You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


HAMIL DENGAN PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)
RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh :
Novia Mafrukhah
P.1337420114069

Dosen Pembimbing :
Desak Parwati, S.Kep, Ns, M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
HAMIL DENGAN PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)
Nama Mahasiswa : Novia Mafrukhah
NIM : P1337420114069
Nama Pembimbing:

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Preeklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, adapun gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 20 minggu (Obgynacea, 2009) Preeklamsia adalah timbulanya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia
20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2006) Preeklamsia
adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria, penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga
dalam kehamilan, atau segera setelah persalinan. ( Prawirohardjo, 2008)

2. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2008) preeklamsia dibagi menjadi : a)
Preeklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut: 1) Tekanan
darah 140/90mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang, atau dengan kenaikkan diastolic 15mmHg atau lebih,atau
kenaikan sistolik 30mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurangkurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1jam,
sebaiknya 6jam 3 2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka serta
kenaikkan berat badan 1kg atau lebih setiap minggunya 3) Proteinuria
kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1 + atau 2+ pada urin
kateter atau midstream b) Preeklamsia berat 1) Tekanan darah 160/100
mmHg atau lebih 2) Proteinuria 5gr atau lebih per liter 3) Oliguria, yaitu
jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam 4) Adanya gangguan serebal,
gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium 5) Terdapat edema
paru atau sianosis 6) Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan
penglihatan, nyeri kepala, odema paru, dan sianosis gangguan
kesadaran. 7) Pemeriksaan : kadar enzim hati meningkat disertai
ikterus, perdarahan pada retina, tromosit kurang dari 100.000 /mm.

3. Etiologi
Menurut Bobak (2005) preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan
pertama, kehamilan diusia remaja dan kehamilan wanita diatas 40th,
namun ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya
preeklamsia, faktor tersebut adalah :
a. Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis
b. Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan
c. Kegemukan
d. Riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya
e. Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan
f. Gizi buruk g. Gangguan aliran darah ke Rahim h. Kehamilan kembar

Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain di antaranya adalah :


1. Nullipara
2. kehamilan ganda
3. Obesitas
4. riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
5. riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. abnormalitas uterus yang diperoleh pada Doppler pada usia
kandungan 18 dan 24 minggu
7. diabetes melitus gestasional
8. Trombofilia
9. hipertensi atau penyakit ginjal

4. Tanda dan Gejala


Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi
dan proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak
disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala,
gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi
dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat. 21 Tekanan darah.
Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol sehingga
tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik
dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg
atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. 21-3 Kenaikan berat
badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan
berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia.
Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal,
tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan
maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. 21-3
Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama
disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum
timbul gejala edema nondependen yang terlihat jelas, seperti edema
kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar. Proteinuria.
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali.
Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan
mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian
dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan
berat badan yang berlebihan. 21-3 Nyeri kepala. Gejala ini jarang
ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering terjadi pada kasus
yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan
oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada
Universitas Sumatera Utara wanita hamil yang mengalami serangan
eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan
kejang pertama. 21-3 Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri
kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan pada
preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor serangan kejang yang
akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula
hepar akibat edema atau perdarahan. 21-3 Gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan yang
sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan
ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada
korteks oksipital.

5. Patofisiologi
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah
iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 -25 (OH) 2 dan Human Placental Lagtogen (HPL),
akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk
mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan
kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.
Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan
kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler.
Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan
meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II
mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek
vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan
vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial
yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah
vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel
pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1 yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran
antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti
thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang
menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.
Fungsi organ-organ lain
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-
batasn ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi
pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat
menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan
lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta,
sehinggaterjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi bahwa tonus
rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka terjadilah partus
prematurus.
3. Perubahanp ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini
menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya
terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh
edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena
terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini
dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi
ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah penderita
berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu
gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat
akan terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks
serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi
ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal.
Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara
asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai
zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan
karbonik sehingga terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan
alkali dapat kembali pulih normal ( khaidir. 2009).

6. Pathways

7. Komplikasi
a. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim. Pada
penderita preeklamsi ini terjadi karena adanya vasospasme pada
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke plasenta
terganggu. Sehingga nutrisi menuju ke janin atau plasenta
berkurang kemudian terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta
lepas dari dinding rahim.
b. Hemolisis
Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal
hati pada penderita pre-eklampsia.
c. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
d. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda
gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
e. Edema paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan
karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang
ditemukan abses paru-paru.
f. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme
arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama
dengan enzim.
g. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi
hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala
subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis
akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak
jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi
(adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom.
h. Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
i. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):
DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme
pembekuan darah pada tubuh. Pada penderita preeklamsi terjadi
proteinuria yaitu protein yang keluar bersama urin akibat dari
kerusakan ginjal. Sedangkan dalam mekanisme pembekuan darah di
perlukan fibrinogen yang merupakan protein. Sehingga pada
penderita preeklamsi karena terjadi kekurangan protein dalam darah
menyebabkan mekanisme pembekuan darah terganggu kemudian
terjadinya DIC.

8. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat
diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita
yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko
terjadinya preeklampsia superimpose.
a. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan
pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang
terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar
kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan
juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta
waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus
dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas
penyakitprotein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
b. USG : untuk mengetahui keadaan janin
c. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri
sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang.
Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat
di berikan:
1) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr)
disuntikan intramuskulus bokonh kiri dan kanan sebagai dosis
permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan.
Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik,
reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per
menit. Obat tersebut selain menenangkan, juga menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan diuresis.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120
mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan,
rawat di ruang ICU.
Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:
1) Anti hipertensi
Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg.
Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg
(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi
plasenta.
Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan
tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan
adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam.
2) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat diperlukan
karena dengan menurunnya tekanan darah kemungkinan kejang
dan apolpeksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat
oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20% secara
intravena. Obat diuretika tidak si berikan secar rutin
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,
pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat
sesegera mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui
bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan
ditunda lebih lama.
2) Penatalaksanaan preeklamsI Ringan
Kehamilan kurang dari 37 minggu. (Saifuddin et al. 2002),
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan
kondisi janin.
Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya
preeklampsia dan eklampsia.
Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan
pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah
balik dan menambah curah jnatung.
Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
Tidak perlu diberi obat-obatan.
Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
Diet biasa
Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria)
sekali sehari.
Tidak perlu diberi obat-obatan.
Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut.
Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan :
Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda
preeklampsia berat.
Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin,
keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat;
Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada
tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan
dan observasi kesehatan janin.
Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak rawat sampai
aterm.
Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat.
Kehamilan lebih dari 37 minggu
Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan
dengan oksitosin atau prostaglandin.
Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea.
c. Penatalaksanaan PEB
Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan
cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan
saat yang tepat untuk persalinan. (Angsar MD, 2009; Saifuddin et al.
2002):
1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
3) Pemberian obat antikejang.
4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema
paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemid.
5) Pemberian antihipertensi
6) Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut of)
tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut ofyang dipakai adalah 160/110 mmHg dan
MAP 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan
darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik
180 mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg.
7) Pemberian glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24
jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu preeklampsi berat antara lain
sebagai berikut :
a. Identitas umum ibu
b. Data riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan
terdahulu
Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas
Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis
Riwayat kesehatan sekarang
Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal
Terasa sakit flu di ulu hati/nyeri epigastrium
Gangguan virus : penglihatan kabur,skotoma,dan diplopia
Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan
Gangguan serebral lainnya ; terhuyung-huyung, refleks tinggi,dan
tidak tenang
Edema pada ekstermitas
Tengkuk terasa berat
Kenaikan berat badan mencapai 1 kg perminggu
Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklampsi ringan atau berat dan
eklampsi dalam keluarga

c. Riwayat Perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun
atau diatas 35 tahun

d. Pemeriksaan fisik biologis


Keadaan umum : lemah
Kepala : sakit kepala, wajah edema
Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina
Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia,mual
dan muntah
Ekstermitas : edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari
kaki
Sistem persarafan : hiper refleksia, klonus pada kaki
Genitourinaria : oliguria, proteinuria
Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin
melemah.

e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah:
Penurunan hemoglobin (nilai rujukan ata kadar normal hemoglobin utk
wanita hamil adalah 12-14gr%)
Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
Urinalisis: ditemukan protein dalam urin
Pemeriksaan fungsi hati
Bilirubin meningkat (N= <1 mg/dl)
LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
Aspartat aminotransferase (AST) >60 ul
Serum glutamat pirufat trasaminase (SGOT) meningkat (N= 6,7-8,7
g/dl)
Tes kimia darah: asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
Pemeriksaan radiologi
Ultrasonografi: ditemukannya retardasi pertumbuhan janin intrauterus.
Pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit.
Kardiografi: diketahui denyut jantung bayi lemah

f. Data sosial ekonomi


Preeklampsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golongan
ekonomi rendah, karena merreka kurang mengkonsumsi makanan
yang mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan
antenatal yang teratur.

g. Data psikologis
Biasanya ibu preeklampsia ini berada dalam kondisi yang labil dan
mudah marah, ibu merasa khawatir akan keadaan dirinya dan
keadaan janin dalam kandungannya, dia takut anaknya nanti lahir
cacat atau meninggal dunia,sehingga ia takut untuk melahirkan.

2. Diagnosa Keperawatan :
a. Setelah data terkumpul dan kemudian dianalisis, sehingga diagnosis
yang mungkin ditemukan pada ibu preeklampsia berat adalah sebagai
berikut.
b. Kelebihan volume cairan interstisial yang berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik, perubhan permeabilitas pembuluh darah.
c. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
hipovolemia/penurunan aliran balik vena
d. Resiko cedera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya
perfusi darah ke plasenta.
e. Resiko cedera pada ibu yang berhubungan dengan edema/hipoksia
jaringan,kelang tonik klonik
(Dangoes:2000)

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
a. Kelebihan Tujuan: 1. Pantau dan catat 1. Dengan memantau
volume cairan Volume cairan intake dan output intake dan output
interstisial yang akan kembali setiap hari. diharapkan dapat
berhubungan seimbang 2. Pemantauan diketahui adanya
dengan Kriteria hasil: tanda-tanda vital, keseimbangan
penurunan Tekanan catat waktu cairan dan dapat
tekanan osmotic & pengisisan kapiler diramalkan keadaan
osmotik, permeabiltas (capillary refill dan kerusakan
perubahan pembuluh time-CRT). glomerulus.
permeabilitas darah normal Memantau atau 2. Dengan memantau
pembuluh Retensi menimbang berat tanda-tanda vital
darah, serta sodium & air badan ibu. dan pengisian
retensi sodium (-) 3. Observasi kapiler dapat
dan air. keadaan edema. dijadikan pedoaman
4. Berikan diet untuk penggantian
rendah garam cairan atau menilai
sesuia hasil respons dari
kolaborasi kardiovaskuler.
dengan ahli gizi 3. Keadaan edema
5. Kaji distensi vena merupakan indikator
jugularis dan keadaan cairan
perifer. dalam tubuh
6. Kolaborasi 4. Diet rendah garam
dengan dokter akan mengurangi
dalam pemberian terjadinya kelebihan
diuretik. cairan
5. Retensi cairan yang
berlebihan bisa
dimanifestasikan
dengan pelebaran
vena jugularis dan
edema perifer
6. Diuretik dapat
meningkatkan
filtrasi glomerulus
dan menghambat
penyerapan sodium
dan air dalam
tubulus ginjal.

Penurunan Tujuan: 1. Pemantauan nadi 1. Dengan memantau


curah jantung Curah jantung dan tekanan nadi dan tekanan
yang normal darah. darah dapat melihat
berhubungan Kriteria Hasil: 2. Lakukan tirah peningkatan volume
dengan Aliran balik baring pada ibu plasma, relaksasi
hipovolemi/pen vena normal dengan posisi vaskular dengan
urunan aliaran miring kiri. penurunan tahanan
balik vena. 3. Pemantauan perifer
parameter 2. Meningkatkan aliran
hemodinamik balik vena, curah
invasif jantung, dan perfusi
(kolaborasi). ginjal.
4. Berikan obat 3. Memberikan
antihipertensi gambaran akurat
sesuai kebutuhan dari perubahan
berdasarkan vaskular dan volume
kolaborasi cairan. Konstruksi
dengan dokter. vaskular yang lama,
5. Pemantauan peningkatan dan
tekanan darah hemokonsentrasi,
dan obat serta perpindahan
hipertensi. cairan menurunkan
curah jantung.
4. Obat antihipertensi
bekerja secara
langsung pada
arteriola untuk
meningkatkan
relaksasi otot polos
kardiovaskular dan
membantu
meningkatkan suplai
darah.
5. Mengetahui efek
samping yang
terjadi seperti
takikardi, sakit
kepala, mual,
muntah, dan
palpitasi.
Resiko cedera Tujuan: Istirahatkan ibu. Dengan
pada janin Resiko cedera Anjurkan ibu agar mengistirahatkan ibu
yang dihindari tidur miring ke kiri. diharapkan
berhubungan Kriteria Hasil: Pantau tekanan darah metabolisme tubuh
dengan tidak Perfusi darah ibu. menurun dan peredaran
adekuatnya ke plasenta Memantau bunyi darah keplasenta
perfusi darah ke lancar jantung janin. menjadi adekuat,
plasenta. Beri obat hipertensi sehingga kebutuhan
setelah kolaborasi oksigen untuk janin
dengan dokter. dapat dipenuhi.
Dengan tidur miring ke
kiri diharapkan vena
kava dibagian kanan
tidak tertekan oleh
uterus yang membesar,
sehingga aliran darah
ke plasenta menjadi
lancar.
Dengan memantau
tekanan darah ibu dapat
diketahui keadaan aliran
darah ke plasenta
seperti tekanan darah
tinggi, aliran darah ke
plasenta berkurang,
sehingga suplai oksigen
ke janin berkurang.
Dengan memantau
bunyi jantung janin
dapat diketahui
keadaan jantung janin
lemah atau menurun
menandakan suplai
oksigen ke plasenta
berkurang, sehingga
dapat direncanakan
tindakan selanjutnya.
Dengan obat anti
hipertensi akan
menurunkan tonus
arterei dan
menyebabkan
penurunan afterload
jantung dengan
vasodilatasi pembuluh
darah, maka aliran
darah ke plasenta
menjadi adekuat.

Resiko cedera Tujuan: 1. Pantau tekanan 1. Dengan memantau


pada ibu yang Resiko cedera darah ibu. tekanan darah ibu
berhubungan dihindari 2. Beri penjelasan dapat diketahui
dengan cara mengkaji keadaan aliran
edema/hipoksi Kriteria Hasil: dan mencatat darah ke plasenta
a Edema/hipoksi tekanan darah, seperti tekanan
jaringan,kelan a jaringan aktivitas janin, darah tinggi, aliran
g tonik klonik dapat diatasi, memeriksa darah ke plasenta
kejang tonik protein dalam air berkurang, sehingga
klonik tidak kemih, edema, suplai oksigen ke
terjadi dan menimbang janin berkurang.
berat badan tiap 2. Mengobservasi dan
hari melakukan
3. Diskusikan tanda ketrampilan baru
dan gejala meningkatkan
bahaya dan kepercayaan diri
instruksikan klien dan memberi
memberitahu kepastian.
dokter segera bila 3. Pengetahuan
ada perubahan memampukan klien
untuk menjadi mitra
kerja dalam
perawatan dirinya
sendiri;
pengetahuan
menjadi dasar
pengambilan
keputusan.

4. Implementasi Keperawatan
Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya
atau hilangnya masalah ibu. Pada tahap implementasi ini terdiri atas
beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan, menuliskan atau
mendokumentasikan rencana keperawatan, serta melanjutkan pengumpulan
data.
Dalam implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail dan
jelas supaya semua tenaga keperawatan dapat menjalankannya dengan
baik dalam waktu yang telah ditentukan. Perawat dapat melaksanakan
langsung atau bekerja sama dengan para tenaga pelaksana lainnya.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan,
dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri ibu
dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat diatasi. Di samping itu, perawat
juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan
yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan
dapat dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2001, Konsep Asuhan Kebidanan, Jakarta.


Saefuddin, Abdul Bari, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBP-SP, 2002.
Sastrawinata, Suliman, 2005, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi,
Edisi 2, FKUP : Jakarta.
A.Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta : EGC.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Womens Health Care. Seventh edit.
Mansjoer, Arief dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapus.
Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta:EGC.
Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC). United
States of America:Mosby.
Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of
America:Mosby.
William Helm, C. Ovarian Cysts. 2005. American College of Obstetricians and
Gynecologists ( cited 2005 September 16 ). Available at
http://emedicine.com
Winknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika : Jakarta.

You might also like