You are on page 1of 32

Keperawatan Sistem Muskuloskeletal

ARTRITIS (REUMATOID ARTRITIS DAN


OSTEOARTRITIS)

Oleh :

Kelompok 3 (A12)

- Sri Ratna Dewi (1210321009)


- Henita Eka Putri (1210322004)
- Afrilia Safira (1210322015)
- Nurul Azura (1210322019)
- Wulan Rija Pratiwi (1210323001)
- Febrija Novriyanti (1210323015)
- Dwi Novyani (1210323034)
- Monica Elvianti (1210323035)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2014

3
BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Artritis berarti terjadinya suatu peradangan pada sendi. Pengetahuan
tentang asuhan keperawatan muskuloskeletal makin dibutuhkan mahasiswa
ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat
pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju era profesionalisasi
menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan
asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari
bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang
ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan
masih adanya peranan yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di
daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa
memnadang derajat sosial dan pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit
setelah timbul penyulit atau penyakit sudah dalam stadium lanjut. Untuk
mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi dari peranan perawat adalah
mensosialisasikan pada masyarakat umum guna mencegah/ menghindari hal-hal
yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
dengan Gangguan Muskuloskeletal : Artritis (reumatoid artritis dan osteoatritis).
Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang
dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya osteoatritis
dan Rheumatoid Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan
keperawatan yang tepat dan kontrahensif.

2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka didapatkanlah rumusan masalah sebagai berikut.
a Bagaimanakah konsep penyakit Artritis (rematoid artritis dan osteoatritis)
serta perjalanan penyakitnya?

4
b Bagaimanakah asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien Artritis
Reumatoid?

3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a Mengetahui bagaimana konsep penyakit Artritis.
b Mengetahui bagaimana perjalannan penyakit Artritis Reumatoid dan
osteoartritis.
c Mengetahui asuhan keperawatan seperti apa yang dilakukan terhadap pasien
dengan Artritis Reumatoid.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Artritis
Artritis adalah peradangan atau inflamasi di persendian. Artritis merupakan
gejala dari berbagai penyakit.
Artritis adalah peradangan pada satu atau lebih persendian, yang disertai dengan
rasa sakit, kebengkakan, kekakuan dan keterbatasan bergerak.
Artritis adalah suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi
bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Tulang


Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang berasal
dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses
mengerasnya tulang akibat menimbunya garam kalsium.
2.2.1 Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
a. Mendukung jaringan tubuh dan menbuntuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan
lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan )
d. Membuat sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hema
topoiesis).
e. Menyimpan garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor.
2.2.2 Jenis Tulang
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan
dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan

6
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir
tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen,
bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.
Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang
yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
2.2.3 Susunan Tulang
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar
(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel
multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi
dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit,

7
yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam
kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah
yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya
tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling
dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.
Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,
terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada
permukaan tulang).

2.2.4 Struktur Tulang


Tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan
garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat
kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit
garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium
karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan
berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan
organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap
tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang
memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
2.3 Macam-macam Artritis
2.3.1 Osteoartritis
a. Pengertian
Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degenerative atau
arthritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang
rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan lanjut
usia.Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran

8
sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar
yang menanggung beban. Sering kali berhubungan dengan trauma atau
mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh
dan oenyakit sendi lainnya.(Arif Mansjoer, 2001: 535)
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif
atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan
sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab
kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat
dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di
bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun.
Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan
frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis) adalah penyakit
kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan
penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD,1997). Atau gangguan pada
sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).

b. Etiologi
Etiologi ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa factor risiko
yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini yaitu:
1. Usia
Umumnya ditemukan pada usia lanjut( diatas 50 tahun). Karena
pada lansia pembentukan kondrotin(substansi dasar tulang rawan)
berkurang dan terjadi fibrosis tulang rawan. Perubahan fisis dan
biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan
penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2. Jenis kelamin
Kelainan ini ditemukan pada pria dan wanita, tetapi sering
ditemukan pada wanita pasca menopause (osteoarthritis primer).
Osteoartritis sekunder lebih banyak ditemukan pada pria. Wanita

9
lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Laki-laki Perempuan
Laki-laki lebih sering Perempuan dipengaruhi dua lebih
terkena daripada wanita banyak dari pada laki-laki setelah
sebelum usia 50 tahun usia 50
Hip OA lebih sering terjadi OA adalah sendi interpfalangsendi
pada pria sebelum usia dan perempuan setelah usia 55
45tahun tahun
OA lutut lebih sering terjadi OA lutut lebih sering terjadi pada
pada pria sebelum usia 45 wanita setelah usia 45
tahun
3. Genetik.
Faktor genetic juga berperan pada timbulnya osteoarthritis. Bila
ibu menderita OA sendi interfalang distal, anak perempuannya
mempunyai kecenderungan terkena OA 2-3 kali lebih sering.
4. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan
usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada
orang orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada
pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis
pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis
sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma
yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan
biomekanik sendi tersebut.

10
7. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak
rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses
degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
8. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis)
menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak
matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
9. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong
sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia,
dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan
produksi proteaglikan menurun.

c. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
1. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya
yang berhubungan dengan osteoartritis
Osteoartitis primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya,
dapat mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoatritis jenis ini
terutama ditemukan pada wanita kulit putih, usia baya, umumnya
bersifat poli-artikular dengan nyeri akut disertai rasa panas pada
bagian tulang distal interfalang, yang selanjutnya terjadi
pembengkakan tulang(nodus Heberden).
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur
Osteoartritis sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang
menyebabkan kerusakan pada sinovia sehingga menimbulkan
arthritis sekunder. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan
osteoarthritis sekunder adalah
a. Trauma/instabilitas
b. Faktor genetic/perkembangan
c. Penyakit metabolic/endokrin.

d. Patofisiologi

11
Penyakit sendi degenerative merupakan suatu penyakit kronik,
tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai
dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Penyakit ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsure paling penting rawan sendi. Pemecahan tersebut
diduga diawali oleh stress bimekanik tertentu. Pengeluaran enzim
lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang
membentuk maktriks disekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
yang menanggung berat badan, seperti panggul, lutut dan kolumna
vertebralis. Akibatnya terjadi pembentukan tulang baru pada dasar
tulang lesi tulang rawan sendi serta tepi sendi(osteofit). Osteofit
terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali
persendian sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang
progresif.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan


terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang
dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang
digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degenerative yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi, sendi
deformitas kongital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsic dan
ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolism sendi yang pada akhirya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan
terjadi penyempitan rongga senid yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus(Soeparman,
1995).

12
e. WOC
(terlampir)

f. Manifestasi Klinis
Gejala utama adalah nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula
rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan
istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi,
krepitasi, pembesaran sendi dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut
lagi terdapat pembesaran sendi dan kresipitasi tulang.
Tempat predileksi osteoarthritis adalah sendi kartometakarpal I,
metatarsofalangeal I, apofiseal tulang belakang, lutut dan paha. Pada
falang distal timbul nodus Heberden dan pada sendi interfalang
proksimal timbul nodus Bouchard.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak menonjol dan
timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovisitis,
terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan
warna kemerahan.
Gejala khas pada penderita OA :
1. Rasa nyeri pada sendi
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan
bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
2. Kekakuan dan keterbatasan gerak
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah
istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan
dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan
peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa
nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas
lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada

13
hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana
rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi pada sendi
yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis
coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan
tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi
hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena
pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas
tanpa adanya pemerahan.
6. Deformitas
Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.
7. Gangguan Fungsi
Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.

g. Komplikasi
1. Gangguan/kesulitan gerak
2. Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.
3. Resiko jatuh
4. Patah tulang

h. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan lanoratorium darah tepi, imunologi dan cairan sendi
umumnya tidak ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai
dengan peradangan. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan
penyempitan rongga sendi disertai sklerosis tepi persendian. Mungkin
terjadi deformitas, osteofitosis atau pembentukan kista juksta artikular.
Kadang-kadang tampak gambaran taji(spur formation), liping pad
tepi-tepi tulang dan adanya tulang-tulang yang lepas.
1. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang
terjadi pada tulang seperti pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa
rematik.
3. Analisa cairan engsel

14
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk
kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh
encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan
engsel tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang
terjadi.
5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago
sendi sebagai penyempitan rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

i. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya
bersifat simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
bekerja hanya sebagai analgesic dan mengurangi peradangan, tidak
mampu menghentikan proses patologis.
a. Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4
g/hari atau propoksifen HCl. Asam salisilat juga cukup efektif
namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
b. Jika tidak berpengaruh, atau jika terdapat tanda peradangan,
maka OAINS seperti fenoprofin, piroksikam, ibuprofen dan
sebagainya dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis

1 1

biasanya 2 3 dosis penuh untuk arthritis rematoid.

Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek


samping utama adalah gangguan mukosa lambung dan
gangguan faal ginjal.
2. Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk,
penyangga untuk lordosis lumbal, menghindari aktivitas yang
berlebihan pada sendi yang sakit dan pemakaian alat-alat untuk
meringankan kerja sendi.

15
3. Diet untuk menurunkan berat baddan dapat mmengurangi
timbulnya keluhan.
4. Dukungan psikososial.
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang
ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan
untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
5. Persoalan seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis
terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi
karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan
mengutarakannya.
6. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program
latihan yang tepat.
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,
yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan
ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum
latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang
masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan
dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai
seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah,
mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
7. Operasi dipertirtimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi
yang nyata, dengan nyeri yang menetap dan kelemahan fungsi.
8. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat,
penurunan berat badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta
menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-
alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi
( bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi
okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk
mengadopsi strategi penangan mandiri.

16
2.2.2 Arthritis Rhematoid
a. Pengertian
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh
organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rematoid
terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat
progresivitasnya. Pasien dapat pula menunjukkan gejala konstitusional
berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan nonartikular lain.
Artritis rematoid adalah penyakit inflamasi nonbacterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang
berbagai sistem organ.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit kronis, sistemik
autoimun yang disebabkan oleh inflamasi koneksi jaringan pada
synovial.
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik
kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh
kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan
kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.

b. Etiologi
Penyakit arthritis rematoid masih belum diketahui secara pasti
walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah
terungkap. Penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan
dengan factor genetic. Namun, berbagai factor (termasuk
kecenderungan genetic) bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-
faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi,
keturunan, dan lingkungan. Artritis rematoid dapat terjadi akibat
rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetic. Terdapat
kaitannya dengan pertanda genetic seperti HLA-Dw4, dan HLA-DR5
pada orang kulit putih. Namun pada orang Amerika berkulit hitam,
Jepang dan India Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan
HLA-Dw4.

17
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis
reumatoid, yaitu:
a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-
hemolitikus.

b. Endokrin
c. Autoimmun
d. Metabolik
e. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen
tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus
dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderita.

c. Patofisiologi
Pada arthritis rematoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada
jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim
dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya akan
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena
karena serabut otot aakan mengalami perubahan generative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

18
d. WOC
(terlampir)

e. Manifestasi Klinis
Kriteria dari American Rheumatism Association(ARA) yang direvisi
tahun 1987 adalah
1. Kaku pada pagi hari(morning stiffness).Pasien merasa kaku pada
persendian dan disekitarnya sejak bangun tidur sekurang-
kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakakn jarangian lunak
atau persendian(soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan
pembesaran tulang(hyperostosis). Terjadi pada sekurang-
kurangnya 3 sendi secara bersamaan dalam observasi seorang
dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria,yaitu
interfalang proksimal, metakapofalang, pergelangan tangan, siku,
pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama(tidak
mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara
serentak(symmetrical polyarthritis simultaneously)
5. Nodul Rematoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang
atau permukaan ekstensor atau daerah jukstaartikular dari
observasi seorang dokter.
6. Faktor rematoid serum positif. Terdapat titer abnormalfaktor
rematoid serum yang diperiksa dengan cara memberikan hasil
positif kurang dari 5 % kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada
pemeriksaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan
tangan, yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi
tulang yang berlokalisasi pada sendi atau aerah yang berdekatan
dengan sendi.
Pola karakteristik dari persendian yang terkena :

19
1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku,
pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada
pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Gambaran Ekstra-artikular :
1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia.
2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas,
di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan
berupa :
1. Demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. Nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi
hari.
3. Rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur
otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus
rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih
dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan
tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas
siku dan jari tangan.

f. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah
gastritis dan ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama
penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid(OAINS) atau obat pengaruh
perjalanan penyakit(disease modifying antirheumatoid drugs,
IDMARD) yang menjadi factor penyebab morbiditasdan mortalitas
utama pada arthritis rheumatoid.

20
Komplikasi saraf yang sering terjadi tidak memberikan
gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular
dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati isemik akibat vaskulitis
Komplikasi juga dapat terjadi:
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti
adanya proses granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan
nodule
2. Ada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan
otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
4. Terjadi splenomegali

g. Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artiritis rheumatoid,
namun dapat menyerang bila terdapat keraguan atau untuk melihat
prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat:
1. Tes factor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
arthritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien lepra, tuberkolosis paru, sirosis hepatis,
hepatis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen
dan sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif
3. LED meningkat
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
6. Trombosit meningkat.
7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang
tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris> Sendi
sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakatan
jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
penyempitan ruang sendi dan erosi.

h. Penatalaksanaan

21
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk
menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi
dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan atau
memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan
yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan tujuan itu meliputi
pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat
obatan.
Pengobatan harus deberikan secara paripurna, karena penyakit
sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih
dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan
dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi
inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas
dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang
ortopedis, dan latihan terbimbing.
Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau
imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi
mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila
terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan
dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada
revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang
kehidupan sehari hari dirumah maupun ditempat karja.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan Artritis
reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup
tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang
berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan
meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan
prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan
termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk
mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang
penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus menerus.

22
Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari batuan
klub penderita, badan badan kemasyarakatan, dan orang orang
lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta keluarga mereka.
Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum
latihan, dan mandi parafin dengan suhu. Dibawah ini adalah contoh-
contoh obat yang dapat diberikan :
a. NSAIDs
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala
nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini
mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam
jangka waktu yang lama.
b. Kortikosteroid
Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon
dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan
sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang
sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang
efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius.
c. Obat remitif (DMARD)
Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena
itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan
penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari
kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin,
metotreksat salazopirin, dan garam emas.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ARTRITIS REUMATOID

Kasus
Ny.A (54 tahun) datang dengan bantuan anaknya ke poliklinik dengan keluhan nyeri
hebat yang menusuk pada persendian jari-jari tangan dan kakinya, serta nyeri yang
dari lutut sampai kebawah. Nyeri bertambah saat ia melakukan istirahat. Ia
mengatakan sering terjadian kekakuan sendi pada pagi hari dengan durasi kurang
lebih 1 jam. Tampak adanya pembengkakan yang simetris bilateral pada daerah nyeri
(metakarpophalangeal dan metatarsophalangeal) yang tampak memerah dan teraba
panas. Ny.A mengatakan sulit untuk beraktivitas normal saat nyeri menyerang dan ia
merasa tidak percaya diri dengan perubahan bentuk sendi yang dialaminya. Mulai
nampak benjolan-benjolan pada daerah sendi jarinya (proksimal interphalangeal).
Ny.A mengatakan gejala mulai tampak sekitar 7 bulan yang lalu. Ny.A mengaku
kerap merasa kelelahan dan kadang badannya sedikit panas. Skala nyeri 8. Diagnosa
medis mengatakan NyA terserang Reumatoid Artritis.

I. PENGAKAJIAN
Nama : Ny.A
Tanggal masuk RS : 15 Agustus 2014
Tanggal Lahir : 2 Januari 1960
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Patimura 28C
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

a) Keluhan utama
Pasien merasakan nyeri hebat dan menusuk di daerah persendian jari-jari
tangan dan kakinya. Pasien kesulitan beraktivitas karena nyeri. Pasien juga
mengatakan ada pembengkakan di daerah nyeri dan ada benjolan-benjolan
(nodus) di daerah proksimal interphalangeal.

24
b) Riwayat penyakit saat ini
Keluhan mulai dirasakan sekitar 7 bulan yang lalu. Mulanya pasien
merasakan adanya kekakuan pagi hari selama kurang lebih 1 jam. Kemudian
diikuti dengan nyeri, bahkan saat ia beristirahat. Ia kerap merasa kelelahan
bahkan badannya sedikit panas.
c) Riwayat penyakit sebelumnya
Ny.A tidak memiliki riwayat penyakit serius apa-apa. Baik itu penyakit
tulang ataupun organ lain.
d) Riwayat penyakit keluarga
Nenek pasien menderita reumatik.
e) Riwayat psikososial
Klien mengalami ketakutan akan adanya kecacatan karena perubahan bentuk
sendi dan terjadi gangguan citra diri. Klienpun kerap sulit beristirahat
dikarenakan nyeri hebat yang dirasakannya.

Pengkajian Pola Fungsional Gordon


a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Pasien mengatakan penyakitnya merupakan penyakit yang wajar pada lansia,
sehingga ia hanya menanganinya dengan mengurut-urut sendiri
persendiannya yang sakit.
b) Pola aktivitas dan latihan
Ny.A sulit untuk melakukan aktivitasnya karena nyeri ataupun dikarenakan
ia kerap merasa kelelahan. Nyeri dirasakan saat menggerakkan sendi
sehingga aktivitasnnya sering harus mendapat bantuan.
c) Pola nutrisi dan metabolik
Klien mengatakan mengalami penurunan selera makan akibat nyeri dan
kesulitan untuk makan ketika nyeri pada tangannya menyerang.
d) Pola eliminasi
BAB dan BAK klien normal.
e) Pola tidur dan istirahat
Ny.A mengaku sulit beristirahat dikarenakan nyeri hebat yang ia rasakan.
f) Pola kognitif dan perseptual
Nenek klien juga menderita penyakit reumatik, namun klien tidak
memberikan perawatan yang sesegera mungkin saat gejala mulai timbul.
Klien baru memeriksakannya setelah 7 bulan gejala.
g) Pola konsep diri
Ny.A merasa tidak percaya diri karena adanya perubahan bentuk sendi yang
dialaminya.

25
h) Pola koping
Ny.A mengatakan mengalami penurunan selera makan akibat nyeri dan tidak
bersosialisasi keluar rumah karena tidak percaya diri dengan perubahan
bentuk sendinya.
i) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengatakan mengalami perubahan pada pola seksualitas akibat nyeri
yang kerap dirasakannya yang membuat semua aktivitasnya terganggu.
j) Pola peran hubungan
Klien merasakan gejala tersebut sudah dari 7 bulan yang lalu, sehingga
mengganggu aktivitas rutinnya dan aktivitas sehari-harinya.
k) Pola nilai kepercayaan
Klien masih tetap melaksanakan ibadah dengan rutin meskipun klien kerap
merasa tidaknyaman dengan nyeri hebat dan kekakuan yang dirasakannya.

Pemeriksaan fisik.

Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung


data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.

B1 (Breathing). Klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan sistem


pernapasan saat melakukan inspeksi. Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.
B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat, iktus
tidak teraba. Pada auskultasi, ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
o Kepala dan wajah : ada sianosis.
o Mata : sklera biasanya tidak ikterik
o Leher : biasanya JVP dalam batas normal
o Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan

26
o Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan
cuping hidung
o Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat
o Status mental : penampilan dan tingka laku klien biasanya
Tidak mengalami perubahan.
o Pemeriksaan saraf karanial :
Saraf 1. Biasanya pada klien artritis reumatoid tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan penglihatan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V. Klien artritis reumatoid umumnya tidak mengalami paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetri, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
B4 (bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada sistem perkemihan.
B5 (bowel). Umumnya klien atritis reumatoid tidak mengalami gangguan
eliminasi. Meskipun demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, dan
bau feses. Frekuensi berkemih, kepekatan urin, warna, bau, dan jumlah urin juga
harus dikaji. Gangguan gestrointestinal yang sering adalah mual, nyeri lambung
yang menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang menggunakan
obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang
defekasi.
B6 (bone) :
Look : didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal) ,
deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar
lutut, panggul, dan pergelangan tangan.adanya degenerasi serabut otot
memungkinkan terjadi pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh tidak

27
digunakan otot akibat inflamasi sendi. Sering ditemukan nodul subkutan
multipel.
Feel : nyeri tekan pada sendi yang sakit.
Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi
nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien sering mengalami kelemahan
fisik sehingga menggangu aktivitas hidup sehari-hari.

3. Pemeriksaan diagnostik.

Pemeriksaan radiologi. Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukan kelainan
yang mencolok. Pada tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan
disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi perubahan
degeneratif berupa densitas, iregularitas permukaan sendi, serta spurring marginal.
Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang
sendi dengan erosi pada beberapa tempat.
Pemeriksaan laboratorium. Ditemukan peningkatan laju endap darah, anemia
normositik hipokrom, reaksi protein-C positif dan mukoprotein meningkat, faktor
reumatoid positif 80% (uji rose-waaler) dan faktor antinuklear positif 80%, tetapi
tetapi kedua uji ini tidak spesifik.

Masalah keperawatan utama klien artritis reumatoid adalah sebagai berikut :

1. Nyeri.
2. Hambatan mobilitas fisik.
3. Gangguan konsep diri (citra diri)
4. Defisiensi pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan.

Prioritas rencana asuhan keperawatan meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Menurunkan dan menigkatkan adaptasi nyeri.


2. Memberi dukungan psikologis.
3. Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadi deformitas.
4. Membantu meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
5. Pemenuhan kebutuhan pendidikan dan latihan dalam rahabilitas.

28
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC
1. Nyeri Kronik b.d. Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
imflamasi sendi, Indikator : Aktivitas :
kehilangan fungsi sendi. Menilai factor penyebab Lakukan penilai
Penggunaan mengurangi nyeri lokasi, karakteri
DS : dengan non analgesic dan penyebab.
- Klien mengatakan
Penggunaan analgesic yang tepat Kaji ketidaknya
terasa nyeri hebat
Laporkan tanda / gejala nyeri pasien yang tida
yang menusuk pada
pada tenaga kesehatan efektif
persendian jari-jari
professional Tentukan dampa
tangan dan kakinya,
Menilai gejala dari nyeri (tidur, nafsu mak
kadang juga pada
Gunakan catatan nyeri sosial, performa
sendi lutut kebawah. Laporkan bila nyeri terkontrol
- Klien mengatakan sehari-hari)
sering terjadian Evaluasi pengal
kekakuan sendi pada kronik atau yang
pagi hari dengan Tentukan tingka
durasi kurang lebih 1 kenyamanan pad
jam Menyediakan in
DO : nyeri, bagaiman
- Nyeri skala 8
ketidaknyamana
Kontrol faktor li
ketidaknyamana
keributan)
Mengurangi atau
mempercepat at
fatique, sifat me
Ajari untuk men
biofeddback, TE
distraksi, terapi
hangat/dingin, d
memungkinkan,
terjadi atau men
terukur.
Dorong pasien u
terhadap nyeri
Pastikan pretrea
farmakologi seb
Menyediakan in

29
pengetahuan kel
Menyertakan ke
mengatasi nyeri

2. Hambatan Mobilitas Mobilitas Terapi Latihan : Mobi


Fisik b.d. nyeri sendi, Indikator: Aktivitas:
deformitas sendi. Pergerakan sendi Menentukan bata
DS : Pergerakan otot fungsinya
- Ny.A mengatakan sulit Menentukan tingk
untuk beraktivitas pemulihan perpin
Ketahanan
normal saat nyeri Mengontrol lokas
Indikator:
menyerang
Melakukan kebiasaan rutin beraktifitas /berpi
- Ny.A mengaku kerap
Ketahanan otot Membantu pasien
merasa kelelahan dan
Aktivitas berpindah pasif/a
kadang badannya
Meningkatkan ren
sedikit panas.
sesuai jadwal
DO : Aktifitas pasif (P
- Klien terlihat lelah sebagai indikasi
- Skala nyeri 8 Mengintruksikan
- Terdapat perubahan yang sistematis, p
bentuk sendi dan latihan
pembengkakan Membantu pasien
aktif ROM
Membantu pening
nyeri, dan mobili
Menyedikan perto
sendi
Kolaborasi denga
memutuskan sebu

Posisi
Aktivitas:
Menyediakan tempat tid
Menempatkan dalam po
Posisi dalam mempersia
Memelihara posisi akan
Membantu imobilisasi s
Menginstruksikan

30
posisi yang bagus
beraktifitas
Menempatka
mudah dalam per

3. Gangguan Konsep Diri Body Image Peningkatan Body Im


b.d. deformitas sendi, Indikator : Aktivitas :
ketidakmampuan Gambaran internal diri Kaji perubahan
melakukan aktivitas Penyesuaian terhadap perubahan pasien
DS : penampilan fisik Identifikasi peng
- Klien mengatakan Penyesuaian terhadap perubahan dan umur pasien
tidak percaya diri fungsi tubuh Diskusikan bers
dengan keadaannya. penyakit
DO :
Bantu pasien me
- Saat pemeriksaan
Fasilitasi adanya
sendi klien terasa
memiliki masala
panas, kemerahan
- Ukuran sendi berubah
dari ukuran normal
- Terdapat perubahan
bentuk sendi dan
pembengkakan

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau


osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). Penyakit
sendi degenerative merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif
lambat, yang seakan-akan merupakan penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran
dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Gejala utama adalah nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak.
Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa
nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi,
kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dan perubahan gaya berjalan.

Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat


sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan
paling sering ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui
secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap.
Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan
factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa
mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor faktor yang berperan antara lain adalah
jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan.

4.2 Saran

Diharapkan pembaca dapat memahami materi yang telah kami susun ini,
dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam
praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal,

32
Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai.

33
DAFTAR PUSTAKA

Lewis, Dirken, dkk (2009-2011). Medikal Surgical Nursing : ssessment and


Managemen of Clinical Problems, Volume 2, Eight Edition. Elseiver Mosby
Lukman dan Nurna Ningsih. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Jakarta : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan sistem
muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddart. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta: EGC
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

34

You might also like