You are on page 1of 14

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL DAN MENJELANG

AJAL Disusun Oleh: Kelompok 7 KEMENTERIAN KESEHATAN POLITEKNIK


KESEHATAN TANJUNG KARANG JURUSAN KEPERAWATAN 2010 KONSEP DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL DAN MENJELANG AJAL Disusun
Oleh: 1). Ade Putra (09200 041) 2). Andriyadi Jayasinga (09200 043) 3). Artika Halimi (09200
044) 4). Raditya Dwi Pambudi (09200 068) 5). Ruly Triantoro (09200 071) KEMENTERIAN
KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG JURUSAN
KEPERAWATAN 2010 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul KONSEP DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL DAN MENJELANG AJAL ini disusun untuk
memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia II di Jurusan
Keperawatan Tanjungkarang. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ratna Dewi, Bsc. SE selaku dosen mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini. 2. Rekan-rekan dan
semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan
semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para
mahasiswa dan masyarakat dan pembaca. Bandar Lampung, Maret 2010 Penyusun DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Penyusun ........................................................................................................ ii Kata
Pengantar .............................................................................................. iii Daftar
Isi ........................................................................................................ iv BAB I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2
Tujuan .................................................................................................. 2 1.3
Manfaat ............................................................................................... 2 BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ............................................................................................ 3 2.2 Tahap-tahap
Menjelang Ajal ................................................................ 3 2.3 Tipe-tipe Perjalanan Menjelang
Kematian ........................................... 4 2.4 Tanda-tanda Klinis Menjelang
Kematian ............................................ 4 2.5 Tanda-tanda Klinis Saat
Meninggal .................................................... 5 2.6 Tanda-tanda Meninggal Secara
Klinis ................................................. 5 2.7 Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan
Keluarganya Terhadap Kematian ...................................... 6 2.8 Bantuan yang dapat
Diberikan ............................................................ 6 BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN 3.1
Pengkajian ........................................................................................... 10 3.2 Diagnosa
Keperawatan ........................................................................ 11 3.3 Intervensi
Keperawatan ....................................................................... 12 3.4
Implementasi ....................................................................................... 17 3.5
Evaluasi ............................................................................................... 19 BAB IV. PENUTUP 4.1
Kesimpulan .......................................................................................... 20 4.2
Saran .................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berjumpa dengan pasien yang menderita karena
Terminal Ilness (penyakit yang tidak tersembuhkan), merupakan hal yang umum bagi dokter
yang merawat pasien lanjut usia (lansia). Meskipun hal itu umum, namun tugas untuk menangani
orang yang sedang meninggal (menjelang ajal, sakaratul maut, sekarat, dying) tidak mudah.
Tantangan dan stress bagi dokter memang berbeda; sama-sama beratnya, baik telah lama
merawat pasien itu atau belum. Kebanyakan dokter tidak memiliki pendidikan formal yang
langsung berkaitan dengan filosofi atau penomenologi derita manusia, atau sangat sedikit
pelatihan menangani pasien menjelang ajal. Biasanya, pengalaman konkret merawat pasien
menjelang ajal diperoleh ketika dilakukan koas. Namun refleksi mendalam atas kasus terminal
illness dan pendidikan formal sangat jarang. Pendidkan dokter dan perawat pada umumnya tetap
terpusat pada penyembuhan, memperpanjang hidup, dan memulihkan. Agaknya, fungsi utama
pertolongan medis tetap menghilangkan penderitaan. Meskipun perawatan manusia utuh sudah
didengungkan, paradigma Cartesian yang memisahkan jiwa dengan raga tetap menguasai
pelatihan klinis dokter. Penderitaan, dianggap sebagai sakit fisik:. Bahkan dengan wacana,
fisik pun, dalam teori dan praktik menangani derita atau berbgai sumber-sumber lain, derita
menjelang ajal (dema) memang sangat langka dalam buku dan kurikulum kedokteran dan
keperawatan. Padahal demi kesejahteraan optimal pasien dan kemantapan pelayanan medis,
sesungguhnya pendekatan dan penanganan pasien terminal harus didahului dengan pendidikan
dan pelatihan yang memadai. Banyak masalah legal melingkupi peristiwa kematian, meliputi
definisi dasar dari titik yang aktual dimana seseorang dipertimbangkan meninggal. Hukum
mengidentifikasi kematian terjadi ketika ada penurunan fungsi otak yang hebat, selain fungsi
organ yang lainnya. Ketika klien tidak mengizinkan pemberi pelayanan kesehatan untuk
mencoba menyalamatkan hidup mereka, fokus perawat harus menjadi tujuan perawatan versus
penyembuhan. Pada situasi lain yang melibatkan kematian, perawat memiliki tugas legal yang
khusus. Misalnya, perawat memiliki kewajiban hukum untuk menjaga orang yang meninggal
secara bermartabat. Penanganan yang salah untuk orang yang meninggal dapat membahayakan
emosional bagi orang yang selamat. Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat
menuntut dan menegangkan. Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih
kembali martabatnya dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Perawat dapat
berbagi penderitaan klien menjelang jal dan mengintervensi dalam cara meningkatkan kualitas
hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perghatian. Peningkatan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distres psikobiologis.
Perawat memberi berbagai tindakan penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri
terutama penting karena nyeri mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis.
Higiene personal adalah bagian rutin dari mempertahankan kenyamann klien dengan penyakit
terminal. Klien mungkin pada akhirnya bergantu ng pada perawat atau keluarganya untuk
pemunuhan kebutuhan dasarnya. 1.2 Tujuan Tujuan Umum Meningkatkan ilmu tentang praktek
keperawatan terutama penanganan terhadap pasien terminal. Tujuan Khusus Sebagai salah satu
syarat dalam menempuh pendidikan keperawatan professional dengan menambah wawasan dan
pengatahuan tentang salah satu penanganan pasien. 1.3 Manfaat Dapat melaksanakan asuhan
keperawatan yang bersifat kuratif paliatif, memperpanjang hidup, mempersiapkan dalam
menghadapi kematian dengan tenang dan bantuan untuk menerima kehilangan/berduka cita
sesuai dengan kebutuhan fisik, psiko-sosial, spiritual dan kultural bagi pasien/klien dengan sakit
terminal beserta keluarganya. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Keadaan Terminal adalah
suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk
sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan
suatu kehilangan. 2.2 Tahap-tahap Menjelang Ajal Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/
membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu: 1. Menolak/Denial Pada fase
ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan menunjukkan reaksi
menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti: Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak
salahkah keadaan ini?. Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan
yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal). 2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah
diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien, seperti:
Mengapa hal ini terjadi dengan diriku? Kemarahan-Kemarahan tersebut biasanya
diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan klien, seperti:keluarga, teman dan tenaga
kesehatan yang merawatnya. 3. Menawar/bargaining Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda
dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya. Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:
Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana. 4.
Kemurungan/Depresi Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping
pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal. 5.
Menerima/Pasrah/Acceptance Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini
sangat membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis
surat wasiat, dsbg. 2.3 Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian Ada 4 tipe dari perjalanan
proses kematian, yaitu: 1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik. 2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa
diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik. 3. Kematian yang belum pasti,
kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena
adanya kanker. 4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan
sakit kronik dan telah berjalan lama. 2.4 Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian 1. Kehilangan
Tonus Otot, ditandai: a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun. b. Kesulitan dalam
berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan. c. Penurunan kegiatan traktus
gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi, dsbg. d. Penurunan control
spinkter urinari dan rectal. e. Gerakan tubuh yang terbatas. 2. Kelambatan dalam Sirkulasi,
ditandai: a. Kemunduran dalam sensasi. b. Cyanosis pada daerah ekstermitas. c. Kulit dingin,
pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung. 3. Perubahan-perubahan
dalam tanda-tanda vital a. Nadi lambat dan lemah. b. Tekanan darah turun. c. Pernafasan cepat,
cepat dangkal dan tidak teratur. 4. Gangguan Sensori a. Penglihatan kabur. b. Gangguan
penciuman dan perabaan. Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian,
kadang-kadang klien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir
yang berfungsi sebelum meninggal. 2.5 Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal 1. Pupil mata
melebar. 2. Tidak mampu untuk bergerak. 3. Kehilangan reflek. 4. Nadi cepat dan kecil. 5.
Pernafasan chyene-stoke dan ngorok. 6. Tekanan darah sangat rendah 7. Mata dapat tertutup atau
agak terbuka. 2.6 Tanda-tanda Meninggal Secara Klinis Secara tradisional, tanda-tanda klinis
kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada
tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian,
yaitu: 1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total. 2. Tidak adanya gerak dari
otot, khususnya pernafasan. 3. Tidak ada reflek. 4. Gambaran mendatar pada EKG. 2.7 Macam
Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap Kematian Strause et all (1970),
membagi kesadaran ini dalam 3 tipe: 1. Closed Awareness/Tidak Mengerti Pada situasi seperti
ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada
pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat
lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dsbg. 2. Matual
Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi Pada fase ini memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang
berat baginya. 3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka Pada situasi ini, klien dan
orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada
pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang
dapat melaksanaan hal tersebut. 2.8 Bantuan yang dapat Diberikan 1. Bantuan Emosional a).
Pada Fase Denial Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-
perasaannya. b). Pada Fase Marah Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan
hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman
dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman. c). Pada Fase Menawar Pada fase ini perawat perlu
mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal. d). Pada Fase Depresi Pada fase ini
perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih
baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan
mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e). Pada Fase Penerimaan Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada
keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya
dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya. 2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis a).
Kebersihan Diri Kebersihan dilibatkan unjtuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dsbg. b). Mengontrol Rasa
Sakit Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal,
seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri
yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun. c). Membebaskan Jalan
Nafas Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida
sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian
oksigen. d). Bergerak Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara
periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot
sudah menurun. e). Nutrisi Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan
serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan
makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Invus. f). Eliminasi Karena adanya
penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat
laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan
urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan
kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus
diberikan salep. g). Perubahan Sensori Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien
biasanya menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas
dan tidak berbisik-bisik. 3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial Klien dengan dying akan
ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat
melakukan: a). Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien
dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b). Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi. c).
Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman
terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan mdiri. d).
Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan
membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya. 4. Bantuan
Memenuhi Kebutuhan Spiritual a). Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya
dan rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian. b). Menanyakan kepada klien untuk
mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual. c). Membantu
dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya. BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian 1) Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan
sekarang Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang b. Riwayat kesehatan
dahulu Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit
yang sama c. Riwayat kesehatan keluarga Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit
yang sama dengan klien 2) Head To Toe Perubahan fisik saat kematian mendekat: 1. Pasien
kurang rensponsif. 2. Fungsi tubuh melambat. 3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak
sengaja. 4. Rahang cendrung jatuh. 5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal. 6. Sirkulasi
melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah. 7. Kulit pucat. 8. Mata memelalak dan
tidak ada respon terhadap cahaya. 3.2 Diagnosa Keperawatan a) Ansietas/ ketakutan (individu ,
keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi
yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup. b)
Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain. c) Perubahan proses keluarga yang
berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan
lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan ). d) Resiko terhadap distres spiritual yang
berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak
mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian. KRITERIA HASIL a) Klien atau keluarga
akan : 1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan. 2. Menceritakan
pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal , tanggung jawab peran dan gaya hidup. b)
Klien akan : 1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan. 2. Mengungkapkan perasaan yang
berkaitan kehilangan dan perubahan. 3. Menyatakan kematian akan terjadi. Anggota keluarga
akan melakukan hal berikut : Mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan
dengan cara berikut: a. Menghabiskan waktu bersama klien. b. Memperthankan kasih sayang ,
komunikasi terbuka dengan klien. c. Berpartisipasi dalam perawatan. c) Anggota keluarga atau
kerabat terdekat akan: 1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien. 2.
Mengungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan. 3. Melaporkan fungsi
keluarga yang adekuat dan kontiniu selama perawatan klien. d) Klien akan mempertahankan
praktik spritualnya yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian. 3.3
Intervensi Keperawatan Diagnosa I Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang
berhubungan dengan situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut
akan kematian dan efek negative pada gaya hidup. Criteria Hasil Klien atau keluarga akan :
Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan gangguan. Menceritakan tentang efek
gangguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup. No Intervensi Rasional 1
Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya : a. Berikan kepastian dan kenyamanan b. Tunjukkan
perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan c. Dorong klien untuk
mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya d.
Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif Klien yang cemas mempunyai penyempitan
lapang persepsi dengan penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk
memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional
dan nyeri fisik. 2 Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau
sedang. Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan
dengan memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atau parah tidak menyerap
pelajaran. 3 Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka.
Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakan kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak benar. 4 Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan
koping positif. Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif
yang akan datang. Diagnosa II Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang
akan dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menark diri dari orang lain Klien
akan : 1. Mengungkapakan kehilangan dan perubahan. 2. Mengungkapakan perasaan yang
berkaitan kehilangan dan perubahan. 3. Menyatakan kematian akan terjadi. Anggota keluarga
akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang efektif , yang dibuktikan
dengan cara sbb: a. Menghabiskan waktu bersama klien. b. Mempertahankan kasih sayang ,
komunikasi terbuka dengan klien. c. Berpartisipasi dalam perawatan. d. No Intervensi Rasional 1
Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan
kehilangan secara terbuka , dan gali makna pribadi dari kehilangan.Jelaskan bahwa berduka
adalah reaksi yang umum dan sehat. Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang
dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan
ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi
terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi
dan respon mereka terhadap situasi tersebut. 2 Berikan dorongan penggunaan strategi koping
positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu. Stategi koping fositif
membantu penerimaan dan pemecahan masalah. 3 Berikan dorongan pada klien untuk
mengekpresikan atribut diri yang positif. Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan
penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi. 4 Bantu klien mengatakan dan menerima
kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur. Proses berduka, proses
berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima. 5 Tingkatkan
harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan.
Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan
berikut : a. Membantu berdandan. b. Mendukung fungsi kemandirian. c. Memberikan obat nyeri
saat diperlukan dan d. Meningkatkan kenyamanan fisik ( Skoruka dan Bonet 1982 ). Diagnosa III
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan takut akan hasil
( kematian ) dan lingkungannya penuh stres ( tempat perawatan ). Anggota kelurga atau kerabat
terdekat akan : 1. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien. 2.
Mengungkapkan kekhawatirannnya mengenai lingkungan tempat perawatan 3. melaporkan
fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama perawatan klien. No Intervensi Rasional 1
Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang
empati. Kontak yang sering dan mengkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran. 2 Izinkan keluarga klien atau orang
terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi
memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya. 3 Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidaktakutan. 4
Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi
spesifik tentang kemajuan klien. 5 Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan perawatan. Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi
keluarga berkelanjutan. 6 Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber
lainnya. Keluarga dengan masalah-masalah seperti kebutuhan financial , koping yang tidak
berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu
mempertahankankan fungsi keluarga. Diagnosa IV Resiko terhadap distres spiritual yang
berhubungan dengan perpisahan dari sistem pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak
mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian Klien akan mempertahankan praktik
spritualnuya yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian. No Intervensi
Rasional 1 Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan
atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesempatan pada klien untuk melakukannya.
Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada doa atau praktek spiritual lainnya, praktek ini
dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan. 2
Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius
atau spiritual klien. Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien
dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya. 3 Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual
spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan. Privasi dan ketenangan memberikan
lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan. 4 Bila anda menginginkan tawarkan
untuk berdoa bersama klien lainnya atau membaca buku keagamaan. Perawat meskipun yang
tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya. 5 Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan
rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ).
Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual
yang penting ( Carson 1989 ). 3.4 Implementasi Diagnosa I 1. Membantu klien untuk
mengurangi ansientasnya : a. Memberikan kepastian dan kenyamanan. b Menunjukan perasan
tentang pemahaman dan empati, jangan menghindari pertanyaan. c Mendorong klien untuk
mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan pengobotannya. d.
Menditifikasi dan mendorong mekanisme koping efektif. 2. Mengkaji tingkat ansientas klien.
Merencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang. 3. Mendorong keluarga dan
teman untuk mengungkapkan ketakutan atau pikiran mereka. 4. Memberikan klien dan keluarga
dengan kepastian dan penguatan prilaku koping positif. 5. Memberikan dorongan pada klien
untuk menggunakan teknik relaksasi seperti paduan imajines dan pernafasan relaksasi. Diagnosa
II 1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan,
diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan bahwa
berduka adalah reaksi yang umum dan sehat. 2. Memberikan dorongan penggunaan strategi
koping positif yang terbukti memberikan keberhasilan pada masa lalu. 3. Memberikan dorongan
pada klien untuk mengekpresikan atribut dari yang positif. 4. Membantu klien menyatakan dan
menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur. Meningkatkan
harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidaknyamanan dan dukungan.
Diagnosa III 1. Meluangkan waktu bersama keluarga/orang terdekat klien dan tunjukkan
pengertian yang empati. 2. Mengizinkan keluarga klien/orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan, ketakutan dan kekhawatiran. 3. Menjelaskan akan lingkungan dan peralatan itu. 4.
Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan memberikan
informasi spesifik tentang kemajuan klien. 5. Menganjurkan untuk sering berkunjung dan
berpartisipasi dalam tindakan keperawatan. 6. Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber
komunitas dan sumber lainnya. Diagnosa IV 1. Menggali apakah klien menginginkan untuk
melaksanakan praktik atau ritual keagamaan atau spiritual yang diizinkan bila ia memberikan
kesempatan pada klien untuk melakukannya. 2. Mengekpresikan pengertian dan penerimaan
anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien. 3. Memberikan
privasi dan ketenangan untuk ritual, spiritual sesuai kebutuhan klien dan dapat dilaksanakan. 4.
Menawarkan untuk menghubungi religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur
kunjungan menjelaskan ketersediaan pelayanan misalnya : alquran dan ulama bagi yang
beragama islam 3.5 Evaluasi a). Klien 1. Klien merasa nyaman (bebas dari rasa sakit) dan
mengekpresikan perasaannya pada perawat. 2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima
kenyataan. 3. Klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakkal dan klien sadar bahwa
setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali kepadanya. b). Keluarga Klien: 1. Keluarga
dapat mengekspresikan perasaan-parasaan, seperti : sedih, marah, kehilangan, dll. Dapat
mengutarakan pengalaman-pengalaman emosionalnya. Dapat melakukan kegiatan yang biasa
dilakukannya. Dapat membentuk hubungan baru dengan orang lain. BAB IV PENUTUP 4.1
Kesimpulan Dari penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa penyakit terminal adalah suatu
penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian
bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang . Terkadang
kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. Perawatan pasien yang akan
meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang komprehensif tentang orang yang menjelang
ajal sangat jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-hati dan perhatian
terhadap kebutuhan dasar fisik pasien secara perorangan sebagai pribadi --- dan keluarganya.
Di samping menangani manajemen symptom, intervensi perawatan paliatif dan hospis dapat
ditujukan untuk menolong seseorang untuk mencapai perasaan beres dalam dimensi social dan
relas antar pribadi, untuk membangun atau memperdalam perasaan bermakna dan menemukan
perasaan keunikan mereka sendiri dalam makna hidup. Yang paling mendasar adalah, perawat
dapat melayani dengan cara menghadirkan diri secara penuh. Mungkin kita tidak memiliki
jawaban untuk pertanyaan eksistensial tentang hidup dan kematian lebih daripada orang yang
sedang meninggal. Mungkin kita tidak dapat mengurangi semua perasaan menyesal dan takut
menghadapi ketidaktahuan. Namun, bukan tugas kita untuk menjawab semua masalah itu. Tugas
utama seorang perawat adalah berdiri di samping pasien, terus menerus menyediakan perawatan
fisik dan psikososial yang diperlukan, sementara itu pasien sendiri berjuang untuk mencari
jawabannya. 4.2 Saran Hal yang paling diperlukan dalam penanganan pasien dalam fese terminal
adalah pendekatan secara moral, social dan spiritual. Peran utama perawat dalam keadaan ini
ditekankan pada kemampuan untuk mempersiapkan pasien secara utuh dalam menerima
keadaanya dan mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian secara damai. DAFTAR
PUSTAKA Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
1990. Asuhan Keperawatan pada Pasien/Klien yang tidak ada Harapan Sembuh, Jilid IV, Edisi I.
Jakarta [diakses tanggal 27 Maret 2010] [diakses tanggal 27 Maret 2010] [diakses tanggal 27
Maret 2010] [diakses tanggal 27 Maret 2010]

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/detra18/kebutuhan-dasar-manusia-ii-konsep-dan-
asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal-dan-menjelang-ajal_552bc1ae6ea834027a8b4616

Perawatan Luka
Pengertian Perawatan Luka

Luka dapat diartikan sebagai gangguan atau kerusakan integritas dan fungsi jaringan pada tubuh
(suriadi 2007).

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. Faktor lokal

o Suplai pembuluh darah yang kurang.

o Denervasi.

o Hematoma.

o Infeksi.

o Iradiasi

o Mechanical stress.

o Dressing material.

o Tehnik bedah.

o Irigasi.

o Elektrokoagulasi.

o Suture materials.

o Antibiotik.

o Tipe jaringan.

o Facilitious wounds.

2. Faktor general

o Usia.

o Anemia.
o Anti inflammatory drugs.

o Cytotoxic and metabolic drugs.

o Diabetes mellitus.

o Hormon.

o Infeksi sistemik.

o Vitamin C dan A.

o Penyakit menular.

o Malnutrisi.

o Obesitas.

o Temperature.

o Trauma, hipovolemia dan hipoksia.

o Uremia.

Macam - Macam Tipe Luka

1. Berdasarkan sifatnya:

o Luka Akut Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang
diharapkan atau dengan kata lain sesuai dengan konsep penyembuhan. Luka akut
dapat dikategorikan sebagai :
Luka akut pembedahan, contoh: insisi, eksisi dan skin graft.
Luka akut bukan pembedahan, contoh: Luka bakar.
Luka akut akibat faktor lain, contoh:abrasi, laserasi, atau injuri pada lapisan kulit
superfisial.

o Luka Kronis. Luka kronis adalah luka yang proses penyembuhannya mengalami
keterlambatan atau bahkan kegagalan. Contoh: Luka decubitus, luka diabetes, dan
leg ulcer
2. Berdasarkan Kehilangan Jaringan

o Superfisial ; luka hanya terbatas pada lapisan epidermis

o Parsial (partial-thickness) ; luka meliputi lapisan epidermis dan dermis.

o Penuh (full-thickness) ; luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan


bahan dapat juga melibatkan otot, tendon, dan tulang.

3. Berdasarkan Stadium.

o Stage I.

Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.

o Stage II.

Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis.


Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, panasa, dan edema.Exudate sedikit sampai
sedang.

o Stage III.

Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan sub cutan, dengan terbentuknya


rongga (cavity), exudate sedang sampai banyak.

o Stage IV.

Hilangnya jaringan sub cutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang


melibatkan otot, tendon dan atau tulang. Exudat sedang sampai banyak.

4. Berdasarkan mekanisme terjadinya.

o Luka insisi

(Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)biasanya tertutup oleh sutura
seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)

o Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,perdarahan dan bengkak.

o Luka lecet(Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
o Luka tusuk(Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

o Luka gores(Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.

o Luka tembus(Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh


biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.

o Luka Bakar(Combustio), adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas, listrik,
kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.

Berdasarkan Penampilan Klinis

o Nekrotik (hitam): Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin keringat atau
lembab

o Sloughy (kuning): Jaringan mati yang fibrous.

o Terinfeksi (kehijauan): Terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti nyeri,


panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.

o Granulasi (merah): Jaringan granulasi yang sehat.

o Epitelisasi (pink): Terjadi epitelisasi.

Proses Penyembuhan Luka

1. Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).

Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka terjadi dan
melibatkan platelet.Pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini
bertujuan untuk homeostatis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.Pengeluaran
platelet akan menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk homeostatis
sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa
menit setelah luka terjadi dan berlanjut hingga sekitar 3 hari. Fase inflamasi
memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil). Neutrofil selanjutnya
memfagosit danmembunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan
pembentukan jaringan baru.
2. Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari).

Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses
penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau rekonstruksi. Tujuan utama
dari fase ini adalah:

o Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).

o Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).Secara klinis akan tampak kemerahan


pada luka. Angiogenesis terjadi bersamaan dengan fibroplasia. Tanpa proses
angiogenesis sel-sel penyembuhan tidak dapat bermigrasi, replikasi, melawan
infeksi dan pembentukan atau deposit komponen matrik baru.

o Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan). Menurut
Hunt (2003) kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang menyebabkan terjadinya
penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan sintesis
kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka akan tampak
semakin mengecil atau menyatu.

3. Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1 tahun).

Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka.
Aktifitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalamkeseimbangan. Serabut-serabut
kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh
proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama
pada matriks.Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu serta
berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan.Akhir dari penyembuhan didapatkan
parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80 % dibanding kulit normal.

You might also like