akut diantaranya bradikinin, prostaglandin.

5. Fungsio laesa ( Loss Of Function )= Fungsi jaringan / organ terganggu

Empat tanda cardinal pertama diuraikan oleh Celsus (sekitar 30 SM-38 SM), tanda kelima
ditambahlan belakangan oleh Virchow pada abad 19.

d) Hasil akhir reaksi radang

Reaksi radang adalah suatu peristiwa yang di koordinasi dengan baik, dinamis dan kontinyu. Jika
jaringan mengalami nekrosis berat maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah jaringan.

Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran
jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Syarat reaksi radang adalah :

Jaringan harus hidup

Memiliki mikrosirkulasi fungsional.

Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk, organ atau
jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses peradangan. Tata nama proses peradangan
memperhitungkan masing-masing variable ini. Berbagai eksudat diberi nama deskriptif,
berdasarkan lamanya respon peradangan disebut akut, subakut dan kronik. Lokasi reaksi
peradangan disebut dengan akhiran -tis yang ditambahkan pada nama organ (misalnya;
apendisitis, tonsillitis, gastritis dan sebagainya).

Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim. Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme dalam
jaringan, sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak peradangan yang terjadi steril
sempurna. Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian dari peradangan.

Reaksi Sistemik Pada Peradangan


1. Demam
Demam terjadi akibat pelepasan zat pirogen endogen berasa l dari netrofil dan makrofag.
Selanjutnyaa zat tersebut akan memacu pusat pengendalian suhu tubuh yang ada di
hipotalamus.
2. Perubahan Hematologis
Peradangan dapa mempengaruhi mempengaruhi maturasi dan pengelaran leukosit dari sum-
sum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah lekosit, yang disebut dengan leukositosis.
Perubahan protein tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan Laju Endap Darah
(KED).

3. Gejala Konstitusional (Gejala Tidak Sehat Secara Umum)


Pada cedera hebat terjadi perubahan metabolisme dan endokrin sehingga reaksi peradangan lokal
sering diiringi gejala konstisusional berupa malaise (Lemah/lesu), anorexia (tidak nafsu makan),
tidak mampu melakukan pekerjaan yang berat, sampai tidak dapat melakukan apapun.

e) Mekanisme proses infeksi


Infeksi adalah :
1. Masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan gejala gejala penyakit
2. invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang
menyebabkancedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler,
atau respon antigen antibodi.

Pembagian Infeksi :
PRIMER : Apabila terjadi secara langsung sebagai akibat dari proses yang ditimbulkan
mikroorganisme sendiri
SEKUNDER : Terjadi oleh sesuatu sebab, misalnya : kelemahan tubuh, kelaparan, kelelahan,
luka dan sebagainya

Macam Infeksi lainnyaREINFEKSI :Penyakit yang mula-mula sudah sembuh tapi kemudian
muncul lagi. Disebut juga Residif.
SUPER INFEKSI : Proses penyakit belum sembuh akan tetapi sudah disusul oleh infeksi yang
lain. Disebut juga infeksi Ganda.
INFEKSIOUS : Penyakit infeksi yang mudah menular dari seorang kepada orang lain. Disebut
juga Infeksiosa.
EPIDEMI : Penyakit infeksi yang bersifat menular, kadang kadang dapat menyerang orang
bayak dalam waktu singkat
PANDEMI : Merupakan Epidemi yang menyebar ke Negara lain
ENDEMI : Suatu penyakit yang terus menerus secara menetap terdapat dalam daerah tertentu

Stadium stadium Infeksi:


Tahap Rentan
Tahap Inkubasi
Tahap Sakit / klinis
Tahap Penyembuhan / Akhir Penyakit

TAHAP RENTAN
Pada tahap ini individu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka atau labil, disertai faktor
predisposisi yang mempermudah terkena penyakit, seperti umur, keadaan fisik,
perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dll. faktor fator predisposisi tersebut mempercepat
masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk berinteraksi dengan pejamu.

TAHAP INKUBASI
Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena
tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan
penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi

Masa inkubasi beberapa penyakit


1. Botulisme 12 36 jam
2. Kolera 3 6 hari
3. Konjungtivitis 1 3 hari
4. Difteri 2 5 hari
5. Disentri amoeba 2 4 minggu
6. Disentri basiler 1 7 hari
7. Demam berdarah dengue 4 5 hari
8. Gonnorhea 2 5 hari
9. Hepatitis infekstiosa 2 6 minggu
10. Herpes zoster 1 2 minggu
11. Influenz 1 3 hari
12. Keracunan makanan tersangka salmonela 6 12 jam
13. Limfogranuloma venereum 2 5 minggu
14. Morbili / campak 10 14 hari15. Morbus hansen / lepra 3 5 tahun
16. Parotitis epidemika 12 25 hari
17. Poliomielitis 7 12 hari
18. Pertusis / batuk rejan 7 20 hari
19. Sifilis 10 90 hari
20. Tetanus 7 hari
21. Tuberkulosis 4 12 minggu
22. Tifus abdominalis 1 2 minggu
23. Varicella 2 3 minggu
24. Variola 7 15 hari

Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:


1. Jenis mikroorganisme
Tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang tertentu, tergantung pada agen penyebab
penyakit. Kadang-kadang waktu inkubasi ini konstan, sedangkan pada beberapa penyakit lain
waktu inkubasinya tidak tentu. Pada beberapa penyakit kelamin, masa inkubasi umumnya
konstan, misalnya : Gonorrhoe (3 8 hari), Lues (3 4 minggu) dan ulkus molle (1 2 hari).
Pada umumnya penyakit infeksi yang berjalan akut masa inkubasinya tidak tentu. Faktor lain
yang mempengaruhi konstan atau tidaknya masa inkubasi adalah tidak diketahuinya masa
penularan. Pada penyakit menahun seperti penyakit TBC dan lepra. Biasanya waktu inkubasi
tidak jelas, karena kita tidak mengetahui kapan kontaminasi terjadi.
2. Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme
Kedua faktor ini berhubungan satu sama lain. Virulensi adalah kekuatan suatu
mikroorganisme atau ganasnya mikroorganisme. Makin banyak mikroorganisme yang
menyerang tubuh maka mikroorganisme itu lebih virulen. Jumlah mikroorganisme yang
masuk tergantung dari cara penularan. Virulensi suatu mikroorganisme dapat dilihat dari
hebat atau tidaknya penyakit yang ditimbulkannya. Secara umum dapat dikatakan bahawa
makin hebat gejala penyakit maka makin virulen mikroorganisme yang menyebabkannya,
akan tetapi hal ini tidak selalu benar karena bagaimanapun daya tahan tubuh seseorang dapat
pula mempengaruhinya.
3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari
mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan virulensi. Mikroorganisme yang virulen akan
lebih cepat berkembangbiak dan membentuk toksin, bila suasana memungkinkan.
4. Porte deentre (pintu masuk dari mikroorganisme)
Hal ini dapat merubah waktu inkubasi. Misalnya penyakit Pes, yang sebenarnya adalah
penyakit pada tikus. Manusia akan ketularan penyakit pes apabila digigit oleh pinjal tikus
yang menderita pes. Pintu masuk kuman dapat dengan perantaraan getah bening, maka
dengan demikian terjadi pes bubo, akan tetapi pintu masuk dapat langsung kedalam
pembuluh darah, maka dengan demikian jalan penyakit pun akan berubah. Setelah masuk
aliran darah maka terjadi pes sepsis. Demikian pula bila pintu masuk melalui paru paru
bagi penderita pes paru paru, dapat secara langsung menyebabkan penularan pes paru
paru.

5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah)


Secara fisiologis, tubuh manusia mempunyai suatu sistem kekebalan tubuh sebagai bentuk
pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem ini disebut juga
sistem imun yang melibatkan sel sel darah putih dan jaringan lainnya. Kekuatan sistem
imun salah satunya dipengaruhi oleh asupan nutrien yang adekuat, misalnya makanan tinggi
protein, vitamin C, dll.

TAHAP SAKIT

Penderita dalam keadaan sakit. Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat
memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit. Dalam perjalanannya penyakit
akan berjalan bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita
masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan. Pada
tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah,
baik secara obyektif maupun subyektif. Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan
aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan. Penularan
mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses, sekret dari ulkus, luka, kulit,
organ-organ dalam

Tahap sakit atau klinis ini dapat berlangsung secara:

Akut : berlangsung untuk beberapa hari atau minggu


Kronik : berlangsung untuk beberapa bulan atau tahun

PEMULIHAN

Interval saat munculnya gejala akut infeksi

9. Proses Penyembuhan Luka

a) Macam-macam proses penyembuhan luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak dengan
jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan sembuh apabila
permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan jaringan yang mencapai normal.

Penyembuhan luka dapat terjadi secara:

1. Per Primam yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan.

2. Per Sekundem yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan per primam. Proses
penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap
terbuka. Biasanya dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan,
terkontaminasi/terinfeksi. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan
jaringan granulasi.

3. Per Tertiam atau Per Primam tertunda yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa
hari setelah tindakan debridemen setelah diyakini bersih, tetapi luka dipertautkan (4-7
hari).

Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-


komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama
dengan keadaan sebelumnya.

b) Proses penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan jaringan yang
menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase penyembuhan luka. (6)
1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase

Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini bertujuan
menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, bendabenda asing dan
jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama fase ini berlangsung,
karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan resorpsi sebelum
fase proliferasi dimulai.

Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu :

a. Komponen vaskuler

Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule
berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh
darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan scrotonin dan histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel
radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem.

b. Komponen hemostatik

Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah
yang keluar dari pembuluh darah.

c. Komponen selluler

Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding


pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka.
Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan
kotoran luka dan bakteri.

2. Fase proliferasi / fase fibroplasi / fase jaringan ikat

Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga,
mempunyai 3 komponen, yaitu :

a. Komponen epitelisasi

Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah
mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari
proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah atau
datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
permukaan luka.
b. Komponen kontraksi luka

Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah


penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka
ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel mesenkim
yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan
prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan luka.
Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan
pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sitat kontraktil
miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.

c. Reparasi jaringan ikat

Luka dipenuhi sel radang, fbroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya
peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan berwarna
kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.

3. Fase remodeling/fase resorpsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan
yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan bulan dan
dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang
diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang
berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama
proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan
dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira
80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

c) Sel-sel yang berperan dalam proses

Dalam proses penyembuhan luka, sel utama yang terlibat adalah fibroblas. Fibroblas merupakan
elemen selular yang banyak ditemukan pada jaringan ikat gingiva yang berproliferasi dan aktif
mensintesis komponen matriks pada proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan yang
rusak. Fibroblas merupakan bahan dasar pembentukan jaringan parut dan kolagen yang
memberikan kekuatan daya rentang pada penyembuhan luka jaringan lunak. Pada saat jaringan
mengalami keradangan, maka fibroblas akan segera bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan
memproduksi matriks kolagen untuk memperbaiki jaringan yang rusak.

Definisi Fibroblas

Fibroblas (L. fibra, serat: Yunani. blatos, benih: Latin) adalah sel yang menghasilkan serat
dan substansi dasar amorf jaringan ikat biasa. Pada saat sedang aktif menghasilkan substansi
internal, sel ini memiliki juluran sitoplasma lebar atau tampak berbentuk kumparan.
Sitoplasmanya yang banyak bersifat basofil dan anak intinya sangat jelas, yang menandakan
adanya sintesis protein secara aktif. Fibroblas merupakan salah satu sel jaringan ikat dalam
rongga mulut yang paling khas dan berperan penting dalam perkembangan dan
pembentukan struktur jaringan.

Struktur Fibroblas

Fibroblas paling banyak terdapat dalam ligamen periodontal dan secara rapat memenuhi
populasi, bentuknya gelondong atau disk flat (pipih) dan mempunyai inti yang panjang dan
ovoid, serta banyak proses sitoplasmik yang panjangnya bervariasi. Struktur sitoplasmiknya
berhubungan dengan fibroblas lain dalam jaringan penghubung manusia.

Peran Fibroblas dalam Proses Penyembuhan Luka

Pada saat jaringan mengalami jejas yang menyebabkan terbentuknya lesi atau perlukaan, maka
proses penyembuhan luka tersebut merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan
beberapa proses. Penyembuhan luka sebagai salah satu prototip dari proses perbaikan jaringan
merupakan proses yang dinamis, secara singkat meliputi proses inflamasi, diikuti oleh proses
fibrosis atau fibroplasia, selanjutnya remodeling jaringan dan pembentukan jaringan parut.

Proses fibrosis atau fibroplasia dan pembentukan jaringan parut merupakan proses perbaikan
yang melibatkan jaringan ikat yang memiliki empat komponen, yaitu : (a) pembentukan
pembuluh darah baru, (b) migrasi dan proliferasi fibroblas, (c) deposisi ECM (extracellular
matrix), dan (d) maturasi dan organisasi jaringan fibrous (remodeling). Dari keseluruhan proses
yang telah disebutkan di atas, fibroblas memiliki peran penting pada proses fibrosis yang
melibatkan dua dari keempat komponen di atas yaitu migrasi dan proliferasi fibroblas serta
deposisi ECM oleh fibroblas.

Pada proses inflamasi terjadi perubahan vaskuler yang mempengaruhi besar, jumlah, dan
permeabilitas pembuluh darah dan perubahan seluler yang menyebabkan kemotaksis ke arah
jejas setelah proses inflamasi berkurang, dilanjutkan dengan proses fibrosis tahap awal yaitu
migrasi dan proliferasi di daerah jejas. Migrasi dan proliferasi fibroblas terutama dipacu oleh
transforming growth factor- (TGF-), yaitu faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh jaringan
granulasi yang terbentuk selama proses inflamasi. Migrasi dan peningkatan proliferasi fibroblas
di daerah jejas akan meningkatkan sintesis kolagen dan fibronektin, serta peningkatan deposisi
matriks ekstraselular.

Pada tahap selanjutnya terjadi penurunan proliferasi sel endotel dan sel fibroblas, namun
fibroblas menjadi lebih progresif dalam mensintesis kolagen dan fibronektin sehingga
meningkatkan jumlah matriks ekstraselular yang berkurang selama inflamasi. Selain TGF-,
beberapa faktor pertumbuhan lain yang ikut mengatur proliferasi fibroblas juga membantu
menstimulasi sintesis matriks ekstraselular. Pembentukan serabut kolagen pada daerah jejas
merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kekuatan penyembuhan luka. Sintesis kolagen
oleh fibroblas dimulai relatif awal pada proses penyembuhan (hari ke 3-5) dan berlanjut terus
sampai beberapa minggu tergantung ukuran luka. Menurut Sodera & Saleh (1999), sintesis
kolagen oleh fibroblas mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai ke-7. Proses sintesis ini
banyak bergantung pada vaskularisasi dan perfusi di daerah lunak, dan mencapai hasil optimal
dalam lingkungan yang sedikit asam.
Proses akhir dari penyembuhan luka adalah pembentukan jaringan parut, yaitu jaringan granulasi
yang berbentuk spindel, kolagen, fragmen dari jaringan elastik dan berbagai komponen matriks
ekstraselular. Jadi, pada saat jaringan mengalami perlukaan, maka fibroblas yang akan segera
bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan memproduksi matriks kolagen dalam jumlah besar
yang akan membantu mengisolasi dan memperbaiki jaringan yang rusak.

10. Neoplasma
a) Pengertian neoplasma

Neoplasma adalah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-
menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna
bagi tubuh. Suatu neoplasma, sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumuhan jaringan normal serta
terus demikian walaupun rancangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal
mendasar tentang asal neoplasma adalah hialngnya responsivitas terhadap faktor pengendali
pertubuhan yang normal. Sel neoplastik disebut mengalami transformasi karena terus memblah
diri, tampak nya tidak perduli terhadap pengaruh regulatorik yang mengandalikan pertumbuhan
senormal. Selain itu, neoplasma berperilaku seperti parasit dan bersaing dengan sel dan jaringan
normal untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya. Tumor mungkin tumbuh subur pada pasien
yang kurus kering. Sampai tahap tertentu, neoplasma memiliki otonomi dan sedikit banyak terus
membesar tanpa bergantung pada lingkugan lokal dan status gizi pejamu. Namun, otonomi
tersebut tidak sempurna. Beberapa neoplasma membutuhkan dukungan endokrin, dan
ketergantungan semacam ini kadang-kadang dapat dieksploitasi untuk merugikan neoplasma
tersebut. Semua neoplasma bergantung pada pejamu untuk memenuhi kebutuhan gizi dan aliran
darah. Dalam penggunaan istilah kedoteran yang umum, neoplasma sering disebut sebagai
tumor, dan ilmu tentang tumor disebut onkologi (dari onkos, tumor dan logos, ilmu) dalam
onkologi, pembagian neoplasma menjadi kategori jinak dan ganas merupakan hal penting.
Pembagian ini didasarkan pada penilaian tentang kemungkinan prilaku neoplasma. Suatu tumor
dikatakan jinak (beniga) apabila gambaran mikroskopik dan makroskopiknya dianggap relatif
tidak berdosa, yang mengisyaratkan bahwa tumr tersebut akan terlokalisasi, tidak dapat
menyebar ketempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal;
pasien umumnya selamat. Namun, perlu dicatat bahwa tumor jinak dapat menimbulkan kelainan
yang lebih dari sekedar benjolan lokal, dan kadang-kadang tumor jinak menimbulkan penyakit
serius. Tumor Ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata latin untuk
kepiting tumor melekat erat kesemua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor kepiting.
Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma, menunjukkan bahwa lesi dapat menyerbu dan
merusak struktur didekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastesis) serta menyebabkan
sedemikian ematikan. Sebagian ditemukan secara dini dan berhasil dihilangkan, tetapi sebutan
ganas menandakan bendera merah.

b) Perbedaan neoplasma ganas dan jinak

1. Tumor Jinak ( Benigna )


-Ukuran kurang dari 2cm
-Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh infiltratif, tidak
merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh.
-Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan sempurna kecuali yang mensekresi hormone
atau yang terletak pada tempat yang sangat penting, misalnya disumsum tulang belakang yang
dapat menimbulkan paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.
-Dengan penanganan yang tepat penyakit tumor jinak bisa sembuh dengan mudah.

2. Tumor ganas ( maligna )

-Ukuran lebih dari 2cm

-Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif. Dan merusak jaringan sekitarnya.

-Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau aliran darah dan
sering menimbulkan kematian.

-Selain itu pada tumor ganas juga akan terbentuk sebuah luka pembusukan pada benjolan
tersebut, yang paling terkenal berbahaya akibat penyakit tumor ganas adalah jika benjolan
terjadi di pembuluh darah, maka akan menyebabkan pendarahan di dalam tubuh, karena
benjolan tersebut akan menyebabkan berbagai macam penyakit berbahaya, seperti kanker paru,
batuk berdarah dan masih banyak lagi.

-penyakit tumor ganas sangat sulit untuk disembuhkan, jika dilakukan operasi, maka penyakit
tumor ganas bisa muncul kapan saja dengan mudah.

c) Macam- macam neoplasma

Klasifikasi neoplasma yang digunakan biasanya berdasarkan Sifat Biologik Tumor, yakni :

a. Tumor Jinak ( Benigna )

Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh infiltratif,
tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh.
Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan sempurna kecuali yang mensekresi hormone
atau yang terletak pada tempat yang sangat penting, misalnya disumsum tulang belakang yang
dapat menimbulkan paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.

b. Tumor ganas ( maligna )

Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif. Dan merusak jaringan sekitarnya.
Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau aliran darah dan sering
menimbulkan kematian. Kata ganas sama dengan maligna yang berarti buruk dan berpotensi
mematikan dengan karakteristik anaplasia, invasif dan metastasis. Tumor ganas adalah kanker,
dan kanker belum tentu berbentuk tumor, di mana sel-sel kanker dapat menyerang dan merusak
jaringan dan organ dekat tumor (invasif). Sel-sel kanker dapat melepaskan diri dari tumor ganas
dan memasuki sistem limfatik atau aliran darah. Kanker menyebar dari tumor asli untuk
membentuk tumor baru di bagian lain dari tubuh, istilahnya adalah metastasis. Perbedaan
lainnya dengan tumor jinak, kebanyakan tumor ganas tidak berkapsul.

Secara khusus, sel-sel tumor ganas mungkin memiliki perubahan bentuk sel yang berkontribusi
terhadap cepaatnya proliferasi mereka. Banyak sel-sel ganas juga memiliki kromosom abnormal
atau gen berubah, dan mereka memproduksi protein abnormal. Banyak perubahan dari sifat sel
pada sel-sel ganas memungkinkan ahli patologi, untuk menentukan proses yang disebut
Staging tumor.

c. Intermediate

Diantara 2 kelompok tumor jinak dan tumor ganas terdapat segolongan kecil tumor yang
mempunyai sifat invasive local tetapi kemampuan metastasisnya kecil.Tumor demikian disebut
tumor agresif local tumor ganas berderajat rendah. Sebagai contoh ialah karsinoma sel basal
kulit.

11. Proses Penuaan

a) Pengertian Penuaan

Penuaan (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tridak
dapat memperbaiki kekurangan yang didierita.

Tidak seorangpun yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini ditandai dengan tahap-
tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena setelah mencapai dewasa, secara
alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi
penurunan karena proses penuaan. Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang
tidak hanya terkait dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri
adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel dan organ dalam
tubuh.

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Constantindes,
1994)

Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia
yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia. Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi
karena suatu penyakit, atau juga suatu kecacatan. Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
menghinggapi kaum lanjut usia.

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa. Misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati
sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik
dalam hal pencapaian puncak maupun menurunnya.

b) Tahap-tahap penuaan

Penuaan tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui beberapa tahapan atau fase, sehingga
kita memiliki kesempatan untuk menghambatnya, salah satunya dengan menjaga pola makan dan
pemakaian krim atau pelembab untuk melindungi kulit dari sengatan matahari agar kulit tidak
cepat kering atau keriput. Menurut Dr. Maria Sulindro, direktur medis Pasadena anti-aging, AS,
Proses penuaan terjadi secara bertahap dan secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 fase:

Fase 1 Subklinik

Pada saat mencapai usia 25-35 tahun. Pada masa ini produksi hormon mulai berkurang (mulai
mengalami penurunan produksi). Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai
menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal
bebas, yang dapat merusak sel dan DNA, mulai memengaruhi tubuh. Polusi udara, diet yang tak
sehat dan stres merupakan serangan radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh. Kerusakan
ini biasanya tak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal,
tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Di fase ini mulai terjadi kerusakan sel tapi tidak
memberi pengaruh pada kesehatan. Tubuh pun masih bugar terus. Penurunan ini mencapai 14 %
ketika seseorang berusia 35 tahun.

Fase 2 Transisi

Kedua transisi, yakni pada usia 35-45 tahun. Produksi hormon sudah menurun sebanyak 25%,
sehingga tubuh pun mulai mengalami penuaan. Biasanya pada masa ini, ditandai dengan
lemahnya penglihatan (mata mulai mengalami rabun dekat) sehingga perlu menggunakan
kacamata berlensa plus, rambut mulai beruban, stamina dan energi tubuh pun berkurang. Bila
pada masa ini dan sebelumnya atau bila pada usia muda, kita melakukan gaya hidup yang tidak
sehat bisa berisiko terkena kanker.

Fase 3 Klinik

Puncaknya pada tahap fase klinikal, yakni pada usia 45 tahun ke atas. Pada masa ini produksi
hormon sudah berkurang hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kaum perempuan mengalami
masa yang disebut menopause sedangkan kaum pria mengalami masa andropause. Pada masa ini
kulit pun menjadi kering karena mengalami dehidrasi/kulit menjadi keriput, terutama di bagian
samping dan di bawah mata kita, juga kulit tangan kita yang tidak sekencang dulu, tubuh juga
menjadi cepat lelah. Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes, osteoporosis, hipertensi dan
penyakit jantung koroner mulai menyerang dan menjadi sesuatu yang sangat mengerikan.

Karena proses penuaan ini terjadi melalui beberapa tahapan, sebenarnya ada banyak waktu untuk
menghambatnya. Cepat lambatnya proses penuaan, 30% dipengaruhi oleh faktor
genetika/keturunan dan 70 % lebih dipengaruhi oleh gaya hidup. Kalau anggota keluarga
cenderung awet muda. Kita pun besar kemungkinan akan berpenampilan awet muda. Gaya hidup
yang penuh stres, kurang istirahat, banyak makan makanan berlemak dan berkalori tinggi,
kurang gerak serta hidup di lingkungan yang penuh polusi akan merusak sel sehingga menjadi
lebih tua. Akibatnya, kita pun mengalami penuaan usia biologik. Namun, kondisi ini dapat
dihindari dengan program anti aging baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan medis.
Misalnya: Seseorang yang rajin berolahraga, terbukti bisa menangkal sejumlah penyakit
kardiovaskuler. Olah raga ringan di sela aktivitas seperti senam, lari atau jalan cepat sebaiknya
sering dilakukan.

Semakin jauh seseorang dari derita penyakit jantung, stroke dan sejenisnya, Semakin berbahagia
hidupnya. Dan kebahagiaan itu merupakan salah satu peran terbesar penunda penuaan. Tidak
mungkin rasanya orang bisa terlihat sehat dan awet muda kalau tubuhnya dihinggapi berbagai
jenis penyakit berbahaya. Penunda penuaan lainnya adalah faktor diet dan nutrisi. Apa yang kita
makan menentukan tubuh kita. Diet dan nutrisi sangat berperan dalam menentukan proses
penuaan dan kesehatan seseorang.

c) Teori-teori Penuaan

Terdapat beberapa teori penuaan yang dimuat dalam buku ajar keperawatan lansia. Donlon (2007
dalam Stanley dan Beare, 2007) mengelompokkan teori-teori tersebut kedalam kelompok teori
biologis dan teori psikososiologis (lihat bagan 2).

1. Teori Biologis

Kelompok teori ini menjabarkan proses fisik penuaan dimana terjadi perubahan fungsi dan
struktur (sampai tingkat molekuler) hingga kematian. Kelompok teori ini juga mencoba untuk
menjelaskan pe-nyebab terjadinya variansi dalam proses penuaan yang dialami oleh setiap
individu yang berbeda.

a. Teori genetika

Menurut teori ini, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan
dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Teori ini terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatic dan teori glikogen.
Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur
karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi saling
bersilangan (crosslink) dengan unsur yang lain sehingga mengubah informasi genetik dan
mengakibatkan kesalahan pada tingkat seluler dan menyebabkan system dan organ tubuh gagal
untuk berfungsi.

b. Teori wear-tear (dipakai-rusak)

Teori ini menyatakan bahwa akumulasi sampah metabolic atau zat nutrisi dapat merusak sintesis
DNA sehingga mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Radikal
bebas adalah contoh dari produk sampah metabolisme yang me-nyebabkan kerusakan ketika
akumulasi terjadi. Radikal bebas adalah molekul atau atom dengan suatu electron tidak
berpasangan. Ini merupakan jenis yang sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama
metabolisme.

Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh system enzim pelindung pada kondisi normal.
Beberapa radikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam
struktur biologis yang penting, saat itu kerusakan organ terjadi.

c. Riwayat lingkungan

Teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang berasal dari lingkungan seperti karsinogen dari
industry, cahaya matahari, trauma dan infeksi) membawa perubahan dalam pe-nuaan. Faktor
lingkungan diketahui dapat mempercepat proses penuaan tetapi hanya diketahui sebagai faktor
sekunder saja.

d. Teori imunitas

Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam system imun yang berhubungan dengan
penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami
penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan
infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi system imun, terjadilah peningkatan dalam respons
autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit
autoimun seperti arthritis rheumatoid. Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar
timus, dimana berat dan ukuran kelenjar timus akan menurun sering bertambahnya umur
sehingga mempengaruhi kemampuan diferensiasi sel T dalam tubuh dan mengakibatkan
menurunnya respons tubuh terhadap benda asing didalam tubuh.

e. Teori neuroendokrin

Dalam teori sebelumnya dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara penuaan dengan
perlambatan system metabolisme atau fungsi sel. Sebagai contoh dalam teori ini adalah sekresi
hormon yang diatur oleh system saraf. Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan
secara universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,
memproses dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respons
ini kadang-kadang di interpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya
pengetahuan.
Teori Biologis Tingkat Perubahan

Genetika Gen yang diwariskan


dari dampak
lingkungan

Dipakai dan rusak Kerusakan oleh


radikal bebas

Lingkungan Meningkatnya pajanan


terhadap hal-hal yang
berbahaya

Imunitas Integritas system


tubuh untuk melawan
kembali

Neuroendokrin Kelebihan atau ku-


rangnya produksi
hormone

Teori Tingkat Proses


Psikososiologis

Kepribadian Introvert lawan


ekstrovert
Tugas
perkembangan Maturasi sepanjang
rentang kehidupan
Disengagement
Antisipasi menarik diri

Aktivitas Membantu
mengembangkan
usaha

Kontinuitas Pengembangan
individualitas

Ketidakseimbangan Kompensasi melalui


sistem pengorganisasian diri
sendiri

Tabel 3 Teori-teori Penuaan (Donlon, 2007 dalam Stanley dan Beare 2007)

2. Teori Psikososiologis

Kelompok teori ini menyatakan bahwa penuaan dipengaruhi dan disertai oleh perubahan perilaku
maupun aspek lain sesuai konteks psikologi dan sosiologis.

a. Teori kepribadian

Teori ini menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau
tugas spesifik lansia. Dalam teorinya Jung (1971) menyatakan bahwa terdapat kepribadian
introvert dan ekstrovert dan keseimbangan terhadap keduanya sangat penting bagi kesehatan.
Dalam konsep interioritas ini Jung mengungkapkan bahwa separuh kehidupan manusia
berikutnya digambarkan dengan memiliki tujuannya sendiri, yaitu untuk me-ngembangkan
kesadaran diri sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya sendiri. Lansia sering
menemukan bahwa hidup telah memberikan satu rangkaian pilihan yang sekali dipilih, akan
membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa diubah.

b. Teori tugas perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada
tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erickson (1986)
menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai bagian
kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan
bahwa ia telah menikmati kehidupan yang yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk
disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.

c. Teori disengagement

Teori pemutusan hubungan, dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an,
menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung
jawabnya. Proses penarikan diri ini daoat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan
penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi
yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial adalah agar ia dapat menyediakan
waktu untuk merefleksikan pen-capaian hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak
terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam rangka memindahkan
kekuasaan generasi tua ke generasi muda. Teori ini memiliki titik kelemahan karena seolah-olah
membatasi peran lansia di masyarakat dan pada kenyataannya banyak lansia yang masih
berkontribusi secara positif bagi masyarakat dalam usia senjanya.

d. Teori aktivitas
Teori ini dikatakan sebagai lawan dari teori disengagement yang menyatakan bahwa jalan
menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Gagasan pemenuhan kebutuhan
seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain ditunjukkan
dalam teori ini. Sebuah penelitian juga menunjukkan pen-tingnya aktivitas mental dan fisik yang
berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa
kehidupan manusia.

e. Teori kontinuitas

Teori ini dikenal juga sebagai teori perkembangan dan mencoba menjelaskan dampak
kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan
dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu
sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan.

Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan
dengan mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut. Selain itu,
individu yang telah melakukan manipulasi atau abrasi dalam interaksi interpersonal mereka
selama masa mudanya tidak akan tiba-tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda di
dalam masa akhir kehidupannya.

d) Proses Penuaan Pada Organ

Perubahan-Perubahan Anatomik Organ Tubuh pada PenuaanI. Perubahan Anatomik pada


Sistem Integumen

1. Kulit

2. Rambut

a. Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan jumlahnya sedikit.

b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih panjang.

c. Rambut memutih.

d. Rambut banyak yang rontok.

3. Kuku

a. Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun 30-50% dari orang
dewasa.

b. Kuku menjadi pudar.

c. Warna kuku agak kekuningan.


d. Kuku menjadi tebal, keras tapi rapuh.

e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini dilaporkan terdapat pada
67%lansia berusia 70 tahun.

II. Perubahan Anatomik pada Sistema Muskuloskeletal

Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun
karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas tetap
normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu;
modeling dan remodeling, pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling
sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi masa tulang yang
hilang nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini disebut
negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan
masa tulang secara linier yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih
pourus. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1%
per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 80 tahun,
pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula dibanding dengan kortek. Pada
pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse dengan osteoporosis spinal hanya mempunyai
trabekula kurang dari 14%. Selama kehidupan laki-laki kehilangan 20-30% dan wanita 30-40%
dari puncak massa tulang. Pada sinofial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan
sendi terjadi celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin
menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan jaringan peri artikuler
mengalami degenerasi Semuanya ini menyebabkan penurunan fungsi sendi, elastisitas dan
mobilitas hilang sehingga sendi kaku, kesulitan dalam gerak yang rumit
Perubahan yang jelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama mengenai serabut
otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena otropi dan kehilangan serabut otot. Perubahan ini
menyebabkan laju metabolik basal dan laju komsumsi oksigen maksimal berkurang. Otot
menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat. Selain penurunan masa otot juga
dijumpai berkurangnya rasio otot dan jaringan lemak.

III. Perubahan anatomik pada sistema kardiovaskuler

1. Jantung (Cor)

Elastisitas dinding aorta menurun dengan bertambahnya usia. Disertai dengan bertambahnya
kaliber aorta. Perubahan ini terjadi akibat adanya perubahan pada dinding media aorta dan bukan
merupakan akibat dari perubahan intima karena aterosklerosis. Perubahan aorta ini menjadi
sebab apa yang disebut isolated aortic incompetence dan terdengarnya bising pada apex cordis.
Penambahan usia tidak menyebabkan jantung mengecil (atrofi) seperti organ tubuh lain, tetapi
malahan terjadi hipertropi. Pada umur 30-90 tahun massa jantung bertambah ( 1gram/tahun
pada laki-laki dan 1,5 gram/tahun pada wanita). Pada daun dan cincin katup aorta perubahan
utama terdiri dari berkurangnya jumlah inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan
lipid, degenerasi kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut. Daun katup menjadi
kaku, perubahan ini menyebabkan terdengarnya bising sistolik ejeksi pada usia lanjut. Ukuran
katup jantung tampak bertambah. Pada orang muda katup antrioventrikular lebih luas dari katup
semilunar. Dengan bertambahnya usia terdapat penambahan circumferensi katup, katup aorta
paling cepat sehingga pada usia lanjut menyamai katup mitral, juga menyebabkan penebalan
katup mitral dan aorta. Perubahan ini disebabkan degenerasi jaringan kalogen, pengecilan
ukuran, penimbunan lemak dan kalsifikasi. Kalsifikasi sering terjadi pada anulus katup mitral
yang sering ditemukan pada wanita. Perubahan pada katup aorta terjadi pada daun atau cincin
katup. Katup menjadi kaku dan terdengar bising sistolik ejeksi.

2. Pembuluh Darah Otak

Otak mendapat suplai darah utama dari Arteria Karotis Interna dan a.vertebralis. Pembentukan
plak ateroma sering dijumpai didaerah bifurkatio kususnya pada pangkal a.karotis interna,
Sirkulus willisii dapat pula terganggu dengan adanya plak ateroma juga arteri-arteri kecil
mengalami perubahan ateromatus termasuk fibrosis tunika media hialinisasi dan kalsifikasi.
Walaupun berat otak hanya 2% dari berat badan tetapi mengkomsumsi 20% dari total kebutuhan
oksigen komsumsion. Aliran darah serebral pada orang dewasa kurang lebih 50cc/100gm/menit
pada usia lanjut menurun menjadi 30cc/100gm/menit. Perubahan degeneratif yang dapat
mempengaruhi fungsi sistem vertebrobasiler adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air
sangat menurun, fibrokartilago meningkat dan perubahan pada mukopoliskharid). Akibatnya
diskus ini menonjol ke perifer mendorong periost yang meliputinya dan lig.intervertebrale
menjauh dari corpus vertebrae. Bagian periost yang terdorong ini akan mengalami klasifikasi dan
membentuk osteofit. Keadaan seperti ini dikenal dengan nama spondilosis servikalis.
Discus intervertebralis total merupakan 25% dari seluruh collumna vertebralis sehingga
degenerasi diskus dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan pada usia lanjut

3. Pembuluh Darah Perifer.

Arterosclerosis yang berat akan menyebabkan penyumbatan arteria perifer yang menyebabkan
pasokan darah ke otot-otot tungkai bawah menurun hal ini menyebabkan iskimia jaringan otot
yang menyebabkan keluhan kladikasio.

IV. Perubahan Anatomik pada Sistem Pernafasan (System Respiratorius)\

1. Dinding dada: Tulang-tulang mengalami osteoporosis, rawan mengalami osifikasi sehingga


terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga
dada mengecil.

2. Otot-otot pernafasan: Musuculus interkostal dan aksesori mengalami kelemahan akibat


atrofi.

3. Saluran nafas: Akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan aveoli
menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cicin rawan bronkus mengalami pengapuran.
4. Struktur jaringan parenkim paru: Bronkiolus, duktus alveoris dan alveolus membesar secara
progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer
kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim paru
mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut dapat karena
menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan daerah permukaan alveolus.
Perubahan anatomi tersebut menyebabkan gangguan fisiologi pernapasan sebagai berikut:
a. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume rongga dada
akan merubah mekanika pernafasan menjadi dangkal, timbul gangguan sesak nafas, lebih-lebih
apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan.

b. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan penimbulkan
penumpukan udara dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan pendistribusian gangguan
udara nafas dalam cabang bronkus.

c. Volume dan kapasitas paru menurun: hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1)
kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim paru menurun, (3) resistensi saluaran
nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan
ventilasi paru.

d. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap,
penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Selain itu
diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah dari alveoli (difusi) dan transport O2 ke jaringan
berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olahraga. Penurunan pengambilan O2
maksimal disebabkan antara lain karena: (1) berbagi perubahan pada jaringan paru yang
menghambat difusi gas, dan (2) kerena bertkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnyan
curah jantung.

e. Gangguan perubahan ventilasi paru: pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi
paru, akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral atupun
pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan
PaO2, peninggian PaCO2, Perubahan pH darah arteri dan sebagainya.

V. Perubahan Anatomik pada Sistem Pencernaan (System Digestivus)

1. Rongga Mulut (Cavum Oris)

a. Gigi (Dente)s

Atrial: Hilangnya jaringan gigi akibat fungsi pengunyah yang terus menerus. Dimensi vertikal
wajah menjadi lebih pendek sehingga merubah penampilan /estetik fungsi pengunyah.
Meningkatkan insiden karies terutama bagian leher gigi dan akar, karies sekunder di bawah
tambalan lama.

Jaringan penyangga gigi mengalami kemunduran sehingga gigi goyang dan tanggal.
b. Muskulus

Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga terjadi pergerakan yang tidak terkontrol
dari bibir, lidah dan rahang orafacial dyskinesis.

c. Mukosa

Jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap, dan kering.

d. Lidah (Lingua)

Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan
dengan ini maka terjadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya orang tua sering
mengeluh tentang kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin.
Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan sebagian besar gigi, lidah besentuhan
dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan berbicara.

e. Kelenjar liur (Glandula Salivarius)

Terjadi degenerasi kelenjar liur, yang mengakibatkan sekresi dan viskositas saliva menurun.

f. Sendi Temporo Mandibular (Art Temporo Mandibularis)

Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis sering sudah terjadi pada usia 30-50 tahun.
Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis ini akibat dari proses degenerasi. Dengan
manifestasi adanya TM joint sound, melemahnya otot-otot mengunyah sendi, sehingga sukar
membuka mulut secara lebar.

g. Tulang Rahang (Os Maxilare dan Os Mandibulare)

Terdapat resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm terutama pada rahang tanpa gigi atau
setetelah pencabutan.

2. Lambung (Ventriculus)

Terjadi atrofi mukosa, atrofi sel kelenjar dan ini menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan
faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya
tampung makanan berkurang. Proses pengubahan protein menjadi pepton terganggu. Karena
sekresi asam lambung berkurang rangsang rasa lapar juga berkurang. Absobsi kobalamin
menurun sehingga konsentrasi kobalamin lebih rendah.

3. Usus halus (Intestinum Tenue)

Mukosa usus halus mengalami atrofi, sehingga luas permukaan berkurang jumlah vili berkurang
yang menyebebabkan penurunan proses absorbsi. Di daerah duodenum enzim yang
dihasilkan oleh pancreas dan empedu menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan seperti ini menyebabkan gangguan
yang disebut sebagai maldigesti dan mal absorbsi.

4. Pankreas (Pancreas)

Produksi ensim amylase, tripsin dan lipase menurun sehingga kapasitas metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak juga menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang
dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula vateri menyebabkan
oto-digesti parenkim pankreas oleh ensim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin
dan/atau asam empedu.

5. Hati (Hepar)

Ukuran hati mengecil dan sirkulasi portal juga menurun pada usia kurang dari 40 tahun 740
ml/menit, pada usia diatas 70 tahun menjadi 595 ml/menit.
Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Disamping juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan
vitamin, konyugasi, bilirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia secara histologik
dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagian besar sel, berubah bentuk menjadi
jaringan fibrous sehingga menyebabkan penurunan fungsi hati. Hal ini harus di ingat terutama
dalam pemberian obat-obatan.

6. Usus Besar dan Rektum (Colon dan Rectum)

Pada colon pembuluh darah menjadi ber kelok-kelok yang menyebabkan motilitas colon
menurun, berakibat absobsi air dan elektrolit meningkat sehingga faeses menjadi lebih keras
sering terjadi konstipasi.

VI. Perubahan Anatomik pada Sistema Urinarius

1. Ginjal (Ren)

Setelah umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan ginjal dan pada usia 60 tahun
kemampuan tingggal 50% dari umur 30 tahun, ini disebabkan berkurangnya populasi nefron dan
tidak adanya kemampuan regenerasi. Dengan menurunnya jumlah populasi nefron akan terjadi
penurunan kadar renin yang menyebabkan hipertensi.

Terjadi penebalan membrana basalis kapsula Bowman dan terganggunya permeabilitas,


perubahan degeneratif tubuli, perubahan vaskuler pembuluh darah kecil sampai hialinisasi
arterioler dan hiperplasia intima arteri menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada
pembentukan berbagai sitokin yang menyebabkan resobsi natrium ditubulus ginjal.
Efisien ginjal dalam pembuangan sisa metabolisme terganggu dengan menurunnya massa dan
fungsi ginjal

jumlah neufron tinggal 50% pada akhir rentang hidup rata-rata

aliran darah ginjal tinggal 50% pada usia 75 tahun

tingkat filtrasi glomerlusdan kapasitas ekskresi maksimum menurun

2. Kandung Kemih (Vesica Urinarius)

Dengan bertambahnya usia kapasitas kandung kemih menurun, sisa urin setelah selesai
berkemih cenderung meningkat dan kontraksi otot kandung kemih yang tidak teratur sering
terjadi keadaan ini menyebabkan sering berkemih dan kesulitan menahan keluarnya urin. Pada
wanita pasca menopouse karena menipisnya mukosa disertai dengan menurunnya kapasitas,
kandung kemih lebih rentan dan sensitif terhadap rangsangan urine, sehingga akan berkontraksi
tanpa dapat dikendalikan keaadan ini disebut over active bladder. Gangguan ini mengenai
sekurang-kurangnya 50 juta orang di negara yang berkembang.
Normal berkemih seorang sehat dalam waktu 24 jam adalah: 1100-1800 cc, frekuensi kurang 8
kali, nokturna kurang 2 kali, volume berkemih rata-rata 200-400 cc, dan volume maksimum
berkemih 400-600 cc.

VII. Perubahan Anatomik pada Sistema Genitalia

A. Wanita

Dengan berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia interna dan eksterna berangsur-
angsur mengalami atrofi.

1. Vagina

Vagina mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina mengalami pengecilan.


Fornises menjadi dangkal, begitu pula serviks tidak lagi menonjol ke dalam vagina. Sejak
klimakterium, vagina berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita belum pernah
melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan berhenti berfungsi. Mukosa genitalia menipis begitu
pula jaringan sub-mukosa tidak lagi mempertahankan elastisitasnya akibat fibrosis.
Perubahan ini sampai batas tertentu dipengaruhi oleh keberlangsungan koitus, artinya makin
lama kegiatan tersebut dilakukan kurang laju pendangkalan atau pengecilan genitalia eksterna.

2. Uterus

Setelah klimaterium uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya menipis,
miometrium menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks menyusut tidak
menonjol, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding jaringan.
3. Ovarium

Setelah menopause, ukuran sel telur mengecil dan permukaannya menjadi keriput sebagai
akibat atrofi dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang sebelumnya, permukaan
ovarium menjadi rata lagi seperti anak oleh karena tidak terdapat folikel. Secara umum,
perubahan fisik genetalia interna dan eksterna dipengaruhi oleh fungsi ovarium. Bila ovarium
berhenti berfungsi, pada umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang
pertumbuhannya oleh hormon estrogen dan progesteron.

4. Payudara (Glandula Mamae)

Payudara akan menyusut dan menjadi datar, kecuali pada wanita yang gemuk, dimana payudara
tetap besar dan menggantung. Keadaan ini disebabkan oleh karena atrofi hanya
mempengaruhi kelenjar payudara saja.

Kelenjar pituari anterior mempengaruhi secara histologik maupun fungsional, begitu pula
kelenjar tiroid dan adrenal menjadi keras dan mengkibatkan bentuk tubuh serupa akromegali
ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang menghilang. Kadang timbul pertumbuhan
rambut pada wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang, oleh karena pertumbuhannya dipengaruhi
oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar ovarium. Rambut kepala menjadi jarang. Kenaikan
berat badan sering terjadi pada masa klimakterik.

B. Pria

1. Prostat

Pembesaran prostat merupakan kejadian yang sering pada pria lansia, gejala yang timbul
merupakan efek mekanik akibat pembesaran lobus medius yang kemudian seolah-olah bertindak
sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve Effect). Disamping itu terdapat efek dinamik dari
otot polos yang merupakan 40% dari komponen kelenjar, kapsul dan leher kantong kemih, otot
polos ini dibawah pengaruh sistem alfa adrenergik. Timbulnya nodul mikroskopik sudah
terlihat pada usia 25-30 tahun dan terdapat pada 60% pria berusia 60 tahun, 90% pada pria
berusia 85 tahun, tetapi hanya 50% yang menjadi BPH Makroskopik dan dari itu hanya 50%
berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan problem medik.
Kadar dehidrosteron pada orang tua meningkat karena meningkatnya enzim 5 alfa reduktase
yang mengkonfersi tetosteron menjadi dehidro steron. Ini yang dianggap menjadi pendorong
hiperplasi kelenjar, otot dan stroma prostat. Sebenarnya selain proses menua rangsangan
androgen ikut berperan timbulnya BPH ini dapat dibuktikan pada pria yang di kastrasi menjelang
pubertas tidak akan menderita BPH pada usia lanjut.

2. Testis

Penuaan pada pria tidak menyebabkan berkurangnya ukuran dan berat testis tetapi sel yang
memproduksi dan memberi nutrisi (sel Leydic) pada sperma berkurang jumlah dan aktifitasnya
sehingga sperma berkurang sampai 50% dan testoteron juga menurun. Hal ini menyebabkan
penuruna libido dan kegiatan sex yang jelas menurun adalah multipel ejakulasi dan perpanjangan
periode refrakter. Tetapi banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai umur
lanjut.

VIII. Perubahan Anatomik pada Sistem Imun.

1. Kelenjar Timus (Glandula Thymus)

Pemeriksaan anatomis menunjukkan bahwa ukuran maksimal kelenjar Timus terdapat pada usia
pubertas sesudahnya akan mengalami proses pengecilan. Pada usia 40-50 tahun jaringan
kelenjar tinggal 5-10%. Diketahui bahwa Timus merupakan kelenjar endokrin sekaligus tempat
deferensiasi sel limfosit T menjadi sel imunokompeten

Involusi ditandai dengan adanya infiltrasi jaringan fibrous dan lemak. Sentrum Germinativum
jumlahnya berkurang dan menjadi fibrotik serta kalsifikasi. Konsekwensinya kemampuan
kelenjar Timus untuk mendewasakan sel T berkurang.

2. Limpa (Lien), kelenjar Limfe

Tidak ada perubahan morfologis yang berarti hanya menunjukkan turunnya kemampuan
berproliferasi dan terdapat sedikit pembesaran limpa.

IX. Perubahan Anatomik pada sistema Syaraf Pusat (Systema Nervosum Centrale).

1. Otak

Berat otak kurang lebih 350 gram pada saat kelahiran kemudian meningkat menjadi 1,375 gram
pada usia 20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih
11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90
tahun. Otak mengandung lebih 100 million sel termasuk diantarnya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat. pada penuaan otak kehilangan 100.000
neuron /tahun. Neuron dapat mengirim signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200
mil/jam.
Pada orang tua Sulci pada permukaan otak melebar sedangkan girus akan mengecil. Pada orang
muda rasio antara subtansia grisea dan substansia alba 1 : 28, pada orang tua menurun menjadi
1 : 13. Terjadi penebalan meningeal, atropi cerebral (berat otak menurun 10% antara usia 30-70
tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit dineuron hilang disusul membengkaknya batang
dendrit dan batang sel.

Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin
(pigment wear &tear yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau
mitokondria). RNA, Mitokondria dan enzym sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil
dan badan Levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole. korpora amilasea
terdapat dimana-mana dijaringan otak.

Berbagai perubahan degeneratif ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan
menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrasi, input sensorik menurun menyebabkan
gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin posisi sendi). Tampilan sensori motor
untuk menghasilkan ketepatan melambat. Gangguan mekanisme mengontrol postur tubuh dan
daya anti grafitasi menurun, keseimbangan dan gerakan menurun. Daya pemikiran abstrak
menghilang, memori jangka pendek dan kemampuan belajar menurun, lebih kaku dalam
memandang persoalan, lebih egois dan introvet.

2. Saraf Otonom

Pusat pengendali saraf otonom adalah hipotalamus. Penelitian tentang berbagai gangguan
fungsi hipotalamus pada usia lanjut saat ini sedang secara intensif dilakukan di berbagai senter,
yang antara lain diharapkan bisa mengungkap berbagai penyebab terjadinya gangguan otonom
pada lansia.

Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut
adalah penurunan asetilkolin, atekolamin, dopamin, noradrenalin.

Perubahan pada neurotransmisi pada ganglion otonom yang berupa penurunan


pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin
Hal ini menyebabkan predeposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan
atas panas/dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi cerebral rusak sehingga mudah terjatuh.

X. Perubahan Anatomik pada Organon Visus

1. Palpebra.

Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata.
Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada:
M.orbikularis okuli

Perubahan pada m.orbicularis menyebabkan perubahan kedudukan palbera yaitu terjadi


entropion atau ekstropion. Entropion /Ekstropion yang terjadi pada usia lanjut disebut
entropion/ektropion senilis/involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang
membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana pada entropion, musculus
tersebut berpindah posisi ke tepi bawah tarsus, sedangkan pada ektropion musculus tersebut
relatif stabil.

Retraktor palpebra inferior

Kekendoran retraktor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi /berputar kearah

luar sehingga memperberat terjadinya entropion.

Tarsus
Bila tarsus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung
ke dalam sehingga entropion lebih nyata.

Tendo kantus medial/lateral

Perubahan involusional juga mengenai tendon kantus media/lateral sehingga secara horizontal
kekencangan palpebra berkurang.

Perubahan pada jaringan palpebra juga di perberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia
lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak peri orbita. Akibatnya kekencangan Palpebra
secara horizontal relatif lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan
margo palpebra menjadi inversi atau eversi tergantung pada perubahanperubahan yang terjadi
pada m.orbicularisoculi, retraktor palpebra inferior dan tarsus.
Aponeurosis muskulus levator palpebra

Aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi
blefaroptosis akuisita.

Kulit

Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya di perberat dengan
terjadinya perenggangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke anterior. Keadaan
ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut dengan dermatokalasis.

2. Glandula lakrimalis

Pada usia lanjut sering dijumpai keluhan nrocos, ini disebabkan kegagalan fungsi pompa
sistem kanalis lakrimalis oleh karena kelemahan palpebera, eversi punctum atau malposisi
palpebra. Namun sumbatan sistim kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis
sering juga dijumpai, dimana dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak
dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesis yang pasti terjadinya sumbatan ductus
nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses fibrotik dan berakibat
terjadinya sumbatan.

Setelah usia 40 tahun khususnya pada wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal
tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana
sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak
enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata terasa lelah dan kering bahkan
kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan adalah konjungtiva bulbi kusam dan menebal
kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Pemeriksaan yang perlu dilakukan
adalah Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time.

3. Kornea (Cornea)

Arkus Senilis (Gerontoxon, Arcus Cornea)


Merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan arcus
senilis ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi masalah. Kelainan
ini berupa infiltrasi lemak yang berwarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea.
Mula-mula timbulnya dibagian inferior kemudian diikuti bagian superior berlangsung luas dan
akhirnya berbentuk cincin (anulus senilis).

Etiologi arkus senilis diduga ada hubungannya denga peningkatan kolesterol dan low density
lipoprotein (LDL). Bahan yang membentuk cincin tersebut terdiri dari ester kolesterol, kolesterol
dan gliserid. Arkus senilis mulai dijumpai pada usia 4060 tahun dan terjadi pada hampir pada
semua orang yang berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya dibanding
wanita.

4. Muskulus siliaris (Musculus Ciliaris)

Dengan bertambahnya usia, bentuk dari muskulus siliaris mengalami perubahan. Pada masa
kanak-kanak muskulus tersebut cenderung datar, namun semakin bertambah usia seseorang
serabut otot dan jaringan ikatnya bertambah sehingga muskulus tersebut menjadi lebih tebal,
terutama bagian inferior. Proses tersebut berlanjut dan mencapai tebal maksimal pada usia lebih
kurang 45 tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi dimana maskulus tersebut mengalami
proses atropi, juga hialinisasi. Tampak peningkatan jaringan ikat diantara serabut-serabut
muskulus siliaris dan nukleusnya menipis. Tampak pula butiran lemak dan deposit kalsium
diantara serabut muskulus tersebut.

Dengan bertambahnya usia terjadi penurunan amplitudo akamodasi dengan manifestasi klinis
yaitu presbiopia. Penurunan amplitudo akomodasi ini dikaitkan dengan perubahan serabut lensa
yang menjadi padat dan kapsulnya kurang elastis, sehingga lensa kurang dapat menyesuaikan
bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan kompensasi sehingga
mengalami hipertropi. Proses ini terus berlanjut dengan semakin bertambahnya usia sehingga
terjadi manifestasi presbiopia.

5. Humor Aqueous

Pada mata sehat dengan pemeriksaan fluorofotometer diperkirakan produksi H.Aqueous 2,4
l+/_ 0,06 micro liter/menit. Beberapa faktor berpengaruh pada pada produksi H.Aqueous.
Dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi
penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 micro liter/menit) tiap dekade.

6. Lensa Kristalina

Bentuk lensa cakram biconvex; berukuran diameter 9 mm dan tebal bagian sentral 4mm. Bagian-
bagiannya adalah: kapsul, korteks, nukleus.

Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20 tahun nucleus mulai terbentuk. Semakin
bertambah umur nuleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga
bagian korteks menipis, elastisitas lensa jadi berkurang, indeks bias berubah (membias sianar
jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh (Sklerosis)
berwarna kekuning-kuningan ini mungkin yang menyebabkan kekurang mampuan membedakan
warna antara biru dan purple. Kekeruhan lensa yang disertai gangguan visus disebut katarak.

7. Iris

Mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi tampak
ada bercak berwarna muda sampai putih dan strukturnya menjadi lebih tebal.

8. Pupil

Konstriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1 mm, reflek direk lemah,
kemampuan akomodasi menurun. Pupil pada orang muda menghantar sinar 6x lebih besar
dibanding orang ber-usia 80 tahun. Pada tempat yang gelap orang yang berusia 20 tahun
menerima sinar 16x lebih besar.

9. Badan Kaca (Corpus Vitreum)

Pada usia diatas 50 tahun badan kaca akan mengalami liquefaksi (sineresis), kavitasi namun
dibagian tepi justru mengalami kondensasi dan penebalan serta lepasnya membran hyaloid dari
retina maupun kapsul lensa belakang. Konsistensi badan kaca lebih encer, dapat menimbulkan
keluhan photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola mata).

10. Retina

Terjadi degenerasi (Senile Degenaration). Gambaran Fundus mata yang mula-mula merah jingga
cemerlang menjadi suram dan ada jalur berpigmen (Tygroid Appearance) terkesan seperti kulit
harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan
terjadi penyempitan lapangan pandang, ini disebabkan terlambatnya regenerasi dari rodopsin.

11. Syaraf Optik (Nervus Opticus)

Jumlah akson syaraf optik berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna papil Syaraf
optik lebih pucat. Atrofi peripapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna pucat
sekeliling papil.

XI. Perubahan Anatomik pada Organon Auditus

Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ corti berupa hilangnya sel epitel
syaraf yang dimulai pada usia pertengahan. Juga dilaporkan bahwa keadaan yang sama terjadi
pula pada serabut aferen dan eferen sel sensorik dari kokhlea. Disamping itu juga terdapat
penurunan elastisitas membran basalis di kokhlea dan membran timpani. Pasokan darah dari
reseptor neuro-sensorik mengalami gangguan, sehingga baik jalur audiotorik dan lubus
temporalis otak sering terganggu, dari penjelasan diatas terlihat bahwa gangguan pendengaran
pada usia lanjut dapat disebabkan oleh berbagai sebab antara lain: gangguan pendengaran tipe
konduktif, adalah gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalitas auditorius,
membran timpani atau tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe
konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering
dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lubang telinga dari serumen ini
pendengaran bisa menjadi lebih baik.

RANGKUMAN
Patologi adalah cabang ilmu pengobatan yang berkaitan dengan sebab-sebab penyakit
dan prosesnya serta pengaruhnya terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia beserta perubahan-
perubahan klinis yang ditimbulkannya

Dua cabang besar patologi adalah patologi jaringan atau patologi anatomis dan patologi
klinis. Peran patologi ialah sebagai penghubung antara ilmu kedokteran dasar dan ilmu
kedoktran klinis. Berfungsi sebagai jembatan yang merupakan titian bagi seorang dokter dalam
upaya menyembuhkan suatu penyakit pada pasien.

Patologi meliputi 3 bagiann:

1. Menyelidiki berbagai sebab dan tejadinya penyakit, pathogenesis.

2. Menyelidiki perubahan yang terjadi dalam tubuh (morfologi)

3. Menyelidiki fungsi tubuh yang mengalami gangguan atau kelainan (sakit)

TES FORMATIF

1. Nama penyakit genetik yang diakibatkan penumpukan zat tembaga di berbagai organ vital

terutama di hati, otak, dan kornea mata. Bersifat progresif dan bila tidak cepat diobati akan

mengarah pada timbulnya penyakit hati, disfungsi sistem saraf pusat, dan bahkan kematian

adalah
a. Lysosomal storage disease

b. Cystic Fibrosis

c. Sindrom prader willi

d. Hepatolenticular degeneras

2. Beberapa penyakit dapat disebabkan adanya kolaborasi antara faktor genetik dan lingkungan,

etiologi penyakit yang lebih banyak dipengaruhi lingkungan daripada genetiknya misalnya :

a. DM tipe 1 c. Sistik Fibrosis

b. Kanker payudara d. Trauma kepala

3. Terapi wicara, terapi remedial, terapi sensori integrasi, terapi tingkah laku merupakan

beberapa contoh terapi yang bisa dilakukan pada anak dengan kelainan

a. Down syndrome c. Mukopolisakaridosis

b. Penyakit tay-sachs d. penyakit gaucher

4. Urutan dari proses penuaan adalah

a. Subklinik-transisi-klinik

b. Klinik-transisi-subklinik

c. Subklinik-klinik-transisi

d. Transisi-subklinik-klinik

e. Transisi-klinik-subklinik

5. Proses penuaan diakibatkan adanya kesalahan pada kode genetik yang berangsur-angsur
rusak yang kemudian menumpuk dan menyebabkan rusaknya kode genetik tersebut,

merupakan teori.

a. Akumulasi sampah

b. Autoimmune

c. Aging Clock

d. Akumulasi Kesalahan

e. Mutasi Somatik

DAFTAR PUSTAKA

Kelly, William J (2005), Hand Book Of Pathophisiology, Philadelphia,

Lippincot Williams and Wilkins

Luckman and Sorensen (2000), Medical Surgical Nursing ; A Pathophysiology


Approach, Philadelphia : WB Saunder
Wilson Sylvia A Price (2000), Patofisologi, Jakarta: EGC

You might also like