Professional Documents
Culture Documents
SEJARAH PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
OKTAVIANI SAFITRI
JEREMIA A.C RITONGA
DOSEN PEMBIMBING :
SAFRINA DAULAY, SST, MPH
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul MAKALAH
ANTI KORUPSI : SEJARAH PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI ini
dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan pelajaran kepada kita
semua.
PENYUSUN
KELOMPOK 21
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian
hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi
telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita.
Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh
Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-
tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan
daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat
kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan
orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah
territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk
memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk
memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Secara
eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan
dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya
sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya.
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di
zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa
Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh
penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang
tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut
tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di
era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur
di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Indonesia tak ayal pernah
menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya paling korup, bahkan
hingga saat ini. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk
menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan
sejarah dan melalui bebrapa masa perubahan perundang- undangan. Keberadaan
tindak pidana korupsi dalam hukum positif indonesia sebenarnya sudah ada sejak
lama, yaitu sejak berlakunya kitab undang-undang hukum pidana 1 januari 1918.
KUHP sebagai suatu kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua golongan di
3
Indonesia sesuai dengan asas konkordansi dan diundangkan dalam Staatblad 1915
nomor 752, tanggal 15 Oktober 1915.
Beberapa peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi di
Indonesia sebagai berikut :
1. Masa Peraturan Penguasa Militer
Pengaturan yang berkuasa Nomor PRT/PM/06/1957 dikeluarkan oleh
Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan
Darat. Rumusan korupsi menurut perundang- undangan ini ada dua yaitu, tiap
perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk kepentingan sendiri,
untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung
atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Masa
Undang- Undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
2. Masa Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 (LNRI 1971-19, TNLRI 2958)
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Masa Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 (LNRI 1999-40, TNLRI 387),
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian diubah dengan undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 (LNRI 2001-134, TNLRI 4150), tentang
Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2002 dikeluarkan
Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 (LNRI 2002-137. TNLRI 4250) tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jika ditinjau dari instrumen hukumnya, Indonesia telah memiliki banyak
peraturan perundang- undangan untuk mengatur pemberantasan tindak pidana
korupsi. Diantaranya ada KUHP dan KPK. Secara substansi Undang- undang
Nomor 31 Tahun 1999 telah mengatur berbagai aspek yang kiranya dapat
menjerat berbagai modus operandi tindak pidana korupsi yang semakin rumit.
Dalam Undang- Undang ini tindak pidana korupsi telah dirumuskan sebagai
tindak pidana formil, pengertian pegawai negeri telah diperluas, pelaku korupsi
tidak didefenisikan hanya kepada orang perorang tetapi juga pada korporasi,
sanksi yang dipergunakan adalah sanksi minimum sampai pidana mati, seperti
4
yang tercantum dalam pasal 2 dan pasal 3 undang- undang tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi dan telah pula dilengkapi dengan pengaturan
mengenai kewenangan penyidik, penuntut umumnya hingga hakim yang
memeriksa di sidang pengadilan. Bahkan, dalam segi pembuktian telah diterapkan
pembuktian tebalik secara berimbang dan sebagai kontrol, undang- undang ini
dilengkapi dengan Pasal 41 pengaturan mengenai peran serta masyarakat,
kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 71
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Selain itu pengaturan tindak pidana korupsi dilakukan melalui kerja
sama dengan dunia Internasioanal. Hal ini dilakukan dengan cara menandatangani
konvensi PBB tentang anti korupsi yang memberikan peluang untuk
mengembalikan aset- aset para koruptor yang di bawa lari ke luar negeri.
Hukum pidana tentang tindak pidana korupsi yang diatur dalam KUHP
dinilai masih sangat lemah. Memang tidak perlu sampai diberlakukan hukuman
mati bagi koruptor seperti yang di berlakukan di Negara China, tapi untuk tindak
pidana korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar seharusnya diberi
hukuman seumur hidup dan tanpa remisi ataupun grasi. Agar terjadi efek jera dan
juga sebagai pelajaran bagi pejabat-pejabat baru.
Selain hukum yang masih lemah terjadinya korupsi di Indonesia juga
didukung dengan aparat hukum yang korup mulai dari Kepolisian, Kejaksaan,
hingga Pengadilan. Kepolisian bisa menghentikan penyelidikan bila koruptor
mampu menyuapnya. Hal ini menyebabkan mudahnya para pejabat yang terjerat
kasus korupsi untuk membebaskan diri dari jeratan hukum dengan jalan menyuap
dari hasil uang korupsi. Sehingga sebanyak apapun Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) melimpahkan kasus korupsi ke pihak kepolisian akan menjadi
percuma. Bahkan beberapa waktu lalu ada upaya pelemahan KPK oleh institusi
hukum lain yang takut diselidiki mengenai kasus korupsi di dalamnya.[1]
5
B.Sejarah Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6
11. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat
dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
7
Wilopo, I.J.Kasimo, Prof. Johannes dan Anwar Tjokroaminoto dan Kepala
BAKIN Mayjen Sutopo Yuwono menjadi sekretaris.
Selama periode 1970-1977 hanya satu pejabat tinggi yang dipenjara
karena korupsi, yaitu Deputi Kapolri Letjen Pol Siswadji (1977, divonis 8 tahun).
Pegawai negeri yang diganjar hukuman paling berat adalah Kepala Depot Logistik
Kaltim Budiadji, yang divonis penjara seumur hidup (grasi Presiden
menguranginya menjadi 20 tahun). Selain Komisi Empat, dimasa pemerintahan
orde baru juga pernah berdiri Komisi Anti Korupsi (KAK) pada tahun 1970.
Anggota KAK terdiri dari aktivis mahasiswa eksponen 66 seperti Akbar Tanjung,
Thoby Mutis, Asmara Nababan dkk. Namun belum terlihat hasil yang telah
dicapai, Komisi ini dibubarkan pada 15 Agustus 1970 atau hanya dua bulan sejak
terbentuk.
Ketika Abdurrahman Wahid menjadi presiden, dibentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Tim ini berada di bawah Jaksa
Agung Marzuki Darusman. TGPTPK dibentuk sebagai lembaga sementara sampai
terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi yang merupakan amanat
UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi. Sayang, TGPTPK yang
beranggotakan jaksa, polisi dan wakil dari masyarakat tidak mendapat dukungan.
Bahkan oleh Jaksa Agung sendiri. Permintaan TGPTPK untuk mengusut kasus
BLBI yang banyak macet prosesnya ditolak oleh Jaksa Agung. Akhirnya,
TGPTPK dibubarkan tahun 2001 ketika gugatan judicial review tiga orang Hakim
Agung pernah diperiksa oleh TGPTPK dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Pada tahun 1999 juga pernah terbentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggaran Negara (KPKPN) berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Komisi yang dipimpin oleh Yusuf Syakir ini bertugas menerima dan
memeriksa laporan kekayaan para penyelenggara negara.
Pada era Megawati sebagai Presiden, berdasarkan UU Nomor 30 Tahun
2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi superbody yang memiliki 5 tugas dan 29
wewenang yang luar biasa ini dipimpin oleh Taufiqurahman Ruki, Sirajudin
8
Rasul, Amien Sunaryadi, Erry Riyana Harjapamengkas, Tumpak Hatorang. Belum
genap satu tahun berdiri, KPK telah menerima 1.452 laporan masyarakat
mengenai praktek korupsi. Sepuluh kasus diantaranya ditindaklanjuti dalam
proses penyidikan dan sudah dua kasus korupsi yang berhasil dilimpahkan ke
Pengadilan Tipikor (Abdullah Puteh dan Harun Let Let dan keduanya telah
divonis). Kasus korupsi besar yang telah ditangani KPK adalah korupsi yang
terjadi di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hasil penyelidikan dan penyidikan
KPK berhasil menjebloskan ketua dan anggota KPU serta beberapa pegawai
Setjen KPU ke penjara. Meskipun seringkali menuai kritik dari berbagai kalangan
namun apa yang telah dilakukan oleh KPK sedikit banyak memberikan harapan
bagi upaya penuntasan beberapa kasus korupsi di Indonesia.
Setelah Megawati lengser dan digantikan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), program 100 hari pemerintahannya ditandai dengan
pembentukan Tim Pemburu Koruptor yang dipimpin oleh oleh Wakil Jaksa Agung
, Basrief Arief dibawah koordinasi Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tim yang terdiri
dari Kejaksaan dan Kepolisian bertugas memburu terpidana dan tersangka kasus
korupsi yang melarikan diri keluar negeri. Meskipun belum terlihat hasil yang
telah dicapai, namun Tim Pemburu koruptor diberitakan sudah menurunkan tim
ke lima negara, yaitu Singapura, Amerika Serikat, Hongkong, Cina dan Australia.
Selain itu Tim pemburu koruptor juga telah mengidentifikasi jumlah aset yang
terparkir di luar negeri sebanyak Rp 6-7 triliun.
Tim pemberantasan korupsi yang terakhir dibentuk adalah Tim Koordinasi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) yang dibentuk Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 2005 pada tanggal 2 Mei 2005. Ada dua tugas utama yang diemban tim
yang diketuai oleh Hendarman Supandji. Pertama, melakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku
terhadap kasus dan/atau indikasi tindak pidana korupsi. Kedua, mencari dan
menangkap pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana serta menelusuri
asetnya dalam rangka pengembalian keuangan secara optimal.[2]
2. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi:
9
a. Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah
di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi
sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono
telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa
Agung Dan Kapolri:
b. Mengoptimalkan upaya upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi.
c. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain
denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya
penegakan hukum.
3. Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi
independen yang diharapkan mampu menjadi martir bagi para pelaku tindak
KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
a. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
b. Mendorong pemerintah melakukan reformasipublic sector dengan
mewujudkan good governance.
c. Membangun kepercayaan masyarakat.
d. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
e. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.[4]
10
gung jawab yang tinggi, para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang
memadai dan ada jaminan masa tua, menciptakan aparatur pemerintahan yang
jujur dan disiplin kerja yang tinggi, sistem keuangan dikelola oleh para pejabat
yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang
efisien.
BAB III
KESIMPULAN
11
Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta
selalu mengandung unsur penyelewengan ataudishonest(ketidakjujuran).
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia
semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial,
kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
Pelajaran yang didapat dari uraian diatas sebenarnya korupsi yang terjadi
di Indonesia disebabkan mental pemimpin yang buruk. Jadi walaupun sebaik
apapun sistem pemerintahan, setegas apapun hukum, dan sebersih apapun aparat
akan percuma bila mental pemimpin dan pejabat negeri ini masih buruk dan
korupsi pasti masih akan terus lestari. Untuk itu sekarang kita harus menyadarkan
para pemimpin untuk memperbaiki mentalnya, dan apabila sudah tidak dapat
diperbaiki maka sebaiknya untuk diganti dengan pemimpin yang amanah dan
bermental baik serta siap susah demi rakyat. Kita sebagai generasi muda calon
pemimpin bangsa sudah seharusnya menjaga hati dan mental agar tetap jujur dan
tidak berubah menjadi mental koruptor.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://andsbarcaboy.blogspot.com/2016/03/sejarah-korupsi-di-indonesia.html.
http://polmas.wordpress.com/2016/03/03/sejarah-penegakkan-hukum-tindak-pidana-
korupsi-di-indonesia.
http://makalahsekolah.com/2016/03/03/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di-
indonesia.
http://fikriarahman-smkwadaya.blogspot.co.id/2016/03/peran-pemerintah-dalam-
memberantas.html.
http://nurulsolikha.blogspot.com/2016/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html.
13