You are on page 1of 8

Atresia Esophagus

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau
muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus
buntu, sedangkan pada -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan
trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen
esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering
disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia
duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga tidak
membentuk sambungan dengan trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia esophagus
adalah kegagalan esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari faring ke lambung selama
perkembangan embrionik adapun pengertian lain yaitubila sebua segmen esoofagus
mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya( congenital) dan tetap sebaga bagian tipis
tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus . Dua
kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain seperti
penyakit jantung congenital. Untuk alas an yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal
untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima. Atresia
Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus
dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
2.2 Epidemiologi Atresia Esophagus
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dan
Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus
atresia esophagus. Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus
gastrointestinal. Meskipun sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus telah
dimulai pada abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah
sampai tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil menyelesaikan
penanganan terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron
Haigjit dad Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu
pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran
hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara
Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup.
Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar. Kecenderungan peningkatan
jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu
penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi
kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55
kasus per 10.000 kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang
dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menemukan
insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan
usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan
peningkatan resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
2.3 Etiologi Atresia Esophagus
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya
kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari
saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma
trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang
terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan
kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus dapat
terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan
terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan
belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki
kelainan kelahiran seperti :
Trisomi
Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan anus
imperforata).
Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus
arteriosus).
Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak
adanya ginjal,dan hipospadia).
Gangguan Muskuloskeletal
Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac, tracheosofagealfistula, ginjal, dan
abnormalitas saluran getah bening).
Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan lahir
Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :
Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu thali
domine .
Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
Faktor gizi
Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing masing menjadi
esopagus dan trachea .
Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea
esophagus
Tumor esophagus.
Kehamilan dengan hidramnion
Bayi lahir prematur,
Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan
yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat
selama gestasi pada minggu ke empat dan ke lima.
2.4 Klasifikasi Atresia Esophagus
Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan sampai saat ini . Gross pada
tahun 1953 memodifikasi klasifikasi tersebut, sementara Kluth 1976 menerbitkan "Atlas
Atresia Esofagus" yang terdiri dari 10 tipe utama, dengan masing-masing subtipe yang
didasarkan pada klasifikasi asli dari Vogt. Hal ini terlihat lebih mudah untuk menggambarkan
kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk dikenali.
Atresia Esophagus diklasifikasikan sebagai berikut :
Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC)
Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan
penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV.
Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea
setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula
trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh.
Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen
esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada
jarak yang berbeda diatas diagframa.
Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)
Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak
dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5
mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah
ditemukan dua bahkan tiga fistula.
Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi.
Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan
esofagus.
Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal
Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi
sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan
berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan
diperbaiki keseluruhan. Seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari
kantong atas selama membuat/ merancang anastomose.
2.5 Tanda dan Gejala Atresia Esophagus
Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:
Batuk ketika makan atau minum
Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk
menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk
Gelembung berbusa putih di mulut bayi
Memiliki kesulitan bernapas
Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan oksigen
(sianosis)
Meneteskan air liur
Muntah-muntah
Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi
bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu
diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak
10 cm, maka di duga atresia esofagus.
Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di curigai
terdapat atresia esofagus.
Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan
kedalam jalan nafas.
Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh karena itu
bayi sering sianosis
2.6 Diagnosis Atresia Esophagus
Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :
Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan bahwa
kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter
pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga adanya atresia esophagus.
Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus
dicurigai adanya atresia esfagus.
Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi cairan
kedam jalan nafas.
Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter
terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus dapat memberikan
gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk
menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat
pada foto abdomen.
2.7 Komplikasi Atresia Esophagus
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
Dismotilitas esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi
sudah mulai makan dan minum.
Gastroesofagus refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau
refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
Trakeo esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti
ini.
Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah dengan
mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
2.8 Patofisiologi Atresia Esophagus
Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus
normalnya berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang muncul di
dalam foregut. Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi ventral yang
berlebihan pada lipatan faringo-esofagus, yang menyebabkan kantung esofagus bagian atas
mencegah lipatan cranial dari menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk itu, sambungan
dipasangkan antara esofagus dan trakea.
Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah fistula
antara esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan esofagus.
Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat pemisahan yang tidak
sempurna antara lempengan paru dari foregut selama masa awal perkembangan janin.
Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi vertebra, ginjal, janutng,
muskuloskeletal, dan sistem gastrointestinal.
Walaupun kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal yang tidak umum
terjadi, tetapi apabila terjadi ketidaknormalan harus segera dikoreksi, karena dapat
mengancam nyawa. Karena hal ini dapat menyebabkan regurgitasi ketika bayi diberi makan.
Agenesis pada esofagus sangat jarang terjadi, kebanyakan atresia dan pembentukan fistula.
Pada atresia, segmen esofagus hanya berupa thin, noncanalized cord, dengan kantung
proksimal yang tersambung ke faring dan kantung bagian bawah yang menuju ke lambung.
Atresia sering terdapat pada bifurksasi (dibagi menjadi dua cabang) trakea terdekat. Jarang
hanya atresia sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai bersamaan dengan fistula yang
menyambungkan kantung bawah atau atas dengan bronkus atau trakea. Anomali yang
berhubungan meliputi congenital heart disease, neurologic disease, genitourinary disease, dan
other gastrointestinal malformations. Atresia terkadang dihubungkan dengan arteri umbilikus
tunggal.
2.9 Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus
Pasang sonde lambung no. 6 8 F yang cukup halus. Dan radioopak sampai di
esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10 15 menit.
Pada Gross type II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross type I, tidur
terlentang kepala lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus. Kemudian segera siapkan
operasi.(FKUI.1982).
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi ini.
Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi prone/ telungkup, dengan posisi kepala 30o lebih
tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik
untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar tidak gelisah
atau menangis berkepanjangan.
Penatalaksanaan oleh bidan adalah sebagai berikut :
Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio opak sampai di esophagus
yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10-15 menit.
Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi.
Pada groos I bayi tidur terlentang dengan kepala lebih rendah.
Bayi di puasakan dan di infuse
Konsultasi dengan yang lebih kompeten
Rujuk ke rumah sakit
2.10 Pengobatan pada Atresia Esophagus
Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi
kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat
harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomaly
penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara
bertahap:
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi
untuk memasukkan makanan,
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus.
Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering
ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks
gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Pengobatan pada atresia etsophagus setelah dirujuk, yaitu antara lain:
Keperawatan => Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah
terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap
untuk mencegah aspirasi.
Medik => Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat
diberikan pengobatan sebagai berikut :
Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi
sekaligus
Eksisi membran anal

You might also like